Rabu, 23 Juli 2008

[daarut-tauhiid] Fw: JELANG KONGRES MUJAHIDIN III- Indonesia Bersyari’ah, Solusi Tepat Salah Urus Negara



Indonesia Bersyari'ah, Solusi Tepat Salah Urus Negara

      Pendahuluan
      BANGSA Indonesia telah melakukan kesalahan besar, ketika para pen-diri negeri ini menolak tunduk di bawah aturan Allah, dan memutuskan untuk menyingkirkan Syari'at Islam. Kemudian, memilih jalan hidup sekuler dalam menjalankan roda pemerintahan.
      Falsafah Negara Pancasila dan UUD 1945 yang dijadikan landasan for-mal-konstitusio nal dalam  mengelola NKRI, memang tidak secara spesifik menyebutkan perlunya menerapkan Syari'at Islam dalam pengelolaan negara. Dan rupanya, pemeluk Islam yang kebetulan memiliki hak formal da-lam menentukan pengelolaan negara, seperti para anggota legislatif, ekse-kutif, dan yudikatif, sejauh ini belum ber-hasil –atau memang tidak ber-minat– untuk mengatur negara ini berlandaskan Syari'at Islam.
      Proses pengelolaan negara yang menyingkirkan Syari'at Islam, hasilnya sudah dapat disaksikan semua orang. Bahwa, sebagai bangsa dan negara yang penduduknya mayoritas mutlak beragama Islam, nasib Indonesia terbukti semakin terpuruk. Penduduk miskin semakin banyak, kekayaan tanah air se-makin terkuras, hutang luar negeri kian menggunung, lingkungan kian ter-cemar gas beracun, belum lagi ancaman intervensi asing dan disintegrasi dari kelompok separatis non-Muslim.
      Lebih dari itu, korupsi para pejabat kian parah. Tapi anehnya, semakin banyak korupsi semakin sedikit koruptor yang dihukum. Korupsi, secara nyata mengakibatkan instabilitas negara dan krisis ekonomi berkepanjangan. Berbagai kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat ba-nyak, seperti kenaikan berbagai harga bahan dasar kehidupan masyarakat, harga BBM yang terus naik, langkanya gas dan minyak tanah, listrik yang byarpet dll.
      Ketimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga banyak terjadi bencana, dan ketimpangan kesejahteraan sosial masyarakat, juga me-nambah panjang deretan persoalan bangsa ini. Akibat selanjutnya, ketahan-an bangsa dan negara semakin rapuh, sedikit ancaman asing sudah bikin ciut nyali pemerintah, apalagi sejumlah pulau milik Indonesia diklaim hendak dicaplok oleh Malaysia, Singapura, China. Bahkan beberapa pulau di Lombok ditawarkan untuk dilelang ke investor asing.
      Rakyat Indonesia kini mengalami derita panjang dan bertubi-tubi, aki-bat berbagai musibah bencana alam. Termasuk bencana akhlaq yang se-makin parah telah merusak tatanan kehidupan masyarakat. Tapi musibah yang paling berbahaya, yang harus menjadi perhatian kita semua adalah:
      Pertama, tidak adanya pemimpin yang memiliki visi kenegarawanan. Pemilu hanya melahirkan penguasa, dan bukan pemimpin apalagi negara-wan. Kedua, buruknya sistem pemerintahan dan kosong dari ideologi negara.

      Mengingkari  Nikmat dan Jasa Islam
      Harus diakui, dalam rentang sejarah Indonesia, Islam telah menyum-bang amat banyak, bagi bangsa Indonesia. Inventarisasi jasa Islam dilakukan seorang pakar sejarah, Dr. Kuntowijoyo dalam bukunya 'Identitas Politik Umat Islkam'. Jasa Islam bagi keberkahan negeri ini, menurut Kuntowijoyo, antara lain:
      Pertama, Islam membentuk civic culture (budaya bernegara). Kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri di seluruh Indonesia sejak abad ke-13 pasti dipengaruhi oleh tata Negara Islam, bukan oleh Hinduisme. Buku tata Ne-gara, seperti Tajus Salatin mempunyai pengaruh yang luas ketika itu.
      Kedua, solidaritas nasional, terjalin karena peng-Islaman Nusantara menjadikan seluruh Indonesia sebuah kesatuan. Jaringan itu terbentuk ter-utama sesudah ada diaspora Islam pasca Malaka jatuh ke tangan Portugis pa-da 1511. Persamaan agama, budaya, dan suku Melayu menjadikan jaringan agama sebagai protonasionalisme.
      Ketiga, syari'at jihad menjadi motivator satu-satunya untuk meraih kemerdekaan, bebas dari belenggu penjajahan kafir Belanda. Pada tahun 1873-1903 terjadi Perang Aceh menentang penjajah Belanda. Pada tahun-tahun 1945-1949 ideologi jihad lah yang mendorong pembentukan laskar Hizbullah-Sabililla h sebagai tentara resmi melawan penjajah. Perlawanan pada Komunisme, 1965-1966 adalah berkat ideologi jihad.
      Keempat, kontrol sosial di NKRI, tidak hanya dijalankan oleh polisi, hukum, perundangan, dan peraturan, tapi terutama oleh agama Islam. Bayangkan, jika tidak ada Islam yang melarang pembunuhan, pencurian, dan perampokan, pastilah orang-orang kaya perlu punya banyak Satpam.
      Jika bukan Islam yang mengharamkan pelacuran, tentulah orang tua tidak akan bisa tidur nyenyak membiarkan anak gadisnya tanpa penjagaan. Jika tidak ada Islam yang melarang tradisi kawin inses (sesama saudara kandung), kawin sejenis, dan mengharamkan pelacuran, perjudian, miras, korupsi, seperti apa Indonesia hari ini?
       Sayang sekali, jasa Islam ini sering dilupakan kalau bukan dikhianati orang. Bangsa Indonesia belum pernah secara obyektif mengakui dan kemu-dian mengoreksi kesalahannya. Ada banyak alasan kondisional, dimana sese-orang atau suatu bangsa terjerumus pada kesesatan tanpa menyadari bahwa mereka tersesat jalan. Mereka rela berkorban apa saja, demi bangsa, demi per-satuan, demi hak asasi manusia, tanpa memahami bahwa itu semua adalah sia-sia.
      Fakta sejarah menjadi bukti, apapun kebijakan politik, ekonomi, sosial yang diambil pemerintah, tidak akan bisa menolong memperbaiki kondisi negeri ini, selama para pemimpin meninggalkan Syari'at Islam. Sebaliknya, keberkahan akan menyertai negeri ini taat pada Allah. Suatu bangsa hanya bisa terbebas dari berbagai kemelut dan kehancuran bila mereka kembali pada jalan Allah, tunduk pada Syari'ah-Nya, dan bersungguh-sungguh dalam memberantas segala perbuatan yang menyalahi agama Allah.

      "Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa kepada Allah, niscaya Kami bukakan kepada mereka segala macam barakah dari langit dan dari bumi. Namun karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka akibat perbuatan mereka sendiri." (Qs. Al-A'raf, 7:96, baca hingga ayat 100).

      Urgensi Syari'ah Islam Bagi Bangsa Indonesia
      Pelaksanaan Syari'ah Islam dengan menggunakan kekuatan politik adalah sebagian dari wasilah dan solusi Qur'ani. Anjuran kepada Rasulullah r supaya berdo'a agar kekuasaan negara berada di tangan penguasa Mukmin, sebagaimana tertera dalam Qs. Al-Isra, 7:80 adalah di antara hujjah yang terang mengenai hal ini:
      "Katakanlah: Ya Rabbi, masukkanlah aku lewat gerbang kebenaran dan keluarkan aku lewat gerbang kebenaran pula. Dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang dapat membantuku."
      Syeikh Abul A'la Al-Maududi menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: "Anugerahkan kepadaku kekuasaan di muka bumi dan jadikan se-mua kekuasaan yang ada, semua negara menjadi pendukungku, sehingga dengan kekuatan aku dapat menegakkan kebajikan, membasmi kejahatan, mengakhiri belenggu korupsi, narkoba dan berbagai penyakit masyarakat, memulihkan akibat-akibat dari kejahatan, mengatur keadilan sesuai dengan hukum yang telah Engkau turunkan."
      Al-Maududi menegaskan, inilah penafsiran ayat tersebut menurut Hasan Basri, Qatadah, Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir. Pemahaman seperti ini pula yang berkembang di kalangan tokoh-tokoh Islam dan politisi Muslim di Indonesia sejak awal kemerdekaan, bahkan di semua negara yang berpen-duduk mayoritas Muslim. Setelah mereka meraih kemerdekaan, pada umumnya penduduk negeri yang mayoritas masyarakatnya Muslim menun-tut agar mendasarkan tata politik kemasyarakatannya pada prinsip-prinsip dan tradisi Islam, sebagai tuntutan keimanan dan kesadaran intelektualnya.
      Menuntut Syari'at Islam dilaksanakan secara kaffah di negaranya ma-sing-masing, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan di bawah sistem yang benar dan adil. Sebab, ajaran Islam merupakan penjelmaan tuntunan Ilahi yang komprehensif dan universal. Jika Syari'at Islam diamalkan secara kaffah, seluruh kepentingan umat manusia akan terlindungi secara adil.
      Ironisnya, dihampir semua negeri mayoritas berpenduduk muslim, kendali kekuasaan berada di tangan orang-orang yang menolak pember-lakuan Syari'ah Islam, sehingga kerapkali bersikap phobi ter-hadap Syari'at Islam, ujung-ujungnya menjadi penentang paling keras terhadap penerapan Syari'at Islam di lembaga pemerintahan. Mereka menjadi penguasa yang pa-ling berani mengintimidasi gerakan-gerakan Islam yang menuntut ber-lakunya Syari'at Islam secara kaffah.

      Syari'ah Islam Dalam Konstitusi Indonesia
      Islam mengajak umat manusia untuk mengikuti aturan hidup yang lurus dan benar. Tujuannya, untuk menyelamatkan umat manusia, baik se-bagai individu maupun kelompok bangsa-bangsa, agar terhindar dari ke-sesatan dan kerugian di dunia maupun di akhirat. Firman Allah Swt :
      "Hadapkanlah dirimu pada dien (aturan kehidupan) yang lurus. Dien ciptaan Allah yang sejalan dengan fitrah manusia. Tidak ada sedikit pun perubahan pada ciptaan Allah. Itulah dien yang lurus, tetapi sebagian manusia tidak memahaminya".(Qs. Ar-Rum, 30:30)
      Arti kata fitrah adalah bahwa manusia akan senantiasa baik kehidupan-nya jika ia berpijak pada jalan yang memberi kehidupan kepadanya, manusia akan baik kehidupannya jika ia berpijak pada Syari'at Allah yang men-ciptakan umat manusia. Adapun syari'ah menurut istilah berarti ketentuan hukum Allah yang diturunkan kepada para nabi dan rasul untuk umatnya. Berdarkan ini, syari'ah dapat dibedakan dalam dua pengertian, yaitu:
      1. Syari'ah yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul untuk umatnya, sebelum terutusnya Muhammad Rasulullah sebagai rasul terakhir. Kepada semua kitab yang diturunkan atas para Nabi dan Rasul sebelum Rasulullah r, umat Islam wajib mengimaninya.
      2.  Syari'ah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad r, yang terkandung dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah sebagai Nabi dan Rasul ter-akhir. Syari'ah inilah yang diperintahkan kepada umat Islam untuk menegakkannya dan hukumnya wajib.
      Setidaknya ada tiga alasan mendasar, mengapa umat Islam me-nuntut formalisasi Syari'ah Islam di dalam lembaga pemerintahan (politik), yaitu:
      a.  Pelaksanaan Syari'at Islam secara kaffah merupakan ibadah sekali-gus kewajiban kolektif umat Islam yang merupakan umat mayoritas negeri ini. Pelaksanaan Syari'ah Islam secara kaffah hanya dapat dilaksanakan melalui kekuasaan negara, tidak cukup dalam lingkup pribadi dan keluarga saja
      b.  Lembaga negara merupakan lembaga yang mempunyai otoritas dan kewenangan mengatur masyarakat untuk melaksanakan Syari'at Islam yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan ber-bangsa
      c.  Formalisasi Syari'ah Islam di dalam lembaga negara merupakan hak yuridis konstitusional umat Islam yang dijamin oleh UUD 45 pasal 29, ayat 1 dan 2 serta Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang hingga saat ini masih dinyatakan berlaku.
       Persoalannya adalah, bagaimana kita memahami pernyataan dalam pasal 29 ayat 2: "Beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu." Apakah UUD 1945 memberi penjelasan mengenai definisi ibadah yang dimaksud?
      Terhadap pertanyaan ini, diperlukan kesamaan persepsi, sehingga setiapkali umat Islam menuntut berlakunya Syari'at Islam, pemerintah tidak secara semena-mena menuduhnya menentang dasar negara, melawan pemerintah yang sah dsbnya. Mengapa Islam dianggap sebagai ancaman, sejak penolakan segelintir tokoh nasional tentang realisasi UUD pasal 29 ayat 1 tentang realisasi Syari'at Islam melalui  penghapusan tujuh kata dalam Pia-gam Jakarta? Hal ini dirasakana oleh umat Islam sebagai proses diskriminasi yang kurang difahami oleh umat Non Muslim, termasuk umat Islam yang masih berpandangan sekuler.
      Menurut Prof. Dr. Hazairin, tafsir terhadap pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi: "Negara berkewajiban untuk mengatur dan mengawasi agar warga negara Indonesia menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama masing-masing." Maksudnya adalah, pertama, di negara RI tidak boleh ada aturan yang bertentangan dengan agama. Kedua, negara RI wajib melak-sanakan Syari'at Islam bagi umat Islam, Syari'at Nasrani bagi Nasrani dan seterusnya. sepanjang pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan negara. Ketiga, setiap pemeluk agama wajib menjalankan syari'at agamanya secara pribadi dalam hal-hal yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara.
      Negara RI membutuhkan Syari'at Islam untuk meraih cita-cita kemer-dekaannya. Fakta dan latar belakang historis sejarah kemerdekaan, jelas pe-meran utamanya didominasi umat Islam. Selain itu, legal, formal dan konsti-tusional tidak bertentangan dengan undang-undang RI. Bahkan, Syari'at Islam memberikan norma-norma dan nilai-nilai integral dan komprehensif meliputi seluruh persoalan masyarakat, bangsa dan Negara/antar bangsa. Lebih dari itu semua, secara substansial Syari'at Islam dapat memenuhi harapan dan cita-cita bangsa/kemerdekaan Indonesia untuk kepentingan negaranya maupun bangsa lain di dunia.
      Mengingat kondisi Indonesia yang terus menerus dilanda bencana dan berbagai krisis, adalah mendesak untuk menerapkan Syari'at Islam dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan pengelolaan negara. Karena, Syari'at Islam merupakan kebutuhan bersama bangsa Indonesia berdasarkan alasan:
      Pertama, masyarakat/bangsa Indonesia memerlukan satu sistem pe-ngelolaan negara yang dapat memberikan perlindungan hak-hak sipil dan memberi pengayoman kehidupan sosial yang selama ini tidak mereka dapatkan. Kedua, ekonomi yang dikendalikan oleh kapitalisme global tidak dapat dihadapi selain dengan sistem ekonomi negara yang tidak bergantung pada regulasi mata uang asing dan sistem ribawi yang hanya mengun-tungkan para pemodal saja.
      Ketiga, Syari'at Islam mengatur keberagaman budaya dan keyakinan sebagai hak asasi setiap orang yang tidak boleh memperlemah kepribadian, moral, dan intelektual sehingga harus ada regulasi konstitusional untuk memperkuat kepribadian, moralitas dan intelektual bangsa. Keempat, secara historis Syari'at Islam telah menjadi perekat/penyatu rakyat Indonesia serta memberikan landasan civil culture dan pembinaan moral bangsa.

      Hambatan Dalam Penegakan Syari'at Islam
      Upaya penerapan Syari'at Islam di Indonesia tidak luput dari berbagai fitnah. Lihat penolakan terhadap UU anti pornografi yang bertujuan melin-dungi rakyat Indonesia dari dekadensi moral, sampai sekarang belum disah-kan karena masih terlalu banyak pihak yang keberatan, baik pihak eksekutif, legislatif maupun organisasi masyarakat. Munculnya keberanian daerah untuk membuat dan menerapkan Perda yang memerangi kemaksiatan dan penyakit masyarakat perlu mendapat dukungan penuh dari seluruh bangsa indonesia. Dan terbukti dengan berlakunya Perda Anti Maksiat ini, tingkat kemak-siatan di masing-masing daerah menurun drastis.
      Apa dasar orang menolak Syari'at Islam? Sikap 51 anggota DPR yang menuntut dan mengajukan memorandum agar pemerintah mencabut Perda-Perda, yang mereka sebut sebagai Perda Syari'at. Mereka menggunakan alasan yang sama sekali tidak mempunyai hubungan kausalitas. Menurut mereka, Perda Syari'at bertentangan dengan Pancasila dan kebhinekaan. Perda yang bernuansa primordial keagamaan dapat mengancam pluralitas masyarakat, mengganggu iklim investasi dan tidak sesuai dengan kepen-tingan publik (Media Indonesia 16/6/06).
      Dalam rangka ini pula, kaum nasionalis sekuler, terutama Non Islam, tanpa sungkan menjadikan Pancasila sebagai jimat sakti untuk menjegal peluang berlakunya Syari'at Islam. Mereka lebih sibuk menyerimpung umat Islam yang mau menjalankan Syari'at Islam, ketimbang misalnya, menuntut hak beribadah dan menerapkan ketentuan agamanya.
      Kala memperingati Harlah Pancasila, 4 Juni 2006 lalu di Bandung, tam-pil sejumlah tokoh nasional mengeksploitasi eksistensi bangsa Indonesia yang bersifat Bhineka Tunggal Ika. Segala bentuk penyeragaman yang ber-landaskan agama dinilai melawan kebhinekaan. Padahal, jika jujur berpegang pada asas kebhinekaan, hukum yang berlaku di Indonesia tidak boleh hanya satu, tapi beragam guna menaungi berbagai golongan, agama, budaya dan adat istiadat. Nyatanya, hukum pidana Islam tidak menjadi hukum positif di negeri ini.
      Tidak itu saja. Upaya penyeragaman budaya dan moral, atas nama agama, dikaitkan dengan dukungan ormas Islam terhadap RUU APP, juga dikritik pedas. "Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan awal bangsa Indonesia harus dipertahankan, sehingga tindakan menyeragamkan budaya itu tidak dibenarkan," kata Megawati Soekarnoputri. Penyeragaman ideologi, budaya, dan seni, tidak pernah dipaksakan oleh umat Islam, justru paksaan datang dari penguasa. Di masa Bung Karno berkuasa, doktrin Nasakom dan seni Lekra dipaksakan berlaku secara zalim, sedang yang berjiwa keagamaan dinyatakan musuh revolusi. Rezim Soeharto setali tiga uang, memaksakan berlakunya asas tunggal pancasila.
      Sekarang, kaum sekuler memaksakan penyeragaman: menjauhkan negara dari pengamalan agama. Misi ini diperankan oleh komunitas yang menyebut dirinya AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Mereka menggunakan momentum konflik aliran sesat Ahmadiyah, yang kemudian mengundang terjadinya insiden Monas, 1 Juni 2008, untuk menuduh ormas Islam Sektarian dan anti Pancasila. 
      Eksistensi aliansi kebangsaan sebenarnya sama sekali tidak ber-manfaat bagi perbaikan Indonesia. Misi dan platform yang meraka usung, tidak relevan dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim. Mereka selalu membenturkan antara ajaran agama dengan kepentingan HAM dan demokrasi. Sejumlah hampir 300 nama yang mendukung aliansi kesesatan ini, setidaknya dapat dibuat penggolongan sebagai berkut:
      Di kalangan mereka, ada yang tergolong sebagai pengikut dan pelak-sana aktif perilaku seks bebas. Ada yang tergolong penganut sepilis (sekular-isme, pluralisme dan liberalisme) . Ada yang penganut neo komunisme dan anti agama. Ada yang tergolong sebagai pendukung kesesatan. Ada yang ter-golong sebagai antek asing dengan berkedok kebangsaan dan hak asasi ma-nusia. Ada pula yang menebarkan pornografi-pornoaks i, dan mempropa-gandakan hidup lesbianisme dan homo seksual.
      Mengapa, upaya perbaikan masyarakat menggunakan Syari'at Islam selalu direspon negatif? Bila Syari'at Islam memberi solusi komprehensif terhadap problem sosial, politik, pertahanan keamanan, dan moral, mengapa ditolak? Bukankah, demokrasi sekuler telah gagal menjadi solusi alternatif membangun negara yang adil dan beradab? Karenanya, para penentang Syari'at Islam jangan memprovokasi masyarakat yang akibatnya hanya memperparah kerusakan bangsa. 

      "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar Syari'at Allah dengan kekafiran, dan menjerumuskan negerinya ke lembah kebinasaan?" (Qs. Ibrahim, 14:28)

      Jogjakarta, 27 Rajab 1429 H
       1 Juli 2008 M
                                                              
                                                               Ketua Lajnah Tanfidziyah
                                                                       Majelis Mujahidin 
 

                                                                      
                                                                           Irfan S. Awwas

Link:
http://mail. google.com/ mail/?ui= 1&realattid= f_fiydh0ct& attid=0.2& disp=vah& view=att& th=11b4a58170b96 987
Mari dukung Kongres Mujahidin Ke-3 dengan tema:
"Indonesia Bersyariah Solusi Tepat Salah Urus Negara"
Yogyakarta, Sabtu, 7 Sya'ban 1429 H/ 9 Agustus 2008 M

Sekretariat:
Jl. Karanglo No. 94 Kotagede Yogyakarta
Telp. (0274) 451665

Salurkan Infaq dan Shadaqah Anda melalui rekening:
Bank Muamalat Indonesia No. 9071111999
Bank BNI Syariah Cab Yogyakarta No. 0092196131
a.n. Majelis Mujahidin

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

All-Bran

10 Day Challenge

Join the club and

feel the benefits.

Search Ads

Get new customers.

List your web site

in Yahoo! Search.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: