Minggu, 28 Februari 2010

[daarut-tauhiid] Berhias

 

----- Original Message -----
From: "Mailinglist Al-Sofwah" <ustadz@alsofwah.or.id>

Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

BERHIAS

Berhias disukai dan diminati oleh manusia karena berhias berarti
keindahan dan jiwa manusia cenderung kepada keindahan, kecenderungan
kepada keindahan ini dimiliki oleh laki-laki, di samping ia juga
dimiliki oleh wanita. Suami berharap istrinya tetap menarik,
membahagiakan jika dipandang, istri berharap suaminya berpenampilan
baik sesuai dengan kelaki-lakiannya, hanya saja kecenderungan wanita
lebih kepada menghiasi diri, sementara kecenderungan laki-laki lebih
kepada menikmati perhiasan, dari sini maka tulisan ini lebih fokus
kepada berhias dari sisi wanita atau istri.

Dalam lingkup rumah tangga berhiasnya seorang istri untuk suami
merupakan perkara yang tidak patut disepelekan, hal ini karena tabiat
suami sebagai laki-laki menyukai kecantikan dan keindahan, kalau dia
tidak mendapatkan ini dari istri, lalu dari mana dia mendapatkannya.
Dalam konteks membahagiakan suami dengan cara-cara yang tidak
melanggar batas-batas agama bisa bernilai sebagai sebuah ibadah yang
mulia, karena hal tersebut sebagai wujud kecintaan dan kataatan istri
kepada suami.

Hukum berhias

Pada dasarnya berhias atau perhiasan dibolehkan, tidak dilarang
kecuali apa yang dilarang oleh dalil, ia termasuk salah satu nikmat
Allah kepada hamba-hambaNya, Allah telah mengingkari siapa pun yang
mengharamkan perhiasan yang Dia sediakan untuk hamba-hambaNya.

Firman Allah, "Katakanlah, 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hambaNya dan (siapa pula
yang mengharamkan) rizki yang baik?' Katakanlah, 'Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia,
khusus (untuk mereka saja) di Hari Kiamat." (Al-A'raf: 32).

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Aku menyaksikan shalat
Id bersama Nabi saw, beliau shalat sebelum khutbah. lalu Nabi saw
mendatangi para wanita, beliau memerintahkan mereka bersedekah, maka
mereka melemparkan cincin dan kalung dan Bilal menadahinya dengan
kainnya."

Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/330 menyebutkan bahwa al-Bukhari
meriwayatkan secara muallaq bahwa Aisyah mempunyai beberapa cincin
emas, Imam Ibnu Hajar menyatakan bahwa riwayat ini diriwayatkan secara
maushul oleh Ibnu Saad.

Demi siapa seorang istri berhias

Ladang ibadah seorang istri adalah suami, dari sini maka hendaknya apa
yang dia lakukan pada dirinya adalah semata-mata demi suami termasuk
berhias dan mempercantik diri, jika niat istri dalam berhias adalah
demi suami maka hal tersebut bernilai ibadah, di samping itu istri
tidak akan memperlihatkan perhiasan dirinya kepada orang lain, karena
dia memang berhias hanya untuk suami semata bukan untuk orang lain.

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Aisyah berkata, Rasulullah saw datang
kepadaku sementara di tanganku terpasang gelang dari perak, beliau
bertanya kepadaku, "Ini apa wahai Aisyah?" Aku menjawab, "Aku
melakukannya dengan maksud berhias untukmu." Nabi saw bertanya, "Kamu
menzakatinya?" Aku berkata, "Tidak, masya Allah." Nabi saw bersabda,
"Ia adalah bagianmu dari neraka."

Kita melihat dalam hadits ini apa yang dilakukan oleh Aisyah dengan
memakai gelang dari perak dalam rangka berhias demi suaminya yaitu
Rasulullah saw dan beliau tidak mengingkarinya, yang beliau persoalkan
dalam hadits di atas adalah sisi yang tidak berkait dengan pembicaraan
kita yaitu zakat perhiasan.

Yang terjadi saat ini dan pada zaman ini adalah kebalikannya, seorang
istri tidak hanya berhias untuk suaminya semata, akan tetapi di
samping untuk suaminya, dia juga berhias untuk selain suami, bahkan
sebagian istri tidak berhias untuk suami, tetapi justru berhias untuk
orang lain, bukti dari hal ini adalah berhiasnya sebagian istri pada
saat dia keluar rumah, sementara di dalam rumah, istri tidak
memperhatikan dirinya, pakaiannya ala kadarnya dan rambutnya tidak
tertata rapi, tidak masalah kalau suami sedang tidak di rumah, tetapi
yang sering hal itu terjadi pada saat suami sedang berada di rumah,
namun begitu ada acara di luar rumah, maka dia akan berdandan habis,
untuk siapa? Jadi suami tidak meraih yang khusus dari istrinya,
sebagian jatahnya diberikan kepada orang lain.

Kepada siapa wanita menampakkan perhiasannya

Kepada orang-orang yang disebutkan oleh Allah dalam firmanNya, "Dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau
ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau
putra-putra suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau
putra-putra saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara perempuan
mereka atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan." (An-Nur: 31).

Dalam ayat ini Allah menjelaskan siapa-siapa yang boleh melihat
perhiasan seorang wanita, di samping suami yang memang berhak
mendapatkan bagian terbesar dan terkhusus, ada pula para mahram dan
orang-orang di mana terlihatnya perhiasan wanita kepada mereka tidak
menimbulkan fitnah dan kerusakan.

Macam-macam perhiasan

Pada dasarnya berhias dan perhiasan terbagi menjadi dua; perhiasaan
bawaan atau pemberian dan perhiasan buatan. Yang pertama berarti
perhiasan yang sudah dibawa atau dimiliki oleh seorang wanita sebagai
pemberian dari Allah seperti kecantikan wajah dan keindahan tubuh.
Yang kedua berarti perhiasan yang dihasilkan dan dilakukan oleh
seorang wanita dalam upaya menjaga dan menambah perhiasan yang pertama
seperti pakaian, make up, perlengkapan perhiasan, emas, perak dan
sebagainya.

Perhiasan pertama yang merupakan karunia ilahi, seorang wanita tidak
memiliki upaya dalam bagian ini, karena ia merupakan jatah dari
'sana', maka dia harus menerimanya dengan rela, tidak perlu menggerutu
dan meratapi jatah, lebih-lebih melakukan usaha-usaha merubah ciptaan
Allah, tidak perlu, karena pada dasarnya Allah menciptakan kaum hawa
ini dengan kecantikan dan keindahan, masing-masing memiliki porsi
darinya yang sudah ditakar oleh sang Pemberi, di lain pihak penilaian
terhadap kecantikan bersifat relatif dan yang penting bagi seorang
wanita adalah suami, jika suami sendiri ma fi musykilah dan menerima
bahkan memandangnya yang terbaik dan tercantik, maka hendaknya dia
bersyukur, karena dia memang demikian walaupun hanya di mata suami,
tetapi itu lebih dari cukup. Mau penilaian dari siapa? Orang lain?
Tidak perlu, memang dia itu siapa?

Barangkali yang perlu dan bisa dilakukan adalah menjaga, banyak hal
yang bisa dilakukan demi menjaga ini, misalnya menjaga makanan, makan
makanan yang berimbang sehingga tubuh tetap langsing dan tidak
melebar, makan sayur dan buah-buahan sehingga tubuh terlihat segar,
minum jamu atau ramuan-ramuan tertentu, beristirahat yang cukup
sehingga kesehatan terjaga, berolah raga sebatas yang diizinkan dan
mungkin dilakukan, dan masih banyak lagi perkara-perkara yang bisa
dilakukan demi menjaga perhiasan bawaan dan pemberian ilahi ini, tidak
masalah selama motivasi istri dalam melakukannya adalah hanya untuk
suami seorang.
(Izzudin Karimi)

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
----------------------------------------------------------
dari: YAYASAN AL-SOFWA Jakarta

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: