Allah Ta'ala berfirman. (Artinya:) "Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah
Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (An-Nisaa: 59).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu
Taymiyyah rahimahullah: "Taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban bagi
setiap orang, dan taat kepada penguasa adalah kewajiban berdasarkan perintah Allah
untuk mentaati mereka." (Majmu' fatawa: 35/16). Dan berkata Imam Nawawi rahimahullah: "Yang dimaksud dengan ulil amri
adalah siapa yang Allah wajibkan untuk mentaatinya dan para pemimpin dan
penguasa. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama salaf dan khalaf dari
kalangan ahli tafsir, fuqaha dan selainnya." (Syarah Muslim, An-Nawawi: 12/308).
1
Wajibnya Mendengar Dan Taat Kepada Penguasa
Al Jamaah, sebagaimana telah maklum tidak akan pernah tegak kecuali
harus dengan imam yang menyatukan kalimat. Dan seorang imam tidak akan kuat
kepemimpinannya kecuali kalau ia ditaati maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memerintahkan
kita untuk mentaati pemimpin, bersabda beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam:
Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu berkata,
berkata Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Barangsiapa yang mentaati aku maka dia telah
mentaati Allah, barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka ia telah
bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa yang mentaati amir/pemimpin maka ia
telah mentaatiku, barangsiapa yang bermaksiat kepada amir/pemimpin maka ia
telah bermaksiat kepadaku." (HR. Bukhari dan Muslim).Dari Ubadah bin Shamit
radliyallahu 'anhu
berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Barangsiapa yang beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mendengar dan
taat (kepada amirnya, pent.) maka akan masuk Surga dari pintu mana saja
yang ia inginkan dari delapan pintu Surga." (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Ibnu Abi
Ashim dan At Tabrani).Dari Irbadh bin
Sariyah radliyallahu 'anhu berkata,
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam pernah berkhutbah kepada kami, beliau berkata:
"Bertakwalah kalian kepada
Allah, wajib bagi kalian untuk mendengar dan taat walaupun pemimpin kalian
adalah budak dari Habasyah. Dan sesungguhnya barangsiapa yang hidup
panjang di antara kalian akan melihat perselisihan yang sangat banyak maka
wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khalifah yang
lurus dan terbimbing sesudahku." (Hadits
shahih riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, dan Ad Darimi).Abu
Dzar Radhiyallahu 'anhu berkata: "Sesungguhnya kekasihku Shallallahu 'alaihi
wasallam telah mewasiatkan kepadaku agar aku mendengar dan taat walaupun
dia seorang budak yang terpotong bagian-bagian tubuhnya." (Dikeluarkan
Imam Muslim dalam Shahihnya).
Larangan Menghina Dan Mencela Penguasa
Dan Nabi melarang mencela, mencaci para penguasa, dan menyebarkan
aib-aib mereka. Beliau memerintahkan untuk menasihati mereka dan mendoakan
kebaikannya. Berkata Imam At Thahawi dalam aqidahnya yang banyak diterima oleh
ummat ini: "Kami tidak berpendapat bolehnya memberontak kepada penguasa dan
pemimpin kita walaupun ia seorang pemimpin yang jahat. Dan tidak mendoakan
kejelekan untuk mereka. Tidak melepaskan tangan dari ketaatan kepada mereka.
Karena ketaatan pada mereka termasuk ketaatan kepada Allah dan merupakan
kewajiban. Selama tidak diperintahkan kepada yang maksiat. Kita mendoakan untuk
mereka kebaikan dan ampunan."
Dari Anas radliyallahu 'anhu berkata,
telah melarang kami para pembesar kami dari shahabat Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,
mereka berkata: Bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Janganlah kalian mencela pemimpin kalian dan
janganlah kalian mendengki mereka, janganlah kalian membenci mereka,
bertakwalah kepada Allah, bersabarlah karena urusan ini sudah dekat." (HR. Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Al
Albani).Dari Abi Bakrah radliyallahu 'anhu berkata,
bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Penguasa adalah naungan Allah di muka bumi maka barangsiapa yang
menghinakan penguasa maka Allah akan menghinakannya, barangsiapa yang
memuliakan penguasa maka Allah akan memuliakannya." (HR. Ibnu Abi Ashim,
Ahmad, At Thayalisi, At Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan Al Albani
dalam Adz Dzilal).
Larangan Untuk Taat Dalam Perbuatan Maksiat Namun Tetap Wajib Taat Dalam
Perintah Ma'ruf Yang Lainnya
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan
bahwa mendengar dan taat kepada penguasa adalah wajib selama tidak
memerintahkan kepada kemaksiatan. Jika mereka memerintahkan untuk bermaksiat
maka tidak boleh didengar dan ditaat dalam kemaksiatan tersebut secara khusus,
adapun perintah yang lainnya maka tetap wajib didengar dan ditaati. 2
Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu berkata,
berkata Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Wajib bagi seorang Muslim untuk taat dalam hal-hal yang dia sukai
ataupun yang ia benci kecuali kalau diperintah untuk berbuat maksiat maka
tidak boleh mendengar dan taat." (HR.
Bukhari dan Muslim).Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda. Artinya: "Tidak boleh taat
kepada seseorang dalam berbuat maksiat kepada Allah." (Hadits
Riwayat Ahmad 1098 dari hadits Ali dengan riwayat yang seperti itu, 20130
dari hadits Imron 20131 dari hadits Al-Hakim bin Amr. Al-Haitsami dalam
Al-Majma 5/226 mengatakan, "Ahmad meriwayatkan dengan beberapa lafazh,
Ath-Thabari meriwayatkan secara ringkas, di antaranya; 'Tidak boleh ada ketaatan terhadap
makhluk dengan melakukan kemaksiatan terhadap Khaliq'. Para perawi jalur Imam Ahmad adalah orang-orang yang
tergolong shahih.").Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda. Artinya: "Sesungguhnya
ketaatan itu pada yang ma'ruf." (Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam
Al-Ahkam 7145, Muslim dalam Al-Imarah 1840).Dari Auf bin Malik radliyallahu 'anhu berkata,
berkata Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Ketahuilah, barangsiapa yang di bawah seorang wali/pemimpin dan ia
melihat padanya ada kemaksiatan kepada Allah maka hendaklah ia membenci
kemaksiatannya. Akan tetapi janganlah (hal ini menyebabkan) melepaskan
ketaatan kepadanya (dalam perkara yang ma'ruf)." (HR. Muslim dalam Shahih-nya).
Kewajiban Mentaati Penguasa Muslim Kendatipun Ia Dzalim Atau Tidak
Berhukum Dengan Hukum Allah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam memerintahkan untuk mendengar dan taat terhadap
penguasa yang jahat sebagaimana terhadap pemerintah yang baik. Hadits-hadits
ini menerangkan bagaimana sikap kita terhadap penguasa yang dikenal
kejelekannya. Mereka tidak melaksanakan petunjuk Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan juga tidak mengamalkan
sunnah-sunnah Rasul dan ini adalah permasalahan yang jelas. 3
Dari Hudzaifah Ibnul
Yaman radliyallahu 'anhu berkata,
bersabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Akan datang sesudahku para pemimpin, mereka
tidak mengambil petunjukku dan juga tidak melaksanakan sunnahku. Dan kelak
akan ada para pemimpin yang hatinya seperti hati syaithan dalam jasad
manusia." Maka aku berkata:
"Ya Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku mendapati hal ini?" Berkata
beliau: "Hendaklah engkau mendengar dan taat pada amirmu walaupun dia
memukul punggungmu dan merampas hartamu." (HR. Muslim dalam Shahih-nya).Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: "Bersabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam. (Artinya:) "Wajib
atas kalian mendengar dan taat dalam keadaan sulitmu dan mudahmu, dalam
keadaan rajinmu dan terpaksamu, dan mereka merampas hak-hakmu."
(Dikeluarkan Imam Muslim dalam Shahihnya).Dari Adi bin Hatim radliyallahu 'anhu berkata,
kami berkata: "Ya Rasulullah,
kami tidak bertanya padamu tentang sikap terhadap penguasa-penguasa yang
bertakwa/baik. Akan tetapi penguasa yang melakukan ini dan itu (disebutkan
kejelekan-kejelekan)." Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
bersabda: "Bertakwalah kalian kepada Allah, mendengar dan taatlah
kalian." (HR.
Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Al Albani dalam Adz Dzilal).
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam melarang untuk mengatur urusan umat secara sirr (sembunyi-sembunyi) pada
perkara-perkara yang merupakan hak penguasa. 4
Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu berkata,
datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan berkata: "Berilah aku nasihat!" Maka beliau
bersabda: "Mendengar dan taatlah kalian. Hendaklah kalian
terang-terangan dan jauhilah oleh kalian mengatur urusan umat secara sirr
(karena ini adalah tugas penguasa, pent.)." (HR. Ibnu Abi Ashim dan dishahihkan Al
Albani dalam Adz Dzilal).
Perintah Untuk Menasihati Penguasa Dan Mendoakan Mereka
Dan Rasul Shallallahu 'Alaihi
Wa Sallam memerintahkan untuk menasihati penguasa kita ketika nampak
kemaksiatan-kemaksiatan mereka dan ketika terjadi apa saja yang membutuhkan
nasihat.
Dari Tamim Ad Dari radliyallahu 'anhu berkata,
bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Agama itu nasihat." Maka kami bertanya: "Untuk siapa, ya Rasulullah?"
Maka Beliau menjawab: "Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk
penguasa Muslimin dan umat mereka." (HR. Muslim dalam Shahih-nya).Dari Muadz bin Jabal radliyallahu 'anhu berkata,
bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Lima hal yang barangsiapa yang melakukan salah satunya maka dia akan
mendapat jaminan dari Allah: Siapa yang menjenguk orang sakit, yang
mengantar jenazah, yang keluar untuk berperang, atau masuk pada
penguasanya ingin menasihatinya dan memuliakannya atau orang yang diam di
rumahnya sehingga dengannya selamatlah manusia." (HR. Ahmad, Ibnu Abi Ashim, Al Bazar, Al
Hakim, dan At Tabrani).Dari Zaid bin Tsabit radliyallahu 'anhu berkata,
bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Tiga golongan yang dengannya hati seorang Muslim tidak akan
mendendam: Ikhlas dalam beramal untuk Allah, menasihati penguasa, dan
menetapi persatuan umat. Maka sesungguhnya doa-doa mereka meliputi dari
belakang mereka." (HR. Ashaabus Sunan).
Cara Menasihati Penguasa Dan Larangan Membongkar Kejelekannya Di Muka
Umum
Rasul menerangkan kepada kita bagaimana tata cara menasihati penguasa.
Hendaklah tidak dilakukan di atas mimbar, di hadapan orang banyak.
Dari Iyadh bin Ghunaim
radliyallahu 'anhu
berkata, bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa maka janganlah
melakukannya dengan terang-terangan di hadapan umum. Akan tetapi dengan
cara mengambil tangan penguasa tersebut dan menyendiri. Jika ia
menerimanya maka inilah yang diharapkan, jika tidak menerimanya maka ia
telah melakukan kewajibannya." (HR. Ahmad, Ibnu Abi Ashim, Al Hakim, dan
Baihaqi. Dishahihkan Al Albani dalam Adz Dzilal).Dari Ubaidillah bin
Khiyar berkata: "Aku mendatangi
Usamah bin Zaid radliyallahu 'anhu dan aku katakan: "Kenapa engkau tidak
menasihati Utsman bin Affan untuk menegakkan hukum had atas Al Walid?"
Maka Usamah berkata: "Apakah kamu mengira aku tidak menasihatinya kecuali
harus di hadapanmu? Demi Allah sungguh aku telah menasihatinya secara
sembunyi-sembunyi antara aku dan ia saja. Dan aku tidak ingin membuka
pintu kejelekan dan aku bukanlah orang yang pertama kali membukanya."
(Atsar yang shahih
diriwayatkan Bukhari dan Muslim).Dari
Sa'id bin Jumhan bahwa dia berkata: "Aku bertemu dengan Abdullah bin Abi
Aufa lalu aku berkata: 'Sesungguhnya penguasa itu mendzalimi manusia dan bertindak
kasar terhadap mereka.' Maka dia mengambil tanganku dan menusuknya dengan
tusukan yang keras lalu berkata: 'Celaka engkau wahai Ibnu Jumhan,
hendaklah engkau berpegang kepada sawadul a'dzam, hendaklah engkau
berpegang kepada sawadul a'dzam. Jika penguasa itu mau mendengar darimu
maka datangilah rumahnya lalu kabarkan apa yang engkau ketahui, jika dia
menerima itu darimu, namun jika tidak maka biarkan dia, sebab kamu
tidaklah lebih mengetahui tentang hal itu darinya'." (Dikeluarkan Imam
Ahmad dalam Musnadnya).
Imam Asy Syaukani berkata:
"Sepantasnya bagi yang mengetahui kesalahan pemimpin dalam sebagian
permasalahan agar menasehatinya, dan jangan menampakkan celaan terhadapnya di
hadapan khalayak ramai, namun sebagaimana yang terdapat dalam hadits bahwa dia
mengambil dengan tangannya lalu berduaan dengannya, dan menyampaikan nasehat
dan jangan menghinakan penguasa milik Allah (di muka bumi)." (As-sailul jarror:
4/556). Berkata Allamah As-Sa'di rahimahullah: "Bagi siapa yang melihat dari
mereka (para penguasa, pen) sesuatu yang tidak halal, agar memberikan peringatan
kepadanya dengan cara rahasia, tidak dengan terang-terangan, dengan lembut dan
dengan ungkapan yang sesuai keadaan." (Ar-riyadh an-nadhiroh: 50). Dan Berkata
Syaikh Bin Baaz rahimahullah: "Cara yang diikuti di kalangan salaf adalah
menasehati antara mereka dengan penguasa (secara rahasia), menulis surat kepadanya,
menghubungi para ulama yang punya hubungan dengannya agar membimbingnya kepada
kebaikan. Mengingkari kemungkaran bisa dilakukan tanpa penyebut pelakunya, maka
dia mengingkari zina, minum khamr, riba, tanpa menyebut orang yang
melakukannya. Dan cukup mengingkari kemaksiatan dan memberi peringatan darinya
dengan tanpa menyebut bahwa si fulan melakukannya, (tanpa menyebut) apakah dia
hakim atau bukan." (Al-ma'lum: 22). 5
Perintah Untuk Tetap Taat Dan Bersabar Dan Larangan
Memberontak Walaupun Penguasa Tidak Menerima Nasihat
Tidak ada toleransi sedikitpun dalam syariat ini untuk boleh memberontak
pada penguasa ketika mereka tidak mau mendengar nasihat. Bahkan yang ada adalah
perintah untuk bersabar, sesungguhnya dosanya akan ditanggung mereka.
Barangsiapa yang telah menasihati mereka dan mengingkari kemungkarannya dengan
cara yang benar maka ia telah terlepas dari dosa.
Dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda.
(Artinya:) "Barangsiapa yang melihat
dari pemimpinnya sesuatu yang dibencinya, maka hendaklah dia bersabar,
karena tidaklah seseorang keluar dari penguasa walaupun sejengkal,
melainkan dia mati seperti matinya kaum jahiliyyah." (Dikeluarkan Imam
Muslim dalam Shahihnya).Dari Wail bin Hujr radliyallahu 'anhu berkata:
Kami bertanya: "Ya Rasulullah,
bagaimana pendapatmu jika penguasa kami merampas hak-hak kami dan meminta
hak-hak mereka?" Bersabda beliau: "Mendengar dan taatlah kalian pada
mereka maka sesungguhnya bagi merekalah balasan amalan mereka dan bagi
kalianlah pahala atas kesabaran kalian." (HR. Muslim).Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu berkata,
bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Kelak akan terjadi para penguasa dan mereka mengumpul-ngumpulkan
harta (korupsi, pent.)." Maka kami bertanya: "Maka apa yang engkau perintahkan kepada
kami?" Beliau menjawab: "Tunaikanlah baiat yang pertama, tunaikanlah
hak-hak penguasa, sesungguhnya Allah akan bertanya pada mereka atas
apa-apa yang mereka lakukan terhadap kalian." (HR. Bukhari-Muslim).Dari Anas radliyallahu 'anhu berkata:
"Bersabda Rasul Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Kalian akan menjumpai sesudahku atsarah (pemerintah yang tidak
menunaikan hak-hak rakyatnya tapi selalu meminta hak-haknya, pent.) maka
bersabarlah sampai kalian berjumpa denganku." (HR.
Bukhari dan Muslim).Dari
Abdullah berkata: "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepada
kami. (Artinya:) 'Sesungguhnya
kalian akan melihat setelahku atsaroh, dan perkara-perkara yang kalian
ingkari.' (para shahabat) bertanya: 'Lalu apa yang engkau perintahkan
kepada kami wahai Rasulullah?' Beliau bersabda: 'Tunaikan kewajiban kalian untuk mereka, dan mintalah kepada Allah
hak kalian (yang dirampas oleh mereka)'." (HR. Bukhari).Dari Mu'awiyah radliyallahu 'anhu berkata,
Ketika Abu Dzar radliyallahu
'anhu keluar ke Ar Rubdzah beberapa orang Iraq menemuinya dan
berkata: "Wahai Abu
Dzar, angkatlah bendera bersama kami maka orang-orang akan mendatangi
kamu dan tunduk kepadamu." Maka Abu Dzar berkata: "Tenang-tenang wahai
Ahlul Islam, sesungguhnya aku mendengar Rasul bersabda: 'Kelak akan ada
sesudahku penguasa maka muliakanlah ia, barangsiapa yang menghinakannya
maka ia telah membuat kehancuran dalam Islam dan tidak akan diterima taubatnya
sampai ia mengembalikan kehancuran umat ini menjadi seperti semula.'" (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Ashim.
Dishahihkan Al Albani dalam Adz
Dzilal).Dari Abu Dzar radliyallahu 'anhu berkata, Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mendatangiku
dan aku dalam keadaan tertidur dalam masjid kemudian beliau berkata: "Apa
yang kamu lakukan jika kamu diusir dari negerimu?" Aku menjawab: "Aku akan pergi ke Syam!"
Beliau bertanya lagi: "Apa yang kamu lakukan jika kamu diusir dari
Syam?" Aku menjawab: "Aku akan lawan dengan pedangku ya Rasulallah!"
Maka beliau bersabda: "Maukah aku tunjukan dengan yang lebih baik dari
itu semua dan lebih mencocoki petunjuk? Mendengar dan taatlah dan
turutilah kemana pun mereka menggiringmu." (HR. Ahmad, Ibnu Abi Ashim, Ad Darimi, dan
Ibnu Hibban. Dishahihkan Al Albani dalam Adz Dzilal).
Dan Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah
melarang menyebarkan fitnah dan melarang perbuatan yang menyebabkan tersebarnya
fitnah sekalipun fitnah tersebut telah tersebar luas. Dan beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengabarkan
bahwa fitnah itu tidak akan membawa kebaikan pada umat. Bahkan beliau juga
melarang untuk angkat senjata (melawan penguasa) dan melarang bergabung dengan
pemberontak lebih-lebih jika fitnahnya disebabkan masalah dunia.
Dari Miqdad bin Aswad radliyallahu 'anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam: "Sesungguhnya orang yang bahagia
itu adalah yang telah menjauhi fitnah dan ketika ditimpa musibah maka ia
bersabar, alangkah bahagianya ia." (HR. Abu Dawud. Berkata Al Albani: "Shahih atas syarat Muslim.").
Tidak Boleh Keluar Memberontak Kecuali Jika
Penguasa Telah Kufur
Dan Rasul juga menjelaskan bahwa memberontak kepada penguasa itu tidak
boleh kecuali dalam dua keadaan, yaitu jika telah melakukan kekufuran yang
nyata atau mereka melarang melakukan shalat. 6
Dari Ubadah bin Shamit
radliyallahu 'anhu berkata:
"Kami membaiat Rasul untuk
mendengar dan taat dalam sirr maupun terang-terangan, untuk menunaikan hak
penguasa, baik dalam keadaan sulit maupun lapang serta ketika mereka
mementingkan pribadi mereka. Dan tidak memberontak kepada penguasa.
Kecuali ketika kita melihat kekufuran yang nyata dan ada bukti di sisi
Allah." (HR.
Bukhari-Muslim).Dari Ummu Salamah radliyallahu 'anha berkata,
telah bersabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam: "Akan terjadi sesudahku para penguasa yang
kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang
mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja
yang ridha dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa, pent.)." Maka para shahabat berkata: "Apakah
tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?" Beliau menjawab:
"Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian." (HR. Muslim dalam Shahih-nya).
Catatan Kaki:
1.
Diantara
manusia ada yang mengatakan: tidak boleh mendengar dan taat kepada pemerintah
dengan alasan bahwa nash-nash yang disebutkan tentang mendengar dan taat
hanyalah pada imam yang menyeluruh (khalifah) bukan yang khusus, dan ini sudah
tentu perkataan yang batil yang menyelisihi ijma' para ahli ilmu. Berkata
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab: "Para imam dari setiap madzhab
sepakat bahwa barangsiapa yang menguasai sebuah negeri, maka dia hukumnya sama
dengan hukum imam dalam setiap keadaan, kalau bukan karena hal ini maka urusan
dunia tidak akan tegak, sebab manusia semenjak zaman yang berkepanjangan, dari
sebelum zaman imam Ahmad hingga zaman kita sekarang ini, mereka tidak sepakat
di atas satu imam, namun mereka tidak mengetahui seorangpun dari ulama yang
mengatakan bahwa tidak sah hukum apa pun yang diterapkan kecuali bila ada imam
yang menyeluruh." (Ad-duror as-saniyyah: 7/239, dan mu'amalatul hukkam: 24).
Berkata Imam Asy-Syaukani: "Merupakan hal yang dimaklumi bahwa pada setiap
wilayah mempunyai penguasa tersendiri, demikian pula di wilayah lainnya, dan
tidaklah mengapa bila terdapat beberapa penguasa, dan wajib mentaati setiap
dari mereka setelah dibaiat oleh penduduk negeri tersebut yang akan menjalankan
perintah dan larangannya, demikian pula penduduk di negeri yang lain.
Barangsiapa yang mengingkari ini maka dia telah mendustakan nash, dan tidak
sepantasnya diajak berdialog tentang hujjah sebab dia tidak memahaminya." (As-sail
al-jarror: 4/512.secara ringkas).
2.
Diantara
manusia ada yang mengatakan: Seseorang punya hak untuk keluar dari aturan umum
yang telah diatur oleh pemerintah, dan tidak wajib terikat dengannya, dan tidak
wajib mentaatinya, seperti tanda lalu lintas, pengurusan surat-surat paspor,
dan yang lainnya. Dengan alasan bahwa itu tidak dibangun di atas pondasi
syari'at, dan mentaati penguasa hanyalah dalam perkara-perkara syari'at saja,
adapun dalam perkara yang mubah dan mandub (disukai) maka tidak wajib. Dan
tidaklah diragukan bahwa kesalahan ini muncul dari minimnya ilmu yang dimilikinya.
Berkata Al-Allamah Al-Mubarakfuri: "Seorang pemimpin jika memerintahkan kepada
perkara yang mandub dan mubah maka wajib (ditaati)." (Tuhfatul ahwadzi: 5/365).
Berkata Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah: "Jika penguasa memerintahkan dengan
suatu perintah, maka tidak terlepas dari tiga keadaan:
1)
Pertama:
bahwa itu termasuk yang Allah perintahkan, maka wajib bagi kita mematuhinya,
karena adanya perintah Allah terhadapnya, dan perintah mereka pula. Maka jika
mereka mengatakan: 'Tegakkanlah shalat', maka wajib atas kita menegakkannya
karena mematuhi perintah Allah dan mematuhi perintah mereka. Allah Ta'ala
berfirman: 'Wahai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya dan ulil amri diantara kalian."
(An-Nisaa: 59).
2)
Keadaan
Kedua: mereka memerintahkan dengan sesuatu yang Allah melarangnya, maka dalam
keadaan ini kita mengatakan: 'Kami mendengar dan taat kepada Allah dan kami
menyelisihi kalian, sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat
kepada al-Kholiq', seperti kalau mereka mengatakan: 'Janganlah kalian shalat
jama'ah di masjid-masjid', maka kita menjawab: 'Tidak boleh mendengar dan
mentaatinya.'
3)
Keadaan
Ketiga: mereka memerintahkan dengan sesuatu yang tidak terdapat perintah Allah
dan Rasul-Nya, dan tidak terdapat pula larangan dari Allah dan Rasul-Nya: maka
kita wajib mendengar dan taat. Kita tidak mentaati mereka karena mereka adalah
si-ini dan si-itu, namun karena Allah yang memerintahkan kita untuk taat
kepadanya, dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan hal itu
kepada kita. Dimana beliau bersabda. (Artinya:) "Dengar dan taatlah, walaupun dia memukul punggungmu dan merampas
hartamu." (Hadits ini dari Hudzaifah radhiallahu anhu, dishahihkan
Al-Albani dalam silsilah al-ahadits as-shahihah, jil: 6, no: 2739. (pent.).
Dari kaset: Taat Kepada Penguasa (tambahan penerjemah)).
3.
Berkata
Syaikh Bin Baaz Rahimahullah: "Barangsiapa yang berhukum dengan selain yang
diturunkan Allah, maka tidak keluar dari empat perkara:
1)
Siapa
yang berkata: "Aku berhukum dengannya, karena lebih afdhal dari syari'at
Islam," maka orang ini kafir dengan kufur akbar (mengeluarkan dari Islam).
2)
Barangsiapa
yang berkata: "Aku berhukum dengannya, karena seperti syari'at Islam, maka
berhukum dengannya boleh dan dengan syari'at Islam pun boleh," maka orang ini
kafir dengan kufur akbar.
3)
Dan
siapa yang berkata: "Aku berhukum dengan ini, dan berhukum dengan syari'at
Islam lebih afdhal, namun boleh berhukum dengan selain dari apa yang diturunkan
Allah," maka dia kafir dengan kufur akbar.
4)
Dan
siapa yang berkata: "Aku berhukum dengannya, dan aku yakin bahwa berhukum
dengan selain dari apa yang diturunkan Allah tidak boleh," dan dia berkata
pula: "Berhukum dengan syari'at Islam labih afdhal, dan tidak boleh berhukum
dengan selainnya." Namun dia terlalu memudah-mudahkan, atau dia melakukannya
karena perintah dari penguasanya, maka dia kafir dengan kufur asghar dan tidak
mengeluarkan dari agama, dan dia dianggap melakukan dosa yang paling besar."
(At-tahdzir min at-tasarru' fit takfir, karya al-Urayni,: 22).
Dari sini nampak jelas penyimpangan
segelintir manusia yang gegabah dalam meng-kafirkan setiap pemerintahan (secara
mutlak) dengan alasan tidak berhukum dengan hukum Allah, maka akibat dari
keputusan tersebut di atas (pengkafiran mutlak terhadap negara-negara Islam)
melahirkan keputusan berikutnya, yaitu: kewajiban memerangi negara-negara
tersebut (yang telah dihukumi kafir). Maka muncullah aksi-aksi terorisme
seperti pemboman, perusakkan fasilitas-fasilitas umum dan sebagainya sebagai
konsekuensi dari keyakinan batil mereka. Sesungguhnya seseorang yang
mengucapkan atau berbuat perbuatan kekufuran tidak serta merta divonis kafir
sebelum ditegakkan hujjah/argumentasi atas dirinya. Di antara hal yang tidak
mereka pahami adalah perbedaan antara takfir secara mutlak (umum) dengan takfir
mu'ayyan (untuk orang tertentu). Para ulama
rahimahumullah membedakan antara takfir secara mutlak dan takfir mu'ayyan.
Mereka seringkali menyatakan takfir secara mutlak (umum), seperti: "Barangsiapa
mengatakan atau melakukan perbuatan demikian dan demikian maka ia kafir (tanpa
menyebut nama pelakunya)." Namun ketika masuk kepada takfir mu'ayyan (untuk
orang-orang tertentu) maka mereka sangat berhati-hati. Karena tidak semua yang
mengatakan atau melakukan perbuatan kekafiran berhak divonis kafir. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah berkata: "Suatu perkataan kadangkala termasuk dari bentuk
kekafiran, maka pelakunya boleh dikafirkan secara umum, dengan dikatakan:
'Barangsiapa mengatakan demikian maka ia kafir (tanpa menyebut nama pelakunya
-pen).' Namun untuk pribadi orang yang mengatakannya tidaklah langsung divonis
kafir sampai benar-benar tegak (disampaikan) kepadanya hujjah." (Fitnatut
Takfir, hal. 49).
4.
Sebagian
manusia ada yang menyangka bahwa boleh baginya berpegang kepada dua baiat:
baiat untuk penguasa muslim, dan baiat untuk pemimpin kelompoknya. Tidaklah
diragukan bahwa ini merupakan kesalahan yang besar. Diantara mereka ada yang
mendudukkan dirinya seperti kedudukan penguasa yang mempunyai kekuatan dan
kekuasaan dalam mengatur manusia, maka diapun mengajak sekelompok manusia untuk
mendengar dan taat kepadanya, ataukah sekelompok manusia itu membaiatnya untuk
mereka dengar dan taati aturannya, padahal di negeri tersebut ada penguasa yang
nampak di tengah mereka. Tidaklah diragukan lagi bahwa ini merupakan kesalahan
besar dan dosa yang berat, barangsiapa yang melakukan ini maka sungguh dia
telah menentang Allah dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam, dan
menyelisihi nash-nash syari'at, maka tidak wajib mentaatinya bahkan diharamkan,
sebab dia tidak punya kekuasaan dan tidak punya kemampuan sama sekali, maka
atas dasar apa ucapannya didengar dan ditaati sebagaimana didengar dan
ditaatinya penguasa yang tegak dan nampak. Berkata Syaikhul Islam Ibnu
Taymiyyah rahimahullah: "Nabi Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk
mentaati para pemimpin yang ada wujudnya dan diketahui memiliki kekuasaan yang
dengannya mereka mampu untuk mengatur manusia, bukan mentaati yang tidak ada
wujudnya dan yang majhul, dan juga tidak memiliki kekuasaan dan kemampuan sama
sekali." (Al-minhaj: 1/115). Sebagian manusia ada pula yang mengatakan: "Aku
tidak pernah membaiat penguasa tersebut maka aku tidak wajib mendengar dan
taat!" Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah ucapan jahil. Berkata Syaikh Bin
Baaz: "Jika kaum muslimin telah bersepakat diatas satu pemimpin, maka wajib
secara keseluruhan untuk taat kepadanya, walaupun dia tidak secara langsung
membaiatnya. Para shahabat dan kaum muslimin
mereka tidak membaiat Abu Bakar, namun yang membaiatnya adalah penduduk
Madinah, maka baiat tersebut berkonsekwensi bagi seluruhnya." (Dari kaset: Taat
Kepada Penguasa).
5.
Dari
sini nampak jelas kesalahan orang-orang yang mengkritik dan menasihati penguasa
di depan umum dengan istilah yang mereka namakan dengan demonstrasi, anak
kandung dari demokrasi yang merupakan sistem orang-orang kafir. Syaikh Muqbil
bin Hadi Al-Wadi'i berkata dalam kitab beliau yang berjudul Al-Ilhad Al-Khumeiny fii Ardhil
Haramain hal. 56: "Perlu diketahui bahwa demonstrasi dalam bentuk ini bukanlah
Islami. Kami sama sekali tidak mengetahui ada (riwayat) dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa alihi wa sallam bahwa beliau keluar secara berjama'ah menyerukan
suatu syi'ar (simbol, slogan). Tidaklah hal tersebut kecuali hanya sebagai
taqlid (ikut-ikutan) kepada musuh-musuh Islam dan menyerupai mereka, padahal
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka
dia termasuk mereka." Syaikh Sholeh Al-Fauzan, salah
seorang ulama besar di Saudi Arabia dan merupakan anggota Al-Lajnah Ad-Daimah
dan Hai'ah Kibarul 'Ulama, pada malam senin tanggal 2 Safar 1423 H bertepatan
tanggal 17 April 2002 dalam acara pertemuan terbuka yang disebarkan melalui
Paltalk beliau ditanya dengan nash sebagai berikut: "Apa hukum berdemonstrasi,
apakah dia termasuk bagian dari jihad fii sabilillah?" Beliau menjawab: "Demonstrasi itu
tidak ada faidah di dalamnya, itu adalah kekacauan, itu adalah kekacauan dan
apa mudharatnya bagi musuh kalau manusia melakukan demonstrasi di jalan-jalan
dan (berteriak-teriak) mengangkat suara? bahkan perbuatan ini menyebabkan musuh
senang seraya berkata, 'Sesungguhnya mereka telah merasa mendapatkan kejelekan
dan merasa mendapatkan mudharat.' dan musuh gembira dengan ini. Islam adalah
agama sakinah (ketenangan), agama hudu` (ketentraman), dan agama ilmu bukan
agama kekacauan dan hiruk pikuk, sesungguhnya dia adalah agama yang menghendaki
sakinah dan hudu` dengan beramal dengan amalan-amalan yang mulia lagi majdy
(tinggi, bermanfaat) dengan bentuk menolong kaum muslimin dan mendo'akan
mereka, membantu mereka dengan harta dan senjata, inilah yang majdy dan membela
mereka di negeri-negeri supaya diangkat dari mereka kezholiman dan meminta
kepada negeri-negeri yang menggembar-gemborkan demokrasi untuk memberikan
kepada kaum muslimin hak mereka, dan hak-hak asasi manusia yang mereka
membanggakan diri dengannya, tetapi mereka menganggap bahwa manusia itu
hanyalah orang kafir adapun muslim di sisi mereka bukan manusia bahkan teroris.
Mereka menamakan kaum muslimin sebagai gerombolan teroris. Dan manusia yang
punya hak-hak asasi hanyalah orang kafir menurut mereka. Maka wajib bagi kaum
muslimin untuk bermanhaj dengan manhaj islam pada kejadian-kejadian yang
seperti ini dan yang selainnya. Islam tidak datang dengan demonstrasi, hiruk
pikuk dan berteriak-teriak atau menghancurkan harta benda atau melampaui batas.
Ini semuanya bukan dari islam dan tidak memberikan faidah bahkan memberikan
mudharat bagi kaum muslimin dan tidak memberikan mudharat bagi musuh-musuhnya.
Ini memudharatkan kaum muslimin dan tidak memudharatkan musuh-musuhnya bahkan
musuhnya gembira dengan hal ini dan berkata: 'Saya telah membekaskan pengaruh
(jelek) pada mereka, saya telah membuat mereka marah dan saya telah membuat
mereka merasa mendapat pengaruh jelek'."
6.
Syaikh
bin Baz berkata: "…Jelaslah bahwa memberontak penguasa akan menimbulkan
kerusakan yang lebih besar. Kecuali jika kaum muslimin melihat kekafiran yang
nyata pada diri penguasa tersebut dan terdapat hujjah atas kekufurannya dari
Allah (Al-Qur'an dan As-Sunnah), mereka dibolehkan memberontak penguasa
tersebut dan menggantikannya jika mereka mempunyai kemampuan. Akan tetapi, jika
mereka tidak memiki kemampuan, mereka tidak boleh mengadakan pemberontakan.
Atau jika pemberontakan akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar, mereka
tidak boleh melakukannya demi menjaga kemaslahatan umum. Kaidah syar'i yang
disepakati bersama menyebutkan: "Tidak boleh menghilangkan kejahatan dengan
kejahatan yang lebih besar dari sebelumnya, akan tetapi wajib menolak kejahatan
dengan cara yang dapat menghilangkannya atau meminimalkannya." Adapun menolak
kejahatan dengan mendatangkan kejahatan yang lebih parah lagi tentu saja
dilarang berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Apabila kelompok yang ingin
menurunkan penguasa yang telah melakukan kekufuran itu memiliki kemampuan dan
mampu menggantikannya dengan pemimpin yang shalih dan baik tanpa menimbulkan
kerusakan yang lebih besar terhadap kaum muslimin akibat kemarahan penguasa
itu, maka mereka boleh melakukannya. Adapun jika pemberontakan tersebut malah
menimbulkan kerusakan yang lebih besar, keamanan menjadi tidak menentu, rakyat
banyak teraniaya, terbunuhnya orang-orang yang tidak berhak dibunuh dan
kerusakan-kerusakan lainnya, sudah barang tentu pemberontakan terhadap penguasa
hukumnya dilarang. Dalam kondisi demikian rakyat dituntut banyak bersabar,
patuh dan taat dalam perkara ma'ruf serta senantiasa menasihati penguasa dan
mendo'akan kebaikan bagi mereka. Serta sungguh-sungguh menekan tingkat
kejahatan dan menyebar nilai-nilai kebaikan. Itulah sikap yang benar yang wajib
ditempuh. Karena cara seperti itulah yang dapat mendatangkan maslahat bagi
segenap kaum muslimin. Dan cara seperti itu juga dapat menekan tingkat
kejahatan dan meningkatkan kuantitas kebaikan. Dan dengan cara seperti itu jugalah
keamanan dapat terpelihara, keselamatan kaum muslimin dapat terjaga dari
kejahatan yang lebih besar lagi. Kita memohon taufiq dan hidayah kepada Allah
bagi segenap kaum muslimin." (Muraja'att fi fiqhil waqi' as-siyasi wal fikri
'ala dhauil kitabi wa sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik
& Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur'an & As-Sunnah, hal 24-29 Terbitan
Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari).
Disalin secara bebas dari:
Judul asli: "Hukum Memberontak Kepada Penguasa Muslim Menurut Akidah Ahlus
Sunnah Wal Jamaah" Karya: Syaikh Fawaz bin
Yahya Al Ghuslan. Penerjemah: Al Ustadz Abdurrahman Mubarak Atawww.darussalaf.or.id Judul asli:
"Kedudukan Sunnah Dalam Menyikapi Penguasa Negeri" Karya: Asy
Syaikh Abu Umar Ahmad bin Umar Bazemul. Penerjemah: Al Ustadz Abu Karimah Askarywww.asysyariah.com Judul asli:
"Edisi Baru" Oleh: Al-Ustadz Ruwaifi' bin Sulaimi
Al-Atsari, Lc
Wallahua'lam Bishawab
Al-Farisi
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website:
http://dtjakarta.or.id/
===================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar