Selasa, 09 Februari 2010

[daarut-tauhiid] Sholat sambil Menggendong Bayi yg Memakai Popok Sekali Pakai?

 

Tidak Boleh. Kecuali jika diketahui bahwa popok yang dipakai sang bayi
tidak mengandung najis sebelum sholat, dan diketahui sang bayi tidak
BAB/BAK selama digendong ketika sholat. Tentu saja popok yg dimaksud di
sini adalah popok sekali pakai*.

Demikian hasil diskusi tidak sengaja yang terjadi ketika saya bertamu ke
rumah seorang ustadz asal Madinah. Diskusi yang juga dihadiri seorang
ustadz asal Kairo, dan seorang ustadz asal Yogya, yang kebetulan datang
bertamu ke tempat yg sama tak lama setelah kedatangan saya.

Mungkin sudah mafhum bagi sebagian kita tentang bolehnya menggendong
anak ketika sholat, seperti disebutkan dalam hadis shahih dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

"Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
melakukan sholat dgn membawa Umamah puteri Zainab binti Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika sujud, beliau meletakkannya; dan
ketika berdiri, beliau menggendongnya."
[HR Bukhari, Muslim, dan selainnya]

Namun perlu diketahui, di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
ada popok sekali pakai yg dapat menampung kotoran bayi tanpa tembus.
Sehingga, di zaman itu ketika bayi BAK/BAB akan langsung diketahui oleh
yang menggendongnya.

Hal tersebut berbeda dengan zaman sekarang, di mana popok sekali pakai
begitu memasyarakat. Kepraktisan popok pakai-buang telah menjadikannya
sebagai "toilet si bayi" yang selalu dibawanya ke mana-mana. Oleh karena
itu, sholat sambil menggendong bayi yang memakai popok sekali pakai
menjadi tidak boleh, karena sama saja dengan sholat sambil membawa
toilet yang tidak diketahui bersih atau tidak. Gholabatuzh-zhon (dugaan
yg menang) dalam hal ini adalah popok sekali pakai yg digunakan bayi itu
tidak suci.

Demikianlah kira-kira rangkuman dari diskusi tidak sengaja tersebut.
Lebih jauh lagi saya melihat, penggunaan kaidah gholabatuzh-zhon dalam
kasus ini mirip dengan penggunaan kaidah yang sama dalam menyikapi
daging di negeri seperti Jepang misalnya. Gholabatuzh-zhon ketika makan
di restoran di Jepang adalah daging ayam yang tersedia tidak melalui
proses yang sesuai syariah, sehingga haram sampai diketahui
kehalalannya. Berkebalikan dengan gholabatuzh-zhon ketika makan di
restoran di Indonesia yaitu, daging ayam yang tersedia adalah halal,
meskipun tidak ada logo halal MUI di restorannya (co. warteg, mi ayam
keliling, dll), sehingga boleh dimakan sampai diketahui keharamannya.

Wallahu a'lam

Syaikhul_Muqorrobin@http://muqorrobin.multiply.com

-------------------
* awalnya pengen pake kata "pampers" biar gampang, tp krn doi pendukung
israel, jadinya eneg :)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: