Rabu, 29 Juli 2009

[daarut-tauhiid] Mu'tah

 

أَعُوذُ بِاللّٰهِ السَّمِيـعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّخِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Karunia, 07/08/1430 (29/07/2009)

Semalam aku merangkum dari beberapa kitab tarikh dan siroh nabawi mengenai
peristiwa Mu'tah. Terlihat pada peristiwa itu, bahwa persatuan karena tawhid
memberikan kekuatan yang dahsyat dibanding kesatuan yang didasarkan ideologi
buatan manusia. Kesatuan bangsa Romawi dapat dipukul telak oleh kesatuan
tawhid yang berlandaskan kalimat syahadah. Berikut adalah kisahnya.

Pada tahun 6H Rasulullah saw. mengirimkan utusan-utusannya kepada para
penguasa untuk memeluk Islam. Dari seluruh utusan yang dikirimkan, utusan
kepada penguasa Bushra Romawi, Harits bin Umair tewas dibunuh. Awalnya
Syurahbil Ghassani, wakil Kaisar Romawi Heraklius di Bushra, menerima Harits
dengan ramah karena berasal dari jazirah arab. Tetapi setelah mengetahui
bahwa Harits adalah utusan Muhammad Rasulullah saw. maka Harits langsung
dieksekusi mati. Mengetahui bahwa utusannya tidak pernah kembali karena
dibunuh, Rasulullah mempersiapkan angkatan perangnya dari orang-orang
pilihan.

Di sebuah dusun bernama Jaraf (5km dari Madinah) Rasulullah mempersiapkan
pasukan perang berjumlah tiga ribu orang, yang terdiri dari para alumni
perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Pasukan ini terdiri dari sahabat-sahabat
pilihan yang kuat dan tangguh, karena negeri Bushra berada jauh di Syam, dan
akan menghadapi pasukan adidaya Romawi. Ditunjuklah Zaid bin Haritsah, anak
angkat Rasulullah, untuk memimpin pasukan ini. Dan Rasulullah berpesan,

"Jika Zaid gugur, Ja'far bin Abi Thalib memegang pimpinan. Bila Ja'far
gugur, Abdullah bin Rawahah memegang pimpinan. Jika Ibnu Rawahah gugur,
hendaklah kaum muslimin menunjuk seorang dari mereka, lalu menetapkan
pemimpin atas mereka sendiri."

Amanat tersebut didengar oleh seorang yahudi bernama Nu'man yang kebetulan
berada di sana. Mendengar itu dia mendekati Rasulullah dan berkata, "Wahai
Muhammad, engkau menyebutkan nama-nama orang itu. Bila engkau benar-benar
seorang nabi, niscaya mereka itu mati terbunuh. Karena para nabi Bani Israil
jika menyerahkan pimpinan angkatan perangnya kepada seseorang dan mengatakan
bila dia tewas akan digantikan si Fulan, jika si Fulan tewas akan digantikan
oleh si Fulan, bila yang disebutkan itu seratus orang, maka keseratus orang
itu akan tewas semuanya".

Perkataan orang yahudi ini tidak diberi tanggapan sedikitpun oleh
Rasulullah. Lalu orang yahudi ini menghampiri Zaid dan berkata, "Hendaknya
kamu berpamitan kepada Muhammad, karena kamu pasti tewas dibunuh oleh pihak
musuh bila benar dia adalah seorang nabi". Mendengar itu Zaid berkata, "Aku
bersaksi bahwa sesungguhnya Beliau adalah rasul yang benar".

Rasulullah menyerahkan bendera Islam, bendera putih dengan lafadz tawhid
kepada Zaid bin Haritsah. Rasulullah berpesan kepadanya, agar menyampaikan
dakwah Islam terlebih dahulu, bila ditentang dengan kekerasan seperti utusan
sebelumnya, maka perangi mereka. Maka berangkatlah pasukan gagah berani itu
untuk berhadapan dengan salah satu negeri dari kekuasaan adidaya Romawi.
Rasulullah mengantarkan pasukan itu hingga Tsaniyyatul-Wada. Di sana Beliau
berkhutbah,

"Aku berpesan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah dan kepada muslim
diantara kamu dengan baik. Berperanglah kalian dengan nama Allah, di jalan
Allah, terhadap orang yang inkar kepada Allah. Jangan kalian bercedera,
jangan kalian melampaui batas, jangan kalian membunuh anak-anak dan
perempuan, jangan kalian membunuh orangtua lanjut usia, jangan kalian
membunuh orang-orang di dalam biara-biara, jangan kalian menghampiri pohon
tamar (kurma) mereka, jangan kalian menebang pohon-pohon, jangan kalian
merusak rumah-rumah".

Setelah berpamitan, Rasulullah dan muslimin lainnya kembali ke Madinah, dan
pasukan itu berangkat menuju Mu'tah.

Mendengar keberangkatan tentara muslimin, gubernur Syurahbil berangkat dari
Bushra ke Romawi untuk mendapat bantuan Heraklius. Tanpa menyelidiki lebih
lanjut, Heraklius kaisar adidaya Romawi memberikan bantuan seratus ribu
pasukan bersenjata lengkap. Dan seketika itu juga Heraklius mengadakan
persekutuan dengan kabilah-kabilah arab di sekitar Syam, sehingga tentara
bantuan itu berjumlah menjadi dua ratus ribu pasukan, bersenjata lengkap.

Pasukan muslimin yang hanya berjumlah tiga ribu orang itu belum mengetahui
bahwa kedatangan mereka telah disambut. Mereka merencanakan penyerangan
diam-diam dengan tempo yang cepat, sehingga memakan korban yang sedikit.
Tetapi mereka lupa bahwa Romawi memiliki banyak mata-mata sehingga rencana
mereka menjadi mentah. Sesampainya di negeri musuh, pasukan muslimin takjub
melihat gelombang tentara yang berjumlah dua ratus ribu orang, tujuh puluh
kali jumlah mereka, dan didukung persenjataan dan perangkat perang lengkap.

Di suatu tempat bernama Mu'an, para panglima perang kaum muslimin berunding
mengenai masalah yang mereka hadapi. Sebagian berpendapat untuk mengirim
kabar kepada Rasulullah dan menunggu keputusan Beliau, melanjutkan, diberi
bantuan, atau kembali ke Madinah. Awalnya pendapat itu diterima oleh
sebagian panglima perang, tetapi abdullah bin Rawahah mengeluarkan
pendapatnya,

"Wahai kaum! Demi Allah! Sesungguhnya yang kalian benci itulah yang kalian
cari sebenarnya, yaitu mati syahid! Kita memerangi musuh bukan dengan
perangkat yang lengkap, bukan dengan kekuatan yang besar, melainkan dengan
Din ini! Yang Allah telah memuliakan kita karenanya! Karena itu marilah
berangkat, maju terus untuk salah satu kebaikan, menang atau syahid!"

Dengan suara bulat kaum muslimin membenarkannya, lalu melanjutkan perjalanan
dari Mu'an menuju Balqa. Setibanya di suatu tempat bernama Masyarif,
terlihatlah oleh mata mereka kebesaran kekuatan adidaya Romawi. Maka saat
itulah diuji aqidah dan iman mereka, manakah berlian, manakah mutiara,
manakah pualam, atau hanya batu biasa. Jauh dari Madinah, jauh dari
Rasulullah, dan mustahil meminta bantuan karena jarak yang sangat jauh.
Pasukan Islam membelokkan tujuan menuju Mu'tah, karena tempat ini dinilai
tempat paling baik untuk bertahan dari pada Masyarif. Di Mu'tah inilah
Pasukan Islam membangun pertahanan.

Dapat dibayangkan ujian berat yang mereka alami. Tiga ribu pasukan
bersenjata reguler, melawan dua ratus ribu pasukan bersenjata lengkap.
Mungkin tidak sampai satu hari pasukan muslimin habis tak bersisa. Tetapi
pasukan tawhid ini tidak gentar dan tidak takut, mereka menghadapinya dengan
ikhlas, dengan iman mereka yakin bahwa Allah telah memberlakukan
ketetapanNya di negeri asing itu. Dan dengan tekad yang bulat, tentara islam
memulai penyerangan.

Allaaaaaaaaahu Akbar !!! Panglima Zaid bin Haritsah dengan bendera putih
tawhid maju menyerbu tentara musuh. Pasukan muslim membelah tentara dari
kabilah-kabilah arab Romawi Timur, menerobos hingga ke pasukan inti dari
tentara Romawi. Keyakinan bahwa syahid akan sampai kepada mereka semua di
tempat itu, membuat mereka tidak takut akan maut. Tidak ada takut
sedikitpun, bahkan tidak ada seukuran helaian rambut sekalipun.

Manusia-manusia pilihan itu menunjukkan kepahlawanannya di medan perang.
Laga-laga legenda heroisme ditunjukkan dengan nyata, karena pemimpin mereka,
Zaid bin Haritsah terus maju menyerbu meluluh-lantakkan barisan demi barisan
musuh. Tentara Romawi yang kuat itu bergelimpangan menghadapi
manusia-manusia mulia, yang Allah bandingkan satu orangnya dengan dua puluh
orang biasa.

Setelah Zaid membunuh berpuluh-puluh musuh, akhirnya diapun mendapatkan
syahid. Dia tergeletak diantara gelombang besar tentara Romawi, dengan
banyak panah dan tombak menancap di tubuhnya. Bendera tawhid lepas dari
tangannya, langsung disambut oleh sepupu Rasulullah Ja'far bin Abi Thalib,
maka bendera tawhid kembali tegak berdiri. Ja'far melanjutkan komando
tempur, semangat yang dikobarkan membakar jiwa kaum muslimin. Di atas kuda
Ja'far dengan tangkas mengayunkan pedangnya, membabat dan memenggal kepala
musuh, bagaikan singa padang pasir yang sangat tangguh.

Melihat kegagahan Ja'far di atas kudanya, tentara musuh mengepungnya hingga
tinggal Ja'far sendiri. Tikaman-tikaman pedang ditujukan ke tubuh kuda
Ja'far, hingga kuda arab yang kuat itu tersungkur. Dengan lincah Ja'far
meloncat dari atas kudanya bagaikan terbang keluar dari kepungan, lalu
bertarung di atas kakinya. Setelah pertarungan yang sengit, musuh mampu
memotong lengan kanan Ja'far. Bagai singa terluka, dia tetap bertarung
dengan gagah berani. Bendera tawhid dipindahkannya ke tangan kiri, lalu
diangkatnya tinggi-tinggi sebagai komando maju. Melihat kegigihan Ja'far
yang teguh itu, musuh kembali mengepungnya, dan berhasil menebas lengan
kirinya. Dengan kedua lengan yang terputus, Ja'far masih memeluk erat
bendera Tawhid, hingga musuh membelah tubuhnya menjadi dua. Dan gugurlah
seorang lagi permata syahid.

Abdullah bin Rawahah terkejut melihat peristiwa itu, dengan segera dia
menghampiri Ja'far dan mengambil bendera tawhid. Melihat medan tempur yang
sengit itu menimbulkan keraguan dalam hati Abdullah. Dia bimbang meneruskan
pertempuran dan ingin memberikan komando untuk mundur. Dalam kecamuk di
pikirannya, dan dalam kecamuk peperangan, Abdullah memutuskan untuk
mengenyahkan dan mencemooh keraguannya. Dia maju memimpin pasukan, dengan
syair yang diucapnya,

"Aku bersumpah wahai diriku, sesungguhnya engkau akan turun dari kuda.
Engkau pasti turun menyerbu walau engkau membencinya. Bila semua orang telah
maju dan mengeraskan genderang perang, mengapa engkau malah berpendapat
membenci syurga? Sesungguhnya engkau telah lama dalam kehidupan tenang
tentram, padahal engkau tidak lain hanya setetes air nutfah di dalam gerabah
yang lama.

Wahai diriku, jika engkau tidak mati dibunuh, engkau pasti tetap mati juga.
Ini adalah telaga kematian suci telah sampai kepadamu. Dan, apa yang engkau
cita-citakan itu, kini telah diberikan bila engkau berbuat, seperti
perbuatan mereka berdua (Zaid dan Ja'far), dan engkau pastilah terpimpin,
dan jika engkau mundur, maka celakalah engkau."

Demikianlah ucapan Abdullah bin Rawahah kepada dirinya sendiri yang sedang
was-was dan ragu. Setelah itu diapun turun dari kudanya dan bertempur dengan
gagah, hingga berpuluh-puluh musuh menjadi tanpa kepala. Komando maju terus
diberikannya hingga mendobrak dan memukul mundur musuh. Dia terus maju,
dengan kalimat di hatinya, "Menang atau Syahid". Melihat kegigihan Abdullah,
musuh kembali mengepungnya seperti mengepung Ja'far. Dan syahidlah Abdullah
bin Rawahah, menyusul kedua lainnya.

Bendera tawhid yang jatuh itu tidak ada yang berani mengambilnya, karena
merasa tidak ada yang mampu. Melihat keadaan itu seorang tentara bernama
Tsabit bin Arqom bergegas mengambilnya. Walaupun dia bukan panglima perang,
tetapi komando dipegang oleh Tsabit, dan seluruh pasukan Islam patuh
padanya. Dia merasa berkewajiban untuk memimpin karena perang masih
berkecamuk.

Dalam keadaan genting dan runcing, Tsabit bin Arqom mencari kesempatan agar
komando pasukan diberikan kepada orang yang memang ahlinya. Dia berseru,
"Wahai saudara-saudaraku, pilihlah seorang diantara kalian sebagai pemimpin
untuk melanjutkan pertempuraan ini!", Seluruh pasukan di sekitarnya
menjawab, "Engkaulah Tsabit, engkaulah pemimpinnya!", Tsabit menjawab,
"Tidak...! Aku tidak sanggup!"

Tsabit melihat sosok Khalid bin Walid dalam pertempuran, lalu dia
mengejarnya. "Khalid, pimpinlah pasukan ini", Khalid menjawab, "Engkau lebih
berhak dari pada aku, karena engkau seorang yang pernah ikut dalam perang
Badar". "Peganglah bendera ini, karena aku mengambilnya untuk diserahkan
kepada engkau! Kau lebih mengerti perkara perang dari pada kami wahai
Khalid!". Karena Khalid masih belum mau menerima juga, Tsabit berteriak
kepada pasukan lainnya, "Saudara-saudaraku semua, tetapkanlah oleh kamu
sekalian, Khalid bin Walid sebagai pemegang bendera ini, dialah panglima
perang kita!". Seketika itu juga seluruh tentara Islam serentak menyatakan
persetujuannya, Khalid bin Walid membawa bendera tawhid dan memegang
komando.

Oleh Khalid, tentara Islam dimundurkan sementara untuk mengatur kembali
barisan. Strategi pasukan sayap dan pasukan inti dibentuk olehnya,
pengaturan barisan disusun untuk membelah musuh menjadi bagian-bagian bagai
pisau yang kecil untuk memotong. Lalu pasukan diberikan perintah untuk maju
sekuat-kuatnya, membelah dan membagi-bagi barisan musuh hingga menjadi
potongan-potongan kecil, lalu menghabisi potongan-potongan itu.

Peperangan berlangsung lama, jauh dari perkiraana sebelumnya. Telah beberapa
hari pertempuran masih berkobar dengan hebatnya. Ribuan tentara romawi
tewas, sedangkan hanya beberapa orang saja dari kaum muslimin yang gugur.
Romawi yang melihat ketangguhan pasukan Islam yang hanya berjumlah tiga ribu
orang itu, menjadi gentar. Apalagi setelah diangkatnya Khalid bin Walid yang
dengan strategi perangnya mampu menghadapi musuh berapapun banyaknya.

Melihat keadaan moral tentara romawi, Khalid mengubah taktik menjadi perang
mental. Dimalam hari, sebagian pasukan diperintahkan untuk turun keluar dari
pertahanan secara diam-diam lalu sembunyi dibalik bukit. Khalid
memerintahkan bila fajar tiba, pasukan tersebut keluar dan bergerak sambil
mengeluarkan suara gemuruh, lalu bergabung dengan pasukan yang berada
dipertahanan sambil bersalaman dan berpelukan seakan-akan telah lama tidak
bertemu.

Fajar menyinsing, pasukan di balik bukit keluar dengan suara genderang
perang yang keras bersamaan dengan suara tahlil yang membahana, memberikan
suara gemuruh yang kuat. Mendengar itu, pihak Romawi mengira bahwa telah
datang bala bantuan dari negeri asal umat Islam. Setibanya di pertahanan
pihak muslimin, mereka bersalaman dan berpelukan, memperlihatkan kekokohan
persaudaraan di antara mereka. Lalu Khalid memerintahkan pasukan dengan
formasi barisan yang baru yang lebih panjang dan lebar, sehingga terlihat
bahwa seakan-akan pasukan muslimin bertambah banyak.

Melawan pasukan yang hanya berjumlah tiga ribu orang bersenjata reguler saja
pihak Romawi tidak mampu menaklukkannya, apalagi bila bantuan telah datang.
Dengan pemandangan kesatuan para pasukan Islam yang solid dan kokoh, yang
saling memperlakukan sesamanya bagai saudara, maka timbulah perasaan ragu
pada para panglima Romawi untuk bisa memukul mundur mereka. Ditambah lagi
kejatuhan moral dari tentara Romawi ketika melawan para singa padang pasir
yang satu orangnya memiliki tandingan sebanyak puluhan orang.

Dengan perlahan pasukan Romawi mundur dari medan pertempuran hingga ke garis
aman pertahanan mereka, sedangkan pasukan Islam masih berbaris kokoh dengan
formasi tempurnya yang baru. Hari itu tidak ada pertarungan karena pihak
Romawi dan sekutunya ragu untuk menumpahkan lagi korban pada kesatuan
pasukannya. Akhirnya diputuskan oleh pihak Romawi untuk berjaga di garis
aman pertahanan.

Melihat keadaan seperti itu, tindakan bijak Khalid memutuskan untuk kembali
ke pertahanan dan bersiap untuk mundur juga. Pasukan Islam kembali ke
Madinah, dan tidak ada klaim kemenangan diantara kedua pihak. Menurut Ibnu
Hisyam dalam kitab sirohnya, selama 7 hari pertempuran di Mu'tah personil
pasukam Islam yang syahid hanya berjumlah 12 orang, yaitu: Zaid bin
Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib, Mas'ud ibnul Aswad, Wahab bin Sa'ad,
Abdullah bin Rawahah, Abbad bin Qais, Harits bin Nu'man, Suraqah bin Amr,
Abu Kilab bin Amr, Jabir bin Amr, Amr bin Sa'ad, dan Amir bin Sa'ad.
Sedangkan korban di pihak Romawi ada yang menyebutkan hanya beberapa ratus
orang, ada yang menyebutkan sampai lebih dari seribu orang.

Di madinah, Rasulullah menerima kabar dari Jibril mengenai perang di Mu'tah.
Di hadapan kaum muslimin di Madinah, beliau berkata, "Bendera dipegang oleh
Zaid bin Haritsah lalu dia bertempur sambil membawanya dan dia gugur sebagai
syahid. Kemudian bendera dipegang oleh Ja'far lalu dia bertempur sambil
membawanya dan dia gugur sebagai syahid." Lalu beliau diam dan berubah wajah
orang-orang Anshor, mereka menyangka ada sesuatu yang terjadi dengan
Abdullah bin Rawahah yang berasal dari golongan Anshor. Lalu Rasulullah
melanjutkan, "Kemudian bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah, lalu dia
bertempur sambil membawanya dan dia gugur sebagai syahid. Sesungguhnya
mereka itu telah diangkat kepadaku di syurga, seperti orang yang tidur di
atas dipan emas. Tetapi aku melihat Abdullah tidur agak bengkok daripada
kedua sahabatnya (Zaid dan Ja'far). Mereka maju terus, sedangkan Abdullah
dilanda keraguan sedikit tetapi tetap maju. Sehingga sebilah pedang dari
pedang-pedang Allah yang terhunus memegang bendera itu, sampai Allah
memberikan kemenangan atas mereka semua". Maksud dari sebilah pedang Allah
adalah Khalid bin Walid.

Rasulullah sangat mengetahui kondisi di medan perang, sampai-sampai beliau
menangis terus menerus saat itu. Para sahabatnya bertanya mengenai kesedihan
beliau, Rasulullah berkata, "Bersedih hati hingga mengeluarkan airmata itu
tidak dilarang, inilah tanda cinta di dalam hati atas saudaranya yang baru
hilang".

Demikianlah kisah pertarungan Mu'tah, pasukan Islam yang hanya berjumlah
tiga ribu orang sebanding dengan tentara kuffar berjumlah dua ratus ribu
orang. Subhanallah, betapa hebatnya persatuan tawhid yang ada dalam setiap
mu'min saat itu.

--
-------------------
Karunia
-------------------

Duhai Dzat Penggenggam Jiwaku,
tundukkan wajahku bersama mereka yang Kau ridhai, hanya padaMu
bariskan kami di belakang panji Al-Hamd dengan cahaya di dahi dan kaki kami

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Need traffic?

Drive customers

With search ads

on Yahoo!

Yahoo! Groups

Auto Enthusiast Zone

Passionate about cars?

Check out the Auto Enthusiast Zone.

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: