Selasa, 01 Januari 2013

[daarut-tauhiid] Sharing artikel: Refleksi Pembiayaan Syariah

 

Semoga bermanfaat.

Refleksi
Pembiayaan Syariah
 
Opini
di Harian Republika
Jumat,
28 Desember 2012

Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di duniatidak mau ketinggalan dalam pendirian bank syariah. Pada 1991, Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemerintah, Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim memprakarsai pendirian bank
syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia.

Karena pengembangan bank syariah di Indonesia yang lebih
bersifat market driven dan dorongan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Indonesia mempunyai peluang besar untuk
menjadi pemimpin pasar pembiayaan syariah global. Hal ini terbukti dari
rata-rata pertumbuhan industri perbankan syariahIndonesia sebesar 36 persen per tahun sedangkan perbankan
syariah global memiliki rata-rata pertumbuhan  sekitar 15 sampai dengan 20 persen per tahun.

Lebih lanjut, berdasarkan statistik Bank Indonesia per Oktober 2012, industri
perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS),
24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 156 BPRS. Sedangkan total jaringan kantor
industri perbankan syariah mencapai 2.574 kantor yang tersebar hampir seluruh
Indonesia.

Permasalahan utama

Seperti halnya bank konvensional, bank syariah juga menjalankan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi.Namun
demikian, bank syariah memiliki
perbedaan operasional yang cukup mendasar dengan bank konvensional. Sesuai
dengan karakteristiknya, bank
syariah banyak
dikenal sebagai bank yang menggunakan
sistem bagi hasilatas produk-produknya.

Tapi sebenarnya, ada juga. produk funding (pendanaan) dan financing (pembiayaan)bank syariah yang dijalankandengan sistem non bagi hasil. Untuk
produk pendanaannya, bank syariah dapat
menggunakan akad wadi'ah, qardh, maupun ijarah.Sementara
itu, untuk produk pembiayaannya, bank syariah dapat menggunakan sistem jual beli (berdasar
akad murabahah, salam, dan istishna) dan sewa (berdasar akad ijarah).

Statistik perbankan syariah Bank Indonesiamengungkap bahwabank syariah (baik
itu BUS maupun UUS) lebih banyak menggunakan
akad murabahah di dalam produk
pembiayaannya. Terlihat jelas dalam data tersebut bahwa lebih dari 50 persen total
portofolio pembiayaan bank syariah menggunakan akad murabahah dalamhampir lima tahun terakhir (2008 – Oktober 2012). Karena itu,fokus
pembahasan penulis dalam
artikel kali ini hanyalahpada produk pembiayaan bank syariah berbasis
akad murabahah. 

Pertanyaannya paling mendasar yang ingin penulis bahas adalah apakah bank syariah sudah mempraktikkan
pembiayaan berbasis akad murabahah dengan benar sesuai
dengan yang syariah Islam?Dr
Erwandi Tarmizi MA dalam bukunya, Harta Haram Muamalat Kontemporer, menjelaskan bahwa bank syariah belum mempraktikkan akad murabahah sebagaimana
seharusnya. Akibatnya mayoritas
pembiayaan berbasis akad murabahah tersebut dikategorikan batil
atau tidak sah.

Sedikitnya ada dua penjelasan mengapa akad murabahah yang di praktikkan dalam pembiayaan bank syariah dapat dikategorikan tidak sah.
Pertama, dalam akad murabahah, seharusnya
bank syariah hanya boleh 'menjual' obyek murabahah,
misalnya, rumah, setelah bank syariah memiliki rumah tersebut secara penuh. Namun,
praktik di lapangan mengungkap, umumnya pihak bank syariah belum memiliki
secara penuh rumah yang diperjualbelikan tersebut,

Nasabahtransaksi terlebih dahulu dengan pemilik/pengembangrumahyang ingin dibiayai. Mereka terlebih dahulu membayar down
payment (DP) kepada pihak
penjual dan bank syariah hanya menutupi sisa pembayaran kepada penjual. Hal ini jelas bukan merupakan praktik murabahah yang sesungguhnya.

Atas hal ini, Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institution (AAOIFI) yang berkantor pusat di Bahrain menjelaskan,
"Haram hukumnya pihak lembaga keuangan menjual barang dalam bentuk murabahah sebelum barang tersebut
dimilikinya." Hal senada juga terdapat di dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah yang menjelaskan bahwa jika bank syariah menerima permohonan pembiayaan nasabah
maka bank harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesan oleh nasabah secara
sah dengan penjual (supplier).

Permasalahan kedua pada akad murabahah terjadi saatbank membuat akad wakalah (perwakilan) dengan nasabah.Berdasarkan
akad ini, bank syariah memberi
mandat pada nasabah untuk mewakilkannya membeli (dan menerima) barang sesuai yang diinginkannya.

Yang menjadi
permasalahan disini adalah bank menjual obyek yang diperjualbelikan tersebut pada nasabah tanpa terlebih dahulu menerima
barang.Padahal sudah
jelas bahwa akad wakalah bukanlahakad jual beli. Akibatnya transaksi ini sama dengan
pinjaman berbunga.

Langkah
ke depan

Praktik-praktik tersebut
jelas sangat merugikan nasabah. Kebanyakan nasabah sudah sangat bersyukur bila
permohonan pembiayaannya dapat disetujui bank syariah. Mereka mungkin tidak
akan terlalu mengurusi tahapan operasional yang terjadi di balik akad
pembiayaan yang mereka lakukan jika pihak bank tidak menjelaskannya secara
transparan.

Jika kita menunjuk Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas hal ini maka
pertanyan berikutnya adalah apakah
DPS sudah cukup efektif menjalankan fungsi dan perannya di bank syariah? Penulis
pernah bertukar
pikiran dengan seorang staf divisi
kepatuhan syariah di sebuah bank syariah. Beliau mengatakan DPS sudah cukup berusaha untuk menegakkan kepatuhan
syariah dalam produk-produkperbankansyariah.

Namun sayangnya, ikhtiar ini selalu terbentur oleh keputusan 'pejabat teras' bank syariah yang menganggap
bahwa kekakuan terhadap kepatuhan syariah dapat menghambat pencapaian target
bank.Akibatnya, saran dari DPS hanya sekedar
angin lalu. Ini sangat bahaya jika didiamkan.

Sudah menjadi pemahaman
publik bahwa prioritas utama yang harus dipenuhi bank syariah adalah kepatuhan terhadap
syariah. Karena itu, Direktorat
Perbankan SyariahBank
Indonesia(DPbS – BI)harus
turun tangan. Penulis pun berharap DPbS – BI bisa berperan sebagai
pintu terakhir penegakkan kepatuhan syariah atas setiap produk bank syariah.
 
Penulis:

Ilham
Reza Ferdian
Staf PengajarFakultas
Ekonomi Universitas Indonesia,
Ex-Praktisi Bank Syariah

Email  : reza_468@yahoo.com
No Hp: 0813 88 907 222

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: