Kamis, 19 Maret 2009

[daarut-tauhiid] MUHASABAH


BismillaaHir Rohmaanir Rohiim
Assalamu'alaykum wa RohmatulloHi wa BarokatuHu

Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allohu Ta'ala. kita memujiNya meminta pertolongan kepadaNya dan memohon ampunanNya, serta berlindung kepada Alloh dari kejelekan diri diri kita dan dari kejahatan amalan amalan kita. Barangsiapa yang Alloh beri petunjuk padanya, maka tiada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Alloh sesatkan, maka tiada yang bisa menunjukkinya.
Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allohu Ta'alaa dan tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.

Amma ba'du

Muhasabah
< <http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/untaian-nasehat/muhasabah/> http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/untaian-nasehat/muhasabah/>
Penulis : Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah
Muhasabah (introspeksi) pada jiwa ada dua macam: sebelum beramal dan
setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya seseorang
menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak
terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya
akan lebih baik daripada meninggalkannya.
Al-Hasan rahimahullah mengatakan: "Semoga Allah merahmati seorang
hamba yang berhenti (untuk muhasabah) saat bertekad (untuk berbuat
sesuatu). Jika (amalnya) karena Allah, maka ia terus melaksanakannya dan
jika karena selain-Nya ia mengurungkannya."

Sebagian mereka (ulama) menjabarkan ucapan beliau seraya mengatakan:
"Jika jiwa tergerak untuk mengerjakan suatu amalan dan seorang hamba
bertekad melakukannya, maka ia (mestinya) berhenti sejenak dan melihat,
apakah amalan itu dalam kemampuannya atau tidak? Jika tidak dalam
kemampuannya maka tidak dilakukan, tapi kalau mampu maka ia berhenti
lagi untuk melihat apakah melakukannya lebih baik daripada
meninggalkannya atau (bahkan) meninggalkannya lebih baik?

Kalau (keadaannya adalah) yang kedua maka ia tidak melakukannya. Kalau
yang pertama maka ia berhenti untuk ketiga kalinya dan melihat: apakah
pendorongnya adalah keinginan mendapatkan wajah Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan pahalanya atau sekedar kedudukan, pujian dan harta dari
makhluk? Kalau yang kedua maka ia tidak melakukannya walaupun akan
menyampaikan pada keinginannya, agar supaya jiwa tidak terbiasa berbuat
syirik dan tidak terasa ringan untuk beramal demi selain Allah Subhanahu
wa Ta'ala. Karena seukuran ringannya dalam beramal untuk selain
Allah Subhanahu wa Ta'ala, seukuran itu pula beratnya dalam beramal
untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, hingga hal itu menjadi sesuatu yang
paling berat buatnya.

Kalau ternyata pendorong amalnya adalah karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala, maka ia berhenti lagi dan melihat: apakah ia akan dibantu
dan ia dapati orang-orang yang membantunya -jika amalan itu memang
membutuhkan bantuan orang lain- atau tidak ia dapatkan? Kalau tidak
didapati yang membantu, hendaknya ia menahan dari amalan tersebut.

Sebagaimana Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam menahan diri untuk
berjihad ketika di Makkah hingga beliau mendapatkan orang yang
membantunya dan punya kekuatan. Kalau ia mendapatkan orang yang
membantu, maka lakukanlah, niscaya ia akan ditolong. Dan keberhasilan
tidak akan lepas kecuali dari orang yang melewatkan satu perkara dari
perkara-perkara tadi. Jika tidak, maka dengan terkumpulnya semua perkara
itu niscaya takkan lepas keberhasilannya."

Demikian empat keadaan yang seseorang butuh untuk memuhasabah jiwanya
sebelum beramal. Tidak semua yang ingin dilakukan oleh seorang hamba itu
mampu dilakukan, dan tidak setiap yang mampu dilakukan itu berarti
melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya. Dan tidak setiap yang
demikian itu ia lakukan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak pula
setiap yang dilakukan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia akan
mendapatkan bantuan. Maka jika ia bermuhasabah pada dirinya, akan jelas
baginya apa yang dilakukan dan apa yang akan ditinggalkan.

Berikutnya adalah muhasabah setelah beramal, terbagi dalam tiga macam:

Pertama: muhasabah pada amal ketaatan yang ia tidak memenuhi hak Allah
padanya, di mana ia tidak melakukannya sebagaimana semestinya.
Hak Allah Subhanahu wa Ta'ala pada sebuah amal ketaatan ada enam:
ikhlas dalam beramal, niat baik kepada Allah, mengikuti Rasulullah
Shallallahu `alaihi wa sallam, berbuat baik padanya, mengakui nikmat
Allah Subhanahu wa Ta'ala padanya, menyaksikan adanya kekurangan
pada dirinya dalam beramal. Setelah itu semua maka ia memuhasabah
dirinya, apakah ia memenuhi hak-hak itu dan apakah ia melakukannya
ketika melakukan ketaatan itu?

Kedua: muhasabah jiwa dalam setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan
daripada dikerjakan.

Ketiga: muhasabah jiwa dalam perkara yang mubah atau yang biasa. Mengapa
ia melakukannya? Apakah ia niatkan karena Allah dan negeri akhirat,
sehingga ia beruntung? Atau ia inginkan dengannya dunia dan balasannya
yang cepat sehingga ia kehilangan keberuntungan itu?

Orang yang membiarkan amalnya, tidak bermuhasabah, berlarut-larut serta
memudah-mudahkan perkaranya, sungguh ini akan menyampaikan dirinya
kepada kebinasaan. Inilah kondisi orang-orang yang tertipu. Ia pejamkan
dua matanya untuk melihat akibat amalannya, membiarkan berlalu
keadaannya dan hanya bersandar pada ampunan, sehingga ia tidak
bermuhasabah dan tidak melihat akibat amalnya. Kalau ia lakukan itu maka
akan mudah melakukan dosa, merasa tenang dengannya, dan akan kesulitan
menghindarkan diri dari dosa. Kalau ia sadari tentu akan tahu bahwa
menjaga (diri dari dosa) itu lebih gampang daripada menghindari dan
meninggalkan sesuatu yang menjadi kebiasaan.

Pokok dari muhasabah adalah: ia memuhasabah dirinya. Terlebih dahulu
pada amalan wajib, kalau ia ingat ada kekurangan pada dirinya maka
segera menutupinya, mungkin dengan meng-qadha atau memperbaikinya. Lalu
ia memuhasabah pada amalan-amalan yang terlarang. Kalau ia tahu bahwa ia
(telah) melakukan sebuah perbuatan terlarang, segera ia susul dengan
taubat, istighfar, dan melakukan amalan yang menghapusnya. Lalu
memuhasabah dirinya pada kelalaiannya, kalau ternyata ia telah lalai
dari tujuan penciptaan dirinya, segera ia susul dengan dzikrullah dan
menghadapkan dirinya kepada Allah. Lalu ia muhasabah pada tutur katanya,
pada amalan yang kakinya melangkah ke suatu tempat, atau pada apa yang
dilakukan oleh kedua tangannya, dan pada perkara yang didengar oleh
kedua telinganya; apa yang engkau niatkan dengan ini? Demi siapa engkau
melakukannya? Bagaimana engkau melakukannya?

Hendaknya ia pun tahu bahwa pasti akan dihamparkan dua catatan untuk
setiap gerakan dan kata. Yaitu untuk siapa kamu melakukannya dan
bagaimana kamu melakukannya? Yang pertama adalah pertanyaan tentang
keikhlasan dan yang kedua adalah pertanyaan tentang mutaba'ah. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

فÙZÙ^ÙZرÙZبÙ`ِÙfÙZ
Ù"ÙZÙ?ÙZسÙ'Ø£ÙZÙ"ÙZÙ?Ù`ÙZÙ?ُÙ...Ù'
Ø£ÙZجÙ'Ù...ÙZعِÙSÙ?ÙZ. عÙZÙ...Ù`ÙZا
ÙfÙZاÙ?ُÙ^ا ÙSÙZعÙ'Ù...ÙZÙ"ُÙ^Ù?ÙZ

"Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang
apa yang telah mereka kerjakan dahulu." (Al-Hijr: 92-93)

فÙZÙ"ÙZÙ?ÙZسÙ'Ø£ÙZÙ"ÙZÙ?Ù`ÙZ
اÙ"Ù`ÙZذِÙSÙ?ÙZ أُرÙ'سِÙ"ÙZ
إِÙ"ÙZÙSÙ'Ù?ِÙ...Ù'
Ù^ÙZÙ"ÙZÙ?ÙZسÙ'Ø£ÙZÙ"ÙZÙ?Ù`ÙZ
اÙ"Ù'Ù...ُرÙ'سÙZÙ"ِÙSÙ?ÙZ.
فÙZÙ"ÙZÙ?ÙZÙ'ُصÙ`ÙZÙ?Ù`ÙZ
عÙZÙ"ÙZÙSÙ'Ù?ِÙ...Ù' بِعِÙ"Ù'Ù...ٍ
Ù^ÙZÙ...ÙZا ÙfُÙ?Ù`ÙZا غÙZائِبِÙSÙ?ÙZ

"Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus
rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
rasul-rasul (Kami). Maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka
(apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan
mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka)."
(Al-A'raf: 6-7)

Ù"ِÙSÙZسÙ'Ø£ÙZÙ"ÙZ اÙ"صÙ`ÙZادِÙ'ِÙSÙ?ÙZ
عÙZÙ?Ù' صِدÙ'Ù'ِÙ?ِÙ...Ù'
Ù^ÙZØ£ÙZعÙZدÙ`ÙZ Ù"ِÙ"Ù'ÙfÙZافِرِÙSÙ?ÙZ
عÙZØ°ÙZابÙ<ا Ø£ÙZÙ"ِÙSÙ...Ù<ا

"Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran
mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih."
(Al-Ahzab: 8)

Jika orang-orang yang jujur ditanya dan dihitung amalnya, maka bagaimana
dengan orang-orang yang berdusta?

Qatadah rahimahullah mengatakan: "Dua kalimat, yang akan ditanya
dengannya orang-orang terdahulu maupun yang kemudian. Apa yang kalian
ibadahi? Dengan apa kamu sambut para rasul? Yakni ditanya tentang
sesembahannya dan tentang ibadahnya."

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ثُÙ...Ù`ÙZ Ù"ÙZتُسÙ'Ø£ÙZÙ"ُÙ?Ù`ÙZ
ÙSÙZÙ^Ù'Ù...ÙZئِذٍ عÙZÙ?ِ
اÙ"Ù?Ù`ÙZعِÙSÙ...ِ

"Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan
(yang kamu megah-megahkan di dunia itu)." (At-Takatsur: 8)

Muhammad ibnu Jarir rahimahullah mengatakan: Allah mengatakan:
"Kemudian pasti Allah akan bertanya kepada kalian tentang nikmat
yang kalian mendapatkannya di dunia, apa yang kalian lakukan dengannya?
Dari jalan mana kalian sampai kepadanya? Dengan apa kalian
mendapatkannya? Apa yang kalian perbuat padanya?"

Qatadah rahimahullah mengatakan: Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya
kepada setiap hamba tentang apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala
berikan berupa nikmat-Nya dan hak-Nya.

Kenikmatan yang ditanya itu ada dua macam:
Pertama, nikmat yang diambil dengan cara yang halal dan dibelanjakan
pada haknya, maka akan ditanya bagaimana syukurnya.
Kedua, nikmat yang diambil tidak dengan cara yang halal dan dibelanjakan
bukan pada haknya maka akan ditanya asalnya dan kemana dibelanjakan.
Maka jika seorang hamba akan ditanya dan dihitung segala amalnya sampai
pada pendengarannya, penglihatannya dan qalbunya sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala:

Ù^ÙZÙ"اÙZ تÙZÙ'Ù'فُ Ù...اÙZ Ù"ÙZÙSÙ'سÙZ
Ù"ÙZÙfÙZ بِÙ?ِ عِÙ"Ù'Ù...ÙOE إِÙ?Ù`ÙZ
اÙ"سÙ`ÙZÙ...Ù'عÙZ Ù^ÙZاÙ"Ù'ÙSÙZصÙZرÙZ
Ù^ÙZاÙ"Ù'فُؤÙZادÙZ ÙfُÙ"Ù`ُ
أُÙ^Ù"ÙZئِÙfÙZ ÙfاÙZÙ?ÙZ عÙZÙ?Ù'Ù?ُ
Ù...ÙZسÙ'ئُÙ^Ù"اÙ<

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (Al-Isra: 36)

Maka sangatlah pantas ia bermuhasabah atas dirinya sebelum ditanya dalam
hisab/ perhitungan amal.

Yang menunjukkan wajibnya bermuhasabah pada jiwa adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:

ÙSÙZا Ø£ÙZÙSÙ`ُÙ?ÙZا اÙ"Ù`ÙZذِÙSÙ?ÙZ
Ø¢Ù...ÙZÙ?ُÙ^ا اتÙ`ÙZÙ'ُÙ^ا اÙ"Ù"Ù`ÙZÙ?ÙZ
Ù^ÙZÙ"Ù'تÙZÙ?Ù'ظُرÙ' Ù?ÙZفÙ'سÙOE Ù...ÙZا
Ù'ÙZدÙ`ÙZÙ...ÙZتÙ' Ù"ِغÙZدٍ
Ù^ÙZاتÙ`ÙZÙ'ُÙ^ا اÙ"Ù"Ù`ÙZÙ?ÙZ إِÙ?Ù`ÙZ
اÙ"Ù"Ù`ÙZÙ?ÙZ Ø®ÙZبِÙSرÙOE بِÙ...ÙZا
تÙZعÙ'Ù...ÙZÙ"ُÙ^Ù?ÙZ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Hasyr: 18)

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan: Seseorang dari kalian
hendaknya melihat amalan-amalan yang ia lakukan untuk hari kiamat,
apakah amal shalih yang menyelamatkannya ataukah amal jelek yang
membinasakannya?
Qatadah rahimahullah mengatakan: Masih saja Allah mendekatkan hari
kiamat sehingga menjadikannya seolah esok hari.

Maksud dari pembahasan ini adalah bahwa kebaikan qalbu adalah dengan
muhasabah jiwa, dan rusaknya adalah dengan melalaikannya dan
membiarkannya.

(Diterjemahkan dari Ighatsatul Lahafan, hal. 90-93 dengan sedikit
ringkasan oleh Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc)

Sumber: <http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=240> http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=240

Wassalamu'alaykum wa RohmatulloHi wa BarokatuHu

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: