Jumat, 19 Februari 2010

[daarut-tauhiid] Kisah Dua Pengamen Jalanan

 

Ada dua pemusik jalanan atau biasa disebut pengamen, dengan penampilan dan gaya yang sama, gitar yang juga hampir sama usangnya. Mereka sama-sama pengamen jalanan yang menjual suaranya dari kedai ke kedai, halte, bis kota dan dimanapun mereka mendapati keramaian. Lagu-lagu koleksi yang biasa mereka mainkan juga tidak jauh berbeda, cukup untuk berkeliling seharian dan yang penting selalu up to date dan tidak ketinggalan jaman. Mereka cukup hapal lagu-lagu yang tengah naik daun dari berbagai group band terkenal, dengan modal semua itu mulailah mereka beraksi.

Pengamen A, sebut saja begitu, mendatangi sebuah halte dan mulai memetik gitarnya mencoba menghibur orang-orang yang tengah menunggu kedatangan bis. Sebuah lagu baru dinyanyikan beberapa kata, langsung berhenti ketika seseorang memberinya sekeping uang lima ratus rupiah. Wajahnya cemberut sambil memerhatikan orang yang memberi, dari bibirnya nampak ia mengumpat, mungkin kata-kata dalam hatinya seperti ini, "Kayak orang miskin saja, ngasih kok segini…"

Kemudian, sebuah bis tiba ia pun ikut naik ke atas bis. Mulai memainkan sebuah lagu yang tentunya beda dengan lagu yang ia nyanyikan di halte, sebab beberapa penumpang bis sudah mendengar lagu sebelumnya saat di halte. Selesai bernyanyi ia pun mengedarkan "kantong rejeki"nya kepada para penumpang. Nasib tengah tak berpihak kepadanya, hanya beberapa orang saja yang memberi, sambil turun dari bis ia berteriak, "penumpangnya orang miskin semua…"

Ia mampir ke sebuah kedai makanan, terdapat orang-orang yang tengah asik menikmati makan siangnya. Selesai sebuah lagu, belum ada seorang pun yang memberi. Lagu kedua terpaksa dimainkan, namun nadanya mulai berbeda, bayangkan orang bernyanyi sambil kesal dan menggerutu. Tentu saja tak enak didengar, bagi orang-orang yang sedang makan, malah jadi mengganggu. Karena pengamen itu memainkan gitarnya dengan ayunan tangan orang kesal, suaranya pun tak lagi sedap didengar. Alhasil, selesai lagu kedua nyaris tak ada yang memberinya uang. Oh ya, ada satu orang yang memberi itu pun lantaran ia tak mau terganggu lagi, agar si pengamen cepat pergi.

Pengamen kedua, sebut saja namanya B. Sama seperti A, ia juga kerap bernyanyi di halte untuk menghibur calon penumpang bis yang kadang bosan menanti. Baru beberapa syair terlantun, ada seorang yang memberi namun tak membuat ia berhenti memainkan musiknya. Ia terus ingin memainkan lagu sampai selesai. Ketika ia hanya mendapatkan sekeping dua koin untuk jerih payahnya memainkan lagu terbaik, ia tetap tersenyum.

Begitu pula saat ia bernyanyi di dalam bis kota. Ia akan terus memainkan gitarnya dengan petikan terhebat dan suara terbaik, tanpa peduli berapa banyak yang ia peroleh di "kantong rejekinya". Baginya, uang receh yang didapat bukanlah tujuan, keinginannya menghibur para penumpang bis dengan target mengukir senyum dan hati riang menjadi tujuan utamanya. Ia tahu persis, di dalam bis kota itu terdapat orang yang mungkin tengah bermasalah dengan atasannya di kantor, sedang tidak akur dengan saudaranya di rumah, suami atau isterinya sedang marah. Ia bisa mengerti bahwa di dalam bis itu terdapat orang yang hatinya gundah, pikirannya kalut atau perasaannya tak tenang. Atau sebaliknya, ada yang tengah bahagia, sedang di puncak kesenangan. Ada yang baru mendapat promosi jabatan, baru dapat jodoh atau baru memenangkan undian berhadiah.

Nah, atas dasar pengetahuannya itulah ia memainkan lagunya. Ia ingin membuat yang sedih menjadi gembira, yang gundah menjadi tenang, yang suntuk menjadi terhibur dan yang senang semakin senang. Yang sedang jatuh cinta semakin berbunga-bunga, yang sedang marah menjadi pemaaf, yang kasar menjadi lembut, yang tengah lemas menjadi bersemangat dan yang sedang mengantuk jadi segar. Jadi, ia tak peduli pada hasil pada "kantong rejekinya". Ia tak sedih melihat kantong itu tetap kosong. Ia tak marah kepada orang-orang yang tetap khusyuk menikmati santap siangnya, justru ia berharap dengan lagunya itu selera makan orang-orang bertambah.

Sebab ia menyebut dirinya seniman dan bukan pengamen. Seniman tidak bernyanyi demi uang, namun demi sesuatu yang lebih luhur dan bernilai dari sekadar uang receh. Ia bernyanyi karena ia bangga dengan profesinya. Ia sangat menghargai pekerjaannya, karena hanya ia yang bisa menghargai jerih payahnya itu dengan pantas. Boleh orang lain menganggap remeh pekerjaannya, namun tidak dengan dirinya. "Jika bukan saya, siapa lagi yang akan menghargai pekerjaan saya?"

***

Sobat, apapun profesi dan pekerjaan Anda, selama Anda yakin dan menghargainya, maka Anda akan menjalani pekerjaan itu dengan sungguh-sungguh dan mengerahkan kemampuan terbaik. Jangan biarkan orang lain memengaruhi kinerja Anda dengan penilaiannya yang rendah. Bayaran kecil bukan alasan melakukan pekerjaan semaunya, tak peduli apakah ada yang berucap terima kasih pada jasa yang Anda berikan kepada orang lain, sebab Anda sudah cukup senang melihat orang lain terbantu dengan keberadaan Anda. Ya, karena Anda adalah seniman dalam profesi masing-masing. Selamat bekerja wahai seniman. (Gaw)

Bayu Gawtama
Life-Sharer
http://solifecenter.com
0852 190 68581

__________________________________________________________
Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru.
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: