Rabu, 25 November 2009

[daarut-tauhiid] Bijaknya Para Imam Ahlus Sunnah Menyikapi Qunut Shubuh

 

Bismillahirrahmanirrahim

Sungguh menyejukkan membaca uraian di
http://abuhudzaifi.multiply.com/journa/item/122. Begitu nyata
sikap-sikap teduh para Imam Ahlussunnah dalam hal qunut shubuh.

Seperti kita ketahui, qunut shubuh merupakan khilafiyah ijtihadiyah dari
masa ke masa. Dalam kaidah fiqh telah disebutkan Al Ijtihad Laa Yanqudhu
bil Ijtihad (Suatu ijtihad tidak bisa dimentahkan oleh ijtihad lainnya).
" Maka demikian pula dalam hal qunut shubuh. asy-Syafi'iyah (mazhab
Syafi'i) dan Malikiyah (mazhab Maliki) telah berijtihad tentang
disyariatkannya qunut shubuh terus menerus. Adapun Hanafilah (mazhab
Hanafi) dan Hanabilah (mazhab Hanbali) menganggap bid'ah qunut shubuh
terus menerus.

Sebelum kita menikmati keindahan sikap para Imam Ahlus Sunnah dalam
berbeda pendapat, saya kutipkan salah satu dalil dari kelompok yang
mensyariatkan qunut shubuh. Adapun dalil yang membid'ahkannya, rasanya
cukup gampang untuk dicari sendiri ;)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam senantiasa melakukan qunut shubuh sampai faraqat dunia
(meninggalkan dunia/wafat).
(HR. Ahmad, Al Baihaqi, Abdurrazzaq, Ath Thabarai, katanya: shahih. Ad
Daruquthni, Al Haitsami mengatakan: rijal hadits ini mautsuq (bisa
dipercaya). Majma' Az Zawaid, 2/139)

Dan inilah sikap para Imam Ahlus Sunnah dalam perbedaan ini:

Diceritakan dalam Al Mausu'ah sebagai berikut:

"Asy Syafi'i Radhiallahu `Anhu meninggalkan qunut dalam
subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah bersama kalangan Hanafiyah
(pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad .
Berkata Hanafiyah: "Itu merupakan adab bersama imam." Berkata
Asy Syafi'iyyah (pengikut Asy Syafi'i): "Bahkan beliau telah
merubah ijtihadnya pada waktu itu." ]

(Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/302. Wizarah Al Awqaf Asy
Syu'un Al Islamiyah)

Dikatakan oleh al `Allamah Muhammad bin Shalih al-`Utsaimin
Rahimahullah sebagai berikut:
"Lihatlah para imam yang mengetahui banyak kesepakatan, adalah Imam
Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh)
adalah bid'ah. Dia mengatakan: "Jika aku shalat di belakang imam
yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan
doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan
menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya."

(Syaikh Ibnu Al `Utsaimin, Syarhul Mumti', 4/25. Mawqi' Ruh
Al Islam)

Sufyan ats-Tsauri mengatakan, sebagaimana dikutip oleh at-Tirmidzi:
"Berkata Sufyan Ats Tsauri: "Jika berqunut pada shalat shubuh,
maka itu bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus."
(Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)

Ibnu Hazm berpendapat, sebagaimana yang disebutkan oleh asy-Syaukani:
"Siapa saja yang yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah
baik."

(Nailul Authar, 2/346)

Ibnu Taymiyyah berkata :

"Demikian juga qunut subuh, sesungguhnya perselisihan di antara
mereka hanyalah pada istihbab-nya (disukai) atau makruhnya (dibenci).
Begitu pula perselesihan seputar sujud sahwi karena meninggalkannya
atau melakukannya, jika pun tidak qunut, maka kebanyakan mereka sepakat
atas sahnya shalat yang meninggalkan qunut, karena itu bukanlah wajib.
Demikian juga orang yang melakukannya (qunut, maka tetap sah shalatnya
–pen)."
(Al-Imam Ibnu Taimiyah, Majmu' Fatawa, 5/185. Mauqi' Al Islam)

Adapun Ibnul-Qayyim pernah berkata :

"Maka, ahli hadits adalah golongan pertengahan di antara mereka
(penduduk Kufah yang membid'ahkan) dan golongan yang menyunnahkan
qunut baik nazilah atau selainnya, mereka telah dilapangkan oleh hadits
dibandingkan dua kelompok ini. Sesungguhnya mereka berqunut karena
Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam melakukannya, mereka juga
meninggalkannya ketika Rasulullah meninggalkannya, mereka mengikutinya
baik dalam melakukan atau meninggalkannya. Mereka (para ahli hadits)
mengatakan: melakukannya adalah sunah, meninggalkannya juga sunah,
bersamaan dengan itu mereka tidak mengingkari orang-orang yang
merutinkannya, dan tidak memakruhkan perbuatannya, tidak memandangnya
sebagai bid'ah, dan tidaklah pelakunya dianggap telah berselisih
dengan sunnah, sebagaimana mereka juga tidak mengingkari orang-orang
yang menolak qunut ketika musibah, mereka juga tidak menganggap
meninggalkannya adalah bid'ah, dan tidak pula orang yang
meninggalkannya telah berselisih dengan sunnah, bahkan barang siapa
yang berqunut dia telah berbuat baik, dan siapa yang meninggalkannya
juga baik."
(Zaadul Ma'ad, 1/274-275)

Ulama kontemporer asy-Syaikh al-'Utsaimin telah berpendapat :

Maka, orang yang menganggap bahwa manusia tidaklah berqunut, tetapi dia
jika berimam dengan seorang yang melakukannya maka hendaknya dia
mengikutinya dan mengaminkan doanya. Dia dalam hal ini berniat demi
persatuan dan menghilangkan perpecahan, maka dengan niatnya itu dia akan
mendapatkan pahala. Insya Allah."
(Syaikh Muhammad bin Shalih Al `Utsaimin, Fatawa Nur `Alad Darb
No. 504)

Saya pribadi termasuk yang tidak berqunut. Namun jika sebelumnya saya
tidak berqunut walaupun imam berqunut, maka sekarang saya dengan senang
hati mengikuti imam, jika ia berqunut. Mengutip kalimat indah dari
al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, "...semua ini lantaran demi
menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara
satu dengan yang lainnya."

(^_^)

Wallahul-musta'an

---------------
syaikhul muqorrobin
http://muqorrobin.multiply.com

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: