Jumat, 09 Maret 2012

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3572

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (3 Messages)

Messages

1.

Puisi: Perempuan jadi taruhan

Posted by: "Elisa Koraag" elisa201165@yahoo.com   elisa201165

Thu Mar 8, 2012 3:39 am (PST)



PEREMPUAN JADI TARUHAN

 

Berkibar gemulai jemari dan  selendang

Ramai sanak kerabat pada  berdendang

Hiruk pikuk suara gendang

Anak perawan sedang di gadang

 

Puan dan tuan tersenyum
menawan

Sadar miliki anak perawan

Berparas elok nan rupawan

Manis budi tak tahu melawan

 

Tunaikan tugas dan kewajiban

Hantarkan si buah hati ke
pernikahan

Tak indah menolak niatan

Walau duka sudah tak tertahan

 

Demi segenggam berlian

Bahagia anak tak diperhatikan

Wajib patuh selalu didengungkan

Padahal niatnya diperdagangkan

 

Nasib pedih si anak gadis

Jika untung dapat suami tak
sadis

Ayah bunda tak guna mengemis

Karena cerita tak berakhir
manis.

 

Selamat hari perempuan.

Human trafficking harus jadi
perhatian.

Banyak yang berkedok susah dan
kemiskinan

Alih-alih para perempuan  jadi taruhan.

 

Jakarta: kamarku 8 Maret '2012

Aku ngelog maka aku bahagia:

http://puisinyaicha.blogspot.com/

http:www.kompasiana.com/elisakoraag

http:www.bundagaul@multiply.com

 
2.

Jual Kumcer "Dongeng Kampung Kecil" (brand new)

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Thu Mar 8, 2012 11:19 pm (PST)



.............................

"Itu sebabnya bapak tidak ijinkan kamu ngaji sama dia. Selain bapak…"
Kalimat Juwana mandeg. Suaranya melemah "Bapak cuma kuatir lihat cara
mengajarnya pada anak-anak. Ingat itu!" Suaranya kembali meninggi.

"Tapi, Pak, Pak Ustadz kan mengajarkan alif ba ta!" protes Tulus. Ia memang
sering diam-diam ikut pengajian Ustadz Hanafi.

"Kamu tahu apa sih tentang fundamentalis?"

"Memangnya fundamentalis itu apa, Pak?" Tulus balik bertanya. Ia
benar-benar ingin tahu.

Juwana terkesiap. Ia beranjak meninggalkan Tulus sambil berkata, "Kamu
masih kecil…" (Cerpen "Dongeng Kampung Kecil")

.....................

"*Mbok*** <#135f64ed4eb68862__edn1>, aku pake jilbab ya!"

Bu Mar melotot menatap anak semata wayangnya. Bola matanya membesar
luarbiasa. "Tidak. Tidak boleh!"

"Ah, *Mbok*. Boleh ya?"

"Tidak. Kok *ndak* ngerti juga kamu!"

Awan gelap menggelayut di wajah si anak. Ia tertunduk sedih. Lalu berkata, "
*Mbok*, aku kan pingin banyak teman. Teman-temanku banyak yang pake jilbab.
Lagian itu kan perintah Allah."

Bu Mar mendesah. Dadanya sesak bagai dihantam gada. "Ibu tahu pake jilbab
itu perintah Allah. Ajaran agama. Tapi kamu tetap tidak boleh. *Ora ilok**
[ii]* <#135f64ed4eb68862__edn2>!"

"Kenapa, *Mbok*?"

Tambah panjang Bu Mar mendengus. Matanya serasa hampir copot dari rongganya.

"Kenapa? Sis, kamu itu laki-laki, Nak! *Wong lanang*. Masak laki-laki pake
jilbab! *Edan*!" (Cerpen "Cinta dari Cikini")

------------------------------

<#135f64ed4eb68862__ednref1>Itulah cuplikan dari 2 cerpen yang ada dalam
kumcer "Dongeng Kampung Kecil" (Halaman Moeka, Maret 2012) yang memuat 15
cerpen karya Nursalam AR.

*TESTIMONI*

"Salut untuk Nursalam. Cerita-cerita yang dipaparkan seolah nyata dan
segar, seperti mengikuti kisah pengalaman hidup seseorang. Beliau bertutur
dengan jujur dan lancar. Kepiawaiannya meracik kalimat menjadikan
cerita-cerita ini sangat menarik dan tidak membosankan Meskipun bukan
penikmat cerita pendek, ternyata saya sangat menikmatinya. Sungguh memukau."
(Romodon Bekti, manajer dan konsultan social media)

"Membaca Kumpulan Cerpen "Dongeng Kampung Kecil" ini, membuat perasaan
saya teraduk-aduk. Terharu, iba, prihatin atas kondisi yang memang terjadi
di Jakarta. Buku Kumcer yang memuat 15 cerpen di dalamnya ini menceritakan
tentang hiruk-pikuk Ibukota dan permasalahan para masyarakat-nya. Kebaikan
dan ketulusan menjadi sifat yang mahal dan jarang didapatkan, karena
mereka pun sibuknya dengan permasalahan mereka sendiri. Walau masih ada
beberapa masyarakat yang masih memegang prinsip untuk tetap di jalan yang
benar. Buku ini benar-benar membuat saya jadi melihat kehidupan lain yang
belum saya lihat. Buku Kumpulan cerpen ini sarat makna yang terkandung di
dalam semua cerpennya, dan banyak pelajaran yang didapatkan. Menyampaikan
dengan sederhana sehingga mudah dicerna, tapi sangat berisi."
(Syukriah, pegawai swasta di sebuah perusahaan pertambangan)

Tautan:
http://halamanmoeka.blogspot.com/2012/02/dongeng-kampung-kecil-nursalam-ar.html(Halaman
Moeka)

Pemesanan dapat dilakukan via Halaman Moeka di tautan di atas atau via
Nursalam (via email atau ponsel). Harga kumcer: Rp. 60 ribu.

PS: Untuk para jomblo, buku "Kamus High Quality Jomblo" juga dapat dipesan
di http://www.pro.indie-publishing.com/archives/407 (Indie Publishing) atau
via Nursalam (via email atau ponsel). Harga: Rp. 35 ribu.

E-mail pemesanan: salam.translator@gmail.com

Wassalam,

Nursalam AR

*0813-10040723*

--
*www.nursalam.wordpress.com | www.akademipeduli.wordpress.com
*

***"...your life, your choice." (Mastin Kipp)*

--
*www.nursalam.wordpress.com | www.akademipeduli.wordpress.com
*

***"...your life, your choice." (Mastin Kipp)*
3.

[OOT] Kisah Siti, penjual bakso berumur 7 tahun dengan upah 2.000 pe

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Fri Mar 9, 2012 2:15 am (PST)



---------- Forwarded message ----------
From: Ana.Osa <ana054@gmail.com>
Date: 2012/3/9
Subject: [pengusaha-muslim] Kisah Siti, penjual bakso berumur 7 tahun
dengan upah 2.000 per hari
To: pengusaha-muslim@yahoogroups.com

**
Dari milis: themanagers_indonesia@yahoogroups.com

Sore kemarin â€" Selasa, 06 Maret 2012 â€" saya pulang kantor rada “tenggo”,
jadi sampai di rumah jam 17.30-an, saya sempat nonton acara “Orang-Orang
Pinggiran” di Trans7.

Dada saya sesak menyaksikannya, air mata saya meleleh tanpa bisa ditahan,
tak mampu berkata-kata. Siti, seorang bocah yatim yang ditinggal mati
ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti berumur 7 tahun.

Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling kampung
menjajakan bakso. Karena ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong
rombong bakso.

Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu
besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat
berat.

Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam
berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan
terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk
kampung, terkadang jalanannya menanjak naik.

Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di
lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli
baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi.

Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam
berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis,
upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali
digulung-gulungnya.‬

‪
Sampai di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul
lumpur di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang
tunai.

Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan
mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur
sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar
berhasil agar bisa mendapat bayaran.

Hari itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya,
mengetuk pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski
sebenarnya Siti bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan
Ibunya untuk selalu minta ijin dulu pada pemiliknya.

Setelah diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik
kangkung, sebatas kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang.
Siti menyerahkan 2000 perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya.

Lalu Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di
atas piring seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua
hanya dengan kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata
Ibunda Siti.‬
‪

Bayangkan, anak sekecil itu, pulang sekolah menenteng beban berat keliling
kampung, tiba di rumah tak ada makanan. Kondisi rumahnya pun hanya sepetak
ruangan berdinding kayu lapuk, atapnya bocor sana-sini.

Sama sekali tak layak disebut rumah. Dengan kondisi kelelahan, dia kesepian
sendiri menunggu Ibunya pulang hingga petang hari.

Sering Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di
kampung mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti
suka bertanya kapan ia dapat kiriman.

Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat. Ia sering mengajak
Ibunya ke makam ayahnya, berdoa disana. Makam ayahnya tak bernisan, tak ada
uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda itu makam ayah Siti.

Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi makam ayahnya.
Disanalah Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan doa.

Dalam doanya Siti selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap
sekolah dan mengaji. Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan
tas untuk dipakai sekolah sebab miliknya sudah rusak.

Kepikiran dengan konsidi Siti, dini hari terbangun dari tidur saya buka
internet dan search situs Trans7 khususnya acara Orang-Orang Pinggiran.
Akhirnya saya dapatkan alamat Siti di Kampung Cipendeuy, Desa Cibereum,
Cilangkahan, Banten dan nomor contact person Pak Tono 0858 1378 8136.

Usai sholat Subuh saya hubungi Pak Tono, meski agak sulit bisa tersambung.
Beliau tinggal sekitar 50 km jauhnya dari kampung Siti. Pak Tono-lah yang
menghubungi Trans7 agar mengangkat kisah hidup Siti di acara OOP.

Menurut keterangan Pak Tono, keluarga itu memang sangat miskin, Ibunda Siti
tak punya KTP. Pantas saja dia tak terjangkau bantuan resmi Pemerintah yang
selalu mengedepankan persyaratan legalitas formal ketimbang fakta
kemiskinan itu sendiri.

Pak Tono bersedia menjemput saya di Malimping, lalu bersama-sama menuju
rumah Siti, jika kita mau memberikan bantuan. Pak Tono berpesan jangan bawa
mobil sedan sebab tak bakal bisa masuk dengan medan jalan yang berat.

Saya pun lalu menghubungi Rumah Zakat kota Cilegon. Saya meminta pihak
Rumah Zakat sebagai aksi “tanggap darurat” agar bisa menyalurkan kornet
Super Qurban agar Siti dan Ibunya bisa makan daging, setidaknya
menyelamatkan mereka dari ancaman gizi buruk.

Dari obrolan saya dengan Pengurus Rumah Zakat, saya sampaikan keinginan
saya untuk memberi Siti dan Ibunya “kail”. Memberi “ikan” untuk tahap awal
boleh-boleh saja, tapi memberdayakan Ibunda Siti agar bisa mandiri secara
ekonomi tentunya akan lebih bermanfaat untuk jangka panjang.

Saya berpikir alangkah baiknya memberi modal pada Ibunda Siti untuk
berjualan makanan dan buka warung bakso, agar kedua ibu dan anak itu tidak
terpisah seharian. Siti juga tak perlu berlelah-lelah seharian, dia bisa
bantu Ibunya berjualan sambil belajar.‬

Mengingat untuk memberi “kail” tentu butuh dana tak sedikit, pagi ini saya
menulis kisah Siti dan memforward ke grup-grup BBM yang ada di kontak BB
saya. Juga melalui Facebook.

Alhamdulillah sudah ada beberapa respon positif dari beberapa teman saya.
Bahkan ada yang sudah tak sabar ingin segera diajak ke Malimping untuk
menemui Siti dan memeluknya. Bukan hanya bantuan berupa uang yang saya
kumpulkan, tapi jika ada teman-teman yang punya putri berusia 7-8 tahun,
biasanya bajunya cepat sesak meski masih bagus, alangkah bermanfaat kalau
diberikan pada Siti.

Adapula teman yang menawarkan jadi orang tua asuh Siti dan mengajak Siti
dan Ibunya tinggal di rumahnya. Semua itu akan saya sampaikan kepada Pak
Tono dan Ibunda Siti kalau saya bertemu nanti. Saya menulis artikel ini
bukan ingin menjadikan Siti seperti Darsem, TKW yang jadi milyarder
mendadak dan kemudian bermewah-mewah dengan uang sumbangan donatur pemirsa
TV sehingga pemirsa akhirnya mensomasi Darsem.

Jika permasalahan Siti telah teratasi kelak, uang yang terkumpul akan saya
minta kepada Rumah Zakat untuk disalurkan kepada Siti-Siti lain yang saya
yakin jumlahnya ada beberapa di sekitar kampung Siti.

Mengetuk hati penguasa formal, mungkin sudah tak banyak membantu. Saya
menulis shout kepada Ibu Atut sebagai “Ratu” penguasa Banten ketika
kejadian jembatan ala Indiana Jones terekspose, tapi toh tak ada respon.

Di media massa juga tak ada tanggapan dari Gubernur Banten meski kisah itu
sudah masuk pemberitaan media massa internasional. Tapi dengan melalui grup
BBM, Facebook dan Kompasiana, saya yakin masih ada orang-rang yang terketuk
hatinya untuk berbagi dan menolong.

Berikut saya tampilkan foto-foto Siti yang saya ambil dari FB Orang-Orang
Pinggiran. Semoga menyentuh hati nurani kita semua.

TAMBAHAN:Jika ada yang ingin langsung bertemu Siti, anda bisa menghubungi
Pak Tono yang akan mengantar ke lokasi kampung Siti. No HP sudah saya tulis
di atas, alamat lengkap ini : Kampung Cibobos 02/05, Desa Karangkamulyan,
Kec. Cihara, Kabupaten Lebak, Banten Selatan. Kode pos 42391.

Semua kiriman paket, wesel, dll melalui Pak Tono, sebab Siti tidak bisa
mengambil karena Ibunya tak punya KTP dan identitas diri lainnya sebagai
bukti persyaratan pengambilan.

Demikian info tambahannya.‬
‪ ‬
‪Tolong disharekan kepada kawan-kawan anda. Makin banyak yang tau, makin
banyak yang bantu...‬
‪ ‬
‪
Dari milis themanagers_indonesia@yahoogroups.com

----------------

Dear all,

Hanya meneruskan, mdh2an dg sentuhan Siti yg mencari sesuap nasi bisa
membuat kita lebih menghayati masa puasa dan pantang serta membantu sesama
yang berada di sekitar kita.

Mungkin karyawan kita sendiri, mungkin tetangga sebelah rumah atau
jangan-jangan ada di depan kita selama ini

Semoga berkenan..

‪
Regards,
Have Fun Do Good! Happy Investing!
SeptriANA NOSArianti B.Arts QWPâ„¢ Financologistâ„¢
twit: @ana054 | by ISAT


--
*www.nursalam.wordpress.com | www.akademipeduli.wordpress.com
*

***"...your life, your choice." (Mastin Kipp)*
Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Groups

Parenting Zone

Family and home

Tips for mom

Drive Traffic

Sponsored Search

can help increase

your site traffic.

Yahoo! Groups

Do More For Dogs Group

Join a group of dog owners

who do more.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: