Senin, 28 Juli 2008

[daarut-tauhiid] Hikmah Pernikahan

Hikmah Pernikahan


Keluarga dalam Islam adalah perintah agama yang berusaha untuk diwujudkan
oleh setiap manusia beriman. Ia juga kesempurnaan akhlak manusia yang
dicoba-raih oleh setiap pribadi. Pernikahan mengandung beberapa hikmah yang
memesona dan sejumlah tujuan luhur.

Seorang manusia—laki-laki maupun perempuan—pasti bisa merasakan cinta dan
kasih sayang dan ingin mengenyam ketenangan jiwa dan kestabilan emosi. Allah
S.W.T. berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."

Pun seseorang—laki-laki maupun perempuan—dalam naungan keluarga akan
menikmati perasaan memiliki kehormatan diri dan kesucian dan mengenyam
keluhuran budi pekerti. Rasulullah S.A.W. bersabda, "Wahai para pemuda,
kalau ada di antara kalian yang sudah mampu menikah, segeralah menikah.
Sebab, pernikahan bisa menahan penglihatan dan menjaga kemaluan. Tapi, kalau
ada yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah
peredam gejolak syahwat."

Di sini, ada dua catatan penting yang perlu kita garis bawahi:

1. Insting seksual bukanlah kekurangan yang harus dihilangkan dari diri
manusia, namun ia adalah keniscayaan fitrah yang perlu diarahkan dengan
jalan dipraktikkan dalam koridor manhaj Ilahi dan sebatas untuk mewujudkan
ketenangan jiwa, serta menjauhkan masalah dan penyakit.

Islam tidak mengenal pengebirian insting seksual. Islam juga bukan pendukung
seks bebas. Masyarakat moderen di sekitar kita dewasa ini melepas-bebaskan
syahwat mereka secara liar di mana nilai-nilai moral yang luhur, kehormatan
diri, dan rasa malu tak lagi diperhatikan. Yang mengerti akan kesakralan
nilai-nilai adiluhung tersebut hanyalah kaum Muslimin.

2. Wasiat Rasulullah S.A.W. bagi mereka yang tak mampu menanggung
konsenkuensi pernikahan untuk berpuasa sepatutnya tidak diartikan sebagai
upaya untuk mengalangi keberlangsungan hidup insting seksual. Sebab, hal itu
sama sekali bukan maksud dan tujuan dari hadis Rasulullah S.A.W. di atas.
Namun, hikmah luhur yang terkandung di dalamnya adalah bahwasanya puasa
merupakan wadah seorang Muslim untuk belajar arti kesabaran, ketabahan,
keinginan yang cerdas dan kesadaran beragama.

Dengan demikian, kita bisa katakan, bahwa pernikahan mempunyai tujuan besar
dan asasi sebagai sarana melanggengkan hikmah utama di dalamnya. Yakni,
kelangsungan ras manusia dan membangun peradaban dunia. Allah S.W.T.
berfirman, "Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu."
Oleh karena itu, seorang wanita sangat direkomendasikan untuk menjadi sosok
yang wadûd dan walûd. Maksudnya, ia harus punya cinta, kasih sayang, dan
kesetiaan, di samping potensi besar untuk melahirkan keturunan. Dengan kedua
predikat tersebut, ia pun telah mengumpulkan dua kebaikan.

Karena hikmah luhur inilah, pembentukan keluarga merupakan sunnah para nabi,
doa para rasul, dan harapan kaum muttaqîn. Allah S.W.T. telah mengkaruniakan
keluarga dan keturunan kepada para Nabi-Nya. Allah berfirman, "Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan."

Anak menjadi warta gembira Ilahi untuk junjungan kita Ibrâhîm a.s. Allah
berfirman, "Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah
datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira." Warta gembira itu
dibentangkan setelah satu ayat berikutnya melaui firman-Nya, "Dan isterinya
berdiri (di sampingnya) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya
kabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan sesudah Ishak (lahir pula)
Ya'qub."

Ishâq ini adalah sosok anak yang alim yang pewartaannya diperuntukkan bagi
Sârah setelah sebelumnya Ibrâhîm menerima berita gembira tentang kelahiran
puteranya yang berhati lembut, yaitu Ismâ'îl, yang terlahir dari Hâjar.

Al-Qur'an telah merentangkan suri teladan melalui Zakariâ a.s. tatkala
menunaikan shalat malam dan memanjatkan doa kepada Tuhannya, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan
sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalanku, sedang isteriku
adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari Engkau seorang
putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub, dan
jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai."

Allah mengabulkan permohonan Zakariâ. Datanglah warta gembira baginya, "Hai
Zakariya, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh)
seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah
menciptakan orang yang serupa dengan dia."

Al-Qur'an mengajari kita doa hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang yang
merupakan barisan makluk-Nya terpilih, yang berbunyi, "Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa." Bila doa ini kita cermati, tampak bahwa hamba-hamba Allah Yang
Maha Penyayang tidak puas hanya dengan menjadi orang-orang yang bertakwa
saja. Mereka juga memohon agar diri mereka dan keturunan mereka menjadi
pemimpin orang-orang yang bertakwa. Inilah doa yang niscaya membuat diri
kita berambisi tinggi meraih karunia Allah. Oleh karena itu, jika kita
meminta, kita mesti meminta surga Firdaus tertinggi.

Yang menakjubkan, jika ayat-ayat al-Qur'an dicermati akan ditemukan bahwa
keluarga bersangkutpautan dengan pahala surga dan siksa neraka. Tentang para
penghuni surga, Allah S.W.T. berfirman, "Dan orang-orang yang beriman, dan
yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak
cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala
amal mereka," dan "(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk kedalamnya
bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya,
istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke
tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun
'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."

Sedangkan menyangkut penghuni neraka, Allah S.W.T. berfirman, "(Kepada
malaikat diperintahkan): 'Kumpulkanlah orang-orang yang zalim bersama teman
sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah;
maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka'."

Ayat-ayat tersebut menandaskan pentingnya hubungan secara akidah dan akhlak
antara keluarga dan anak-anaknya.

Akan tetapi, jika kita ditanya tentang pengertian firman Allah S.W.T.,
"Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah
pahala yang besar." , akan kita jelaskan bahwa seluruh kehidupan ini harus
diperuntukkan bagi Allah dan dijalani karena Allah. Kehidupan ini kita
jalani bukan untuk menumpuk emas dan perak, bukan juga untuk
membangga-banggakan kedudukan dan anak. Namun, kehidupan adalah kesempatan
yang dibentangkan untuk membekali diri dengan bekal terbaik dan pesangon
takwa.

Islam menganjurkan kaum Muslimin untuk memiliki kekayaan bukan karena
kekayaan itu, namun haruslah didasari atas keinginan untuk meraih ridha
Ilahi. Al-Qur'an yang mulia sudah menjelaskan kepada kita patokan umum untuk
mengarungi kehidupan dunia ini melalui kisah Qârûn ketika memperoleh nasihat
dari kaum ulama di zamannya. Al-Qur'an menuturkan, "Sesungguhnya Qârûn
adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami
telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaaan harta yang kunci-kuncinya
sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika
kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri. Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan'."

Atas dasar inilah kita memahami ayat tersebut. Harta dan anak-anak dipandang
oleh al-Qur'an sebagai hiasan kehidupan dunia. Al-Qur'an membolehkan umat
Islam untuk memiliki keduanya dan bekerja keras untuk meraih keduanya dalam
batasan-batasan syara' serta dengan usaha manusiawi yang tak semena-mena,
tanpa harus melampaui batas, bermegah-megahan, ataupun menimbulkan kerusakan
di muka bumi.

Ketika jiwa manusia berpaling dari manhaj Ilahi, fitnah harta akan timbul
dari penumpukannya yang melalui jalan tidak halal dan penggunaannya untuk
hal-hal yang tidak diperkenankan agama. Fitnah anak-anak juga akan muncul
dengan jauhnya mereka dari kebaikan, penyimpangan moral mereka, dan
pelanggaran mereka terhadap keharaman-keharaman yang telah ditetapkan Allah.
Namun, apabila anak-anak tumbuh dan terdidik di atas manhaj Islami dan
mengetahui keutamaan lalu menapaki jalan-jalan kebaikan, maka anak-anak
seperti itu merupakan kemuliaan dan kebanggaan bagi kedua orang tua.
Rasulullah S.A.W. bersabda, "Jika anak cucu Adam meninggal dunia, maka
seluruh amalnya akan terputus kecuali tiga perkara: sedekah yang pahalanya
terus mengalir, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu
mendoakannya."

*(Akhlaqul Usrah Muslimah - DR. Muhammad Sayid Ahmad Al-Musayyar)*

sumber :http://www.kaunee.com
--
Nendra Suhendra
http://nendra.co.cc


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: