Messages In This Digest (21 Messages)
- 1a.
- Re: (Tentang Humor) From: punya_retno
- 1b.
- Re: (Tentang Humor) From: dyah zakiati
- 2a.
- (Surat Keputusan) Ayem sorry dorry morry jiddan From: aisyah muchtar
- 2b.
- Re: (Surat Keputusan) Ayem sorry dorry morry jiddan From: dyah zakiati
- 3a.
- (esai) pada suatu pagi From: punya_retno
- 3b.
- Re: (esai) pada suatu pagi From: dyah zakiati
- 3c.
- Re: (esai) pada suatu pagi From: Lia Octavia
- 4a.
- Re: Buku Puisi saya 'Ruang Lengang' From: Epri Saqib
- 5a.
- Re: Jaminan Keselamatan From: dyah zakiati
- 5b.
- Re: Jaminan Keselamatan From: Nia Robiatun Jumiah
- 6a.
- Re: (numpang promosiiiii) Ke Jakarta Book Fair yuuuk? From: Nia Robiatun Jumiah
- 6b.
- Re: (numpang promosiiiii) Ke Jakarta Book Fair yuuuk? From: asma_h_1999
- 7a.
- Cara Ini Ampuh Untuk Mencari Jodoh/Teman/Sahabat From: rusdin visioner
- 7b.
- Re: Cara Ini Ampuh Untuk Mencari Jodoh/Teman/Sahabat From: setyawan_abe
- 8.
- Jawaban dari XL (Kasus Efektifitas Blog untuk Pengaduan Layanan Masy From: Rumah Ilmu Indonesia
- 9.
- [SK Idol] DUNIA SUNYI From: asma sembiring
- 10.
- (PUISI) TABU TAPI PAGU From: Arrizki Abidin
- 11.
- (PUISI) TITIP From: Arrizki Abidin
- 12a.
- Re: [problem solving] Proyek Pencarian Jodoh From: punya_retno
- 13.
- [CATHAR] M B A (Married By ....) From: Kang Dani
- 14.
- teladan dari Abu Ubaidah From: arya noor amarsyah arya
Messages
- 1a.
-
Re: (Tentang Humor)
Posted by: "punya_retno" punya_retno@yahoo.com punya_retno
Tue Jul 1, 2008 8:25 pm (PDT)
setuju mbak dyah.
buatku penulis crita humor itu jenius!
susah lho bikin jokes yg lucu tanpa harus mendiskreditkan orang atau
pihak2 tertentu.
harus mikirin situasi yg cocok, intonasi yg cocok, dan "kegilaan" yg
luber, plus berani malu.
mbak dyah mestinya baca bukunya ellen degeneres "my point and i do
have one"
salah satu buku favoritku, yg lucu, lucu, lucu bgt.
nggak heran kalo ellen pernah dapet predikat "the most funniest person
in america"
salam,
-retno-
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , dyah zakiati <adzdzaki@..com .>
wrote:
>
> Orang yang bisa menulis humor bagiku adalah orang yang luar biasa.
Sumpah deh. Eh, ndak boleh sumpah-sumpahan ya. Iya deeh. Beneran.
Kadang hal yang lucu bagi kita jadi satire bagi orang lain. Coba aja
liat di milis kita. Beberapa waktu yang lalu ada yang membahas status
pernikahan di katepe. Asli, aku langsung berhahahahihihi waktu
membacanya. Ketawa abis sambil nyari-nyari, hmmm, statusku apa yaa?
Tapi setelah itu ada comment yang masuk nanya maksudnya apa (yah,
kurang lebih aku nangkepnya gitu deh. Baru aku mikir. Benar juga ya,
bagaimana dengan mereka yang membacanya dalam kondisi berumur "sudah
saatnya" atau lebih (emang kamu belum, Dy?). Miris mungkin. Yah, aku
yakin kok, yang membuat tidak ada maksud apa-apa dan tidak sengaja
berbuat apa-apa. (Please jangan perdebatkan hal ini yaa:) peace)
>
> Adalagi hal yang membuatku tambah berpikir waduh, susahnya membuat
humor. Pernah aku buka-buka situs humor Indonesia dan kudapatkan
guyonan yang menurut aku lucuuu. Aku print dan dengan semangat aku
kasih lihat teman-temanku. Itu lhoo, guyonan tentang ayam:
>
> Mengapa Ayam Menyeberang Jalan Menurut Para Ahli
> *Guru TK : supaya sampai ke ujung jalan
>
> *PLATO : untuk mencari kebaikan yang lebih baik
>
> *POPE : hanya Tuhan yang tahu
>
> *POLISI : beri saya lima menit dengan ayam itu, saya akan tahu kenapa
>
> *ARISTOTELES : karena merupakan sifat alami dari ayam
>
> *KAPTEN JAMES T.KIRK : karena dia ingin pergi ke tempat yang belum
pernah ia datangi
>
> *MARTIN LUTHER KING, JR : saya memimpikan suatu dunia yang
membebaskan semua ayam menyebrang jalan tanpa mempertanyakan kenapa
>
> *MACHIAVELLI
> : poin pentingnya adalah ayam menyebrang jalan!siapa yang peduli
> kenapa!akhir dari penyebrangan akan menentukan motivasi ayam itu
>
> *FREUD : fakta bahwa kalian semua begitu peduli pada alasan ayam itu
menunjukkan ketidaknyaman seksual kalian yang tersembunyi
>
> *GEORGE
> W.BUSH : kami tidak peduli kenapa ayam itu menyeberang! kami cuma ingin
> tau apakah ayam itu ada di pihak kami atau tidak, apa dia bersama kami
> atau melawan kami. Tidak ada pihak tengah di sini!
>
> *DARWIN :
> ayam telah melalui periode waktu yang luar biasa, telah melalui seleksi
> alam dengan cara tertentu dan secara alami tereliminasi dengan
> menyeberang jalan.
>
> *EINSTEIN : Apakah ayam itu meyebrang jalan
> atau jalan yang bergerak dibawah ayam itu, itu semua tergantung pada
> sudut pandang kita sendiri
>
> *NELSON MANDELA : Tidak akan pernah
> lagi ayam ditanyai kenapa menyebrang jalan! dia adalah panutan yang
> akan saya bela sampai mati
>
> * THABO MBEKI : kita harus mencari tau apakah memang benar ada
kolerasi antara ayam dan jalan
>
> *MUGABE
> : Setelah sekian lama jalan dikuasai petani kulit putih, ayam miskin
> yang tertindas telah menanti terlalu lama agar jalan itu diberikan
> kepadanya dan sekarang dia menyebranginya dengan dorongan ayam-ayam
> veteran perang. Kami bertekad mengambil alih jalan tersebut dan
memberikannya pada ayam,
> sehingga dia bisa menyebranginya tanpa ketakutan yang diberikan oleh
> pemerintahan
>
> inggris yang berjanji akan mereformasi jalan itu.
> Kami tidak akan berhenti sampai ayam yang tidak punya jalan itu punya
> jalan untuk diseberangi dan punya kemerdekaan untuk menyeberanginya!
>
> *ISAAC
> NEWTON : Semua ayam di bumi ini kan menyebrang jalan secara tegak lurus
> dalam garis lurus yang tidak terbatas dalam kecepatan yang seragam,
> terkecuali jika ayam berhenti karena ada reaksi yang tidak seimbang
> dari arah berlawanan.
>
> Dan dari setiap jawaban aku tertawa-tawa dan membayangkan sudut
pandang si tokoh. Tapi apa jawaban teman-temanku setiap kali kutanya
lucu ndaaak?
>
> Ndak lucu
> Maksudnya apa
> apa yang lucu
> sense humor kamu gimana sih, kok gini dibilang lucu
>
> hiks, padahal aku dah semangat banget lhooooo. Apa aku yang ndak
punya selera humor yaaa. Dan saking sedihnya aku, gedubrak. Aduuuuh.
Kakiku terkait bangku dan jatuh. Hiks. Sakiiiit.
>
> Alhamdulillah, akhirnya mereka tertawa terpingkal-pingkal. Akhirnya
mereka menyadari bahwa cerita tentang ayam itu lucuuuu sekali. Tak
papalah tertawa belakangan.
>
> Benarkan cerita ayam itu lucu?
> Lho, enggak kok.
> Trus tu buktinya kalian ketawa
> hahhaahhaha, kami tuh ngetawain kamu jatuh.
> Hiiiiiks sebeeeeeel. Nggak lucuuuuu!!!
> Aku bingung dengan selera humorku!!!
>
- 1b.
-
Re: (Tentang Humor)
Posted by: "dyah zakiati" adzdzaki@yahoo.com adzdzaki
Tue Jul 1, 2008 11:49 pm (PDT)
Yups, benar. Hehehe, tapi beda jenius dan ***** agak tipis lhooo. Hehehe. Oiya, boleh pinjam ndak bukunya di rapat Ahad nanti ^_^. Aku pinjam untuk hari itu aja deeeh:D Makasih dah baca ya, Mbak Retno:D
Salam
Dyah
----- Original Message ----
From: punya_retno <punya_retno@yahoo.com >
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Sent: Wednesday, July 2, 2008 10:25:33 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: (Tentang Humor)
setuju mbak dyah.
buatku penulis crita humor itu jenius!
susah lho bikin jokes yg lucu tanpa harus mendiskreditkan orang atau
pihak2 tertentu.
harus mikirin situasi yg cocok, intonasi yg cocok, dan "kegilaan" yg
luber, plus berani malu.
mbak dyah mestinya baca bukunya ellen degeneres "my point and i do
have one"
salah satu buku favoritku, yg lucu, lucu, lucu bgt.
nggak heran kalo ellen pernah dapet predikat "the most funniest person
in america"
salam,
-retno-
- 2a.
-
(Surat Keputusan) Ayem sorry dorry morry jiddan
Posted by: "aisyah muchtar" myaisyah_mymuchtar@yahoo.co.id myaisyah_mymuchtar
Tue Jul 1, 2008 8:42 pm (PDT)
Dearest Skers, ayem sorry dorry morry jiddan, terpaksa nih buat
keputusan ini.. *nangis bombay :D*
Menimbang :
1. Siapa yang tahu dan nyangka, kalo milad SK ternyata barengan sama
Pektar (Pekan Tarbiyah) yang diadain eMBeR (MBR = Majlis Budaya
Rakyat)
2.Adek (kandung), 'Adek' (ketemu gede), Mba (kandung), Mba (ketemu
gede), semuanye pada pergi ke Pektar. Huhuhuhuhuhu..gak ada yang
nemeni aku ke milad Eska. Gak ada yang mau diajak ke milad Eska,
huhuhuhuhu..:'(.
3.Ada beberapa amanah juga terkait dengan Pektar di hari terakhir.
Ni amanah dari Mba dan Adek (ketemu gede) di Surabaya. Kabarnya lagi
beberapa teman Surabaya akan datang ke Jakarta khusus ke Pektar,
so..daku didaulat jadi guide.
Mengingat :
1. http://groups.yahoo.com/ group/sekolah-
kehidupan/message/19317; "(Woro-woro) Info lengkap Milad Eska II".
Namaku ada di postingan ini, urutan paling bawah (secarra, siapa
suruh daftar milad belakangan, hehehe)
2. http://groups.yahoo.com/ group/sekolah-
kehidupan/message/19888 ; "Hehehe, formulir lagiii, yang belum
mengirimkan baca ya". Duh Mba Dyah udah mulai nagih-nagih, hayoo
yang dah bulang daftar milad, isi formulir.
3.http://groups.yahoo.com/ Apagroup/sekolah- kehidupan/ message/19857;
alasan anda tidak ikut milad SK?. Hihihi yang gak ikutan
milad 'disindir'. Hayoooo punya alasan apa?, Para guru dan murid SK
sedih loh kalo kamu gak datang ;).
4.http://groups.yahoo.com/ group/sekolah- kehidupan/ message/19736;
(woro-woro) peserta milad yang udah transfer. Nah, ini mah kewajiban
yang udah deklarasiin diri ikut milad. Isinya emang DPO (Daftar
Pentransfer Oang (maxute; uang)), tapi pastinya yang belum transfer
kesungging juga doonkk.. ya pastilah masa ya pasti donk.
Menetapkan:
Dengan berat hati, dengan mimik sedih, dengan wajah kusut memohon
belas kasihan (halah, jayus..;p), ayem sorry dorry morry jiddan nih
Skers, daku gak (jadi) ikut milad. Hehehe... *muka merah* jadi malu,
dah daftar tapi gak jadi. Bikin arsip Milad eSKa jadi penuh dengan
coretan aja. Untung belum nransfer.. (loh..??? maksutnye???).
Hepi Milaaaaaaaaad eSKa ;). Terimaksih ya sudah menerimaku menjadi
murid. Terimakasih juga tidak mengeluarkanku padahal di kelas aku
sering tidur, hihihi.gak pernah nyambung deh sama pelajaran yang
dikasih :-(.
Untuk Mba Dyah; daku gak dikasih konpensasi apa-apa khan?. Kalo
dikasih konpensasi kaos eSKa, gak papa deh, siap ku tampung :D.
Salam Kehidupan
nurhasanah muchtar (tetehnya 0ya ^_^)
- 2b.
-
Re: (Surat Keputusan) Ayem sorry dorry morry jiddan
Posted by: "dyah zakiati" adzdzaki@yahoo.com adzdzaki
Tue Jul 1, 2008 11:16 pm (PDT)
Huaaaa, gak bisaaaaaa, gak boleeeeh, aku juga mo ikutan pektarnyaaaa. Halah. ^_^ Yah, permohonan maafku secara pribadi kuterima mbak. Tapi secara kelembagaan dikau harus bayar biaya pengetikan namamu separuhnya. hehehe. maaf bercanda.
Yah apapun keputusanmu, minumnya teh botol... duh, ngawur lagi. Yah aku menghargai keputusanmu, mbak. Mudah-mudahan kita bisa bersua suatu saat nanti.
Salam
Dyah
Dikau kalo mau beli kaus Eskanya aja. Siapa tau panitia berbaik hati memperbolehkan.
----- Original Message ----
From: aisyah muchtar <myaisyah_mymuchtar@yahoo.co. >id
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Sent: Wednesday, July 2, 2008 10:36:53 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] (Surat Keputusan) Ayem sorry dorry morry jiddan
Dearest Skers, ayem sorry dorry morry jiddan, terpaksa nih buat
keputusan ini.. *nangis bombay :D*
Menimbang :
1. Siapa yang tahu dan nyangka, kalo milad SK ternyata barengan sama
Pektar (Pekan Tarbiyah) yang diadain eMBeR (MBR = Majlis Budaya
Rakyat)
2.Adek (kandung), 'Adek' (ketemu gede), Mba (kandung), Mba (ketemu
gede), semuanye pada pergi ke Pektar. Huhuhuhuhuhu. .gak ada yang
nemeni aku ke milad Eska. Gak ada yang mau diajak ke milad Eska,
huhuhuhuhu.. :'(.
3.Ada beberapa amanah juga terkait dengan Pektar di hari terakhir.
Ni amanah dari Mba dan Adek (ketemu gede) di Surabaya. Kabarnya lagi
beberapa teman Surabaya akan datang ke Jakarta khusus ke Pektar,
so..daku didaulat jadi guide.
Mengingat :
1. http://groups. yahoo.com/ group/sekolah-
kehidupan/message/ 19317; "(Woro-woro) Info lengkap Milad Eska II".
Namaku ada di postingan ini, urutan paling bawah (secarra, siapa
suruh daftar milad belakangan, hehehe)
2. http://groups. yahoo.com/ group/sekolah-
kehidupan/message/ 19888 ; "Hehehe, formulir lagiii, yang belum
mengirimkan baca ya". Duh Mba Dyah udah mulai nagih-nagih, hayoo
yang dah bulang daftar milad, isi formulir.
3.http://groups. yahoo.com/ group/sekolah- kehidupan/ message/19857; Apa
alasan anda tidak ikut milad SK?. Hihihi yang gak ikutan
milad 'disindir'. Hayoooo punya alasan apa?, Para guru dan murid SK
sedih loh kalo kamu gak datang ;).
4.http://groups. yahoo.com/ group/sekolah- kehidupan/ message/19736;
(woro-woro) peserta milad yang udah transfer. Nah, ini mah kewajiban
yang udah deklarasiin diri ikut milad. Isinya emang DPO (Daftar
Pentransfer Oang (maxute; uang)), tapi pastinya yang belum transfer
kesungging juga doonkk.. ya pastilah masa ya pasti donk.
Menetapkan:
Dengan berat hati, dengan mimik sedih, dengan wajah kusut memohon
belas kasihan (halah, jayus..;p), ayem sorry dorry morry jiddan nih
Skers, daku gak (jadi) ikut milad. Hehehe... *muka merah* jadi malu,
dah daftar tapi gak jadi. Bikin arsip Milad eSKa jadi penuh dengan
coretan aja. Untung belum nransfer.. (loh..??? maksutnye??? ).
Hepi Milaaaaaaaaad eSKa ;). Terimaksih ya sudah menerimaku menjadi
murid. Terimakasih juga tidak mengeluarkanku padahal di kelas aku
sering tidur, hihihi.gak pernah nyambung deh sama pelajaran yang
dikasih :-(.
Untuk Mba Dyah; daku gak dikasih konpensasi apa-apa khan?. Kalo
dikasih konpensasi kaos eSKa, gak papa deh, siap ku tampung :D.
Salam Kehidupan
nurhasanah muchtar (tetehnya 0ya ^_^)
__._
- 3a.
-
(esai) pada suatu pagi
Posted by: "punya_retno" punya_retno@yahoo.com punya_retno
Tue Jul 1, 2008 8:54 pm (PDT)
dear all,
ini tulisan lama yg br saya "korek2" dr usb.
ttg suatu pagi yg indah.
ps; pas nulis, lagi latihan nulis deskripsi. mohon maklum kalo masih
gagap ya nulisnya...:)
pada suatu pagi
oleh retnadi nur'aini
Saya paling suka pagi hari. Saya paling suka terjaga saat muadzin
mushala depan rumah mulai mengaji. Meski biasanya saya baru bisa tidur
jam 4 pagi, toh saya tetap menikmati dinginnya air keran yang mencuci
wajah dan jiwa saya saat berwudhu.
Saya juga suka berlama-lama salat Subuh. Kalau lagi rajin, saya bahkan
tak segan menambahnya dengan salat sunnah 2 rakaat sebelum salat
Subuh. Ini semata-mata, karena saya ingin bercerita padaNya lebih
lama, sebelum hari dimulai dan Tuhan belum terlalu lelah untuk
mendengarkan setumpuk permohonan dari umat manusia lainnya.
Usai salat Subuh, biasanya telah tersedia secangkir susu hangat diatas
meja. Tidak selalu susu sih. Kalau saya sedang habis begadang, isi
cangkir itu adalah kopi hitam yang pekat. Kalau tidak tidur sama
sekali, pekatnya hitam kopi akan berwarna abu-abu, pertanda adanya
sedikit campuran susu. Dan, saat saya sedang diare, itu semua akan
digantikan dengan teh hangat yang daun tehnya masih melayang-layang.
Susu hangat dan kopi tidak selalu hadir sendirian. Kadang, ada
setangkup roti beroles mentega dengan taburan meises dan keju. Keju
potongan, bukan yang parutan. Bukan, bukan karena Ibu tidak suka keju
parutan. Bukan pula karena di rumah kami tidak ada parutan keju. Tapi
karena, bagi Ibu, saya dengan berat badan yang tak pernah mencapai
angka 50 kg, selalu terlihat kurang gizi. Belum lagi ditambah hitamnya
kantung dibawah mata.
Karena itu, Ibu selalu membubuhkan olesan tebal mentega yang berwarna
kuning keemasan, serta irisan tebal keju yang asin. Bahkan, saat kami
persediaan roti tawar di kulkas habis, toh Ibu tak pernah kehabisan
akal. Selalu ada dua roti isi pengganti yang dibeli dari tukang roti,
setoples kecil biscuit krim, atau setidaknya, tiga potong risoles dari
penjual nasi uduk ujung gang.
Dan sambil menyeruput secangkir susu, itu adalah waktunya kuliah subuh
di radio. Mustang, 88,05 FM. Sementara mata saya akan berputar
memperhatikan kamar tidur saya. Tempat favorit saya di dunia.
Saya selalu suka kamar tidur saya. Kamar yang berisi dua kasur, satu
lemari baju, dan satu meja. Dua kasur, karena Ibu sering tidur siang
di kamar saya. Disamping kasur yang ditempati Ibu, ada satu cermin
berbentuk persegi panjang. Salah satu benda peninggalan salah satu
abang saya, sebetulnya. Jejak-jejaknya tampak dari beberapa stiker
yang menempel pada bagian atas cermin. Satu stiker bergambar seorang
polisi memegang pentungan, dengan kepala menunduk. Dibawahnya ada
tulisan "Beranilah belajar desain grafis."
Di sekeliling cermin, saya tempelkan iklan bertuliskan 'Stylistop',
yang saya ambil secara gratis dari salon Johny Andrean di Mal Ciputra.
Iklan yang cukup kontradiktif dengan boneka Barbie yang saya gantung
disamping cermin, sebetulnya.
Lemari baju dari kayu jati terletak di salah satu pojok kamar. Salah
satu objek favorit saya (kalau sedang narsis, sebetulnya). Ini karena,
lemari ini sekarang sukses terbungkus dalam kolase kertas buatan saya,
dengan tema khusus di setiap sisinya. Pintu kiri adalah kolase
bertemakan film. Mulai dari film Sleepy Hollow, Magnolia, Blair Witch
Project, The Story of Us, sampai adegan ciuman Leonardo Di Caprio
dalam Gangs of New York penuh tempelan selotip bening yang tersebar
dimana-mana.
Sementara pintu sebelah kanan, dan bagian samping lemari mengambil
tema iklan. Ada iklan lingkungan, dengan gambar bola dunia yang sedang
menangis, dan tumpukan sampah yang menggunung. Ada iklan festival film
di Jepang dengan gambar mumi yang terbungkus dalam rol film, iklan
sale di Pasaraya, iklan coklat Toblerone, bir Heineken, sampai iklan
clubbing yang bergambar wanita seksi berbikini.
Di bagian bawah lemari, adalah kolase bertemakan kecantikan wanita.
Dan para wanita beruntung itu adalah Halle Berry, Salma Hayek,
Angelina Jolie. Di pintu kanan bagian dalam, waktunya kolase
bertemakan senyum dan kebahagiaan. Dipasang di bagian dalam lemari,
karena bagi saya, senyum dan kebahagiaan haruslah berasal dari dalam.
Dari hati.
Karena itu, senyum yang terpilih pun adalah senyum tulus. Bukan
sekedar pose patung berukir senyum basa-basi. Ada senyumnya Mandy
Moore, DJ Winky, sampai senyum anak-anak TK yang sedang asyik bermain.
Terakhir, sisi pintu kiri bagian dalam yang bertemakan hitam dan
putih. Masih separuh, karena mood saya mendadak hilang saat
mengerjakannya. Inilah satu-satunya kolase saya yang tak pernah selesai.
Masih ada koleksi kolase lainnya. Satu ditempel di ujung tempat tidur,
dengan tema perjuangan, satu ditempel di pintu dengan tema kegelisahan
dan rasa sakit. Kolase ini sengaja dipasang di pintu bagian luar,
karena bagi saya setelah memasuki kamar, tidak ada lagi rasa sakit.
Kamar ini adalah benteng saya. Dunia saya.
Terakhir, kolase bertemakan kasih ibu yang justru sering diprotes Ibu.
Bagi Ibu, foto seorang wanita hamil setengah telanjang bukanlah
representasi cinta yang murni. Dalam bahasa Jawa, itu disebut saru.
Dan dalam agama Islam, Ibu memandangnya sebagai dosa.
Bagian favorit saya di kamar adalah kasur saya. Disinilah saya biasa
menulis dengan beralaskan bantal. Kadang, sambil mendengarkan radio,
kadang sambil mengguntingi dan menyobek halaman majalah untuk bahan
kolase. Kadang juga sambil makan semangkuk mi instant panas yang
mengepul-ngepul, kadang sambil membaca, dan kadang, hanya duduk tanpa
melakukan apa-apa.
Seperti sekarang.
Kalau sudah terlalu lama melamun, biasanya Ibu akan masuk ke kamar dan
bertanya "Kamu nggak mandi?", disusul Bapak dengan sarungnya yang
bertanya "Kamu berangkat jam berapa?" Kalau saya menjawab, "Berangkat
pagi", maka pertanyaan selanjutnya adalah "Kok nggak siap-siap?", yang
berakhir dengan langkah malas saya ke kamar mandi.
Saat itulah, saya akan melewati Bik Nur, pembantu kami yang datang
pagi, dan pulang tengah hari. Seperti biasa, ia sedang menyeterika.
Dan seperti biasanya juga, saya akan menitipkan selembar kaus putih
favorit yang lecek karena sudah terlalu sering dipakai.
Tepat setelah mandi, kaus putih itu pasti telah terlipat dengan
rapinya di atas tempat tidur. Dan sambil berpakaian, itu adalah
waktunya Destiny's Child. Waktunya lagu-lagu nge-beat untuk menambah
semangat. Charger di pagi hari.
Ketukan Bapak di pintu menandakan jam sudah menunjukkan pukul 06.00.
Saya harus bergegas. "Sebentar, lagi pakai baju!," begitu saya selalu
beralasan. Setelah memasukkan barang-barang ke dalam tas, dan memasang
peniti terakhir ke jilbab, barulah pintu itu akan terbuka.
Dan waktunya memakai sepatu. Ritual kecil yang kadang jadi cukup
menyebalkan. Karena saat itu, biasanya saya baru teringat akan buku
yang tertinggal, disket yang belum dicabut, dan cangkir susu yang
belum kosong. Dan Ibu akan tergopoh-gopoh membawa cangkir itu dan
menunggui dengan sabar sampai saya selesai memakai sepatu. Setelah
cangkir susu kosong, itu adalah waktunya Ibu untuk menanyakan sebuah
pertanyaan.
Pertanyaan sama yang terus diulangnya sejak saya masuk kuliah.
Pertanyaan yang seringnya tak bisa saya tepati. Pertanyaan yang selalu
ingin membuat saya minta maaf. Sebuah pertanyaan sederhana. "Nanti
malam kamu pulang jam berapa?". Dengan penekanan pada kata `malam',
yang selalu menyentil kenyataan akan betapa jarangnya saya pulang sore.
Dan sambil mencium tangannya, saya akan menjawab "Nggak malam kok,
paling jam 8-an." Jawaban yang selalu membuat saya menyesal, saat saya
sedang dalam perjalanan menuju rumah pada pukul 23. Saat jalanan
lengang, bus terakhir sudah pulang, dan Ibu terkantuk-kantuk menunggu
bunyi bel pencetan saya.
*****
Saya paling suka pagi hari. Saya paling suka, saat sedang duduk di
atas sepeda motor Bapak menyaksikan pagi hari berlalu. Tepat setelah
keluar dari rumah, motor ini akan belok kanan di pertigaan jalan. Dan
tukang ojek yang nongkrong tak pernah lupa mengingatkan Bapak, kalau
lampu sen masih menyala.
Lurus sedikit, sampai pertigaan Klinik 24 jam, motor akan belok kiri.
Lurus sedikit, motor akan melewati sebuah sekolah dasar. Sekolah dasar
yang sama dengan yang saya datangi setiap pagi, pada 8 tahun yang
lalu. Pemandangan yang sama dengan yang saya lihat, pada 8 tahun yang
lalu.
Anak-anak sekolahan yang diseberangkan satpam. Pelajar SMU yang sedang
sarapan mi goreng di mobil, karena bangun kesiangan. Penjaga wartel
yang sedang membuka pintu. Tukang bubur ayam yang kewalahan menerima
berbagai pesanan. "Yang satu nggak pakai kacang sama kecap manis, yang
satu nggak pakai bawang, yang satu ."
Dan tukang bubur akan tersenyum dengan sabar. Sama seperti tukang
parkir, yang meski terkantuk-kantuk pun masih sempat tersenyum, dan
menyapa "Berangkat Neng?". Karena pagi harinya adalah waktunya
bersabar. Waktu penuh kedamaian.
Setelah melewati sekolah, motor akan melaju naik jalan layang
Kemanggisan. Disinilah, damainya pagi terasa begitu mahal. Karena
terlambat sepuluh menit saja, maka damainya pagi akan segera
digantikan dengan raungan klakson, teriakan pengendara motor,
diselingi sumpah serapah para kondektur angkot yang tak sabar.
Sementara di atas motor, saya Cuma bisa berdoa. Surat Annas, Al Falaq,
dan Al Ikhlas. Masing-masing tiga kali. Doa keselamatan, agar Tuhan
selalu melindungi saya dari terbit fajar sampai matahari terbenam.
Di Slipi, jalanan masih sepi. Beberapa pelari mulai berlatih. Tukang
koran di jembatan Slipi merapikan dagangannya. Tepat di atas jalan
layang Slipi, mata saya akan tertumbuk pada deretan poster film yang
diputar di Slipi Theatre. Sementara otak saya berputar mengatur jadwal
nonton film, biasanya Bapak akan berkomentar pendek "Kamu tuh, film
melulu."
Pertanyaan pendek. Jawaban pendek. Sebuah percakapan pendek yang
diakhiri dengan ucapan "Makasih udah nganter," sambil mencium tangan
tuanya yang mulai keriput.
*****
Saya paling suka pagi hari. Sama seperti saya paling suka stasiun
kereta di pagi hari. Menyaksikan aneka rupa orang-orang yang lalu
lalang lewat tepat di depan hidung saya. Ada anak sekolahan dengan
seragamnya yang tersetrika licin, para wanita karier dengan blazer,
tukang buah yang menjinjing dua keranjang penuh rambutan, sampai para
gembel dan pengemis dengan rambut kusut dan muka mengantuk.
"Jalur 5, kereta tujuan Bogor," adalah pertanda waktunya saya turun
lewat tangga stasiun Tanah Abang. Sama seperti waktunya saya bertemu
sesama. Mere dari jurusan Sastra Jepang, Melisa dari jurusan Teknik,
Indah dari Poltek.
Masih ada seorang wanita berjilbab yang akan turun di stasiun Pasar
Minggu. Lalu, dua orang mahasiswa dari Fakultas Sastra dan Fasilkom.
Atau pria berseragam biru yang akan turun di stasiun Lenteng Agung.
Orang-orang yang tidak pernah saya tahu namanya, dan (mungkin) juga
tidak pernah tahu nama saya. Orang-orang yang tidak pernah saling
berkenalan, tapi saling menyadari kehadiran satu sama lainnya. Sebagai
satu komunitas tanpa pendaftaran ataupun selembar kartu anggota.
Di tengah rasa aman yang terasa akrab, sambil diayun irama rel kereta,
saat itulah saya mulai tertidur. Balas dendam atas 45 menit yang
tertunda. Dan saya akan terbangun di stasiun Kalibata. Atau Tebet.
Atau Pasar Minggu. Suatu keajaiban, bahwa saya selalu terbangun
sebelum stasiun Universitas Pancasila.
Pemandangan menuju stasiun Universitas Indonesia selalu menjadi bagian
kecil yang saya tunggu setiap pagi. Gerbatama yang kokoh, dihiasi
pohon-pohon berbunga kuning. Sama seperti jam besar di stasiun yang
tak pernah alpa saya lirik. Selain karena saya memang tidak pakai jam
tangan, jam besar ini seolah merupakan trofi karena saya sudah
berhasil bangun pagi. Saat ia menunjukkan pukul 07.30, artinya saya
berhasil. Saat ia menunjukkan pukul 07.45, dan saya baru saja turun
dari kereta yang saya tumpangi dari stasiun Gondangdia, artinya saya
sudah melewatkan beberapa momen kecil yang berharga di pagi hari. Yang
mahal.
*****
Saya paling suka pagi hari. Terutama saat kaki ini berjalan melewati
Balhut. Hijau, hijau, hijau. Kontras dengan warna merah tiang lampu
jalanan yang dipatok menuju tempat parkir. Setiap helai daun tampak
segar dibasahi bulir embun. Bau tanah yang lengket karena hujan
semalam. Kadang ada beberapa ekor kupu-kupu si penanda datangnya tamu.
Kadang ada beberapa ekor siput yang merayap lamban di atas jalanan
berbatu yang menghitam karena basah. Kalau sedang beruntung, saya akan
mendengar suara katak atau jangkrik yang baru terjaga.
Sama seperti saya paling suka duduk di plasa FISIP di pagi hari. Hanya
duduk saja. Dan memasang telinga baik-baik. Desir angin, gesekan sapu
lidi petugas pembersih yang sabar menyapu dedaunan yang rontok. Bahkan
udara pun terasa begitu sejuk. Saya tersenyum. Seluruh semesta sedang
menyambut pagi. Mereka gembira. Mereka berdoa.
Dua tiga orang pengguna setia kereta mulai menunjukkan batang
hidungnya. Seperti biasa, mereka akan menyapa "Hei Jo, kuliah apa pagi
ini?"
Dan kampus pun mulai terjaga.
*****
- 3b.
-
Re: (esai) pada suatu pagi
Posted by: "dyah zakiati" adzdzaki@yahoo.com adzdzaki
Tue Jul 1, 2008 11:12 pm (PDT)
Pengamatan kehidupan yang cantik mbak Retno. Dikau di kelilingi orang-orang luar biasa. Tak heran dikaupun luar biasa ^_^
Salam
Dyah
----- Original Message ----
From: punya_retno <punya_retno@yahoo.com >
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Sent: Wednesday, July 2, 2008 10:54:13 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] (esai) pada suatu pagi
dear all,
ini tulisan lama yg br saya "korek2" dr usb.
ttg suatu pagi yg indah.
ps; pas nulis, lagi latihan nulis deskripsi. mohon maklum kalo masih
gagap ya nulisnya...: )
pada suatu pagi
oleh retnadi nur'aini
Saya paling suka pagi hari. Saya paling suka terjaga saat muadzin
mushala depan rumah mulai mengaji. Meski biasanya saya baru bisa tidur
jam 4 pagi, toh saya tetap menikmati dinginnya air keran yang mencuci
wajah dan jiwa saya saat berwudhu.
Saya juga suka berlama-lama salat Subuh. Kalau lagi rajin, saya bahkan
tak segan menambahnya dengan salat sunnah 2 rakaat sebelum salat
Subuh. Ini semata-mata, karena saya ingin bercerita padaNya lebih
lama, sebelum hari dimulai dan Tuhan belum terlalu lelah untuk
mendengarkan setumpuk permohonan dari umat manusia lainnya.
Usai salat Subuh, biasanya telah tersedia secangkir susu hangat diatas
meja. Tidak selalu susu sih. Kalau saya sedang habis begadang, isi
cangkir itu adalah kopi hitam yang pekat. Kalau tidak tidur sama
sekali, pekatnya hitam kopi akan berwarna abu-abu, pertanda adanya
sedikit campuran susu. Dan, saat saya sedang diare, itu semua akan
digantikan dengan teh hangat yang daun tehnya masih melayang-layang.
Susu hangat dan kopi tidak selalu hadir sendirian. Kadang, ada
setangkup roti beroles mentega dengan taburan meises dan keju. Keju
potongan, bukan yang parutan. Bukan, bukan karena Ibu tidak suka keju
parutan. Bukan pula karena di rumah kami tidak ada parutan keju. Tapi
karena, bagi Ibu, saya dengan berat badan yang tak pernah mencapai
angka 50 kg, selalu terlihat kurang gizi. Belum lagi ditambah hitamnya
kantung dibawah mata.
Karena itu, Ibu selalu membubuhkan olesan tebal mentega yang berwarna
kuning keemasan, serta irisan tebal keju yang asin. Bahkan, saat kami
persediaan roti tawar di kulkas habis, toh Ibu tak pernah kehabisan
akal. Selalu ada dua roti isi pengganti yang dibeli dari tukang roti,
setoples kecil biscuit krim, atau setidaknya, tiga potong risoles dari
penjual nasi uduk ujung gang.
Dan sambil menyeruput secangkir susu, itu adalah waktunya kuliah subuh
di radio. Mustang, 88,05 FM. Sementara mata saya akan berputar
memperhatikan kamar tidur saya. Tempat favorit saya di dunia.
Saya selalu suka kamar tidur saya. Kamar yang berisi dua kasur, satu
lemari baju, dan satu meja. Dua kasur, karena Ibu sering tidur siang
di kamar saya. Disamping kasur yang ditempati Ibu, ada satu cermin
berbentuk persegi panjang. Salah satu benda peninggalan salah satu
abang saya, sebetulnya. Jejak-jejaknya tampak dari beberapa stiker
yang menempel pada bagian atas cermin. Satu stiker bergambar seorang
polisi memegang pentungan, dengan kepala menunduk. Dibawahnya ada
tulisan "Beranilah belajar desain grafis."
Di sekeliling cermin, saya tempelkan iklan bertuliskan 'Stylistop',
yang saya ambil secara gratis dari salon Johny Andrean di Mal Ciputra.
Iklan yang cukup kontradiktif dengan boneka Barbie yang saya gantung
disamping cermin, sebetulnya.
Lemari baju dari kayu jati terletak di salah satu pojok kamar. Salah
satu objek favorit saya (kalau sedang narsis, sebetulnya). Ini karena,
lemari ini sekarang sukses terbungkus dalam kolase kertas buatan saya,
dengan tema khusus di setiap sisinya. Pintu kiri adalah kolase
bertemakan film. Mulai dari film Sleepy Hollow, Magnolia, Blair Witch
Project, The Story of Us, sampai adegan ciuman Leonardo Di Caprio
dalam Gangs of New York penuh tempelan selotip bening yang tersebar
dimana-mana.
Sementara pintu sebelah kanan, dan bagian samping lemari mengambil
tema iklan. Ada iklan lingkungan, dengan gambar bola dunia yang sedang
menangis, dan tumpukan sampah yang menggunung. Ada iklan festival film
di Jepang dengan gambar mumi yang terbungkus dalam rol film, iklan
sale di Pasaraya, iklan coklat Toblerone, bir Heineken, sampai iklan
clubbing yang bergambar wanita seksi berbikini.
Di bagian bawah lemari, adalah kolase bertemakan kecantikan wanita.
Dan para wanita beruntung itu adalah Halle Berry, Salma Hayek,
Angelina Jolie. Di pintu kanan bagian dalam, waktunya kolase
bertemakan senyum dan kebahagiaan. Dipasang di bagian dalam lemari,
karena bagi saya, senyum dan kebahagiaan haruslah berasal dari dalam.
Dari hati.
Karena itu, senyum yang terpilih pun adalah senyum tulus. Bukan
sekedar pose patung berukir senyum basa-basi. Ada senyumnya Mandy
Moore, DJ Winky, sampai senyum anak-anak TK yang sedang asyik bermain.
Terakhir, sisi pintu kiri bagian dalam yang bertemakan hitam dan
putih. Masih separuh, karena mood saya mendadak hilang saat
mengerjakannya. Inilah satu-satunya kolase saya yang tak pernah selesai.
Masih ada koleksi kolase lainnya. Satu ditempel di ujung tempat tidur,
dengan tema perjuangan, satu ditempel di pintu dengan tema kegelisahan
dan rasa sakit. Kolase ini sengaja dipasang di pintu bagian luar,
karena bagi saya setelah memasuki kamar, tidak ada lagi rasa sakit.
Kamar ini adalah benteng saya. Dunia saya.
Terakhir, kolase bertemakan kasih ibu yang justru sering diprotes Ibu.
Bagi Ibu, foto seorang wanita hamil setengah telanjang bukanlah
representasi cinta yang murni. Dalam bahasa Jawa, itu disebut saru.
Dan dalam agama Islam, Ibu memandangnya sebagai dosa.
Bagian favorit saya di kamar adalah kasur saya. Disinilah saya biasa
menulis dengan beralaskan bantal. Kadang, sambil mendengarkan radio,
kadang sambil mengguntingi dan menyobek halaman majalah untuk bahan
kolase. Kadang juga sambil makan semangkuk mi instant panas yang
mengepul-ngepul, kadang sambil membaca, dan kadang, hanya duduk tanpa
melakukan apa-apa.
Seperti sekarang.
Kalau sudah terlalu lama melamun, biasanya Ibu akan masuk ke kamar dan
bertanya "Kamu nggak mandi?", disusul Bapak dengan sarungnya yang
bertanya "Kamu berangkat jam berapa?" Kalau saya menjawab, "Berangkat
pagi", maka pertanyaan selanjutnya adalah "Kok nggak siap-siap?", yang
berakhir dengan langkah malas saya ke kamar mandi.
Saat itulah, saya akan melewati Bik Nur, pembantu kami yang datang
pagi, dan pulang tengah hari. Seperti biasa, ia sedang menyeterika.
Dan seperti biasanya juga, saya akan menitipkan selembar kaus putih
favorit yang lecek karena sudah terlalu sering dipakai.
Tepat setelah mandi, kaus putih itu pasti telah terlipat dengan
rapinya di atas tempat tidur. Dan sambil berpakaian, itu adalah
waktunya Destiny's Child. Waktunya lagu-lagu nge-beat untuk menambah
semangat. Charger di pagi hari.
Ketukan Bapak di pintu menandakan jam sudah menunjukkan pukul 06.00.
Saya harus bergegas. "Sebentar, lagi pakai baju!," begitu saya selalu
beralasan. Setelah memasukkan barang-barang ke dalam tas, dan memasang
peniti terakhir ke jilbab, barulah pintu itu akan terbuka.
Dan waktunya memakai sepatu. Ritual kecil yang kadang jadi cukup
menyebalkan. Karena saat itu, biasanya saya baru teringat akan buku
yang tertinggal, disket yang belum dicabut, dan cangkir susu yang
belum kosong. Dan Ibu akan tergopoh-gopoh membawa cangkir itu dan
menunggui dengan sabar sampai saya selesai memakai sepatu. Setelah
cangkir susu kosong, itu adalah waktunya Ibu untuk menanyakan sebuah
pertanyaan.
Pertanyaan sama yang terus diulangnya sejak saya masuk kuliah.
Pertanyaan yang seringnya tak bisa saya tepati. Pertanyaan yang selalu
ingin membuat saya minta maaf. Sebuah pertanyaan sederhana. "Nanti
malam kamu pulang jam berapa?". Dengan penekanan pada kata `malam',
yang selalu menyentil kenyataan akan betapa jarangnya saya pulang sore.
Dan sambil mencium tangannya, saya akan menjawab "Nggak malam kok,
paling jam 8-an." Jawaban yang selalu membuat saya menyesal, saat saya
sedang dalam perjalanan menuju rumah pada pukul 23. Saat jalanan
lengang, bus terakhir sudah pulang, dan Ibu terkantuk-kantuk menunggu
bunyi bel pencetan saya.
*****
Saya paling suka pagi hari. Saya paling suka, saat sedang duduk di
atas sepeda motor Bapak menyaksikan pagi hari berlalu. Tepat setelah
keluar dari rumah, motor ini akan belok kanan di pertigaan jalan. Dan
tukang ojek yang nongkrong tak pernah lupa mengingatkan Bapak, kalau
lampu sen masih menyala.
Lurus sedikit, sampai pertigaan Klinik 24 jam, motor akan belok kiri.
Lurus sedikit, motor akan melewati sebuah sekolah dasar. Sekolah dasar
yang sama dengan yang saya datangi setiap pagi, pada 8 tahun yang
lalu. Pemandangan yang sama dengan yang saya lihat, pada 8 tahun yang
lalu.
Anak-anak sekolahan yang diseberangkan satpam. Pelajar SMU yang sedang
sarapan mi goreng di mobil, karena bangun kesiangan. Penjaga wartel
yang sedang membuka pintu. Tukang bubur ayam yang kewalahan menerima
berbagai pesanan. "Yang satu nggak pakai kacang sama kecap manis, yang
satu nggak pakai bawang, yang satu ."
Dan tukang bubur akan tersenyum dengan sabar. Sama seperti tukang
parkir, yang meski terkantuk-kantuk pun masih sempat tersenyum, dan
menyapa "Berangkat Neng?". Karena pagi harinya adalah waktunya
bersabar. Waktu penuh kedamaian.
Setelah melewati sekolah, motor akan melaju naik jalan layang
Kemanggisan. Disinilah, damainya pagi terasa begitu mahal. Karena
terlambat sepuluh menit saja, maka damainya pagi akan segera
digantikan dengan raungan klakson, teriakan pengendara motor,
diselingi sumpah serapah para kondektur angkot yang tak sabar.
Sementara di atas motor, saya Cuma bisa berdoa. Surat Annas, Al Falaq,
dan Al Ikhlas. Masing-masing tiga kali. Doa keselamatan, agar Tuhan
selalu melindungi saya dari terbit fajar sampai matahari terbenam.
Di Slipi, jalanan masih sepi. Beberapa pelari mulai berlatih. Tukang
koran di jembatan Slipi merapikan dagangannya. Tepat di atas jalan
layang Slipi, mata saya akan tertumbuk pada deretan poster film yang
diputar di Slipi Theatre. Sementara otak saya berputar mengatur jadwal
nonton film, biasanya Bapak akan berkomentar pendek "Kamu tuh, film
melulu."
Pertanyaan pendek. Jawaban pendek. Sebuah percakapan pendek yang
diakhiri dengan ucapan "Makasih udah nganter," sambil mencium tangan
tuanya yang mulai keriput.
*****
Saya paling suka pagi hari. Sama seperti saya paling suka stasiun
kereta di pagi hari. Menyaksikan aneka rupa orang-orang yang lalu
lalang lewat tepat di depan hidung saya. Ada anak sekolahan dengan
seragamnya yang tersetrika licin, para wanita karier dengan blazer,
tukang buah yang menjinjing dua keranjang penuh rambutan, sampai para
gembel dan pengemis dengan rambut kusut dan muka mengantuk.
"Jalur 5, kereta tujuan Bogor," adalah pertanda waktunya saya turun
lewat tangga stasiun Tanah Abang. Sama seperti waktunya saya bertemu
sesama. Mere dari jurusan Sastra Jepang, Melisa dari jurusan Teknik,
Indah dari Poltek.
Masih ada seorang wanita berjilbab yang akan turun di stasiun Pasar
Minggu. Lalu, dua orang mahasiswa dari Fakultas Sastra dan Fasilkom.
Atau pria berseragam biru yang akan turun di stasiun Lenteng Agung.
Orang-orang yang tidak pernah saya tahu namanya, dan (mungkin) juga
tidak pernah tahu nama saya. Orang-orang yang tidak pernah saling
berkenalan, tapi saling menyadari kehadiran satu sama lainnya. Sebagai
satu komunitas tanpa pendaftaran ataupun selembar kartu anggota.
Di tengah rasa aman yang terasa akrab, sambil diayun irama rel kereta,
saat itulah saya mulai tertidur. Balas dendam atas 45 menit yang
tertunda. Dan saya akan terbangun di stasiun Kalibata. Atau Tebet.
Atau Pasar Minggu. Suatu keajaiban, bahwa saya selalu terbangun
sebelum stasiun Universitas Pancasila.
Pemandangan menuju stasiun Universitas Indonesia selalu menjadi bagian
kecil yang saya tunggu setiap pagi. Gerbatama yang kokoh, dihiasi
pohon-pohon berbunga kuning. Sama seperti jam besar di stasiun yang
tak pernah alpa saya lirik. Selain karena saya memang tidak pakai jam
tangan, jam besar ini seolah merupakan trofi karena saya sudah
berhasil bangun pagi. Saat ia menunjukkan pukul 07.30, artinya saya
berhasil. Saat ia menunjukkan pukul 07.45, dan saya baru saja turun
dari kereta yang saya tumpangi dari stasiun Gondangdia, artinya saya
sudah melewatkan beberapa momen kecil yang berharga di pagi hari. Yang
mahal.
*****
Saya paling suka pagi hari. Terutama saat kaki ini berjalan melewati
Balhut. Hijau, hijau, hijau. Kontras dengan warna merah tiang lampu
jalanan yang dipatok menuju tempat parkir. Setiap helai daun tampak
segar dibasahi bulir embun. Bau tanah yang lengket karena hujan
semalam. Kadang ada beberapa ekor kupu-kupu si penanda datangnya tamu.
Kadang ada beberapa ekor siput yang merayap lamban di atas jalanan
berbatu yang menghitam karena basah. Kalau sedang beruntung, saya akan
mendengar suara katak atau jangkrik yang baru terjaga.
Sama seperti saya paling suka duduk di plasa FISIP di pagi hari. Hanya
duduk saja. Dan memasang telinga baik-baik. Desir angin, gesekan sapu
lidi petugas pembersih yang sabar menyapu dedaunan yang rontok. Bahkan
udara pun terasa begitu sejuk. Saya tersenyum. Seluruh semesta sedang
menyambut pagi. Mereka gembira. Mereka berdoa.
Dua tiga orang pengguna setia kereta mulai menunjukkan batang
hidungnya. Seperti biasa, mereka akan menyapa "Hei Jo, kuliah apa pagi
ini?"
Dan kampus pun mulai terjaga.
*****
- 3c.
-
Re: (esai) pada suatu pagi
Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com octavialia
Wed Jul 2, 2008 12:24 am (PDT)
iyah, jadi inget waktu kuliah dulu ^_^
deskripsi yg bagus, Mbak Retno ^_^
Salam
Lia
2008/7/2 dyah zakiati <adzdzaki@yahoo.com >:
> Pengamatan kehidupan yang cantik mbak Retno. Dikau di kelilingi
> orang-orang luar biasa. Tak heran dikaupun luar biasa ^_^
>
> Salam
> Dyah
>
>
> ----- Original Message ----
> From: punya_retno <punya_retno@yahoo.com >
> To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
> Sent: Wednesday, July 2, 2008 10:54:13 AM
> Subject: [sekolah-kehidupan] (esai) pada suatu pagi
>
> dear all,
> ini tulisan lama yg br saya "korek2" dr usb.
> ttg suatu pagi yg indah.
>
> ps; pas nulis, lagi latihan nulis deskripsi. mohon maklum kalo masih
> gagap ya nulisnya...: )
>
> pada suatu pagi
> oleh retnadi nur'aini
>
> Saya paling suka pagi hari. Saya paling suka terjaga saat muadzin
> mushala depan rumah mulai mengaji. Meski biasanya saya baru bisa tidur
> jam 4 pagi, toh saya tetap menikmati dinginnya air keran yang mencuci
> wajah dan jiwa saya saat berwudhu.
>
> Saya juga suka berlama-lama salat Subuh. Kalau lagi rajin, saya bahkan
> tak segan menambahnya dengan salat sunnah 2 rakaat sebelum salat
> Subuh. Ini semata-mata, karena saya ingin bercerita padaNya lebih
> lama, sebelum hari dimulai dan Tuhan belum terlalu lelah untuk
> mendengarkan setumpuk permohonan dari umat manusia lainnya.
>
> Usai salat Subuh, biasanya telah tersedia secangkir susu hangat diatas
> meja. Tidak selalu susu sih. Kalau saya sedang habis begadang, isi
> cangkir itu adalah kopi hitam yang pekat. Kalau tidak tidur sama
> sekali, pekatnya hitam kopi akan berwarna abu-abu, pertanda adanya
> sedikit campuran susu. Dan, saat saya sedang diare, itu semua akan
> digantikan dengan teh hangat yang daun tehnya masih melayang-layang.
>
> Susu hangat dan kopi tidak selalu hadir sendirian. Kadang, ada
> setangkup roti beroles mentega dengan taburan meises dan keju. Keju
> potongan, bukan yang parutan. Bukan, bukan karena Ibu tidak suka keju
> parutan. Bukan pula karena di rumah kami tidak ada parutan keju. Tapi
> karena, bagi Ibu, saya dengan berat badan yang tak pernah mencapai
> angka 50 kg, selalu terlihat kurang gizi. Belum lagi ditambah hitamnya
> kantung dibawah mata.
>
> Karena itu, Ibu selalu membubuhkan olesan tebal mentega yang berwarna
> kuning keemasan, serta irisan tebal keju yang asin. Bahkan, saat kami
> persediaan roti tawar di kulkas habis, toh Ibu tak pernah kehabisan
> akal. Selalu ada dua roti isi pengganti yang dibeli dari tukang roti,
> setoples kecil biscuit krim, atau setidaknya, tiga potong risoles dari
> penjual nasi uduk ujung gang.
>
> Dan sambil menyeruput secangkir susu, itu adalah waktunya kuliah subuh
> di radio. Mustang, 88,05 FM. Sementara mata saya akan berputar
> memperhatikan kamar tidur saya. Tempat favorit saya di dunia.
>
> Saya selalu suka kamar tidur saya. Kamar yang berisi dua kasur, satu
> lemari baju, dan satu meja. Dua kasur, karena Ibu sering tidur siang
> di kamar saya. Disamping kasur yang ditempati Ibu, ada satu cermin
> berbentuk persegi panjang. Salah satu benda peninggalan salah satu
> abang saya, sebetulnya. Jejak-jejaknya tampak dari beberapa stiker
> yang menempel pada bagian atas cermin. Satu stiker bergambar seorang
> polisi memegang pentungan, dengan kepala menunduk. Dibawahnya ada
> tulisan "Beranilah belajar desain grafis."
>
> Di sekeliling cermin, saya tempelkan iklan bertuliskan 'Stylistop',
> yang saya ambil secara gratis dari salon Johny Andrean di Mal Ciputra.
> Iklan yang cukup kontradiktif dengan boneka Barbie yang saya gantung
> disamping cermin, sebetulnya.
>
> Lemari baju dari kayu jati terletak di salah satu pojok kamar. Salah
> satu objek favorit saya (kalau sedang narsis, sebetulnya). Ini karena,
> lemari ini sekarang sukses terbungkus dalam kolase kertas buatan saya,
> dengan tema khusus di setiap sisinya. Pintu kiri adalah kolase
> bertemakan film. Mulai dari film Sleepy Hollow, Magnolia, Blair Witch
> Project, The Story of Us, sampai adegan ciuman Leonardo Di Caprio
> dalam Gangs of New York penuh tempelan selotip bening yang tersebar
> dimana-mana.
>
> Sementara pintu sebelah kanan, dan bagian samping lemari mengambil
> tema iklan. Ada iklan lingkungan, dengan gambar bola dunia yang sedang
> menangis, dan tumpukan sampah yang menggunung. Ada iklan festival film
> di Jepang dengan gambar mumi yang terbungkus dalam rol film, iklan
> sale di Pasaraya, iklan coklat Toblerone, bir Heineken, sampai iklan
> clubbing yang bergambar wanita seksi berbikini.
>
> Di bagian bawah lemari, adalah kolase bertemakan kecantikan wanita.
> Dan para wanita beruntung itu adalah Halle Berry, Salma Hayek,
> Angelina Jolie. Di pintu kanan bagian dalam, waktunya kolase
> bertemakan senyum dan kebahagiaan. Dipasang di bagian dalam lemari,
> karena bagi saya, senyum dan kebahagiaan haruslah berasal dari dalam.
> Dari hati.
>
> Karena itu, senyum yang terpilih pun adalah senyum tulus. Bukan
> sekedar pose patung berukir senyum basa-basi. Ada senyumnya Mandy
> Moore, DJ Winky, sampai senyum anak-anak TK yang sedang asyik bermain.
> Terakhir, sisi pintu kiri bagian dalam yang bertemakan hitam dan
> putih. Masih separuh, karena mood saya mendadak hilang saat
> mengerjakannya. Inilah satu-satunya kolase saya yang tak pernah selesai.
>
> Masih ada koleksi kolase lainnya. Satu ditempel di ujung tempat tidur,
> dengan tema perjuangan, satu ditempel di pintu dengan tema kegelisahan
> dan rasa sakit. Kolase ini sengaja dipasang di pintu bagian luar,
> karena bagi saya setelah memasuki kamar, tidak ada lagi rasa sakit.
> Kamar ini adalah benteng saya. Dunia saya.
>
> Terakhir, kolase bertemakan kasih ibu yang justru sering diprotes Ibu.
> Bagi Ibu, foto seorang wanita hamil setengah telanjang bukanlah
> representasi cinta yang murni. Dalam bahasa Jawa, itu disebut saru.
> Dan dalam agama Islam, Ibu memandangnya sebagai dosa.
>
> Bagian favorit saya di kamar adalah kasur saya. Disinilah saya biasa
> menulis dengan beralaskan bantal. Kadang, sambil mendengarkan radio,
> kadang sambil mengguntingi dan menyobek halaman majalah untuk bahan
> kolase. Kadang juga sambil makan semangkuk mi instant panas yang
> mengepul-ngepul, kadang sambil membaca, dan kadang, hanya duduk tanpa
> melakukan apa-apa.
>
> Seperti sekarang.
>
> Kalau sudah terlalu lama melamun, biasanya Ibu akan masuk ke kamar dan
> bertanya "Kamu nggak mandi?", disusul Bapak dengan sarungnya yang
> bertanya "Kamu berangkat jam berapa?" Kalau saya menjawab, "Berangkat
> pagi", maka pertanyaan selanjutnya adalah "Kok nggak siap-siap?", yang
> berakhir dengan langkah malas saya ke kamar mandi.
>
> Saat itulah, saya akan melewati Bik Nur, pembantu kami yang datang
> pagi, dan pulang tengah hari. Seperti biasa, ia sedang menyeterika.
> Dan seperti biasanya juga, saya akan menitipkan selembar kaus putih
> favorit yang lecek karena sudah terlalu sering dipakai.
>
> Tepat setelah mandi, kaus putih itu pasti telah terlipat dengan
> rapinya di atas tempat tidur. Dan sambil berpakaian, itu adalah
> waktunya Destiny's Child. Waktunya lagu-lagu nge-beat untuk menambah
> semangat. Charger di pagi hari.
>
> Ketukan Bapak di pintu menandakan jam sudah menunjukkan pukul 06.00.
> Saya harus bergegas. "Sebentar, lagi pakai baju!," begitu saya selalu
> beralasan. Setelah memasukkan barang-barang ke dalam tas, dan memasang
> peniti terakhir ke jilbab, barulah pintu itu akan terbuka.
>
> Dan waktunya memakai sepatu. Ritual kecil yang kadang jadi cukup
> menyebalkan. Karena saat itu, biasanya saya baru teringat akan buku
> yang tertinggal, disket yang belum dicabut, dan cangkir susu yang
> belum kosong. Dan Ibu akan tergopoh-gopoh membawa cangkir itu dan
> menunggui dengan sabar sampai saya selesai memakai sepatu. Setelah
> cangkir susu kosong, itu adalah waktunya Ibu untuk menanyakan sebuah
> pertanyaan.
>
> Pertanyaan sama yang terus diulangnya sejak saya masuk kuliah.
> Pertanyaan yang seringnya tak bisa saya tepati. Pertanyaan yang selalu
> ingin membuat saya minta maaf. Sebuah pertanyaan sederhana. "Nanti
> malam kamu pulang jam berapa?". Dengan penekanan pada kata `malam',
> yang selalu menyentil kenyataan akan betapa jarangnya saya pulang sore.
>
> Dan sambil mencium tangannya, saya akan menjawab "Nggak malam kok,
> paling jam 8-an." Jawaban yang selalu membuat saya menyesal, saat saya
> sedang dalam perjalanan menuju rumah pada pukul 23. Saat jalanan
> lengang, bus terakhir sudah pulang, dan Ibu terkantuk-kantuk menunggu
> bunyi bel pencetan saya.
>
> *****
>
> Saya paling suka pagi hari. Saya paling suka, saat sedang duduk di
> atas sepeda motor Bapak menyaksikan pagi hari berlalu. Tepat setelah
> keluar dari rumah, motor ini akan belok kanan di pertigaan jalan. Dan
> tukang ojek yang nongkrong tak pernah lupa mengingatkan Bapak, kalau
> lampu sen masih menyala.
>
> Lurus sedikit, sampai pertigaan Klinik 24 jam, motor akan belok kiri.
> Lurus sedikit, motor akan melewati sebuah sekolah dasar. Sekolah dasar
> yang sama dengan yang saya datangi setiap pagi, pada 8 tahun yang
> lalu. Pemandangan yang sama dengan yang saya lihat, pada 8 tahun yang
> lalu.
>
> Anak-anak sekolahan yang diseberangkan satpam. Pelajar SMU yang sedang
> sarapan mi goreng di mobil, karena bangun kesiangan. Penjaga wartel
> yang sedang membuka pintu. Tukang bubur ayam yang kewalahan menerima
> berbagai pesanan. "Yang satu nggak pakai kacang sama kecap manis, yang
> satu nggak pakai bawang, yang satu ."
>
> Dan tukang bubur akan tersenyum dengan sabar. Sama seperti tukang
> parkir, yang meski terkantuk-kantuk pun masih sempat tersenyum, dan
> menyapa "Berangkat Neng?". Karena pagi harinya adalah waktunya
> bersabar. Waktu penuh kedamaian.
>
> Setelah melewati sekolah, motor akan melaju naik jalan layang
> Kemanggisan. Disinilah, damainya pagi terasa begitu mahal. Karena
> terlambat sepuluh menit saja, maka damainya pagi akan segera
> digantikan dengan raungan klakson, teriakan pengendara motor,
> diselingi sumpah serapah para kondektur angkot yang tak sabar.
>
> Sementara di atas motor, saya Cuma bisa berdoa. Surat Annas, Al Falaq,
> dan Al Ikhlas. Masing-masing tiga kali. Doa keselamatan, agar Tuhan
> selalu melindungi saya dari terbit fajar sampai matahari terbenam.
>
> Di Slipi, jalanan masih sepi. Beberapa pelari mulai berlatih. Tukang
> koran di jembatan Slipi merapikan dagangannya. Tepat di atas jalan
> layang Slipi, mata saya akan tertumbuk pada deretan poster film yang
> diputar di Slipi Theatre. Sementara otak saya berputar mengatur jadwal
> nonton film, biasanya Bapak akan berkomentar pendek "Kamu tuh, film
> melulu."
>
> Pertanyaan pendek. Jawaban pendek. Sebuah percakapan pendek yang
> diakhiri dengan ucapan "Makasih udah nganter," sambil mencium tangan
> tuanya yang mulai keriput.
>
> *****
>
> Saya paling suka pagi hari. Sama seperti saya paling suka stasiun
> kereta di pagi hari. Menyaksikan aneka rupa orang-orang yang lalu
> lalang lewat tepat di depan hidung saya. Ada anak sekolahan dengan
> seragamnya yang tersetrika licin, para wanita karier dengan blazer,
> tukang buah yang menjinjing dua keranjang penuh rambutan, sampai para
> gembel dan pengemis dengan rambut kusut dan muka mengantuk.
>
> "Jalur 5, kereta tujuan Bogor," adalah pertanda waktunya saya turun
> lewat tangga stasiun Tanah Abang. Sama seperti waktunya saya bertemu
> sesama. Mere dari jurusan Sastra Jepang, Melisa dari jurusan Teknik,
> Indah dari Poltek.
>
> Masih ada seorang wanita berjilbab yang akan turun di stasiun Pasar
> Minggu. Lalu, dua orang mahasiswa dari Fakultas Sastra dan Fasilkom.
> Atau pria berseragam biru yang akan turun di stasiun Lenteng Agung.
> Orang-orang yang tidak pernah saya tahu namanya, dan (mungkin) juga
> tidak pernah tahu nama saya. Orang-orang yang tidak pernah saling
> berkenalan, tapi saling menyadari kehadiran satu sama lainnya. Sebagai
> satu komunitas tanpa pendaftaran ataupun selembar kartu anggota.
>
> Di tengah rasa aman yang terasa akrab, sambil diayun irama rel kereta,
> saat itulah saya mulai tertidur. Balas dendam atas 45 menit yang
> tertunda. Dan saya akan terbangun di stasiun Kalibata. Atau Tebet.
> Atau Pasar Minggu. Suatu keajaiban, bahwa saya selalu terbangun
> sebelum stasiun Universitas Pancasila.
>
> Pemandangan menuju stasiun Universitas Indonesia selalu menjadi bagian
> kecil yang saya tunggu setiap pagi. Gerbatama yang kokoh, dihiasi
> pohon-pohon berbunga kuning. Sama seperti jam besar di stasiun yang
> tak pernah alpa saya lirik. Selain karena saya memang tidak pakai jam
> tangan, jam besar ini seolah merupakan trofi karena saya sudah
> berhasil bangun pagi. Saat ia menunjukkan pukul 07.30, artinya saya
> berhasil. Saat ia menunjukkan pukul 07.45, dan saya baru saja turun
> dari kereta yang saya tumpangi dari stasiun Gondangdia, artinya saya
> sudah melewatkan beberapa momen kecil yang berharga di pagi hari. Yang
> mahal.
>
> *****
>
> Saya paling suka pagi hari. Terutama saat kaki ini berjalan melewati
> Balhut. Hijau, hijau, hijau. Kontras dengan warna merah tiang lampu
> jalanan yang dipatok menuju tempat parkir. Setiap helai daun tampak
> segar dibasahi bulir embun. Bau tanah yang lengket karena hujan
> semalam. Kadang ada beberapa ekor kupu-kupu si penanda datangnya tamu.
> Kadang ada beberapa ekor siput yang merayap lamban di atas jalanan
> berbatu yang menghitam karena basah. Kalau sedang beruntung, saya akan
> mendengar suara katak atau jangkrik yang baru terjaga.
>
> Sama seperti saya paling suka duduk di plasa FISIP di pagi hari. Hanya
> duduk saja. Dan memasang telinga baik-baik. Desir angin, gesekan sapu
> lidi petugas pembersih yang sabar menyapu dedaunan yang rontok. Bahkan
> udara pun terasa begitu sejuk. Saya tersenyum. Seluruh semesta sedang
> menyambut pagi. Mereka gembira. Mereka berdoa.
>
> Dua tiga orang pengguna setia kereta mulai menunjukkan batang
> hidungnya. Seperti biasa, mereka akan menyapa "Hei Jo, kuliah apa pagi
> ini?"
>
> Dan kampus pun mulai terjaga.
>
> *****
>
>
>
>
- 4a.
-
Re: Buku Puisi saya 'Ruang Lengang'
Posted by: "Epri Saqib" epri_tsi@yahoo.com epri_tsi
Tue Jul 1, 2008 11:33 pm (PDT)
Asma
terimakasih banyak
maaf baru balas, sy sedang di luar kota sdh 3 hari ini.
salam sukses jg buat asma
Epri Tsaqib
www.epriabdurrahman.multiply. com
--- On Mon, 6/30/08, asma_h_1999 <asma_h_1999@yahoo.com > wrote:
From: asma_h_1999 <asma_h_1999@yahoo.com >
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: Buku Puisi saya 'Ruang Lengang'
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Date: Monday, June 30, 2008, 6:42 AM
Mas Epri
Selamat ya atas beredarnya "Ruang Lengang"
Sukses selalu
Wassalam
asma
--- In sekolah-kehidupan@ yahoogroups. com, Epri Saqib <epri_tsi@.. .> wrote:
>
>
>
>
>
>
>
>
> http://epriabdurrah man.multiply. com/photos/ album/70
>
>
>
>
>
> Setelah cukup lama [baca beberapa tahun] menunggu dan
> berjibaku dengan berbagai rintangan, akhirnya alhamdulillah buku
puisi pertama saya
> terbit juga.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Begitu banyak halangan dan hambatan yang saya temui
> sepanjang penerbitan buku ini. Penantian yang cukup panjang,
komputer yang sering
> eror saat proses editing [saya sampai
> harus pinjam laptop sahabat saya malammalam demi percepatan proses
edit], kurang
> tidur dan badan tepar diterjang angin
> dan kelelahan karena harus bolak-balik ke sana
> kemari.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Saya niatkan langkah awal penerbitan buku ini sebagai cara
> saya sendiri untuk lebih banyak lagi belajar. Ya belajar lagi lebih
banyak
> dari siapapun anda para pembaca buku ini. Saya sadar ketika sebuah
karya sudah
> dilepas kepada pembaca, maka menjadi hak pembacalah untuk menilai dan
> mengapresiasi karya tersebut, bagaimanapun penilaiannya terhadapnya.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Karenanya semua kritik, saran, dukungan, dan apapun sangat
> saya harapkan dari anda sekalian dan akan saya simak dengan seksama
sambil
> mencatat masukan-masukan itu baikbaik dan saya siapkan stabilo untuk
menebalkannya agar saya tak mudah melupakannya.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Ucapan terimakasih saya harus saya haturkan kepada banyak
> sahabat dan kawan-kawan yang secara langsung maupun tidak telah
membantu saya
> hingga akhirnya buku ini bisa terbit. Sebagiannya sudah saya sebut
pada halaman
> akhir buku ini dan tentu saya minta maaf bila ada sahabat dan kawan
yang belum
> tersebut tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasih saya.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Namun secara khusus saya ingin sekali mengucapkannya kepada
> para fotografer, sahabat-sahabat saya yang sebagian besar saya kenal
di dunia
> maya dan dengan senang hati menampilkan karya-karya foto mereka yang
indah
> untuk memperkaya dan mempercantik buku ini. Mereka adalah : mas
Purwo di Bogor, mbak
> Tika [Jakarta], Ana [Girona, Spanyo], dan mas Wib [Malang]. Kepada
mereka saya juga ingin mengucapkan selamat dan
> haturan terimakasih yang sedalam-dalamnya dari hati saya.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Secara khusus juga kepada bang Hasan Aspahani yang telah
> memberikan endorsement, mas Jamal D. Rahman dan mas Nanang Suryadi
yang telah
> memberi masukan-masukan. Terimakasih banyak tak terhingga dari saya,
dan tentu
> untuk anda semua yang telah membantu dan memberi inspirasi bagi saya
selama
> ini.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Dengan rendah hati sekali lagi saya mohonkan doa dari sahabat-sahabat
> dan kawan-kawan sekalian. Mohon maaf juga bila ada kekurangan dari
saya selama
> ini.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Dari hati,
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Al-faqir
>
>
> Epri Tsaqib
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> ------------ --------- -
>
>
>
>
>
>
>
>
> PRE-ORDER
>
>
>
>
>
>
>
>
> Karena buku ini sementara dicetak sangat terbatas, maka untuk
> tahap awal Pustaka Jamil dan Gerai Buku Online menawarkan model
pembelian
> pre-order (pesan dulu sebelum bukunya ada di toko-toko buku). Anda
yang di Jakarta akan mendapatkan bukunya
> pada saat launching [waktunya akan segera diberitahu kepada anda
semua via
> mils,. Website Gerai Buku Online dan blog saya tentunya].
>
>
>
>
>
>
>
>
> Dan bagi anda yang ada di luar kota, bukunya akan dikirim ke
> alamat anda dan tentunya anda tinggal menambah ongkos kirim sesuai
dengan kota di mana anda tinggal.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Prosedurnya mudah kok :
>
>
>
>
>
>
>
>
> 1. 1.
> Transfer biaya pembelia buku puisi `Ruang Lengang' Rp 25.000,
> plus ongkos kirim. Bagi anda yang berada di luar Jakarta
> [anda bisa menanyakan ongkos kirim via email atau dari website Gerai
Buku
> Online]. Uang tersebut dikirimkan ke Rekening Bank Muamalat 301.044.6022
> a.n Epri Abdurrahman Rafi'.
>
>
>
>
>
>
>
>
> 2. Kirim
> kornfirmasi setelah transfer via sms ke [021] 3099-8655 dan tulis
alamat anda
> dengan lengkap. Bisa juga via email ke geraibuku@.. .
> InsyaAlloh begitu transfer anda masuk,
> buku segera meluncur ke alamat anda.
>
>
>
>
>
>
>
>
> 3. Masih
> bingung? Langsung aja hubungi Gerai Buku Online di nomor
> telepon [021] 3099 8655 atau kirim email kegeraibuku@ ... . Hanya
bisa dihubungi pada jam kerja.
>
>
>
>
>
>
>
>
> Judul Buku : Ruang Lengang
>
> Penulis : Epri
> Tsaqib
>
> Penerbit :
> Pustaka Jamil
>
> Cetakan : 1, Juni 2008
>
> Tebal : 68 Halaman
>
> Harga : Rp 25.000,-
>
>
>
>
>
> www.geraibuku. multiply. com
>
- 5a.
-
Re: Jaminan Keselamatan
Posted by: "dyah zakiati" adzdzaki@yahoo.com adzdzaki
Tue Jul 1, 2008 11:52 pm (PDT)
Subhanallah, mbak. Mengena sekali. Jadi pikir-pikir panjang masa depan nih ^_^
Salam
Dyah
----- Original Message ----
From: INDARWATI HARSONO <patisayang@yahoo.com >
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Sent: Wednesday, July 2, 2008 9:04:06 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] Jaminan Keselamatan
Jaminan Keselamatan
Aku pulang membawa kelegaan. Dengan obat di tangan, kuharap
gangguan gatal yang selama tiga hari tiga malam ini mendera tak lagi berkutik
karenanya. Juga, ternyata kartu asuransi dari kantor suami yang tinggal gesek
di kasir masih 'sakti'. Maka biaya untuk konsultasi ke dokter spesalis kulit
serta obatnya tak perlu merogoh kantung sendiri.
Kembali ke tempat parkir aku seketika teringat si Mbak.
Pembantuku yang hanya bertugas nyuci setrika dan bersih-bersih rumah itu
beberapa hari lalu mendapat cobaan. Anak (baru) satu-satunya yang berusia 3
tahun jatuh tersungkur, entah bagaimana kepalanya kena batu hingga robek.
Sehari sebelumnya dia sudah nggak masuk kerja. Dan seperti
biasanya, tak pamit apa-apa. Baru besoknya ketika masuk memberi alasan
ketidakhadirannya. Di hari kedua ketidakdatangannya, dia lewat sambil
menggendong anaknya. Dari rumahnya di kampung sebelah perumahan, dia hendak
membawa si anak yang kepalanya bocor itu ke Puskesmas atau dokter umum
tetanggaku di perumahan. Namun keduanya tak bisa memberi pertolongan.
Mampir ke rumah, memberi alasan libur kerja kemarin (ternyata
si anak sakit, makanya sempat kehilangan keseimbangan saat didudukkan) dan hari
ini, dia memperlihatkan juga anak di gendongannya dengan luka di kepala pada
suami. Sayang, dia menolak saat suami menawarkan bantuan untuk mengantarnya ke
dokter. Dengan diantar kakak perempuannya, mereka menuju ke seorang mantri
praktek. Sayangnya, si mantri ini tak melakukan penjahitan di luka yang robek.
Entah kenapa. Bahkan terkesan pertolongan yang diberikan ala kadarnya. Apesnya,
dengan pertolongan yang minimal, si mbak harus merogoh kocek lumayan besar
baginya. Apesnya lagi, dia kehabisan ongkos pulang. Jarak dari praktek mantri
ke rumah yang sekitar 2 kilometer yang jika naik angkot musti bayar 2500
ditempuhnya dengan jalan.
"Nggak pernah jalan kaki segitu, sambil nggendong si Dika,
lumayan capek juga Bu. Mana panas lagi," katanya.
Aku sedikit menyalahkannya kenapa menolak bantuan suamiku
waktu itu. Kutanyakan juga perkembangan si kecil.
"Itulah Bu. Kok perbannya basah seperti ada darah merembes
gitu ya? Kemarin nggak dijahit. Cuma dikasih obat betadine atau apa trus
diperban. Katanya suruh buka kalau udah 3 hari."
"Lha Dikanya sendiri gimana?"
"Nggak mau makan. Dieem aja."
"Kok kemarin nggak langsung dibawa ke B (dokter anak
langganannya) ?" tanyaku lagi.
"Lha, saya cuma pegang duit 50 ribu. Bla bla bla "
Aku manggut-manggut mendengar penjelasannya. Dengan gaji
pembantunya dan gaji suaminya yang jika digabung hanya beberapa ratus ribu, aku
bisa membayangkan keadaan ekonominya. Maka pulangnya kuberi dia sejumlah
rupiah.
"Buat Dika," kataku. "Bawa ke B saja."
"Enaknya besok nunggu tiga hari lagi atau sekarang ya Bu?"
tanyanya setelah mengucap terimakasih dan berjanji akan menggantinya dengan
potong gaji--yang kujawab tak usah saja.
"Terserah kamu. Tapi menurutku sih sebaiknya sekarang. Udah
ada dana, nunggu apalagi? Daripada tambah buruk," jawabku. Maka berlalulah dia.
Esoknya, dia melaporkan bahwa si anak sudah dibawa ke B.
Sempat dipaido (diomeli, Jw) sama dokternya kenapa nggak langsung
dibawa ke dia. Dengan lirih dia menjawab bahwa tak ada uang. Lukanya dibuka,
dibersihkan lagi, lalu diobati.
Dapat kubayangkan, bagaimana kondisinya di tempat dokter
waktu itu. Dapat pula kubayangkan bagaimana dia dengan segala kepanikan
membawa-bawa anaknya yang luka di kepala ke tempat yang diharapkan bisa
membantunya dengan uang ala kadar. Lalu berjalan pulang dari mantri di bawah
terik siang si sepanjang jalan berdebu dan full asap kotor kendaraan dengan
menggendong si buah hati. Sungguh, aku mencoba berempati, membayangkan
bagaimana jika yang di posisinya adalah aku.
Sebelum berada dalam taraf ekonomi yang membaik seperti
sekarang ini, aku pun pernah was-was membawa Ais yang sakit ke klinik karena
uang yang kupunya pas-pasan saja sementara tak ada saudara yang bisa dimintai
pertolongan. Yuni dan keluarganya, bukanlah satu-satunya warga masyarakat yang
harus berjuang mati-matian untuk memenuhi kehidupan yang bisa dianggap layak.
Bahkan pasti lebih banyak lagi yang lebih tidak seberuntung dirinya. Kisah
semacam itu menjadi santapan kita sehari-hari di koran, majalah, tabloid, juga
berita di televisi. Pasti ada keinginan untuk sedikit mengulurkan tangan, dan
akan lebih mudah jika mereka adalah orang-orang di sekitar kita yang kita
kenal.
Mencoba mengambil hikmah lebih jauh, aku berpikir tentang
kampung akhirat. Harta yang dimiliki seseorang mungkin bisa diibaratkan sebagai
pahala di akhirat nanti. Orang yang banyak 'harta' tentu tak akan bingung di kampung sana . Bahkan, dia mungkin
bisa memasuki surga melewati pintu yang manapun yang dia suka. Ini berbeda
dengan orang yang sedikit pahalanya. Hendak kemana lagi dia mencari pertolongan
di hari semua sudah membawa bekalnya sendiri-sendiri? Pintu yang manakah yang
akan terbuka untuk dirinya? Ruang yang manakah yang kan tersedia sesuai
'kelasnya'?
Mencoba berkaca, aku tak yakin bahwa kondisiku di akhirat
nanti (jika sewaktu-waktu dipanggil-Nya pulang) sama seperti sekarang, ada
jaminan 'kesehatan dan keselamatan'. Bagaimana jika di akhirat nanti aku papa
tanpa pahala yang bisa kubawa? Entahlah.( Ind )
Tanah Baru, 01/07/08
22.03
Di hari-hari penuh
perenungan http://lembarkertas .multiply. com
- 5b.
-
Re: Jaminan Keselamatan
Posted by: "Nia Robiatun Jumiah" musimbunga@gmail.com
Wed Jul 2, 2008 12:20 am (PDT)
hem... merenung kembali...
apalagi ketika sadar kondisi keimanan mulai menurun..
terima kasih atas tulisannya mba..
btw... ikut kan ya milad?
kangeun
hugs..
nia
Pada 2 Juli 2008 09:04, INDARWATI HARSONO <patisayang@yahoo.com > menulis:
>
> Jaminan Keselamatan
>
>
>
- 6a.
-
Re: (numpang promosiiiii) Ke Jakarta Book Fair yuuuk?
Posted by: "Nia Robiatun Jumiah" musimbunga@gmail.com
Wed Jul 2, 2008 12:33 am (PDT)
hi..hi...
mba ichen sayang... mau banget ke book fair.. tapi panitia milad sk rapat
tgl segitu..
AYOW.. PANITIA MILAD... INGET RAPAT...
padahal pengeun banget ketemu mba ichen.. semoga pas milad nanti ya..
aku rencananya ke bookfairnya tanggal 5... ayow, yang mau ketemu aku...
halah gubraks...
hi..hi...
miss you.. walaupun pas milad pertama gak ngeh mba ichen yang mana...
nia
Pada 1 Juli 2008 15:11, dewi cendika <candy_hepi@yahoo.com > menulis:
>
> Haiii......ke Jakarta Book Fair yauukkk......
>
>
> .
>
>
>
- 6b.
-
Re: (numpang promosiiiii) Ke Jakarta Book Fair yuuuk?
Posted by: "asma_h_1999" asma_h_1999@yahoo.com asma_h_1999
Wed Jul 2, 2008 2:31 am (PDT)
selamat ya mba ichen. Pengen dateng, tapi aku tgl segitu udah di
lembang. Aku malah mo ke pamerannya tgl jum,at, 4 juli, ada acara
temu pengarang dari Gagas media mulai jam 10 pagi.
asma
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "Nia Robiatun Jumiah"com
<musimbunga@...> wrote:
>
> hi..hi...
> mba ichen sayang... mau banget ke book fair.. tapi panitia milad sk
rapat
> tgl segitu..
> AYOW.. PANITIA MILAD... INGET RAPAT...
> padahal pengeun banget ketemu mba ichen.. semoga pas milad nanti ya..
> aku rencananya ke bookfairnya tanggal 5... ayow, yang mau ketemu aku...
> halah gubraks...
> hi..hi...
>
> miss you.. walaupun pas milad pertama gak ngeh mba ichen yang mana...
> nia
>
> Pada 1 Juli 2008 15:11, dewi cendika <candy_hepi@...> menulis:
>
> >
> > Haiii......ke Jakarta Book Fair yauukkk......
> >
> >
> > .
> >
> >
> >
>
- 7a.
-
Cara Ini Ampuh Untuk Mencari Jodoh/Teman/Sahabat
Posted by: "rusdin visioner" rusdin_kutubuku@yahoo.com rusdin_kutubuku
Wed Jul 2, 2008 12:42 am (PDT)
Saya yakin Anda punya sahabat sejati dalam hidup ini. Saya yakin sekali Anda paham benar bagaimana berinteraksi dengan teman-teman Anda. Teman-teman Anda itulah yangsecara tidak langsungmembawa Anda pada kesuksesan hidup. Oleh sebab itu, kita mesti berhati-hati dalam berkawan.
Saya ajak Anda untuk saling berbagi. Menurut Anda teman/kawan/jodoh bagaimanakah yang harus kita pergauli dengan baik. Silahkan beri komentar Anda di http://carisahabat. wordpress. Mudah-mudahan komentar Anda menjadi inspirasi banyak orang. Mari kita berburu kebaikan!!!com.
- 7b.
-
Re: Cara Ini Ampuh Untuk Mencari Jodoh/Teman/Sahabat
Posted by: "setyawan_abe" setyawan_abe@yahoo.com setyawan_abe
Wed Jul 2, 2008 1:28 am (PDT)
Dan saya ajak Anda Mas Rusdin untuk tidak bosen posting di SK,
please...jangan tinggalkan dakuhh, heuheuheu.
(*sambil nyolek punggungnya Mas Rusdin*) Pssstt, Mas Rusdin, aku khan
dah ngasih komen di blog Anda, ada bonus untuk aku nggak? ikikikikik
Salam
Arief
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , rusdin visionercom
<rusdin_kutubuku@...> wrote:
>
> Saya yakin Anda punya sahabat sejati dalam hidup ini. Saya yakin
sekali Anda paham benar bagaimana berinteraksi dengan teman-teman
Anda. Teman-teman Anda itulah yangsecara tidak langsungmembawa Anda
pada kesuksesan hidup. Oleh sebab itu, kita mesti berhati-hati dalam
berkawan.
> Saya ajak Anda untuk saling berbagi. Menurut Anda
teman/kawan/jodoh bagaimanakah yang harus kita pergauli dengan baik.
Silahkan beri komentar Anda di http://carisahabat.wordpress. com.
Mudah-mudahan komentar Anda menjadi inspirasi banyak orang. Mari kita
berburu kebaikan!!!
>
- 8.
-
Jawaban dari XL (Kasus Efektifitas Blog untuk Pengaduan Layanan Masy
Posted by: "Rumah Ilmu Indonesia" rumahilmubandung@gmail.com rezaervani
Wed Jul 2, 2008 1:16 am (PDT)
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Hari ini penulis mendapatkan email jawaban dari XL, salah satu operator
GSM yang beroperasi di negeri ini.
Email tersebut adalah jawaban dari keluhan penulis terhadap layanan XL
di blog http://rezaervani.wordpress. com,
(http://rezaervani.wordpress. )yang ternyata mendapat respon lebih dari 1.200 orang pembaca.com/2008/ 07/01/strategi- licik-bisnis- proxl-\
3431/
Email dari XL tersebut juga penulis buat di blog yang sama, begitu juga
jawaban penulis kepada mereka.(
http://rezaervani.wordpress. )com/2008/ 07/02/dan- inilah-jawaban- dari-xl/
Setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik sebagai ilmu baru
dari penggunaan teknologi komunikasi dan informasi sebagai bentuk media
penyampaian keluhan seputar layanan masyarakat :
1. Blog dapat efektif untuk mensosialisasikan permasalah tertentu
yang terjadi di sekeliling kita jika ia sudah memiliki brand tersendiri
2. Komentar-komentar yang masuk ke blog, dapat membantu memperkuat
kasus yang kita alami, sehingga tidak ada kesan bahwa apa yang kita
angkat atau yang kita keluhkan hanya sebuah pendapat sepihak. Pemunculan
kasus yang sama oleh komentator tulisan kita di blog berdampak positif
sebagai kekuatan penekan baru agar terjadi perbaikan layanan masyarakat
3. Belajar dari respon tanggap ProXL, saya merindukan adanya hal yang
sama dari lembaga-lembaga pemerintah dalam menanggapi keluhan
masyarakatnya. Andaikan ini terjadi, maka penggunaan teknologi
komunikasi dan informasi di negeri ini untuk memudahkan pemerintah
mengawasi aparaturnya bisa tercapai dengan baik.
4. Jangan pernah menyangka apa yang anda tulisa akan sia-sia ... Akan
selalu ada efek yang terjadi, langsung maupun tidak langsung ...
Teruslah menulis ... :-)
Salam,
Reza Ervani
- 9.
-
[SK Idol] DUNIA SUNYI
Posted by: "asma sembiring" asma_h_1999@yahoo.com asma_h_1999
Wed Jul 2, 2008 1:29 am (PDT)
DUNIA SUNYI
Asma Sembiring
"Apa
kabar Mak Tuo ?", sapaku
menyunggingkan senyum. Perempuan bersarung sebadan itu menatapku lekat-lekat,
tajam. Aku dekati ia dalam jarak satu lengan.
"Kamu
siapa ?", bisiknya sayup. Kekehan tawa "hehehehehehe"
dari mulutnya, membelah dapur kayu tempatku berdiri, sebelumnya akhirnya ia berjongkok
di pojok dapur dekat jendela, sudut favoritnya.
Tangannya bersidekap, mengusir hawa dingin di pagi hari.
"Amah
Mak Tuo, keponakan Mak Tuo tersayang",
jawabku berlagak. Setelah itu aku
lengkungkan kakiku, mengambil posisi berjongkok, berhadapan-sejajar dengan
tubuhnya. Bau asam menyengat. Campuran aroma
daki dan keringat menguar dari tubuh Mak Tuo. Sarung yang ia kenakan sobek di
sana sini, menampakkan beberapa bagian tubuhnya, tertutup lingkaran daki
tumpuk-menumpuk. Dijentikkannya kuku jari tengah tangan kanannya dengan jempol
berulang-ulang. "Tik..tik..tik..", begitu bunyinya. Gerakan tersebut membuat
kotoran hitam menggunung, menempel di ujung kuku sepanjang 2 cm itu, sebelum
akhirnya ia jentikkan ke udara.
"Dia
menusukku....hehehehe" , Mak Tuo berceloteh
"Siapo
?", kenapa Mak Tuo di tusuk ?", tanyaku merespon . "Orang
gila...orang tenggen", jawabnya terkekeh kembali, memperlihatkan gigi-giginya
yang tonggos. Kotoran kuning menebal,
mengilat, bercampur air liur menempel di gigi tersebut.
"Mak Tuo, apa yang Mak Tuo pikirkan ?",
aku membatin perlahan. Ia duduk di hadapanku
dalam sejangkauan. Namun jarak kami begitu
jauh, terpisah oleh dinding tak tembus pandang yang belum berhasil aku robohkan.
Dalam dunianya, diselingi umpatan, kalimat-kaliamt tak senonoh dan serapah yang
tak pernah habis, aku dan Mak Tuo dipisahkan.
Bertahun-tahun dibelakangku ........
"Mak
Tuo, aku ada pe-e matematika, pembagian bilangan. Ajari ya ?", aku memohon,
menatap matanya. Kakak perempuan ibuku
itu mengangguk. "Mana yang mau diajari?". Lalu
mulailah ia membuat garis pembagian di
buku kotretan yang aku serahkan. Tangan-tangannya terampil membuat garis lengkung
pembagian dari kanan atas ke kiri bawah.
Selanjutnya, dari titik awal tarikan garis lengkung tadi, dibuat garis
lurus ke kanan. Angka pembagi di tempatkan di bagian luar lengkungan, sedangkan
bilangan yang akan dibagi ditaruh di bagian dalam lengkungan. Hasil pembagian di letakkan di atas garis
datar (kebayangkan). Lalu ia menjelaskan
satu-persatu proses pembagian tersebut dengan detail dan sabar padaku, hingga
akhirnya aku bisa mengerjakan pe-erku.
Aku
tinggal bersama Mak Tuo dan Ayek (nenek dari pihak ibu) selama dua
tahun. Keluargaku memutuskan pindah ke Kota Bukittinggi saat aku kelas 5 SD.
Aku sendiri memutuskan tinggal bersama Ayek di kampung hingga lulus SD, karena
tak ingin pendidikan madrasahku berhenti.
Di kampungku, selain bersekolah SD, anak-anak usia sekolah dimasukkan ke
madrasah untuk mempelajari agama islam lebih intens. Setiap sabtu aku akan pergi
mengunjungi ibuku di kota. Di hari minggunya, aku pulang ke kampung membawa
uang jajanku selama satu minggu.
Seringkali, uang jajanku habis sebelum
waktunya. Dan pada saat itu, Mak Tuo lah menjadi tempatku bersandar.
Dalam urusan uang, aku lebih berani padanya ketimbang Ayek, yang menatap dengan
menyelidik bila aku berbicara tentang uang.
Pada Ayek sendiri, seingatku, aku tak pernah minta uang.
Dalam
pengamatanku, Mak Tuo selalu punya uang,
padahal keuntungan penjualan telur, minyak goreng dan kelapa yang ia jual
tidaklah seberapa. Acap kali aku
memperhatikan, pelanggannya lebih banyak berhutang dari pada membayar tunai.
"Uni,
aku ambil minyak ½ kg dan kelapa dua butir, nanti dibayar", ujar pelanggannya
yang masih tetangga kami.
"Ambillah.
Tuh di belakang", jawab Mak Tuo. Dalam
pandanganku, Mak Tuo tak terlalu
hirau siapa yang berhutang dan kapan pembayarannya. Tak ada catatan yang ia buat. Namun aku yakin ia mengingatnya, karena ingatannya
sangat tajam. Yang jelas, dua kali seminggu, ia rutin berbelanja barang ke
pasar. Banyak orang terbantu dengannya, karena tak perlu pergi ke pasar dan
bisa mengutang terlebih dulu.
Saat
Ayek ke Jakarta mengunjungi tante-tanteku yang lain, Mak Tuo menjadi tempat
pelarianku kala aku ketakutan di rumah besar tersebut. Ada enam kamar di rumah
Ayek. Aku, Ayek dan Mak Tuo tidur di kamar terpisah.
Dalam curahan
hujan deras yang tak henti-hentinya mengucur menghantam atap rumah, diikuti
gemuruh menggelegar membelah langit, membuat listrik padam dan kamarku gelap
gulita, aku menggigit selimut keras-keras, ketakutan. Peluh bercucuran di
wajah. Aku hendak berlari, namun tak
tahu ke mana. Hantu-hantu tak berbentuk,
'kundiak' dan sejenis makhluk halus lainnya, yang biasa disebut teman-temanku
untuk menakut-nakuti membayang di rongga mataku. Pada detik yang tak bisa aku tahan, ketika
jerit terkuat akan terlontarkan ke udara, aku sentakkan pintu kamarku, berlari
kencang, menjeblak pintu kamar Mak Tuo. Ia pagut aku dalam dekapan hangatnya. Ia usap-usap bahuku dengan kata
menenangkan. Meredakan ketukan jantungku
di talu titik menuju keseimbangan.
"Sudahlah...tak
apa-apa. Itu hanya hujan biasa. Ayo tidur lagi", ia buka suara. Di sampingnya, aku tertidur lelap hingga pagi
memenangkan hari.
Saat dunia kami berbagi,
Mak Tuo tipikal wanita paruh baya
yang aktif. Orang pertama yang paling duluan
tiba di mesjid dalam waktu sholat apapun. Memberi kabar pertama saat di mesjid
atau di kampung kami digelar acara apapun.
Kuping Mak Tuo seperti radar. Ia
menangkap informasi dan menyebarkan ke penjuru kampung cepat, dalam sekelebat .
Ingatannya selalu kuat. Ia selalu
tertidur ketika para angku guru dan ustad menyampaikan ceramah agama. Tapi ia pula manusia pemilik data paling
detail, yang bisa menceritakan isi ceramah tersebut pada orang lain ketika
orang-orang bertanya "tadi di mesjid angku guru ceramah tentang apa ?".
Saat ia masuk ke
dunianya, ia tunggu aku bersama kayu panjang di dalam rumah. Bersigegas aku lari melompati anak tangga
sekaligus, agar tak terkena hantaman kayu ditangannya. Sesekali, bila kayu itu berganti dengan pisau,
aku mengendap-endap memasuki rumah. Terbirit-birit ke dalam kamar dan mengunci
kamarku rapat-rapat, sementara di belakangku terdengar kekehan panjang
menyentakkan bulu roma.
Aku tak pernah
tahu kenapa Mak Tuo membuat dunianya sendiri. Atau kenapa takdir menggeser
batas kuasanya sebagai manusia. Ayek, ibuku dan saudara-saudara yang lain
berupaya mengobatinya ke rumah sakit jiwa, namun penyakitnya berulang kali
kambuh. Dalam masa kambuh itu pula, aku saksikan Mak Tuo tiga hari tiga malam
tertidur akibat obat tidur yang diminumkan ke dalam tubuhnya. Ia tak lagi mengenal batas malam dan
siang. Ketika ia terbangun, dengan tubuh
doyong dan mata yang sarat kantuk, Mak Tuo ke kamar mandi, makan dan sholat dan
kondisi tak sadar, sementara aku mematung...menatap kakinya yang oleng menjejak
di tanah. Hendak mendekati namun tak berani. Aku tak bisa menolong. Bila ia didekati dalam kondisi sadar, ia akan
mengamuk. Mak Tuo tak pernah lagi mandi. Rambutnya awut-awutan, kuku-kukunya memanjang
serta tubuhnya mulai menjadi liang kotoran, membuat daur lingkaranan bebercak daki.
Kalaupun hendak dimandikan, ia harus dibebat rapat-rapat. Setelah itu barulah rambut, kuku tangan dan kuku
kakinya menyusul dipotong. Itu pun bisa dikerjakan satu atau dua tahun sekali.
Lima tahun
belakangan, Mak Tuo tak pernah lagi sembuh dari sakitnya. Ia semakin asyik
dengan dunia sunyinya, meski do'a tak habis kami lafazkan. Obat tidurpun tak lagi mempan. Ia tahu ketika
tehnya dibubuhi obat tidur dan tak mau meminum teh tersebut. Belakangan, Ayek menghentikan memberikan obat
tidur karena efeknya membuat Mak Tuo makin menderita.
Kini, di usianya
yang renta, Mak Tuo lebih banyak berceloteh di pojok dapur kesukaannya. Mengomentari orang-orang yang datang dan
pergi dari dan ke rumah nenekku. Atau ia bisa tidur seharian di kamarnya,
meringkuk berkepanjangan dalam dunia yang ia bangun.
Aku tatap wajah
itu. Dulu.....di masa kanak-kanakku, kasih pekat itu pernah tercurah dalam
hari-hari tumbuh kembangku. Terngiang kata-katanya di telingaku,
"Amah, carikan
uban Mak Tuo ya?", pintanya. Mulailah aku mencabuti uban di kepalanya satu
persatu. Rasanya, masih seperti kemaren sore, ketika kami saling berdecap-decap
kepedasan, menyantap sate padang kesukaan kami berdua. Imagi kasih sayang
berharga yang akan selalu aku simpan dalam sudut hati dan takkan lamur oleh
waktu.
Aku julurkan
tanganku hendak menjangkau wajah Mak Tuo yang begitu dekat. Tanganku terkulai
lemah. Batas dunia menganga kembali di
antara kami. Mak Tuo makin membatu
bersama dunia sunyinya. Sementara aku
masih menunggu-nunggu, kapan jendela dunianya akan terkuak, meski hanya setitik
lubang.
Bogor, 2 Juli 2008
Toek Mak Tuo, di Dunia Sunyi.
- 10.
-
(PUISI) TABU TAPI PAGU
Posted by: "Arrizki Abidin" arrizki_abidin@yahoo.com arrizki_abidin
Wed Jul 2, 2008 2:33 am (PDT)
"TABU TAPI PAGU"
(puisi bagi mereka yang mati muda demi keadilan)
Gadai luka pada muka
Muak pada sebingkai kaca
Jika cerminannya nyata
Bukan pura-pura
Kenapa retak harus berbelah?
Nyala nyali endapkan asa
Tak percaya, geledah saja jiwa
Lalu masa takkan terbata
Membaca gerak bibir tua
Palu terketuk abu-abu
Benar itu salah selalu
Tabu tapi pagu
Lalu dimana malu?
Ada kaku mengisahkan haru
Hingga tak berkutik lakon baru
Yang tua yang maju
Yang muda yang berlalu
Terbungkus jentik-jentik debu
Gembalakan penguasa untuk berguru
Ajarkan satu!
Takkan mati suara keadilan itu
Salam
Riz-Q
- 11.
-
(PUISI) TITIP
Posted by: "Arrizki Abidin" arrizki_abidin@yahoo.com arrizki_abidin
Wed Jul 2, 2008 2:34 am (PDT)
"Titip"
Kuhangatkan dahinya dengan telapak tanganku
Tegarlah hatiku dalam tangis
Tuhan...
Saat kuluncurkan telapak ini
Hingga kelopak matanya kuncup
Jagalah ia
Bunga kecilku
-Ibu dimana?
-Bersama ayah
-Didunia?
-Maksudmu?
-Paman itu berkata boleh
-Untuk?
-Bermain sepuasnya
-Dimana?
-Sudah bu, izinkan aku
-Kau lihat apa?
-Mereka bermain suka dalam balutan sutera
-Allahu Akbar, salam bagi penghuni surga
-Kutunggu digerbang bu
Salam
Riz-Q
- 12a.
-
Re: [problem solving] Proyek Pencarian Jodoh
Posted by: "punya_retno" punya_retno@yahoo.com punya_retno
Wed Jul 2, 2008 2:51 am (PDT)
sepakat dgn kang benny,
tulisan yg cantik.
dan ya, Tuhan memang memberi anugerahNya di saat yang tepat.:)
thanks for writing, mbak sasa
salam,
-retno-
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "sasa909691"com
<sasa909691@...> wrote:
>
> [problem solving] Proyek Pencarian Jodoh
>
> Beberapa hari yang lalu, kuterima sebuah sms dari salah seorang teman
> lama. Isi smsnya lumayan menggelitik dan membuatku merenung.
>
> Ass. Mbak gimana kabarnya? Mbak, cariin aq suami dong. Aq skr br
> ngerasa kesepian nih n br sdr aq butuh seorang pendamping, please..
>
> Bagaimana aku tidak tersenyum membaca sms itu? Karena aku teringat
> pada perjalanan pencarian jodohku sendiri yang melalui jalan yang
> berliku. Mungkin aku bukan satu-satunya orang yang butuh waktu
> bertahun-tahun untuk menemukan jodoh yang telah di sediakan Allah
untukku.
>
> Sms dari teman dengan nada yang sama bukan kali ini saja kuterima.
> Beberapa kali dan dari orang yang berlainan. Sms dan email dengan
> maksud minta di carikan jodoh semakin sering kuterima sesudah aku
> menikah.
>
> Dimanakah engkau jodohku?
>
> Sekitar tahun 2000-2001, saat itu aku masih duduk di bangku kuliah dan
> sedang pengen-pengennya nikah. Bahkan saking pengennya nikah aku
> sampai ikut kajian para nikah di masjid mardliyah kampus UGM yang
> letaknya ada di sebelah RS Sardjito. Banyak catatan tentang pernikahan
> yang kudapatkan. Nggak Cuma itu saja, buku-buku pernikahan pun kubaca.
> Dari buku yang tipis sampai yang tebel banget. Wah membaca buku-buku
> itu ternyata semakin membuatku bersemangat. Saat itulah keinginanku
> untuk menikah semakin menggebu. Yang ada dalam bayanganku tentang
> pernikahan adalah indah-indah dan indah. Hanya ada satu kata itu dalam
> benakku tentang pernikahan.
>
> Sayangnya keinginanku saat itu tidak terpenuhi. Tidak ada seorangpun
> yang memenuhi kriteria dan melamarku. Walau aku berusaha keras dan
> selalu meminta dicarikan jodoh tiap bertemu dengan teman-temanku yang
> sudah menikah telebih dahulu. Seingatku saat itu ada 2 lelaki yang
> berniat serius. Aku tidak punya perasaan spesial pada dua-duanya. Tapi
> tetap saja aku jalani pendekatan karena keingianku yang besar untuk
> menikah. Dasar memang nggak jodoh dan belum waktunya, selalu ada saja
> penghalangnya. Lelaki pertama, masih kuliah dan mengandalkan dana dari
> orangtua, sedangkan lelaki kedua, beragama Islam tapi ada hal prinsip
> tentang aqidah yang tidak sejalan.
>
> Keinginanku tentang menikah masih saja menggebu. Apalagi saat umur
> terus bertambah dan bayangan indahnya pernikahan masih terus
> membayang. Bahkan tiap kali ada yang menawariku untuk mengenalkan
> dengan seorang lelaki atau menjodohkan, aku selalu mengangguk setuju
> untuk bertemu. Lucunya lagi, nggak ada seorang lelakipun yang
> mengajakku pacaran saat itu. Semuanya berkenalan dengan tujuan satu,
> menikah. Kesamaan tujuan inilah yang membuatku bertambah semangat.
> Patah satu tumbuh seribu menjadi pepatah yang menghiasi diaryku ketika
> kegagalan demi kegagalan taaruf menderaku.
>
> Pada akhirnya, aku sampai pada titik jenuh. Berulangkali taaruf, tidak
> berhasil. Bahkan hampir tidak ada jeda antara satu taaruf dengan
> taaruf yang lain. Benar-benar semua tidak ada yang berhasil. Paling
> hanya pendekatan dalam hitungan minggu dan bulan, tidak ada yang
> menembus hitungan lebih dari 6 bulan.
>
> Saat itulah keinginanku mulai mereda. Bayangan indahnya pernikahan pun
> lewat sudah. Aku lelah. Sungguh lelah. Mungkin saat itu aku mengalami
> kelelahan lahir dan batin. Pepatah patah satu tumbuh seribu agaknya
> mulai goyah. Aku mulai merasa heran dengan diriku, apa yang salah pada
> diriku sehingga taaruf itu selalu gagal. Sejak saat itulah
> bacaan-bacaan tentang pernikahan kusingkirkan jauh-jauh, bahkan ada
> beberapa buku tentang pernikahan yang kusimpan di kardus.
> Aku yakin sepenuh hati bahwa Allah sudah menyiapkan jodohku. Allah
> pasti sudah menyiapkan seorang yang benar-benar cocok untukku dan bisa
> menerimaku apa adanya. Hanya saja aku bingung, kapan orang itu akan di
> datangkan padaku? Sementara niatku untuk menikah sudah menggebu dan
> umurku sudah bertambah dari hari ke hari.
>
> Allah, tolong datangkanlah dia..
>
> Sampai beberapa tahun kemudian, diusia 29 tahun aku berkenalan dengan
> seorang lelaki. Wajar, datar dan biasa. Itu awalnya. Mungkin karena
> saat aku berkenalan dalam forum pelatihan itu, aku masih di rundung
> duka. Duka akan kegagalan taarufku beberapa kali. Memang sejak itu aku
> agak kurang peka terhadap lawan jenis. Aku cenderung tidak menanggapi
> ketika ada lelaki mengajak bicara. Mungkin juga di dalam hati aku
> masih merasa kecewa. Tapi entah kenapa lama-lama ada perasaan yang
> berbeda setiap kali bertemu dengannya. Saat itulah aku mulai lagi
> membaca buku-buku tentang pernikahan. Karena aku tak ingin lagi
> bermain-main. Aku ingin membacanya dengan serius dan meminta pendapat
> dari teman-teman yang sudah lebih dahulu menikah. Aku ingin
> mendapatkan gambaran nyata tentang sebuah pernikahan.
> Salah satu ustadz dalam pengajian mengatakan, " pernikahan bisa
> disimpulkan dari 4 kalimat. Pertama, membenturkan idealisme dengan
> realitas; kedua, penyempurnaan iman; ketiga, pernikahan merupakan
> tugas pertumbuhan dan perkembangan; keempat, bersama untuk bekerja
sama."
>
> Aku pun berusaha mencerna empat kalimat tersebut. Ribet banget ya? Itu
> yang ada dalam pikiranku saat itu. Membenturkan idealisme dengan
> realitas adalah kalimat yang paling lama kumengerti. Idealisme apa?
> Realitas apa? Sampai aku perlu bertanya berkali-kali kepada
> teman-temanku yang sudah terlebih dahulu menikah.
> Bagiku keterangan yang runtut dari ustadz tersebut memberi tambahan
> kesiapan mental yang sedang perlahan kupersiapkan untuk sebuah
> pernikahan. Sambil terus belajar aku pun memohon pada Allah, jika
> memang si lelaki ini adalah jodohku, kumohon pada Allah untuk
> memudahkan jalan bagi kami untuk menikah.
>
> Namanya juga doa orang jatuh cinta 
>
> Awalnya saat berdoa dan berharap itu, aku sempat kuatir. Bayangan
> kegagalan di masa lalu kembali membayang. Namun aku mencoba untuk
> menepis semua ketakutanku itu. Aku meyakinkan diri bahwa Allah
> mengerti benar apa yang ada di dalam hatku. Kalau aku serius
> benar-benar berdoa dari dalam hati, pasti Allah akan memberikan
> jawabannya. Sambil berdoa itulah aku terus menerus mencari informasi
> yang lengkap tentang pernikahan. Tidak Cuma indahnya saja. Tetapi juga
> semua hal yang berkaitan dengan pernikahan. Aku berharap dengan
> banyaknya informasi yang kudapatkan aku semakin siap untuk menikah.
>
> Hikmah proyek pencarian jodoh
>
> Setelah kurang lebih 7 bulan mengulang doa yang sama dan terus
> berharap, akhirnya pada penghujung Desember 2006, lelaki ini melamarku
> dan kami menikah 3 bulan kemudian saat usiaku tepat 30 tahun.
> Dan sekarang, saat usia pernikahanku jelang 15 bulan 4 hari lagi, aku
> merasa setiap hari penuh dengan pembelajaran. Justru ini lebih nyata
> daripada di buku. Memang bayangan indah,indah dan indahnya pernikahan
> masih kurasakan hingga sekarang ini dan semoga sampai akhir hidupku
> nanti. Tapi tidak memungkiri perasaan bahwa ada saat-saat dimana
> terjadi kesalahfahaman diantara kami. Hal-hal kecil dan remeh pun bisa
> menyulut emosi tatkala kami sama-sama lelah sepulang kerja. Namun di
> balik semua itu, selalu ada keindahan setiap kembali berdamai sesudah
> kesalahfamahan itu.
>
> Dan kuingat pesan bu Eka, guru ngajiku beberapa tahun yang lalu, saat
> dia sedang memberi materi tentang persiapan pernikahan, "ingat
> kebaikannya, dan selalu ingat kebaikannya ketika setan mulai masuk
> diantara kalian." Hal ini juga yang ku praktekkan saat kesalahfahaman
> itu datang. Dan alhamdulillah dalam hitungan menit, kami bisa
> berbaikan kembali.
>
> Senada dengan pesan guru ngajiku tersebut, ada juga pesan dari salah
> seorang sahabat sesaat sebelum aku menikah, "Hiasi rumahtanggamu
> dengan berdoa kepada Allah. Karena hanya Dia yang bisa membolak
> balikkan hati manusia. Dan hanya Allah satu-satunya yang bisa
> mendekatkan hati kalian dan membuat rumah tangga kalian sakinah
> mawaddah wa rahmah. Kita manusia wajib untuk berusaha dan berdoa."
>
> Pesan sahabatku ini juga yang kupraktekkan dalam kehidupan rumah
> tanggaku. Kami berdua selalu berusaha menyempatkan berdoa setiap
> selesai sholat berjamaah, setiap bersiap tidur, setiap akan berangkat
> bekerja, dan pada beberapa kesempatan yang lain.
>
> Memang proyek pencarian jodohku sudah menemukan jawabannya. Aku pun
> seringkali tertawa jika mengingatnya. Cukup lama proyek ini kujalani,
> hampir 7 tahun aku menanti dan menanti hingga Allah menghadirkan jodoh
> itu. Entah sudah berapa liter air mata yang terus menerus keluar
> mengiringi langkahku menjalani proyek itu. Air mata yang terus
> mengalir ketika aku berdoa, ketika aku memohon dan berharap akan
> terkabulnya permohonanku.
>
> Dan sekarang, kusadari banyak hikmah yang bisa kupetik dari
> kesulitanku dalam menemukan jodoh.
>
> Pertama, jelas bahwa Allah yang tahu apa yang terbaik untuk kita.
> Orang yang tepat mendampingi kita, waktu yang tepat saat Dia
> mempertemukannya, juga bagaimana cara Dia untuk mendekatkan dua orang
> yang berjodoh. Semua benar-benar rahasianya. Dan kita sebagai manusia
> benar-benar tidak punya kekuatan apa-apa untuk mengubahnya. Kita hanya
> punya dua hal, berusaha dan berdoa.
>
> Kedua, tak ada yang sia-sia dalam hidup kita termasuk usaha yang telah
> kita lakukan. Karena itulah, menurutku, sesulit apapun proyek
> pencarian jodoh yang kita lakukan, usahakan tetap berada di jalan yang
> benar. Jangan halalkan segala cara. Buang jauh-jauh prinsip 'cinta
> ditolak dukun bertindak'
>
> Ketiga, jodoh kita memang orang yang misterius. Kita tidak akan bisa
> mengerti bagaimana aslinya dia sampai dia menjadi suami kita. Karena
> itulah sebaiknya jangan memasang target yang terlalu rumit dalam
> kriteria jodoh yang kita cari. Pasang kriteria yang prinsip-prinsip
> saja. Jangan terlalu muluk-muluk dan jangan mencari orang yang
> sempurna karena tidak ada yang sempurna dalam diri seorang makhluq.
> Kriteria seperti rambut kriting, mata normal (tidak minus), dan
> kriteria yang semacamnya tidak usah terlalu di pentingkan. Toh rambut
> kriting bisa di rebonding, toh mata minus bisa dikasih softlens
>
> Keempat, semakin besar pengharapan kita maka akan semakin besar
> kemungkinan kita untuk kecewa. Artinya, selalu siap dengan segala
> kondisi. Ketika memulai berkenalan dan taaruf, berharap itu boleh tapi
> jangan terlalu tinggi. Biar tidak terlalu sakit kalau gagal. Nah,
> kalaulah taaruf kali ini gagal, pompakan semangat dalam hati, gagal
> kali ini nggak masalah mungkin yang berikutnya berhasil. Dimana satu
> pintu tertutup pasti ada pintu lain yang terbuka. Kalau semua pintu
> tertutup, toh masih ada jendela.
>
> Kelima, pasrah ketika usaha maksimal disertai doa sudah dilakukan.
> Allah tidak pernah tidur jadi Allah pasti akan memberikan jawaban pada
> kita. Jangan patah semangat. Jangan menganggap bahwa kita paling
> merana di dunia.
>
>
> Tips-tips menghadapi kesulitan
>
> Rangkaian hari adalah masa dimana kita diuji untuk menghadapi
> kesulitan. Tidak ada seorang manusia pun yang lepas dari sebuah
> kesulitan. Mungkin kita sedang diuji dengan sulitnya mencari jodoh,
> tapi orang lain mungkin saja diuji dengan kesulitan yang berbeda. Hal
> yang sering terjadi adalah kita berprasangka buruk pada Allah atas
> kesulitan yang kita alami. Kita sering merasa Allah tidak sayang
> kepada kita sehingga kita diberi kesulitan yang seolah menghimpit dada
> kita dan membuat kita sulit bernapas.
>
> Karena kesulitan itu akan selalu ada, maka sebaiknya kita siapkan
> tips-tips untuk menghadapinya. Biar di lain waktu kita lebih siap dan
> tepat menghadapinya. Kalaupun suatu saat nanti kita terlena dan
> terhempas lagi saat menghadapi kesulitan, maka catatan ini bisa
> menjadi sebuah pengingat.
>
> Jangan berputus asa dari rahmat Allah. Allah tidak pernah berbuat
> buruk kepada hambaNya. Bahkan kita yang telah banyak bergelimang dosa
> masih saja diberi banyak kenikmatan.
>
> Jika kita terus mendekatkan diri pada Allah, kesulitan ini bisa jadi
> sebuah ladang ibadah. Jangan lari dari Allah, justru semakin
> mendekatlah karena memang itu yang Dia inginkan.
>
> Kita bukan orang yang paling merana sedunia. Jadi, mengapa harus
> berlarut dalam kesedihan? Sedih sesaat boleh saja, semua itu masih
> wajar sebagai manusia. Yang penting sesudah itu kita langsung bangkit
> dan optimis kembali.
>
> Kesulitan itu tidak kekal adanya. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu
> ada kemudahan. Yakin saja dengan janji Allah tersebut. Kesulitan itu
> datang sendiri dan akan pergi dengan sendirinya, biarkan waktu yang
> menjawab. Yang penting, bagaimana kita menjalaninya. Jangan sampai
> kita terperosok dalam jalan yang salah. Nikmati saja perjalanan kita
> kali ini, mungkin sekarang kita masih menangis tapi suatu saat nanti
> kita akan tertawa mengenangnya.
>
> Perbanyak amal salih, perbanyak tadabbur Al-Qur'an, perbanyak sodaqoh,
> perbanyak silaturahmi dan perbanyak berbuat baik. insyaAllah kesulitan
> itu akan berkurang.
>
> Curhat dengan teman untuk melepaskan beban bisa jadi alternatif.
> Terkadang kita butuh bicara untuk melegakan hati. Mungkin saja saat
> itu teman kita bisa memberi pertimbangan yang lebih jernih. Hanya saja
> kita perlu teman yang bisa menyimpan rahasia dan berpikiran positif.
>
> Bagaimana? Masih sedih juga dengan kesulitan yang kita alami? Mari
> kita sama-sama menyadari, dimanapun kita, siapapun kita, selagi kita
> hidup di dunia pasti akan pernah mengalami kesulitan. Seperti halnya
> air laut, kehidupan pun bergelombang. Kadang tenang tanpa masalah,
> kadang beriak dengan masalah kecil, namun ada suatu saat dimana
> gelombang begitu besar dan kita butuh pegangan untuk membuat kita
> tetap tegak.
>
> Anisakuffa
> Yang sedang belajar tentang cinta
>
- 13.
-
[CATHAR] M B A (Married By ....)
Posted by: "Kang Dani" fil_ardy@yahoo.com fil_ardy
Wed Jul 2, 2008 3:11 am (PDT)
MBA (Married By Azzam)
Oleh Dani Ardiansyah
Menikah muda? Nggak deh. Setidaknya begitu prinsip saya sejak lama tentang pernikahan. Meskipun lagi ngetren, saya selalu tetap dengan prinsip saya. Menikah bukanlah sebuah proses instant yang bisa dilakukan dengan sekejap mata. Prosesnya panjang, harus saling menganal secara lebih dalam pasangan, apapun nama prosesnya. Selain itu, saya beranggapan, sebelum menikah kita harus menjadi kaya dulu, mapan, dan paling tidak punya usaha.
Menikah adalah salah satu resolusi hidup yang tidak pernah saya targetkan waktunya. Meski sepenuhnya sadar, bahwa selain sunnah Rasul, menikah juga secara naluriah menjadi hasrat yang paling manusiawi yang terkadang bisa jadi sangat mendesak. Tapi saya benar-benar tidak pernah menargetkannya dengan serius. Berbeda dengan Fachri (AAC), yang serius membuat peta hidup dengan target menikah. Tentu saja banyak pertimbangan yang mempengaruhi sikap saya tentang pernikahan tersebut.
Tapi sampai kapan? Orang tua saya bukan orang yang berlebih dalam hal materi. Jadi sudah bisa disimpulkan, bahwa saya tidak dapat mengandalkan mereka dalam hal ini. Dari sana, muncul sebuah tekad, bahwa suatu saat, ketika saya akan menikah, maka segala sesuatunya harus bisa saya tanggulangi sendiri, tanpa perlu merepotkan orang tua. Sudah cukup pengorbanan mereka dalam membesarkan saya selama ini. Meskipun menikahkan anak adalah tugas orang tua, tapi bagi saya, cukup ridho dari mereka saja yang saya dapatkan. Selain itu, saya harus bisa melakukannya sendiri. Dari prinsip ini, lalu muncul kesimpulan dalam diri bahwa saya harus giat dalam bekerja dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.
Saya seorang karyawan swasta dengan gaji yang pas-pasan, background pendidikanpun tidak menjamin. Saya selalu berfikir, dengan gaji yang saya terima setiap bulan dengan jumlah yang sangat minim, dan selalu habis menutupi kebutuhan sehari-hari, akan berapa lama saya mengumpulkan uang untuk biaya pernikahan saya kelak? Dan keraguan-keraguan itu senantiasa muncul, mengganggu pikiran saya, bahkan menimbulkan sikap pesimis. Tapi, saya tidak pernah berhenti berdoa, saya selalu meminta kepada Tuhan agar diberikan seorang pendamping yang akan menerima saya apa adanya.
Hingga pada suatu saat, saya mengenal seorang gadis yang mampu mengobarkan semangat saya untuk melaksanakan janji yang setara dengan perjanjian Allah dengan bani israil: Mistaqhon ghalizon; pernikahan. Keputusan untuk menikah tiba-tiba saja datang tanpa banyak pertimbangan. Dan sikap saya, tentu saja berbaur, antara rasa percaya diri dan minder, antara berani dan takut, antara ksatria dan pecundang. Yah, semuanya menjadi satu. Dan saya merasa harus melakukan sesuatu dengan perasaan itu. Saya harus mensublimasi semuanya hingga ada hasil akhir dari perang rasa itu menjadi sebuah sikap: Lahaula walaquwwata illa billah. Tentunya dengan segala prasangka baik pada Allah swt, bahwa saya akan menjadi ¡kaya¢ setelah menikah. Dan segenggam azzam yang tancapkan dalam hati.
Tentu saja ada tahap-tahap dimana saya sebagai seorang laki-laki, yang siap meminang seorang gadis. Saya harus memenuhi segala persyaratan yang akan diajukan oleh calon pendamping, seberat apapun. Dengan tetap berkeyakinan, bahwa Allah akan memberikan calon pendamping yang tepat, dan mengerti keadaan saya, seperti yang selalu saya minta dalam doa.
Untuk mempermudah pemetaan kebutuhan pernikahan, saya harus membuat tabel kebutuhan untuk proses tersebut. Itu yang selalu terpikirkan oleh saya. Tentu saja dengan segala pertimbangan dan harapan, bahawa biaya pernikahan saya tidak akan melebihi kemampuan saya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tentu saja saya harus bekerja keras, saya harus bisa mencari uang tambahan agar semuanya bisa terpenuhi dengan baik. Tidak banyak waktu yang saya miliki untuk itu. Karena sejak komitmen itu datang, saya harus segera membuat keputusan. Karena ini bukan sebuah proses yang biasa dilakukan oleh kebaanyakan orang, ini adalah proses menuju sebuah mahligai suci. Jika saja saya menunda-nundanya, berarti saya membiarkan kesempatan yang telah dijanjikan, bahwa akan sempurnanya separuh agama saya.
Selain itu, saya juga khawatir, setelah komitmen yang saya tegaskan dalam proses ta'aruf, akan menimbulkan riak-riak cinta yang berlebihan pada calon istri saya, bukankah hal itu harus dijaga? Agar hati ini terbebas dari rasa yang tidak seharusnya. Dan, jika pernikahan itu saya tunda, maka besar kemungkinananya saya akan merasakan hal tersebut.
18 hari adalah sisa waktu yang saya punya setelah proses khitbah saya lakukan. Dan itu bukan sebuah waktu yang cukup leluasa untuk sebuah persiapan pernikahan. Dan lucunya dalam kondisi "tertekan" seperti itu, kadang-kadang kita sulit berfikir secara jernih. Alih-alih mencari dan mendapatkan solusi, saya malah merasakan kebuntuan. Dan disinilah sepertinya kita harus berbagi, mengungkapkan persoalan yang tengah kita hadapi kepada orang-orang yang kita anggap mampu memberikan solusi. Atau palung tidak, dengan bercerita kita telah meringankan beban pikiran kita dengan berbagi, meskipun tidak ada solusi yang berarti.
walaupun sedikit terlambat, saat itu saya bercerita kepada seorang teman tentang apa yang sedang saya hadapi saat itu. Dan darinya saya mendapatkan ide untuk mengatasi masalah keungan yang tengah saya hadapi. Dia menganjurkan agar saya menjual buku yang pernah saya tulis, secara online di internet dengan menyertakan alasan saya menjual buku tersebut, dengan harapan calon pembeli yang membaca keterangan tersebut, akan menaruh simpati dan memutuskan membeli buku yang saya jual. Ironis memang. Tapi saya pikir tidak ada salahnya itu dicoba.
Alhamdulillah, memang Allah maha pemurah, setelah ide itu saya jalankan, diluar dugaan saya, banyak sekali respon positif atas hal tersebut. Bukan hanya dari orang-orang yang berniat membeli buku saya, tapi banyak juga sahabat-sahabat dari dunia maya yang manaruh simpati pada saya dan membantu mengirimkan uang secara cuma-cuma untuk membantu biaya pernikahan saya. Dan itu benar-benar membuat saya menangis.
kekhawatiran akan minimnya dana persiapan pernikahan agak mereda. Saya terhibur oleh kebaikan orang-orang itu. Banyak diantara mereka yang tidak saya kenal langsung, tapi benar-benar tulus membantu saya. saya benar-benar membuktikan janji Allah. Bahwa niat yang baik akan mendaptkan banyak kemudahan yang tidak diduga-duga.
Satu pelajaran benar-benar saya dapatkan. Ketika kita berada dalam sebuah posisi sulit dan terpojok, jangan pernah enggan berbagi cerita, mintalah pendapat orang-orang yang dekat dengan kita, karena terkadang, jawaban doa kita pada sang pencipta, dijawab-Nya melalui orang-orang yang terkadang tidak kita sangka. Allah menjawab dengan berbagai cara yang mengejutkan. Jangan pernah berhenti berdoa, dan jangan pernah berhenti berusaha.
Dani Ardiansyah
I-Moov Mobile Solution
Jl. Radio Dalam Raya No. 5H
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12140
|Phone +6221 722 8968|Fax +6221 727 97214 |
HP : 085694771764
- 14.
-
teladan dari Abu Ubaidah
Posted by: "arya noor amarsyah arya" arnabgaizir@yahoo.co.id arnabgaizir
Wed Jul 2, 2008 4:45 am (PDT)
TELADAN ABU UBAIDAH IBNUL JARRAH RA.
Secara umum, para sahabat Rasulullah adalah sosok manusia yang diridhai oleh Allah. Karena mereka adalah orang-orang yang ridha kepada Allah. Coba perhatikan (QS At-Taubah (9):100)! Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah ridha kepada para sahabat Rasulullah dan mereka juga ridha kepada Allah.
Di samping predikat di atas yang disandang para sahabat Rasulullah secara umum, ada beberapa orang sahabat yang juga mendapat pengakuan dan pujian dari Allah Swt secara khusus. Pasalnya, Allah memuji sikap sahabat tersebut. Diantara mereka ada yang bernama Abu Ubaidah ibnul Jarrah ra.. Sahabat ini termasuk salah seorang sahabat Rasul yang mendapat pujian dari Allah secara khusus.
Allah berfirman, "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung." (QS Al-Mujadalah (58):22)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ra. (seorang sahabat Rasulullah) yang membunuh bapaknya (dari golongan kafir Quraisy) dalam peperangan Badr. Ayat ini (S 58:22) menegaskan bahwa seorang mukmin akan mencintai Allah melebihi cintanya terhadap sanak keluarganya (Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang bersumber dari Ibnu Syaudzab) (dikutip dari buku Asbabun Nuzul (latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al-Qur´an oleh KH Qamaruddin Shaleh, H.A.A. Dahlan dan Dr. MD. Dahlan hal. 505-506)
Ayat ini menegaskan kemurnian iman Abu Ubaidah ra.. Selain itu, Allah juga menjelaskan bahwa Abu Ubaidah dan orang-orang yang bersikap sama dengannya termasuk orang-orang yang akan dimasukkan ke dalam surga.
Sikap ayah Abu Ubaidah sudah jelas. Dia berada di barisan pasukan kafir Quraisy, suatu posisi yang jelas sekali permusuhannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Sehingga ayah Abu Ubaidah serta orang-orang yang bersikap sama dengannya, layak untuk diperangi dan dibunuh oleh kaum muslimin.
Adalah aneh, bila ada kaum muslimin yang berkasih sayang dengan orang-orang yang memerangi mereka. Adalah aneh bila ada seseorang yang rumahnya dirampok, kemudian tuan rumahnya berkasih sayang/bersikap lemah lembut dengan perampoknya. Dia menyiapkan makanan dan minuman untuk perampok itu. Kalaupun ada, mungkin tuan rumah itu dalam keadaan takut dan di bawah ancaman perampok itu. Atau, tuan rumah itu merupakan bagian dari perampok dan merupakan bagian dari kawanan perampok.
arnabgaizir.blogspot. com
arnab20.multiply.com
_____________________ _________ _________ _________ _________ _
Nama baru untuk Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions. yahoo.com/ newdomains/ id/
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
MARKETPLACE
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar