Minggu, 11 Desember 2011

[daarut-tauhiid] Menuju Peradaban yang Lebih “Diberkahi”

Menuju Peradaban yang Lebih "Diberkahi"

Selasa, 06 Desember 2011

oleh: Shalih Hasyim

SEJAK awal perkembangan Islam, langkah fundamental yang diambil oleh
Rasulullah Saw untuk membumikan nilai-nilai Islam, adalah mencari
lingkungan yang steril dari kontaminasi dan dominasi hukmu al
jahiliyyah (hukum jahiliyah), tabarruj Al Jahiliyyah (tatanan sosial
yang mengabaikan moral), Zhan Al Jahiliyyah (gaya hidup yang
menuhankan materi), hamiyyatul jahiliyyah (kultur jahiliyah) dalam
segala dimensinya.

Membangun Islam dalam lingkungan yang tidak kondusif dengan begitu,
laksana menanam benih di lahan yang gersang, kering kerontang. Tentu
benih yang ditanam tidak akan tumbuh menjadi tanaman yang subur.
Bahkan, kemungkinan besar akan layu. Hidup segan, mati tak mau. "Laa
yamuutu wa laa yahyaa."

Umar bin Khathab ketika memimpin upacara pemberangkatan para dai ke
berbagai belahan dunia: Fii ayyi ardhin taqo' anta mas'ulun 'an
Islamiha (di bumi manapun anda berdiam, anda memiliki tugas untuk
mengIslamkan penduduknya).

Selama 13 tahun Rasulullah Saw dan para sahabatnya berIslam di Makkah,
terbukti hanya beberapa gelintir orang yang menyambut seruannya.
Itupun, sebagian besar berasal dari kalangan grass root
(mustadh'afin)..Karena lingkungan sosial Makkah didominasi
kemusyrikan. Penyakit molimo (minum, mencuri, membunuh, main
perempuan, berjudi, memakan riba) yang diderita masyarakat sudah pada
stadium akut.

Rasulullah Saw bersabda : "Seseorang itu tergantung agama kekasihnya,
maka lihatlah kepada siapa ia berteman." (HR. Ahmad )

Dalam Hadits lain disebutkan, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah, kedua orang tua lah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani dan
Majusi." (HR. Bukhari Muslim).

Begitu pentingnya sebuah lingkungan (al Biah), sehingga sastra arab
mengatakan : "Nahnu ibnul biah." (kita adalah produk sebuah
lingkungan). Ada ungkapan lain yang senada: "Al Jaaru qabla ddar."
(mencari tetangga yang sepaham/sefikrah terlebih dahulu sebelum
membangun rumah). Manusia itu diperbudak oleh kebiasaan dimana ia
berdiam, kata sastra Arab. Seseorang yang akrab, dekat dan erat dengan
penjual minyak wangi, akan terkena bau wangi, seseorang yang dekat
dengan pandai besi, akan kecipratan bau besi. Seseorang yang dekat
dengan orang-orang pilihan, ia akan terpengaruh oleh mereka.

Jadi, lingkungan yang Islami merupakan hidden curiculum yang akan
merekonstruksi/menata ulang struktur kepribadian penghuninya menjadi
Islami. Sebaliknya kawasan yang jahili akan membentuk pola pikir dan
sikap mental jahiliyah penghuninya pula.

"Perumpamaan hidayah dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah,
seperti tamsil hujan lebat mengguyur bumi. Maka ada tanah yang bagus
menerima air kemudian menumbuhkan tanaman hijau dan rumput yang
banyak. Dan ada tanah keras yang bisa menahan air, kemudian Allah
berikan manfaatnya bagi manusia, sehingga mereka bisa mengambil air
minum, menyirami, dan bercocok tanam. Dan ada lagi hujan yang
mengguyur bumi yang licin, tidak menyerap air dan tidak menumbuhkan
tanaman. Itulah tamsil orang yang memahami agama Allah dan petunjuk
yang aku diutus Allah dengannya memberi manfaat baginya, maka ia tahu
dan mengajarkannya kepada orang lain, dan tamsil orang yang tidak
peduli dengan agama Allah dan tidak menerima hidayah Allah dengannya
aku diutus."
(HR. Bukhari, Shahih Al Bukhari 1/28).

Ketika Rasulullah Saw dan para sahabat As Sabiqun Al Awwalun (
angkatan Islam pertama) itu merasakan bumi Makah terlalu sempit
menampung idealisme tauhid, Beliau ekspansi dakwah dan mencari basis
teritorial lain yang lebih menjanjikan. Sehingga beliau memilih tanah
Thaif sebagai alternatif pertama, tetapi respon kaum Thaif tidak
menyenangkan. Bahkan beliau dilempari dengan batu. Kemudian mengadakan
hijrah ke Habasyah. Namun imigrasi yang kedua ini kurang lebih sama
dengan tujuan hijrah pertama. Sekalipun Raja Habsyi cukup toleran,
hanya ghulam (seorang pemuda) yang masuk Islam ketika tertarik melihat
Rasulullah Saw makan dengan membaca doa.

Baru setelah hijrah ke Madinah terjadi perkembangan spektakuler baik
dari segi kaulitas maupun kuantitas kaum Muslimin. Dalam waktu 10
tahun di Madinah, kaum muslim tercatat 10.000 orang. Peristiwa hijrah
ini kemudian dijadikan Khalifah Umar bin Khathab sebagai momentum
penetapan tahun baru Islam. Sekalipun banyak peristiwa besar yang
mendahuluinya, seperti pasukan gajah yang dipimpin oleh Raja Abraha
untuk menghancurkan Ka'bah dll. Dari sini titik tolak perubahan
totalitas kaum muslimin pertama terjadi.

Pelajaran Fundamental Hijrah

Ada beberapa pelajaran penting dari peristiwa hijrah ini, dikaitkan
"hijrah" modern dengan visi membangunan peradaban Islam ke depan.

Pertama: Reformasi itu dimulai dari level kepemimpinan

Yang perlu diluruskan bahwa hijrah itu tidak identik dengan
urbanisasi. Karena hijrah itu menuntut adanya perubahan secara radikal
dan total. Dan setiap perubahan itu, berimplikasi sangat jauh.
Perubahan itu memerlukan pengorbanan, maka terasa pahit. Apalagi jika
seseorang itu telah membangun imperium, kedaulatan, status quo sudah
sedemikian kokoh. Dipagari oleh kesetiaan dan hak-hak istimewa. Dalam
kondisi demikian, perubahan itu biasanya ditafsirkan dengan
instabilitas, anti kemapanan dll.

Dari berbagai teori perubahan, kejatuhan dan kebangunan negara dapat
dipahami bahwa perubahan itu akan sukses jika di pelopori dari setiap
individu, utamanya kalangan elitis sebuah komunitas. "Taghyiiru
khuluqil ummah taabi'un litaghyiiri khuluqil qiyadah," (perubahan
sebuah bangsa berbanding lurus dengan kesiapan berubah di kalangan
elit kepemimpinan), kata Ibnu Khaldun. Jika kita getol menyapu lantai
rumah, sementara kotoran atapnya dibiarkan menempel, maka lantai akan
kotor kembali.

Kedua: Komitmen terhadap regenerasi

Kepimpinan yang baik adalah mempersiapkan penggantinya. Penerus dan
pewaris perjuangannya. Sebab usia seorang pemimpin umumnya lebih
pendek dibandingkan dengan nilai immaterial, misi yang diperjuangkan.
Bahkan ummat Muhammad hanya berumur berkisar 60 sampai 70 tahun (HR.
Ahmad). Nilai-nilai moral yang tidak secepatnya diwariskan, maka
negara, intitusi, akan kurang dinamis dalam merespon perubahan
sekitarnya. Yang dimaksud kader disini adalah seseorang yang dididik,
disiapkan, disetting, untuk melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan
dalam sebuah keluarga, partai, intitusi, lembaga, negara. Oleh karena
itu sebelum Rasulullah Saw hijrah, telah mempersiapkan Ali untuk
menggantikan tempat tidurnya. Dengan regenerasi maka kesinambungan
amal dan transfer nilai akan berjalan dengan baik.

Ketiga: Memperkuat Sandaran Vertikal

Ketika rumah Rasulullah Saw sudah dikepung oleh para algojo dari
berbagai kabilah Arab untuk menghabisi nyawanya, beliau tetap memiliki
kestabilan jiwa. Hal ini merupakan salah satu buah ketargantungannya
(ta'alluq) kepada Al Khaliq yang sudah terlatih selama 13 tahun di
Makkah. Bahkan pada malam hari, saat memutuskan berangkat secara
rahasia bersama kekasihnya Abu Bakar, beliau membacakan salah satu
firman Allah Swt. :

وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدّاً وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدّاً
فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُونَ

"Dan Kami adakan dihadapan mereka dinding dan dibelakang mereka
dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak
dapat melihat." (QS. Yasin 36/9).

Setelah itu para algojo itu tidak bisa mendeteksi kepergian Rasulullah
Saw. karena dibuat mengantuk oleh Allah. Setelah memasuki rumah beliau
merasa terheran-heran, ternyata yang menempati tidur Rasulullah Saw
adalah anak pamannya Abu Thalib, Ali kw. Betapa terkejutnya mereka.
Mereka membuat makar, dan Allah membuat makar yang lebih canggih
kepada mereka.

Sebuah bangsa yang dibangun tanpa memperhatikan aspek moral,
keterlibatan Tuhan maka ucapkanlah taziyah (ucapan terakhir untuk
mayit) kepada bengsa itu. Negara yang dibangun dengan mengabaikan
peranan Tuhan, laksana membangun istana pasir atau permukaan balon.
Negara itu akan keropos, mudah rapuh oleh tangan jahil penghuninya
atau oleh konspirasi eksternal.

Keempat: Membangun sinergi dengan pihak lain

Sesungguhnya eksistensi sebuah peradaban sangat didukung oleh
ketrampilannya dalam membangun kerjasama dengan pihak lain. Untuk
mendukung keberhasilan hijrah, Rasulullah Saw bekerjasama dengan
penggembala kambing orang Nasrani (Abdullah) untuk menghilangkan jejak
dan rute yang dilewati. Sehingga beliau dan Abu Bakar menaiki Gua Tsur
dengan aman. Tanpa sepengetahuan musuh-musuhnya.

Sesungguhnya ajaran Islam menjunjung tinggi kerjama dalam kebaikan dan
taqwa. Dan menolak sinergi dalam perbuatan dosa dan permusuhan.Ciri
yang paling menonjol akhlaq Islam dengan agama lain adalah menjunjung
tinggi kesepahaman dan tidak menghalalkan segala cara. Bertolak
belakang dengan sistem politik Machiavelli. "Al ghoyatu tubarrirul
wasaa-il" (segala cara ditempuh, demi mencapai tujuan). Maka ada
sebuah pameo; "Tidak ada kawan abadi, yang kekal adalah kepentingan."

Disamping konsep Islam teguh dalam persoalan prinsip, terbuka pula
dalam menerima perubahan-perubahan yang bersifat tekhnikal. Rasulullah
telah mengajarkan sikap keterbukaan dalam memandang perbedaan.
Perbedaan pandangan adalah suatu fitrah. Bahkan dengan beragam
perbedaan itu bisa mendewasakan seseorang. Yang penting, mensiasati
dan mengelola perbedaan itu agar menjadi produktif. Islam mengajarkan
sepakat dalam persoalan prinsip dan toleran dalam perbedaan yang
bersifat non prinsip. Oleh karena itu, kita dituntut menyederhanakan
perbedaan dan mengedepankan kesepahaman. Dengan kerjasama yang baik
antara berbagai komponen komunitas (pemimpin (Rasulullah), generasi
tua (Abu Bakar), kalangan pemuda (Ali krw) kesulitan dan tantangan
seberat apapun akan mudah diatasi.

Kelima: Pemberdayaan perempuan

Sesungguhnya wanita adalah saudara laki-laki (syaqoiqur Rijal). Dalam
Islam laki-laki dan wanita itu satu kesatuan. Bahkan wanita itu
terbuat dari tulang rusuk laki-laki. Karena dari satu jiwa, maka
laki-laki dan perempuan saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Laki-laki dan perempuan yang berprestasi akan mendapatkan balasan yang
sama.Oleh karena itu Allah memberikan tugas dan kewajiban kepada
makhluq-Nya sesuai dengan fungsi kodratinya.

Perempuan yang terdidik dengan baik, memiliki kualitas yang melebihi
laki-laki. Asma' binti Abu Bakar dalam usia belia berhasil
mengomandani urusan logistik ketika hijrah. Sekalipun medan yang
dilewati terjal, dan nyawanya terancam. Demikianlah perempuan yang
berkualitas, mengungguli bidadari. Karena bidadari masuk surga karena
takdir. Sedangkan wanita shalihah berhasil karena perjuangan. Ketika
masuk surga, menghargai tempat yang dihuni.

Sebaliknya wanita yang dibiarkan bengkok, maka kejahatannya akan
melebihi laki-laki. Masih ingatkah kita peristiwa pembedahan dada
mayat Hamzah bin Abdul Mutholib, kemudian digigit hatinya. Itulah
perbuatan terkutuk yang dilakukan oleh Hindun. Sehingga ketika telah
masuh Islam, Rasulullah melihat wajahnya dengan cemberut. Terbayang
dengan peristiwa yang memilukan/menyayat hati.

Wanita shalihah lebih baik dari bidadari. Karena wanita shalihah
berhasil berkat perjuangannya (mujahadah). Ketika masuk surga, ia
menghargai posisi yang ditempatinya. Sedangkan bidadari masuk surga
secara cuma-cuma (majjanan). Ia tidak merasakan pentingnya tempat yang
dihuni (Hadil Arwah, Ibnul Qayyim Al Jauziyah).

Keenam: Membangun pola kepemimpinan Imamah

Ketika di Gua Tsur Abu Bakar merasa cemas, Rasulullah Saw
menghiburnya: Laa tahzan innalloha ma'anaa (Jangan takut, sesungguhnya
Allah bersama kita). Pada ayat ini beliau menggunakan khithab
(pembicaraan) nun jama' (prular) "ma'anaa". Disini diambil pelajaran
pentingnya berjamaah dalam membangun peradaban.

Berjamaah adalah media yang efektif dan efisien dalam memperkecil
konflik. Mengesampingkan perbedaan dan menonjolkan persamaan.
Berjamaah adalah fitrah manusia. Dengan berjamaah kita menyadari
keterbatasan kita. Keberhasilan kita terwujud didukung oleh
pengorbanan pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kehadiran kita di bumi ini juga tidak bisa dilepaskan dari kerjasama
kedua orang tua kita. Sesungguhnya kita berasal dari percikan-percikan
air (qothorot) dan menjadi manusia (fashorot insanan).

Keberhasilan yang dinikmati sendirian, tidak terlalu membahagiakan.
Kesusahan yang ditanggung secara kolektif, maka derita menjadi ringan
untuk dipikul. Itulah pentingnya kebersamaan. Dan karena kelemahan
kita, menuntut adanya kerja sama dengan pihak lain di luar kita.
Bahkan menjaga keshalihan kita mustahil terwujud tanpa berjamaah.

Kebenaran tanpa aturan, terkadang dikalahkan oleh kebatilan yang
teratur kata Imam Syafii. Dunia ini dikuasai oleh negara Super Power.
Namun, yang sedikit kita ketahui, dibalik kekuatan negara adi kuasa
itu, terbukti ada kekuatan penekan (jama'atudh dhoghthi) yang
diperankan oleh jaringan mafia kejahatan yang terorganisir dengan
rapi. Dunia ini dikuasai oleh mafia. Wajar, jika kita menyaksikan
media informasi di dunia ini tidak mendidik.

Demikian, beberapa pesan yang bisa dipetik dari hijrah. Yang jelas,
"Al Hijratu maadhin ilaa yaumil qiayamah." (hijrah tetap berlangsung
sampai hari kiamat). Baik secara maknawi (hajara, meninggalkan segala
bentuk maksiat), pula yang bersifat makani (haajara : meninggalkan
lingkungan yang tidak Islami). Ketika Islam belum mendominasi
kehidupan. Berbeda dengan haji, hanya diperuntukkan bagi yang mampu.
Sebaliknya, selama Islam belum tegak secara de jure dan de vacto,
perintah hijrah bersifat wajib sampai hari kiamat sekalipun tidak
memiliki apa-apa dan berangkat harus ditempuh dengan berjalan kaki,
memakan urat pohon, tempat yang dituju tidak menjanjikan kehidupan
dll, menurut jumhur ulama.

وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللّهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَماً
كَثِيراً وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِراً إِلَى اللّهِ
وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلى
اللّهِ وَكَانَ اللّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di
muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak.
barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat
yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An Nisa (4) :
100).

Allah akan memberikan pertolongan kaum muhajir di tempat yang baru
dengan berbagai fasilitas yang menggiurkan. Bakkah (lingkungan yang
membuat orang menangis) yang semula ditempati Ibu Hajar dan Ismail,
menjadi Makkah Al Mukarromah (tempat yang diberkahi dan dimuliakan).
Tempat yang membuat daya tarik spiritual bagi yang pernah
mengunjunginya. Gua dikelola oleh ashhabul kahfi menjadi pusat dakwah.
Penjara dirubah oleh Yusuf menjadi sarana tarbiyah.

Jika di tempat pertama belum ditemukan janji Allah, maka carilah
tempat yang lain. Karena di tempat yang baru ini Allah akan
membuktikan jaminan-Nya. Bukankah bumi Allah itu luas?

Jika bahan pembuatan pabrik di perut bumi tertentu habis, carilah bumi
yang lain. Insya Allah tempat yang baru akan ditemukan limpahan
karunia-Nya.*

Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Semarang, Jawa Tengah


Red: Cholis Akbar
http://www.hidayatullah.com/read/20076/06/12/2011/menuju-peradaban-yang-lebih-%E2%80%9Cdiberkahi%E2%80%9D.html


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: