Sabtu, 13 Februari 2010

[FISIKA] Digest Number 2966

Messages In This Digest (2 Messages)

Messages

1.

Selamat Tinggal Wahana Ulang-Alik

Posted by: "Ma'rufin Sudibyo" marufins@yahoo.com   marufins

Fri Feb 12, 2010 3:21 pm (PST)



Ada lima kata dalam judul di atas dan highlight saat ini perlu disematkan pada kata pertama : selamat, guna menandai misi STS-130. Inilah penanda untuk awal dari akhir sebuah era, penerbangan wahana antariksa berawak ulang-alik. Tinggal empat dari lima misi antariksa terakhir yang akan dijalankan wahana antariksa ulang-alik di tahun 2010 setelah STS-130 yang sudah meluncur pada 8 Februari silam ke stasiun ruang angkasa ISS untuk menyelesaikan perakitan terakhir dan bakal kembali pada 21 Februari mendatang.

Sebagian besar dari kita, khususnya generasi 80-an dan 90-an, tumbuh dan berkembang dalam bayangan pesawat yang digendong tanki raksasa dan meluncur tegak lurus menembus langit dengan lesatan lebih cepat ketimbang peluru. Tak sedikit pula di antara kita yang bermimpi dan bercita-cita menjadi satu dari ketujuh awak kabinnya yang terbang ke langit, menyaksikan Bumi bulat mengapung di keluasan tata surya, merasakan sensasi gravitasi nol, melayang lebih tinggi dari burung, menatap Matahari yang terbit dan terbenam sekali setiap 90 menit, dan lebih daripada sensasi itu, menyaksikan sendiri kemahakuasaan Allah SWT dalam keluasan jagat raya.

Namun kini era itu hampir berakhir. Peluncuran Endeavour dalam misi STS-130 pada 8 Februari 2010 pukul 16:14 WIB sekaligus juga menandai peluncuran malam terakhir. Pasca 2010 seluruh wahana ulang-alik yang tersisa : Discovery, Endeavour dan Atlantis, segera dipensiunkan (grounded) karena umurnya sudah cukup tua, boros biaya dan sudah ketinggalan zaman. Impian manusia, khususnya Amerika, lebih khusus lagi NASA, untuk mempertahankan supremasi penerbangan antariksa berawaknya yang telah berlangsung selama empat dekade, nampaknya akan segera berakhir setelah administrasi Obama dengan radikal memenggal anggaran US $ 6 milyar bagi Proyek Constellation dan mengalihkannya pada pembiayaan stasiun ISS sembari mendorong konsorsium swasta untuk membangun dan meluncurkan wahana penerbangan antariksa berawak. Bersamanya terpenggal pula impian bagi misi pendaratan manusia lebih lanjut di Bulan dan misi beawak ke Mars. Bagi Obama, dendang lagu yang sedang
ditembangkannya adalah privatisasi sektor antariksa, termasuk dalam urusan penerbangan antariksa berawak. Kini tinggal Rusia saja yang masih setia mengangkangi langit dengan Soyuz-nya yang berawak tiga orang, disamping Cina yang mencoba berjaya dengan Shenzou-nya.

Sistem transportasi antariksa ulang-alik merupakan impian Wherner von Braun, kampiun roket kelahiran Jerman yang bersama ratusan ilmuwan Jerman bermutu lainnya dibajak AS dalam operasi super-rahasia Paperclip pasca tumbangnya rezim Nazi Jerman dan berakhirnya Perang Dunia 2. Penerbangan antariksa adalah proyek boros biaya, karena semua perangkat keras seperti roket utama yang berjumlah 3 hingga 4 tingkat, roket-roket pendorong (booster) dan kapsul berisi manusia hanya sekali pakai untuk kemudian terbuang percuma baik di atmosfer Bumi maupun di orbit. Dalam penerbangan antariksa berawak seperti Proyek Mercury, Proyek Gemini hingga puncaknya pada Proyek Apollo, hanya kapsul reentry saja yang kembali ke Bumi dan itupun tak bisa digunakan lagi. Menyadari hal itu, von Braun pada dekade 50-an sudah membayangkan sebuah wahana yang bisa dipakai berulang kali, termasuk booster-nya, yang terbang ke langit layaknya roket seperti biasa namun kembali lagi ke Bumi
sebagai pesawat terbang. Mentornya, Walter Dornberger, sigap menyambut gagasan tersebut dan segera membikin proposal beserta detail engineering design yang segera dikirim ke administrasi Eisenhower yang sedang bersiap-siap membentuk NASA.

Namun baru pada puncak pergumulan dan ketegangan Proyek Apollo yang berambisi mendaratkan manusia pertama ke Bulan, ide von Braun dan Dornberger diterima. Administrasi Nixon memutuskan pengembangan wahana antariksa berawak ulang-alik pada 1969. Di belahan dunia yang lain, konsorsium Eropa yang tergabung dalam ESA pun memutuskan untuk memiliki wahana ulang-alik sendiri pada 80-an lewat Proyek Hermes yang bakal didorogn roket Ariane. Namun Hermes mati sebelum terwujud. Sementara Rusia (dulu Uni Soviet), yang juga kepincut, ikut membangun wahana yang dinamakan Bouran, yang energinya demikian luar biasa sehingga sanggup menjangkau orbit Bulan dengan mudah. Bouran sangat mengesankan pada akhir dekade 90-an, ketika digendong pesawat kargo raksasa Antonov An-124-200 berdesain khusus dalam perjalanan dari pusat perakitan di Moskow menuju hanggar penyimpanannya di Star City, Cosmodrom Baikonur, Kazakhstan. Namun ambruknya Soviet membuat Bouran tak pernah terbang.
Belakangan bahkan hanggarnya runtuh akibat kekurangan biaya perawatan.

Perancangan dan perakitan wahana ulang-alik dilakukan selama 1 dekade lebih, yang meningkat intensitasnya pasca berakhirnya Proyek Apollo dengan misi Apollo 17 di tahun 1972 dan misi persahabatan ASTP (Apollo-Soyuz Test Programme) di tahun 1975. Wahana berbentuk pesawat terbang yang besarnya separuh Boeing-747 dengan berat kosong 78 ton, dan dilekatkan pada tanki bahan bakar eksternal raksasa dengan berat kosong 26,5 ton yang bakal mengangkut bahan bakar Hidrogen dan Oksigen cair sebanyak 2 juta liter. Tanki eksternal ditopang dua booster berbahan bakar padat dengan berat kosong masing-masing 68 ton sepanjang 45 m. Wahana diluncurkan dalam posisi tegak, dengan dorongan 3 mesin roket utama yang masing-masing bertenaga 185 ton yang menyedot 4.200 liter Hidrogen dan Oksigen cair perdetik. 2 booster berbahan bakar padat masing-masing bertenaga 1.274 ton dan menghasilkan 83 % dari seluruh daya dorong yang dibutuhkan guna mengangkat wahana dari landasannya.
Mesin roket utama dan booster-nya bisa digunakan hingga 55 kali, sebelum diganti yang baru.

Pada ketinggian 46 km, 124 detik pasca peluncuran, kedua booster akan terlepas dan dijatuhkan ke laut, untuk mengambang sebelum diambil kembali dan digunakan dalam penerbangan berikutnya. Di ketinggian 250-300 km, 8 menit setelah peluncuran, tanki bahan bakar eksternal akan dilepaskan dan dibiarkan jatuh terbakar di atmosfer. Semula tanki eksternal dirancang untuk bisa digunakan kembali, dengan dipulangkan ke Bumi secara reentry yang dikendalikan pilot khusus didalamnya untuk kemudian didaratkan di landasan, namun studi lebih lanjut menunjukkan biayanya lebih mahal ketimbang membuat lagi tanki yang baru. Sehingga hanya tanki eksternal ini saja yang digunakan sekali pakai. Untuk masuk dan keluar dari orbit, digunakan 2 mesin orbital yang masing-masing bertenaga 2,7 ton dan mampu beroperasi selama 20,8 menit dengan sistem "pembakaran terputus-putus." Begitu keluar dari orbit, wahana akan memanfaatkan ketebalan atmosfer guna mengerem kecepatannya dan
setibanya di troposfir mampu melayang tanpa bantuan mesin hingga sejauh 2.000 km sebelum mendarat di landasan yang telah ditentukan layaknya pesawat terbang biasa. Nampak jelas bahwa wahana antariksa ulang-alik merupakan variasi dari roket bertingkat 2.

Rancangan awal menghendaki wahana ulang-alik bisa diluncurkan kembali dalam 2 minggu setelah kembali ke Bumi, namun pada praktiknya peluncuran hanya bisa dilakukan rata-rata 2 bulan sekali. Berat total wahana ulang-alik ternyata hampir menyamai berat roket pengangkut berat Saturnus 5 dan kapsul Apollo-nya, yakni 2.030 ton. Sehingga wahana ulang-alik tidak begitu hemat dalam biaya peluncurannya. Namun penghematan muncul dari penggunaan berulangnya, selain seluruh infrastruktur perawatan dan peluncuran ulang-alik merupakan warisan dari proyek Apollo, mulai dari gedung VAB (Vehicle Assembly Building), traktor raksasa pengangkut secepat siput yang membawanya ke landasan peluncuran dan landasan peluncuran itu sendiri. Spaceport ditetapkan berada di Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral, Florida dengan cadangan ditetapkan di Vandenberg Air Force Base, California. Namun Vandenberg dibatalkan pasca tragedi Challenger. Studi NASA pasca tragedi Columbia 2003
menunjukkan infrastruktur warisan di Florida sudah mulai letih dan berkarat dan dari sanalah muncul keputusan memensiunkan seluruh wahana ulang-alik 10 tahun lebih dini dari rencana awal.

Wahana ulang alik muncul sebagai lanjutan ambisi manusia mengangkangi angkasa pasca pendaratan di Bulan, dengan eksplorasi lanjutan dalam bentuk stasiun ruang angkasa. Payload di punggungnya mampu mengangkut muatan 24,4 ton ke orbit rendah (400-600 km) atau 3,8 ton ke orbit geostasioner 36.000 dari permukaan Bumi. Modul laboratorium seperti Spacelab dan Spacehab telah berulangkali diluncurkan dengan serangkaian eksperimen dan observasi didalamnya. Payload-nya juga pernah mengangkut Magellan, wahana penyelidik planet Venus, pada 1989. Juga Hubble Space Telescope yang diorbitkan pada 1990 dan sekaligus diperbaiki di langit dalam rangkaian misi 1993, 1997, 2002 dan 2009. Jangan dilupakan pula satelit komunikasi milik Indonesia, seperti Palapa B1 dan B2 (kemudian menjadi B2-R) yang terbang pada awal 80-an. Ketika keputusan politis AS dan ESA bersama Rusia, Jepang dan Brasil memutuskan membangun stasiun raksasa ISS mulai 1998, wahana ulang-alik juga yang
menjadi kuda beban pengangkut materialnya disamping kargo Progress-nya Rusia. Namun pembangunan ISS sekaligus bakal mengakhiri fungsi utama wahana ulang-alik.

Ada lima wahana antariksa ulang-alik yang telah dibangun, seluruhnya berkode OV (Orbital Vehicle atau wahana pengorbit), masing-masing OV-99 Challenger, OV-103 Columbia, OV-103 Discovery, OV-104 Atlantis dan OV-105 Endeavour. Rancangan awal menyaratkan setiap wahana diterbangkan tiap 5 bulan dan setelah 10 tahun perlu diupgrade. Penerbangan pertama (maiden flight) berlangsung 12 April 1981. Pasca meledaknya wahana Challenger 28 Januari 1986, administrasi Reagan memutuskan seluruh wahana hanya boleh digunakan untuk kepentingan Amerika saja. Sebagai pengganti Challenger dibangunlah Endeavour, yang mulai bertugas pada 7 Mei 1992. Dan pasca hancurnya wahana Columbia dalam reentry 1 Februari 2003, administrasi Bush memutuskan wahana yang tersisa hanya boleh digunakan untuk pembangunan ISS saja dan tidak ada pembangunan wahana pengganti.

Hingga kini wahana telah mencetak 129 misi penerbangan dengan 29.970 jam terbang dalam 19.465 orbit mengelilingi Bumi dan telah menempuh jarak 791,6 juta km. Terjadi 2 kegagalan berbentuk total-loss atau 1,6 % yang masih lebih baik dibanding total-loss dalam penerbangan tak berawak yang rata-rata mencapai 10 %, meski total-loss wahana ulang alik telah menelan korban 14 jiwa.

Wahana ulang-alik hanya boleh meluncur ketika suhu lokasi peluncuran dalam rentang 2-37 Celcius dengan jarak pandang minimal 3 km dan tiada peluang munculnya kilat dan petir dalam radius 9 km. Masalah cuaca pula yang membuat Challenger meledak dan menunda peluncuran Endeavour dalam STS-130 saat ini. Wahana ulang-alik pernah ditunda peluncurannya pada 1995 ketika burung pelatuk membolongi penyekat panas di tanki eksternal. NASA juga tak bakal berani meluncurkan wahana ulang-alik dengan durasi tugas melintasi tahun baru (diluncurkan Desember dan kembali Januari), karena komputer IBM dalam wahana, dengan bahasa pemrograman yang kuno akan ngadat pada situasi semacam itu. Ongkos operasional yang mahal, yakni US $ 1,5 milyar per misi membuat wahana ulang-alik menjadi tak kompetitif lagi dibandingkan Soyuz maupun Shenzou.

2.

Mencemaskan Kualitas Guru Besar (sebuah auto-kritik ?)

Posted by: "Rasah Gelo" rasahgelo@yahoo.com   rasahgelo

Sat Feb 13, 2010 6:26 am (PST)



http://jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=116798

[Jawa Pos, Jum'at, 12 Februari 2010 ] 
Mencemaskan Kualitas Guru Besar Oleh: Agoes Soegianto

MENTERI Pendidikan Nasional (Mendiknas) M. Nuh mengatakan bahwa guru besar Indonesia belum mumpuni. Pernyataan itu disampaikan ketika Mendiknas mengadakan pertemuan dengan kalangan media di Surabaya beberapa waktu lalu, sehubungan dengan banyaknya pengukuhan guru besar (gubes) yang diselenggarakan perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS). 
Mendiknas menyatakan bahwa syarat menjadi gubes relatif mudah. Seorang dosen (PTN maupun PTS) yang memiliki ijazah S-3 dapat mengajukan jabatan menjadi gubes dengan melampirkan sejumlah angka kredit di bidang tridarma perguruan tinggi yang telah diperoleh. 
Pernyataan M. Nuh itu perlu menjadi renungan kita semua. Mengapa seorang menteri sampai menyatakan kegundahannya seperti itu? 
Dalam menjalankan tugas di perguruan tinggi (PT), seorang dosen (baik gubes atau non-gubes) diwajibkan untuk melaksanakan tridarma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Di bidang pendidikan, saya tidak melihat ada hal penting yang menjadi kegundahan Mendiknas. Hampir tidak ada satu pun gubes di Indonesia yang tidak mumpuni di bidang pendidikan.
Demikian juga pengabdian kepada masyarakat yang meliputi kegiatan, di antaranya, ceramah dalam seminar, nara sumber dalam pelatihan, kursus, dan sejenisnya, pasti telah dilaksanakan dengan mumpuni oleh semua gubes di Indonesia. Di bidang penelitian juga tidak ada masalah. Semua gubes pasti telah melakukan kegiatan itu. Di antara keseluruhan aktivitas tridarma perguruan tinggi, kegiatan penelitian minimal 25 persen harus dipenuhi seorang gubes (juga dosen non-gubes). 
Kualitas Penelitian Rendah 
Lalu, apa yang menjadi kegundahan Mendiknas? Mungkin, jawabannya adalah kualitas penelitian yang dilakukan hampir sebagian besar gubes di Indonesia relatif rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga, apalagi dengan negara maju (Eropa dan Amerika). Diperkirakan, tidak lebih dari 20 persen hasil penelitian gubes di Indonesia menghiasi jurnal internasional. Sebanyak 80 persen lainnya hanya diterbitkan dalam jurnal nasional, bahkan jurnal fakultas atau universitas yang hanya dibaca dan disitir oleh teman sejawat. 
Bahkan, tidak ada satu pun hasil penelitian rektor di dua PTN terkenal di Jawa Barat dan Jawa Timur -kalau kita simak curriculum vitae-nya- muncul di jurnal internasional. Karya internasionalnya terbatas pada naskah yang dipresentasikan di international conferences atau seminars, yang menurut ahli di Barat hanya merupakan forum komunikasi antarahli. Naskah di dua kegiatan itu baru dapat diterima dan dimuat di jurnal internasional setelah di-review sedikitnya oleh dua ahli sebidang. Jika memenuhi syarat, karya itu diterima. Jika tidak memenuhi syarat, ditolak. 
Suatu survei oleh Scientific American menunjukkan bahwa kontribusi ilmuwan (termasuk gubes) Indonesia pada khazanah pengembangan dunia ilmu setiap tahun hanya sekitar 0,012 persen (12 publikasi/100.000 ahli), yang jauh berada di bawah kalau dibandingkan dengan USA yang besarnya lebih dari 20 persen. Oleh beberapa ahli barat, jerih payah upaya ilmuwan Indonesia untuk ikut berkontribusi terhadap perkembangan khazanah ilmiah dunia diistilahkan lost science in the third world. 
Pernyataan bernada sumbang itu terutama disebabkan hasil yang disumbangkan ilmuwan Indonesia tidak sampai ke hadapan mitra bestari sesama ilmuwannya yang sebidang hanya karena ditulis dalam berkala yang berjangkauan terbatas. Keterbatasannya disebabkan sempitnya sirkulasi persebaran publikasi dan berkala tiras yang sedikit sehingga tidak dilanggan oleh perpustakaan utama pusat kegiatan ilmiah internasional, serta penggunaan bahasa yang tak terbacakan secara luas. Akibatnya, judul tulisan karya ilmuwan Indonesia tak tertampilkan dalam layanan cepat bibliografi dan kata kuncinya tak terambil oleh penyedia pindaian internet. 
Keprihatinan Mendiknas sebenarnya terletak pada peraturan yang dibuat oleh Mendiknas sendiri tentang syarat-syarat menjadi gubes. Di dalam peraturan sama sekali tidak ada persyaratan bahwa untuk menjadi gubes harus memiliki karya publikasi internasional. Karena kemudahan itu, banyak fakultas dan universitas mengambil peluang untuk berlomba-lomba membuat jurnal baru di lembaga masing-masing. Banyak dosen membuat penelitian ala kadarnya, lalu memublikasikan di jurnal lembaga masing-masing agar cepat naik jabatan. 
Profesor Masturbasi 
Karena kemudahan menjadi gubes di Indonesia, kini ada istilah Profesor Masturbasi. Yakni, seseorang yang mendapatkan gelar keprofesorannya melalui karya yang dilakukan sendiri. Penelitian dilakukan sendiri (biaya sendiri, tidak berkolaborasi dengan lembaga lain), ditulis sendiri (tidak di-review oleh ahli sebidang dari negara lain, tetapi di-review oleh teman sendiri), dipublikasikan di jurnalnya (milik lembaga sendiri), lalu untuk naik pangkat/jabatan sendiri. Cerdas juga yang membuat istilah tersebut karena masturbasi memang dilakukan sendiri, bahkan cenderung sembunyi-sembunyi.
Sekarang Indonesia telanjur memiliki begitu banyak gubes. Dan, haruskah kita teruskan mencetak gubes-gubes baru dengan kriteria yang kita miliki sekarang? Sudah saatnya Mendiknas mempertimbangkan untuk membuat persyaratan baru menjadi gubes. Salah satu di antaranya, harus memiliki sedikitnya dua atau tiga publikasi internasional (bukan international conferences atau seminars). 
Jika persyaratan ini dilaksanakan, niscaya Indonesia akan memiliki gubes-gubes yang mumpuni di segala bidang (tridarma perguruan tinggi). Dan, Mendiknas dijamin tidak akan gundah lagi.
Bagi dosen yang sudah gubes, tetapi belum pernah sama sekali memublikasikan karyanya di jurnal internasional (jumlah gubes ini sangat banyak di Indonesia), inilah saat yang tepat untuk melaksanakan itu(menulis di jurnal internasional). Hal itu tentu saja tidak berlebihan, apalagi berkaitan dengan diberikannya tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan kepada gubes. Semoga. (*)
*). Agoes Soegianto, guru besar biologi lingkungan Universitas Airlangga
================Nb: Profile Prof Agoes Soegianto: http://s2biologi.fsaintek.unair.ac.id/?page_id=21&id=1

Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Finance

It's Now Personal

Guides, news,

advice & more.

Dog Fanatics

on Yahoo! Groups

Find people who are

crazy about dogs.

Yahoo! Groups

Mental Health Zone

Learn about issues

Find support

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web
===============================================================
**  Arsip          : http://members.tripod.com/~fisika/
**  Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke :
                     <fisika_indonesia-unsubscribe@yahoogroups.com>
===============================================================

Tidak ada komentar: