أَعُوذُ بِاللّٰهِ السَّمِيـعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّخِيْمِ
 بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
 Karunia, 07/08/1430 (29/07/2009)
 
 Semalam aku merangkum dari beberapa kitab tarikh dan siroh nabawi mengenai
 peristiwa Mu'tah. Terlihat pada peristiwa itu, bahwa persatuan karena tawhid
 memberikan kekuatan yang dahsyat dibanding kesatuan yang didasarkan ideologi
 buatan manusia. Kesatuan bangsa Romawi dapat dipukul telak oleh kesatuan
 tawhid yang berlandaskan kalimat syahadah. Berikut adalah kisahnya.
 
 Pada tahun 6H Rasulullah saw. mengirimkan utusan-utusannya kepada para
 penguasa untuk memeluk Islam. Dari seluruh utusan yang dikirimkan, utusan
 kepada penguasa Bushra Romawi, Harits bin Umair tewas dibunuh. Awalnya
 Syurahbil Ghassani, wakil Kaisar Romawi Heraklius di Bushra, menerima Harits
 dengan ramah karena berasal dari jazirah arab. Tetapi setelah mengetahui
 bahwa Harits adalah utusan Muhammad Rasulullah saw. maka Harits langsung
 dieksekusi mati. Mengetahui bahwa utusannya tidak pernah kembali karena
 dibunuh, Rasulullah mempersiapkan angkatan perangnya dari orang-orang
 pilihan.
 
 Di sebuah dusun bernama Jaraf (5km dari Madinah) Rasulullah mempersiapkan
 pasukan perang berjumlah tiga ribu orang, yang terdiri dari para alumni
 perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Pasukan ini terdiri dari sahabat-sahabat
 pilihan yang kuat dan tangguh, karena negeri Bushra berada jauh di Syam, dan
 akan menghadapi pasukan adidaya Romawi. Ditunjuklah Zaid bin Haritsah, anak
 angkat Rasulullah, untuk memimpin pasukan ini. Dan Rasulullah berpesan,
 
 "Jika Zaid gugur, Ja'far bin Abi Thalib memegang pimpinan. Bila Ja'far
 gugur, Abdullah bin Rawahah memegang pimpinan. Jika Ibnu Rawahah gugur,
 hendaklah kaum muslimin menunjuk seorang dari mereka, lalu menetapkan
 pemimpin atas mereka sendiri."
 
 Amanat tersebut didengar oleh seorang yahudi bernama Nu'man yang kebetulan
 berada di sana. Mendengar itu dia mendekati Rasulullah dan berkata, "Wahai
 Muhammad, engkau menyebutkan nama-nama orang itu. Bila engkau benar-benar
 seorang nabi, niscaya mereka itu mati terbunuh. Karena para nabi Bani Israil
 jika menyerahkan pimpinan angkatan perangnya kepada seseorang dan mengatakan
 bila dia tewas akan digantikan si Fulan, jika si Fulan tewas akan digantikan
 oleh si Fulan, bila yang disebutkan itu seratus orang, maka keseratus orang
 itu akan tewas semuanya".
 
 Perkataan orang yahudi ini tidak diberi tanggapan sedikitpun oleh
 Rasulullah. Lalu orang yahudi ini menghampiri Zaid dan berkata, "Hendaknya
 kamu berpamitan kepada Muhammad, karena kamu pasti tewas dibunuh oleh pihak
 musuh bila benar dia adalah seorang nabi". Mendengar itu Zaid berkata, "Aku
 bersaksi bahwa sesungguhnya Beliau adalah rasul yang benar".
 
 Rasulullah menyerahkan bendera Islam, bendera putih dengan lafadz tawhid
 kepada Zaid bin Haritsah. Rasulullah berpesan kepadanya, agar menyampaikan
 dakwah Islam terlebih dahulu, bila ditentang dengan kekerasan seperti utusan
 sebelumnya, maka perangi mereka. Maka berangkatlah pasukan gagah berani itu
 untuk berhadapan dengan salah satu negeri dari kekuasaan adidaya Romawi.
 Rasulullah mengantarkan pasukan itu hingga Tsaniyyatul-
 berkhutbah,
 
 "Aku berpesan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah dan kepada muslim
 diantara kamu dengan baik. Berperanglah kalian dengan nama Allah, di jalan
 Allah, terhadap orang yang inkar kepada Allah. Jangan kalian bercedera,
 jangan kalian melampaui batas, jangan kalian membunuh anak-anak dan
 perempuan, jangan kalian membunuh orangtua lanjut usia, jangan kalian
 membunuh orang-orang di dalam biara-biara, jangan kalian menghampiri pohon
 tamar (kurma) mereka, jangan kalian menebang pohon-pohon, jangan kalian
 merusak rumah-rumah"
 
 Setelah berpamitan, Rasulullah dan muslimin lainnya kembali ke Madinah, dan
 pasukan itu berangkat menuju Mu'tah.
 
 Mendengar keberangkatan tentara muslimin, gubernur Syurahbil berangkat dari
 Bushra ke Romawi untuk mendapat bantuan Heraklius. Tanpa menyelidiki lebih
 lanjut, Heraklius kaisar adidaya Romawi memberikan bantuan seratus ribu
 pasukan bersenjata lengkap. Dan seketika itu juga Heraklius mengadakan
 persekutuan dengan kabilah-kabilah arab di sekitar Syam, sehingga tentara
 bantuan itu berjumlah menjadi dua ratus ribu pasukan, bersenjata lengkap.
 
 Pasukan muslimin yang hanya berjumlah tiga ribu orang itu belum mengetahui
 bahwa kedatangan mereka telah disambut. Mereka merencanakan penyerangan
 diam-diam dengan tempo yang cepat, sehingga memakan korban yang sedikit.
 Tetapi mereka lupa bahwa Romawi memiliki banyak mata-mata sehingga rencana
 mereka menjadi mentah. Sesampainya di negeri musuh, pasukan muslimin takjub
 melihat gelombang tentara yang berjumlah dua ratus ribu orang, tujuh puluh
 kali jumlah mereka, dan didukung persenjataan dan perangkat perang lengkap.
 
 Di suatu tempat bernama Mu'an, para panglima perang kaum muslimin berunding
 mengenai masalah yang mereka hadapi. Sebagian berpendapat untuk mengirim
 kabar kepada Rasulullah dan menunggu keputusan Beliau, melanjutkan, diberi
 bantuan, atau kembali ke Madinah. Awalnya pendapat itu diterima oleh
 sebagian panglima perang, tetapi abdullah bin Rawahah mengeluarkan
 pendapatnya,
 
 "Wahai kaum! Demi Allah! Sesungguhnya yang kalian benci itulah yang kalian
 cari sebenarnya, yaitu mati syahid! Kita memerangi musuh bukan dengan
 perangkat yang lengkap, bukan dengan kekuatan yang besar, melainkan dengan
 Din ini! Yang Allah telah memuliakan kita karenanya! Karena itu marilah
 berangkat, maju terus untuk salah satu kebaikan, menang atau syahid!"
 
 Dengan suara bulat kaum muslimin membenarkannya, lalu melanjutkan perjalanan
 dari Mu'an menuju Balqa. Setibanya di suatu tempat bernama Masyarif,
 terlihatlah oleh mata mereka kebesaran kekuatan adidaya Romawi. Maka saat
 itulah diuji aqidah dan iman mereka, manakah berlian, manakah mutiara,
 manakah pualam, atau hanya batu biasa. Jauh dari Madinah, jauh dari
 Rasulullah, dan mustahil meminta bantuan karena jarak yang sangat jauh.
 Pasukan Islam membelokkan tujuan menuju Mu'tah, karena tempat ini dinilai
 tempat paling baik untuk bertahan dari pada Masyarif. Di Mu'tah inilah
 Pasukan Islam membangun pertahanan.
 
 Dapat dibayangkan ujian berat yang mereka alami. Tiga ribu pasukan
 bersenjata reguler, melawan dua ratus ribu pasukan bersenjata lengkap.
 Mungkin tidak sampai satu hari pasukan muslimin habis tak bersisa. Tetapi
 pasukan tawhid ini tidak gentar dan tidak takut, mereka menghadapinya dengan
 ikhlas, dengan iman mereka yakin bahwa Allah telah memberlakukan
 ketetapanNya di negeri asing itu. Dan dengan tekad yang bulat, tentara islam
 memulai penyerangan.
 
 Allaaaaaaaaahu Akbar !!! Panglima Zaid bin Haritsah dengan bendera putih
 tawhid maju menyerbu tentara musuh. Pasukan muslim membelah tentara dari
 kabilah-kabilah arab Romawi Timur, menerobos hingga ke pasukan inti dari
 tentara Romawi. Keyakinan bahwa syahid akan sampai kepada mereka semua di
 tempat itu, membuat mereka tidak takut akan maut. Tidak ada takut
 sedikitpun, bahkan tidak ada seukuran helaian rambut sekalipun.
 
 Manusia-manusia pilihan itu menunjukkan kepahlawanannya di medan perang.
 Laga-laga legenda heroisme ditunjukkan dengan nyata, karena pemimpin mereka,
 Zaid bin Haritsah terus maju menyerbu meluluh-lantakkan barisan demi barisan
 musuh. Tentara Romawi yang kuat itu bergelimpangan menghadapi
 manusia-manusia mulia, yang Allah bandingkan satu orangnya dengan dua puluh
 orang biasa.
 
 Setelah Zaid membunuh berpuluh-puluh musuh, akhirnya diapun mendapatkan
 syahid. Dia tergeletak diantara gelombang besar tentara Romawi, dengan
 banyak panah dan tombak menancap di tubuhnya. Bendera tawhid lepas dari
 tangannya, langsung disambut oleh sepupu Rasulullah Ja'far bin Abi Thalib,
 maka bendera tawhid kembali tegak berdiri. Ja'far melanjutkan komando
 tempur, semangat yang dikobarkan membakar jiwa kaum muslimin. Di atas kuda
 Ja'far dengan tangkas mengayunkan pedangnya, membabat dan memenggal kepala
 musuh, bagaikan singa padang pasir yang sangat tangguh.
 
 Melihat kegagahan Ja'far di atas kudanya, tentara musuh mengepungnya hingga
 tinggal Ja'far sendiri. Tikaman-tikaman pedang ditujukan ke tubuh kuda
 Ja'far, hingga kuda arab yang kuat itu tersungkur. Dengan lincah Ja'far
 meloncat dari atas kudanya bagaikan terbang keluar dari kepungan, lalu
 bertarung di atas kakinya. Setelah pertarungan yang sengit, musuh mampu
 memotong lengan kanan Ja'far. Bagai singa terluka, dia tetap bertarung
 dengan gagah berani. Bendera tawhid dipindahkannya ke tangan kiri, lalu
 diangkatnya tinggi-tinggi sebagai komando maju. Melihat kegigihan Ja'far
 yang teguh itu, musuh kembali mengepungnya, dan berhasil menebas lengan
 kirinya. Dengan kedua lengan yang terputus, Ja'far masih memeluk erat
 bendera Tawhid, hingga musuh membelah tubuhnya menjadi dua. Dan gugurlah
 seorang lagi permata syahid.
 
 Abdullah bin Rawahah terkejut melihat peristiwa itu, dengan segera dia
 menghampiri Ja'far dan mengambil bendera tawhid. Melihat medan tempur yang
 sengit itu menimbulkan keraguan dalam hati Abdullah. Dia bimbang meneruskan
 pertempuran dan ingin memberikan komando untuk mundur. Dalam kecamuk di
 pikirannya, dan dalam kecamuk peperangan, Abdullah memutuskan untuk
 mengenyahkan dan mencemooh keraguannya. Dia maju memimpin pasukan, dengan
 syair yang diucapnya,
 
 "Aku bersumpah wahai diriku, sesungguhnya engkau akan turun dari kuda.
 Engkau pasti turun menyerbu walau engkau membencinya. Bila semua orang telah
 maju dan mengeraskan genderang perang, mengapa engkau malah berpendapat
 membenci syurga? Sesungguhnya engkau telah lama dalam kehidupan tenang
 tentram, padahal engkau tidak lain hanya setetes air nutfah di dalam gerabah
 yang lama.
 
 Wahai diriku, jika engkau tidak mati dibunuh, engkau pasti tetap mati juga.
 Ini adalah telaga kematian suci telah sampai kepadamu. Dan, apa yang engkau
 cita-citakan itu, kini telah diberikan bila engkau berbuat, seperti
 perbuatan mereka berdua (Zaid dan Ja'far), dan engkau pastilah terpimpin,
 dan jika engkau mundur, maka celakalah engkau."
 
 Demikianlah ucapan Abdullah bin Rawahah kepada dirinya sendiri yang sedang
 was-was dan ragu. Setelah itu diapun turun dari kudanya dan bertempur dengan
 gagah, hingga berpuluh-puluh musuh menjadi tanpa kepala. Komando maju terus
 diberikannya hingga mendobrak dan memukul mundur musuh. Dia terus maju,
 dengan kalimat di hatinya, "Menang atau Syahid". Melihat kegigihan Abdullah,
 musuh kembali mengepungnya seperti mengepung Ja'far. Dan syahidlah Abdullah
 bin Rawahah, menyusul kedua lainnya.
 
 Bendera tawhid yang jatuh itu tidak ada yang berani mengambilnya, karena
 merasa tidak ada yang mampu. Melihat keadaan itu seorang tentara bernama
 Tsabit bin Arqom bergegas mengambilnya. Walaupun dia bukan panglima perang,
 tetapi komando dipegang oleh Tsabit, dan seluruh pasukan Islam patuh
 padanya. Dia merasa berkewajiban untuk memimpin karena perang masih
 berkecamuk.
 
 Dalam keadaan genting dan runcing, Tsabit bin Arqom mencari kesempatan agar
 komando pasukan diberikan kepada orang yang memang ahlinya. Dia berseru,
 "Wahai saudara-saudaraku, pilihlah seorang diantara kalian sebagai pemimpin
 untuk melanjutkan pertempuraan ini!", Seluruh pasukan di sekitarnya
 menjawab, "Engkaulah Tsabit, engkaulah pemimpinnya!
 "Tidak...! Aku tidak sanggup!"
 
 Tsabit melihat sosok Khalid bin Walid dalam pertempuran, lalu dia
 mengejarnya. "Khalid, pimpinlah pasukan ini", Khalid menjawab, "Engkau lebih
 berhak dari pada aku, karena engkau seorang yang pernah ikut dalam perang
 Badar". "Peganglah bendera ini, karena aku mengambilnya untuk diserahkan
 kepada engkau! Kau lebih mengerti perkara perang dari pada kami wahai
 Khalid!". Karena Khalid masih belum mau menerima juga, Tsabit berteriak
 kepada pasukan lainnya, "Saudara-saudaraku semua, tetapkanlah oleh kamu
 sekalian, Khalid bin Walid sebagai pemegang bendera ini, dialah panglima
 perang kita!". Seketika itu juga seluruh tentara Islam serentak menyatakan
 persetujuannya, Khalid bin Walid membawa bendera tawhid dan memegang
 komando.
 
 Oleh Khalid, tentara Islam dimundurkan sementara untuk mengatur kembali
 barisan. Strategi pasukan sayap dan pasukan inti dibentuk olehnya,
 pengaturan barisan disusun untuk membelah musuh menjadi bagian-bagian bagai
 pisau yang kecil untuk memotong. Lalu pasukan diberikan perintah untuk maju
 sekuat-kuatnya, membelah dan membagi-bagi barisan musuh hingga menjadi
 potongan-potongan kecil, lalu menghabisi potongan-potongan itu.
 
 Peperangan berlangsung lama, jauh dari perkiraana sebelumnya. Telah beberapa
 hari pertempuran masih berkobar dengan hebatnya. Ribuan tentara romawi
 tewas, sedangkan hanya beberapa orang saja dari kaum muslimin yang gugur.
 Romawi yang melihat ketangguhan pasukan Islam yang hanya berjumlah tiga ribu
 orang itu, menjadi gentar. Apalagi setelah diangkatnya Khalid bin Walid yang
 dengan strategi perangnya mampu menghadapi musuh berapapun banyaknya.
 
 Melihat keadaan moral tentara romawi, Khalid mengubah taktik menjadi perang
 mental. Dimalam hari, sebagian pasukan diperintahkan untuk turun keluar dari
 pertahanan secara diam-diam lalu sembunyi dibalik bukit. Khalid
 memerintahkan bila fajar tiba, pasukan tersebut keluar dan bergerak sambil
 mengeluarkan suara gemuruh, lalu bergabung dengan pasukan yang berada
 dipertahanan sambil bersalaman dan berpelukan seakan-akan telah lama tidak
 bertemu.
 
 Fajar menyinsing, pasukan di balik bukit keluar dengan suara genderang
 perang yang keras bersamaan dengan suara tahlil yang membahana, memberikan
 suara gemuruh yang kuat. Mendengar itu, pihak Romawi mengira bahwa telah
 datang bala bantuan dari negeri asal umat Islam. Setibanya di pertahanan
 pihak muslimin, mereka bersalaman dan berpelukan, memperlihatkan kekokohan
 persaudaraan di antara mereka. Lalu Khalid memerintahkan pasukan dengan
 formasi barisan yang baru yang lebih panjang dan lebar, sehingga terlihat
 bahwa seakan-akan pasukan muslimin bertambah banyak.
 
 Melawan pasukan yang hanya berjumlah tiga ribu orang bersenjata reguler saja
 pihak Romawi tidak mampu menaklukkannya, apalagi bila bantuan telah datang.
 Dengan pemandangan kesatuan para pasukan Islam yang solid dan kokoh, yang
 saling memperlakukan sesamanya bagai saudara, maka timbulah perasaan ragu
 pada para panglima Romawi untuk bisa memukul mundur mereka. Ditambah lagi
 kejatuhan moral dari tentara Romawi ketika melawan para singa padang pasir
 yang satu orangnya memiliki tandingan sebanyak puluhan orang.
 
 Dengan perlahan pasukan Romawi mundur dari medan pertempuran hingga ke garis
 aman pertahanan mereka, sedangkan pasukan Islam masih berbaris kokoh dengan
 formasi tempurnya yang baru. Hari itu tidak ada pertarungan karena pihak
 Romawi dan sekutunya ragu untuk menumpahkan lagi korban pada kesatuan
 pasukannya. Akhirnya diputuskan oleh pihak Romawi untuk berjaga di garis
 aman pertahanan.
 
 Melihat keadaan seperti itu, tindakan bijak Khalid memutuskan untuk kembali
 ke pertahanan dan bersiap untuk mundur juga. Pasukan Islam kembali ke
 Madinah, dan tidak ada klaim kemenangan diantara kedua pihak. Menurut Ibnu
 Hisyam dalam kitab sirohnya, selama 7 hari pertempuran di Mu'tah personil
 pasukam Islam yang syahid hanya berjumlah 12 orang, yaitu: Zaid bin
 Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib, Mas'ud ibnul Aswad, Wahab bin Sa'ad,
 Abdullah bin Rawahah, Abbad bin Qais, Harits bin Nu'man, Suraqah bin Amr,
 Abu Kilab bin Amr, Jabir bin Amr, Amr bin Sa'ad, dan Amir bin Sa'ad.
 Sedangkan korban di pihak Romawi ada yang menyebutkan hanya beberapa ratus
 orang, ada yang menyebutkan sampai lebih dari seribu orang.
 
 Di madinah, Rasulullah menerima kabar dari Jibril mengenai perang di Mu'tah.
 Di hadapan kaum muslimin di Madinah, beliau berkata, "Bendera dipegang oleh
 Zaid bin Haritsah lalu dia bertempur sambil membawanya dan dia gugur sebagai
 syahid. Kemudian bendera dipegang oleh Ja'far lalu dia bertempur sambil
 membawanya dan dia gugur sebagai syahid." Lalu beliau diam dan berubah wajah
 orang-orang Anshor, mereka menyangka ada sesuatu yang terjadi dengan
 Abdullah bin Rawahah yang berasal dari golongan Anshor. Lalu Rasulullah
 melanjutkan, "Kemudian bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah, lalu dia
 bertempur sambil membawanya dan dia gugur sebagai syahid. Sesungguhnya
 mereka itu telah diangkat kepadaku di syurga, seperti orang yang tidur di
 atas dipan emas. Tetapi aku melihat Abdullah tidur agak bengkok daripada
 kedua sahabatnya (Zaid dan Ja'far). Mereka maju terus, sedangkan Abdullah
 dilanda keraguan sedikit tetapi tetap maju. Sehingga sebilah pedang dari
 pedang-pedang Allah yang terhunus memegang bendera itu, sampai Allah
 memberikan kemenangan atas mereka semua". Maksud dari sebilah pedang Allah
 adalah Khalid bin Walid.
 
 Rasulullah sangat mengetahui kondisi di medan perang, sampai-sampai beliau
 menangis terus menerus saat itu. Para sahabatnya bertanya mengenai kesedihan
 beliau, Rasulullah berkata, "Bersedih hati hingga mengeluarkan airmata itu
 tidak dilarang, inilah tanda cinta di dalam hati atas saudaranya yang baru
 hilang".
 
 Demikianlah kisah pertarungan Mu'tah, pasukan Islam yang hanya berjumlah
 tiga ribu orang sebanding dengan tentara kuffar berjumlah dua ratus ribu
 orang. Subhanallah, betapa hebatnya persatuan tawhid yang ada dalam setiap
 mu'min saat itu.
 
 -- 
 ------------
 Karunia
 ------------
 
 Duhai Dzat Penggenggam Jiwaku,
 tundukkan wajahku bersama mereka yang Kau ridhai, hanya padaMu
 bariskan kami di belakang panji Al-Hamd dengan cahaya di dahi dan kaki kami
 
 [Non-text portions of this message have been removed]
 
 
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
 
 Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar