Senin, 26 Maret 2012

[daarut-tauhiid] Mencegah Radikalisme di Sekolah

 

*CALAK EDU***

*Mencegah Radikalisme di Sekolah *

[image:
http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/03/26/Photographs/021/26_03_2012_021_021_011.jpg]<http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/03/26/ArticleHtmls/CALAK-EDU-Mencegah-Radikalisme-di-Sekolah-26032012021021.shtml?Mode=1>
*Yang paling penting ialah bagaimana menyertakan siswa, anak-anak muda
kita, dalam setiap tahapan kegiatan yang menyangkut kepentingan mereka
secara bersama."*

MENCIPTAKAN lingkungan yang positif di sekolah merupakan kebutuhan yang
tidak mungkin ditawar lagi, terutama dalam menjamin kelangsungan proses
belajar yang aman, damai, serta mendukung pencapaian akademis siswa dan
meningkatkan keterampilan sosial siswa. Ada banyak instrumen yang bisa
digunakan para pemangku kepentingan pendidikan untuk mencegah radikalisme
dan kekerasan terjadi di sekolah. Salah satunya ialah mengoptimalkan
mekanisme pengambilan keputusan tentang apa pun yang terjadi di sekolah
melalui saluran keputusan bersama yang dilembagakan ke dalam mekanisme
pengelolaan konfl ik berbasis sekolah.

Selain itu, komunitas sekolah dapat membuat program pencegahan kekerasan
dengan mengidentifi kasi seluruh bentuk kekerasan yang biasa terjadi, baik
karena bullying, perilaku agresif siswa selama berada di kelas, penggunaan
alat-alat yang biasa digunakan para siswa ketika terjadi tawur, hingga
mengenali geng-geng anak sekolah yang tumbuh di lingkungan sekolah sebagai
bagian dari gaya hidup. Pengenalan kebiasaan dan perilaku semacam itu akan
dapat membantu sekolah dalam membuat program pencegahan kekerasan di
kalangan anak-anak.

Jika identifi kasi itu bisa dipetakan secara baik, strategi yang efektif
untuk menekan terjadinya tindak kekerasan di sekolah pun dapat dilakukan.
Sekolah dapat membuat perencanaan pencegahan kekerasan dan radikalisme di
sekolah dengan membentuk sebuah tim yang memiliki kemampuan dalam
merumuskan statuta sekolah yang berorientasi pada kebutuhan keselamatan
siswa, baik ketika berada di kelas, sekolah, maupun ketika di luar sekolah.
Tim dapat bekerja untuk mengidentifikasi kebutuhan, opsiopsi yang dapat
dikembangkan, baik dalam konteks relasi siswa dengan siswa, siswa dengan
guru, atau guru dengan pihak orangtua. Karena itu tim harus harus
merepresentasikan siswa, guru, orangtua, komite sekolah, kepala sekolah,
hingga pengawas dan mungkin juga dinas pendidikan setempat.

Michael J Furlong dalam Preventing School Violence: A Plan for Safe and
Engaging Schools (2005) memberikan sedikitnya empat ilustrasi program yang
memungkinkan sekolah dapat mencegah munculnya kekerasan dan radikalisme di
lingkungan anak-anak sekolah. Pertama, apa yang disebut dengan *anger
coping program*. Dengan menggunakan bantuan para konselor atau guru BK dan
orangtua, sekolah dapat membuat serial pelatihan tentang bagaimana cara
mengelola rasa marah ke dalam bentuk yang lebih positif. Sekolah juga dapat
meminta bantuan para psikolog dari perguruan tinggi untuk memikirkan skema
training jenis itu, termasuk ketersediaan waktu yang bagi anak-anak.

Kedua, memasukkan pengertian dan pengetahuan tentang jenis-jenis kekerasan
ke dalam desain ajar yang relevan dengan situasi psikologis siswa, terutama
untuk dan dalam rangka memperkenalkan makna empati, pemecahan masalah, dan
pengelolaan amarah. Kegiatan itu perlu didahului sebuah lokakarya yang
berkaitan dengan keterampilan guru dalam merancang desain pembelajaran yang
ramah dengan cara-cara nirkekerasan.

Ketiga, sekolah juga diharapkan berani mengambil keputusan untuk membuat
pelatihan tentang pengelolaan rasa marah dengan menggunakan teknik role
playing, modeling, dan rewards terhadap anak, orangtua, dan bahkan guru
secara berkala, minimal dua kali dalam setahun. Jika mekanisme itu
berjalan, selebihnya akan menjadi tugas guru dan tim untuk mengevaluasi
potensi kekerasan yang mungkin muncul di kalangan siswa.

Keempat, Furlong juga menya rankan agar sekolah memiliki dokumen tertulis
semacam statuta sekolah, yang memungkinkan setiap anggota dari komunitas
sekolah dapat memiliki panduan yang dapat dijadikan semacam saluran dalam
menumpahkan seluruh persoalan yang berkaitan bukan hanya dengan masalah
kekerasan di sekolah, melainkan juga mekanisme pengaturan tata tertib yang
sepatutnya berlaku di sekolah.

Keempat jenis program tersebut akan lebih efektif jika dilakukan secara
bersama antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Kerja sama di antara
ketiganya akan memudahkan sekolah dalam menjaring sumber daya yang
dibutuhkan, termasuk pendanaan hingga implementasi program. Sumber daya di
lingkungan sekolah merupakan aset berharga dalam rangka mencegah munculnya
gejala awal radikalisme di sekolah. Jika mengikuti logika Furlong, '*Schools
are important sites for broader efforts to break the cycle of violence
because schools provide the only viable setting in which community
antiviolence programs can be implemented and high-risk youth can be identifi
ed and referred to intensive early intervention programs*'.

Hanya sekarang, seberapa besar muncul kesadaran semacam itu di lingkungan
sekolah kita? Jangan-jangan ada lebih banyak orangtua yang tak peduli sama
sekali mengenai pentingnya membuat skenario program pencegahan kekerasan di
sekolah, atau malah ada banyak juga orangtua, guru, dan sekolah yang memang
senang memelihara benih-benih kekerasan melalui proses pengajaran yang
intoleran, diskriminatif, serta tak bisa menghargai keragaman. Padahal
sejatinya sekolah adalah rumah yang nyaman bagi tumbuhnya proses saling
menghargai dan toleransi.

Yang paling penting ialah bagaimana menyertakan siswa, anak-anak muda kita,
dalam setiap tahapan kegiatan yang menyangkut kepentingan mereka secara
bersama. 'Nothing about us, without us' harus menjadi semacam jargon yang
harus dikedepankan dalam menarik minat para siswa terhadap seluruh
aktivitas belajar-mengajar di sekolah, termasuk ketika sekolah ingin
mencoba membuat mekanisme pengelolaan manajemen kon flik berbasis sekolah
untuk dan dalam rangka menekan tindak kekerasan radikalisme yang meluas di
kalangan pelajar akhir-akhir ini.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/03/26/ArticleHtmls/CALAK-EDU-Mencegah-Radikalisme-di-Sekolah-26032012021021.shtml?Mode=1

--
::
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
Now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest.
N'est-ce point par l'évocation d'Allah que se tranquillisent les coeurs.
Im Gedenken Allahs ist's, daß Herzen Trost finden können::
>> al-Ra'd [13]: 28

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: