Jumat, 16 Maret 2012

[daarut-tauhiid] Siapakah Al-Jibt dan Thaghut?

 

Siapakah Al-Jibt
dan Thaghut?
 
"Apakah kamu tidak memerhatikan
orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada Al-Jibt dan
thaghut, serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa
mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah
orang yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh
penolong baginya." (An-Nisa': 51-52)
 
Sebab
Turunnya Ayat
 
Ibnu Jarir meriwayatkan (5/133):
Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abi
'Adi telah menceritakan kepada kami, dari Dawud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas,
beliau berkata: Ketika Ka'b bin Asyraf tiba di Makkah, orang-orang Quraisy
berkata kepadanya: "Engkau adalah orang yang paling baik dari penduduk Madinah
dan pemuka mereka." Ia menjawab: "Ya (betul)!" Mereka berkata: "Maukah kamu
melihat kepada seorang shanbur yang terputus dari kaumnya? Ia mengaku bahwa
dirinya lebih baik dari kami. Sementara kami yang lebih memerhatikan
orang-orang yang menunaikan haji, pengabdi Ka'bah, dan memberi minum (bagi
orang-orang yang menunaikan ibadah haji) setiap zaman (terlebih pada musim
dingin saat paceklik)." Ia berkata: "Kalian lebih baik daripada dia."
 
Ibnu 'Abbas berkata: "Maka
turunlah ayat:
 
"Sesungguhnya orang-orang yang
membencimu dia yang terputus." (Al-Kautsar: 3)
 
Turun juga ayat:
 
"Apakah kamu tidak memerhatikan
orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan
thaghut serta mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka
itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang
yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong
baginya." (An-Nisa: 51)
 
Hadits ini juga disebutkan oleh
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (1/513). Beliau berkata: Al-Imam Ahmad
berkata: Muhammad bin Abi 'Adi menceritakan kepadaku…, dengan sanad seperti di
atas.
 
Ibnu Hibban juga meriwayatkan
dalam kitab Shahihnya, sebagaimana terdapat dalam kitab Mawarid Azh-Zham'an
(hal. 428). Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i berkata:
"Semua perawinya adalah para perawi shahih. Hanya saja yang rajih (kuat) bahwa
(hadits ini) mursal (ucapan Ibnu Abbas, pen.), sebagaimana yang disebutkan
dalam Takhrij Tafsir Ibnu Katsir." (Lihat Ash-Shahih Al-Musnad min Asbabin
Nuzul, Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i, hal. 77)
 
"Mereka
percaya," yaitu
percaya (beriman) kepada al-jibt dan thaghut, kufur kepada Allah, dalam keadaan
mereka mengetahui bahwa beriman kepada keduanya adalah kufur, percaya kepada
keduanya adalah syirik. (Tafsir Ath-Thabari)
 
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin
menerangkan: "Maknanya adalah membenarkan, menetapkan, dan tidak
mengingkarinya."
 
"Kepada
al-jibt dan thaghut."
 
Ada
beberapa pendapat ulama dalam memaknai kata al-jibt. Di antaranya:
 
1. Al-Jibt adalah sihir. Ini
adalah pendapat Umar bin Al-Khaththab, Ibnu 'Abbas, Abul Aliyah, Mujahid,
'Atha, 'Ikrimah, Sa'id bin Jubair, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Adh-Dhahak, dan
As-Suddi.
 
2. Al-Jibt adalah setan. Pendapat
ini juga dikemukakan oleh Ibnu 'Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Atha', 'Ikrimah,
Sa'id bin Jubair, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, 'Athiyyah, dan Qatadah.
 
3. Al-Jibt adalah syirik.
Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu 'Abbas, menurut bahasa orang Habasyah.
 
4. Al-Jibt adalah al-ashnam
(patung-patung). Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu 'Abbas.
 
5. Al-Jibt adalah al-kahin
(dukun). Ini adalah pendapat Asy-Sya'bi, Abul Aliyah, Muhammad bin Sirin, dan Makhul.
 
6. Al-Jibt adalah Huyai bin
Akhthab. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu 'Abbas.
 
7. Al-Jibt adalah Ka'b bin
Al-Asyraf. Pendapat ini dikatakan oleh Mujahid.
 
8. Al-Jibt adalah suara (bisikan)
setan. Pendapat ini dilontarkan oleh Al-Hasan.
 
9. Abu Nashr bin Ismail bin
Hammad Al-Jauhari dalam kitabnya Ash-Shihah, menyebutkan bahwa Al-Jibt adalah
suatu kalimat yang dipakai untuk memaknai patung, dukun, tukang sihir, dan yang
lainnya.
 
10. Al-Jibt adalah tukang sihir
(menurut bahasa Habasyah). Pendapat ini dinyatakan Ibnu Zaid, Sa'id bin Jubair,
Abul Aliyah, Ibnu Sirin, dan Makhul.
 
11. Al-Jibt adalah segala sesuatu
yang disembah selain Allah. Pendapat ini dinyatakan oleh Al-Imam Malik bin
Anas.
 
Tentang
kata thaghut, juga ada beberapa pendapat:
 
1. Setan. Ini pendapat Umar bin
Al-Khaththab, Ibnu 'Abbas, Abul Aliyah, Atha', Sa'id bin Jubair, Asy-Sya'bi,
Al-Hasan, Adh-Dhahhak, As-Suddi, dan 'Ikrimah.
 
2. Tandingan-tandingan selain
Allah, berhala-berhala dan semua yang setan menyeru (mengajak) kepadanya.
 
3. Al-Kahin (dukun). Pendapat ini
dikemukakan oleh Mujahid, Sa'id bin Jubair, Abul Aliyah, dan Qatadah.
 
4. Ibnul Qayyim berkata: "Thaghut
adalah segala sesuatu yang dengannya seorang hamba melampaui batas, baik berupa
yang diibadahi, yang diikuti, atau yang ditaati."
 
Ahlul ilmi mengatakan bahwa makna
atau tafsir inilah yang paling menyeluruh, sedangkan penafsiran yang lain
merupakan tafsir misal (bentuk konkret yang ada).
 
Ibnu Katsir menjelaskan:
"Pendapat yang memaknakan kata thaghut dengan setan adalah pendapat yang kuat
sekali, karena mencakup seluruh kejelekan dan keburukan yang dahulu dilakukan
orang-orang jahiliah. Seperti menyembah berhala, mengadukan perkara kepadanya
(sebagai pemutus dan pengatur), dan meminta tolong kepadanya." (Tafsir Ibnu Katsir,
1/294)
 
Al-Imam Al-Qurthubi berkata:
"Yang benar dari pendapat para ulama tentang makna kata al-jibt dan thaghut
adalah membenarkan (memercayai) dua perkara yang diibadahi selain Allah,
menyembah (beribadah kepada)nya, dan menjadikan keduanya sesembahan selain
Allah. Karena al-jibt dan thaghut adalah dua nama yang diperuntukkan bagi
segala sesuatu yang dimuliakan (diagungkan) selain Allah, dengan melakukan
peribadatan (menyembah), menaati, dan tunduk (merendahkan dan menghinakan diri)
kepadanya, apapun bentuknya. Baik berupa batu, manusia, maupun setan.
 
Jika segala sesuatu tadi (batu
dan yang selainnya) diperlakukan sedemikian rupa (disembah, ditaati, dan
seterusnya) maka berhala-berhala yang dahulu disembah orang-orang jahiliah
telah menjadi sesuatu yang dimuliakan (diagungkan) dengan melakukan ibadah
kepada selain Allah. Dengannya, berhala-berhala itu telah menjadi al-jibt dan
thaghut.
 
Demikian pula setan yang dahulu
ditaati orang-orang kafir dalam bermaksiat kepada Allah.
 
Termasuk pula tukang sihir dan
dukun, yang ucapan keduanya diterima (dipercaya) oleh orang-orang yang
menyekutukan Allah.
 
Sedangkan Huyai bin Akhthab dan
Ka'b bin Asyraf, keduanya adalah orang yang berilmu dari kalangan orang-orang
Yahudi, tetapi keduanya bermaksiat kepada Allah, kufur kepada Allah dan
Rasul-Nya sehingga keduanya termasuk al-jibt dan thaghut.
 
"Dan
mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih
benar jalannya dari orang-orang yang beriman."
 
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata:
"Mereka mengutamakan orang-orang kafir daripada orang-orang muslim disebabkan
kejahilan, sedikitnya pemahaman terhadap agama mereka, dan ingkarnya mereka
terhadap Kitabullah (Taurat) yang ada pada mereka. Misalnya seperti yang
tersebut dalam asbabun nuzul di atas." (Tafsir Ibnu Katsir, 1/486)
 
"Mereka
itulah orang yang dikutuk Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh
penolong baginya."
 
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata:
"Inilah laknat dari Allah atas mereka, sekaligus berita bahwa tidak ada
penolong bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat. Karena mereka datang
kepada kaum musyrikin hanya untuk meminta pertolongan. Mereka mengatakannya
kepada kaum musyrikin, agar kaum musyrikin condong kepada mereka dan kemudian
mau menolong mereka. Hal itu telah dikabulkan dan dibuktikan dengan datangnya
mereka bersama-sama pada Perang Ahzab, hingga Nabi dan para sahabatnya membuat
parit di sekitar Madinah. Cukuplah hanya Allah yang menolak kejahatan mereka,
sebagaimana firman Allah:
 
"Dan Allah menghalau orang-orang
yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak
memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari
peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Al-Ahzab: 25)
 
Makna
dan Faedah Ayat
 
Asy-Syaikh Sa'di, setelah
menyebutkan ayat di atas, mengatakan: "Ini termasuk di antara keburukan,
kejelekan, dan kedengkian orang-orang Yahudi terhadap Nabi dan kaum mukminin.
Akhlak mereka yang rendah dan tabiat yang buruk, telah membawa mereka untuk
tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka menggantinya dengan beriman
kepada al-jibt dan thaghut, yaitu beriman kepada segala bentuk peribadatan
selain Allah, atau berhukum dengan selain syariat Allah. Termasuk dalam hal ini
adalah sihir dan perdukunan, beribadah kepada selain Allah, menaati (mengikuti)
setan. Semua ini termasuk bagian dari al-jibt dan thaghut. Demikian pula
perbuatan mereka berupa kekufuran, kedengkian dengan mengutamakan jalan yang
ditempuh oleh orang-orang yang kufur kepada Allah –para penyembah berhala– di
atas jalan yang ditempuh orang-orang beriman, dengan: mengatakan kepada
orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari
orang-orang yang beriman. (Tafsir As-Sa'di hal. 182)
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan: "Banyak orang yang mengaku Islam, berpaling dari (ajarannya) hingga
membuang jauh-jauh Al-Qur'an di belakang punggung mereka serta rela mengikuti
apa yang dibisikkan oleh setan. Ia tidak mengagungkan perintah Al-Qur'an dan
larangan-Nya, tidak berloyalitas kepada orang yang diperintahkan Al-Qur'an
untuk berloyal kepadanya, dan tidak memusuhi orang yang diperintahkan Al-Qur'an
untuk memusuhinya. Bahkan dia mengagungkan orang yang mampu melakukan beberapa
perkara yang luar biasa. Sebagian mereka ada yang tahu bahwa perkara luar biasa
itu datangnya dari setan, tetapi tetap mengagungkannya karena dorongan hawa
nafsu, hingga dia mengutamakannya di atas jalan (petunjuk) Al-Qur'an,
sebagaimana orang-orang kafir (Yahudi). Allah berfirman tentang mereka:
 
"Apakah kamu tidak memerhatikan
orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada Al-Jibt dan
thaghut." (An-Nisa': 51) (Majmu' Fatawa, Tafsir Surat An-Nisa')
 
Ayat ini termasuk ayat yang
pertama dicantumkan oleh Syaikul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Kitabut
Tauhid, pada bab Ma Ja'a anna Ba'dha Hadzihil Ummati Ya'budu Al-Autsan
(Penjelasan adanya sebagian umat ini yang menyembah berhala).
 
Asy-Syaikh Muhammad Al-Qar'awi
berkata dalam kitabnya Al-Jadid (hal. 143): "Pada ayat ini, Allah mengarahkan
pandangan Nabi Muhammad secara khusus dan kaum muslimin secara umum, pada
beberapa perbuatan orang-orang Yahudi yang menyimpang lagi mungkar. Yaitu
mereka mempercayai penyembahan berhala serta mengedepankan peribadatan tersebut
di atas peribadatan orang-orang mukmin terhadap Rabb mereka, karena Rasulullah
dan para sahabatnya berada padanya. Walaupun mereka (orang-orang Yahudi)
mengetahui bahwa kitab mereka yang dahulu (Taurat) telah menerangkan, agama
Islam lebih utama daripada peribadatan kepada berhala, bahwa Rasulullah benar
adanya, serta apa yang dibawa adalah perkara yang haq; akan tetapi sifat dengki
dan dendam membutakan mereka serta menghalangi untuk mengucapkan kebenaran.
Mereka kemudian membuat tipu daya dengan bermuka manis di hadapan orang kafir
dan perbuatan mereka (peribadatan kepada berhala). Namun Allah enggan (dengan
semua itu) kecuali untuk menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir
tidak menyukai."
 
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata:
"Alasan Asy-Syaikh Muhammad memberi judul dalam bab ini adalah untuk membantah
orang yang mengatakan bahwa kesyirikan tidak mungkin terjadi (dilakukan) pada
umat ini. Mereka mengingkari bahwa peribadatan kepada kuburan dan para wali
termasuk bagian dari syirik, karena umat ini telah terjaga dari kesyirikan
berdasarkan hadits Rasulullah dari Jabir:
 
"Sesungguhnya setan telah putus
asa dari disembah oleh orang-orang yang shalat di jazirah Arab, akan tetapi
dengan mengadu domba mereka." (HR. Muslim)
 
Terhadap syubhat ini beliau
menjawab: "Keputusasaan setan pada suatu perkara yang telah dikabarkan oleh
Nabi disebabkan setan telah menyaksikan Fathul Makkah dan masuknya manusia
berbondong-bondong ke dalam agama Allah. Akan tetapi kenyataan yang akan
terjadi tidak mengharuskan keadaannya sesuai dengan apa yang disangka oleh
setan. Bahkan yang terjadi bisa berbeda." (Al-Qaulul Mufid, 1/467)
 
Asy-Syaikh As-Sa'di, setelah
menyebutkan judul yang disebutkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas,
menerangkan: "Maksud dari judul ini adalah mengingatkan dari kesyirikan dan
menumbuhkan rasa khawatir terhadapnya, bahwa syirik merupakan perkara yang
pasti terjadi pada umat ini, serta sebagai bantahan terhadap orang yang
berpendapat bahwa seseorang yang telah mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah
dan disebut sebagai orang Islam, akan tetap senantiasa tetap berada di atas
keislamannya walaupun melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya,
seperti beristighatsah (meminta perlindungan/ keselamatan) kepada penghuni
kubur, berdoa kepada mereka, serta menyebut perbuatan itu sebagai tawassul dan
bukan ibadah. Ini adalah perkara yang batil. Karena al-watsan (berhala) adalah
nama yang mencakup seluruh perkara yang disembah selain Allah. Tidak ada
bedanya antara pohon, batu, maupun bangunan (seperti kuburan, prasasti, dll,
pen.). Tidak ada bedanya pula apakah yang dikultuskan itu nabi, orang-orang
shalih, atau orang-orang yang buruk (jahat). Hal itu tetaplah merupakan ibadah,
sedangkan ibadah hanyalah hak Allah semata. Maka barangsiapa berdoa atau
beribadah kepada selain Allah berarti ia telah menjadikan (sesuatu yang
diibadahi itu) sebagai berhala dan mengeluarkan dirinya dari agama Islam,
sehingga tidaklah bermanfaat pengakuan bahwa dirinya adalah muslim. Betapa
banyak orang musyrik yang mengaku dirinya beragama Islam. Begitu juga
orang-orang mulhid (atheis), kafir, dan munafik. Karena yang teranggap pada
diri seseorang adalah ruh agama dan hakikatnya (bertauhid yang benar dan
beramal shalih), bukan sekadar nama dan julukan yang tidak ada hakikatnya."
(Al-Qaulus Sadid, hal. 102-103)
 
Ayat di atas juga menunjukkan
bahwasanya ilmu terkadang tidak memberikan manfaat bagi pemiliknya dan tidak
menjaganya dari kesesatan. Adalah hal yang mengherankan jika Allah telah
memberikan kepada sebagian hamba-Nya ilmu, namun justru tidak memberikan
manfaat baginya. Maka ilmu itu (akan) menjadi sesuatu yang akan menghujat
dirinya.
 
Di antara faedah ayat ini juga
adalah wajibnya memperingatkan dan menjauhkan (umat) dari al-jibt dan thaghut
dengan segala bentuknya.
 
Faedah yang lain, bahwa sebagian
umat ini ada yang percaya kepada al-jibt dan thaghut, sebagaimana disebutkan
oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam salah satu bab dalam Kitabut
Tauhid.
 
Wallahu a'lam bish-shawab.
 
Sumber: http://www.asysyariah.com/

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: