Diskusi Buku Aktivis Perdamaian Kristen di Konflik Palestina.
JAKARTA - Universitas Paramadina, Jakarta bekerja sama dengan Penerbit Mizan menggelar diskusi buku "Hebron Journal" karangan Arthur G.Gish pada Hari Selasa (23/7/08) bertempat di aula Kampus Universitas Paramadina.
Buku yang didiskusikan ialah terbitan Mizan yang baru saja diluncurkan dipasaran 18 Juli lalu. "Catatan seorang aktivis perdamaian dari Amerika yang melawan kekejaman Israel di Palestina dengan jalan cinta dan anti kekerasan" begitu tulisan di sampul buku yang memang menjadi isi dari buku setebal 560 halaman itu.
Art Gis--julukan singkat sang pengarang--hadir dalam diskusi tersebut dengan membagi pengalaman saat berada di kawasan Hebron di Palestina. "Saya sangat senang bertemu dengan Anda," sapanya kepada hadirin dengan Bahasa Indonesia terbata-bata, yang dilanjutkan dengan diskusi dalam Bahasa Inggris. "Sebelumnya saya meminta maaf kepada umat Muslim atas perbuatan orang-orang Kristen. Saya sangat malu dengan apa yang telah diperbuat orang-orang dari agama saya terhada Islam. Saya tidak mampu berbincang dengan Muslim, sebelum meminta maaf" lanjutnya kemudian
Aktivis tim perdamaian Kristen (Christian Peacemaker Teams/CPT) ini mencuat namanya ketika ia melakukan tindakan sangat berani, berdiri di tengah-tengah, antara kelompok warga Palestina dengan tentara Israel yang hendak menembak warga. Bahkan ketika sebuah tank melaju kearahnya, Art Gis bergeming. Tank pun berhenti beberapa sentimeter di hadapan Art. Foto yang mengabadikan kejadian tersebut segera saja tersebar, sebuah tank dengan moncong senjata raksasa di depan lelaki bertopi merah yang merentangkan tangan.
Getting in the way atau berdiri di antara dua pihak, itulah salah satu strategi utama yang Gish ungkapkan ketika mencoba menerapkan cara anti-kekerasan. "Saya sering berhadapan dengan tentara-tentara di daerah konflik.Jika saya ingin mencegah dan menghentikan mereka dengan tangan, atau kontak fisik, bisa dipastikan beberapa detik kemudian saya sudah tergeletak di tanah. Mereka sangat terlatih," ujar Gish kepada forum. "Karena itu yang saya pasang wajah tepat di depan muka jelek mereka. Itu sering kali membuat senjata mereka tidak lagi berguna. Mereka segan menembak," tutur Gish.
Gish pun menyadari jika tindakannya bukan tanpa resiko. Terluka dan bahkan mati bisa saja menimpanya sewaktu-waktu. Namun resiko itu tidak membuat lelaki asal Amerika Serikat ini mundur. "Saya mempelajari dari Injil, Sebagai umat Kristen saya harus mengakui kelemahan diri sendiri, lalu bergantung sepenuhnya hanya kepada Allah," ungkapnya. Prinsip itulah yang membawa ia tetap setia dengan aktivitasnya mengkampanyekan perdamaian anti kekerasan di wilayah Palestina.
Dalam diskusi tersebut hadir pula Makarim Wibisono, duta besar tetap PBB untuk Indonesia. Makarim juga menyatakan jika sangat kagum dengan artikulasi yang digunakan Gish dalam bukunya. "Ia mampu mengangkat kejadian mikroskopik dalam wilayah Palestina yang justru menunjukkan kebenaran sesungguhnya di sana," ujarnya. Diskusi yang dimulai pada pukul 9.00 hingga 12.00 tersebut dimoderatori oleh Safiq Basri Assegaff, dan menjadi keynote speaker dalam acara tersebut ialah Anies Basweden, rektor dari Universitas Paramadina.
Usai acara tersebut, panitia juga mengadakan workhsop terbatas tentang bagaimana bersikap saat berada di tengah situasi konflik. Workhsop yang dimoderatori oleh Totok A Soefijanto juga akan menghadirkan Art Gish sebagai pembicara./itz
____________
Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
http://mail.
[Non-text portions of this message have been removed]
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar