Senin, 01 Februari 2010

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2962

Messages In This Digest (5 Messages)

Messages

1.

Review Pembaca Pingkan Sang Juara

Posted by: "d r" dedew_cheesecake@yahoo.com   dedew_cheesecake

Sun Jan 31, 2010 7:57 am (PST)



Dear All,

Ditag notes FB oleh seorang teman di FB, ternyata isinya adalah review novel pra remajaku yang berjudul Pingkan Sang Juara, diterbitkan Sinergi, Bandung Desember 2009. Alhamdulillah, terima kasih ya yul!

Berikut reviewnya, enjoy it!

29 Januari 2010

Pokoknya harus jadi juara. Gak boleh nyerah!

(gambar cover menyusul)

Judul: Pingkan Sang Juara
Penulis: Dewi "Dedew" Rieka
Editor: Nur Fajriyah
Penerbit: PT Sinergi Pustaka Indonesia (Sinergi Group "Kubus")
Tema: anak-anak, remaja, persahabatan, perjuangan, menjadi juara
Tebal: iv + 124 halaman
Harga: Rp20.000 (Toko)
Rilis: 2009 (Cet. 1)

Hadiahkan novel tipis ini untuk adik, ponakan, anak, teman, atau orang yang Anda sayangi, yang masih bersekolah pada jenjang SD-SMP. Untuk yang SMA juga boleh meskipun saya agak ragu apakah mereka masih bisa menikmati novel ini dengan santai, mengingat cerita dan gaya penceritaannya sangat kekanak-kanakan. Ceria dan sederhana. Dan, tidak ada cinta-cintaan-nya di sini.

Saya menyukai ide novel ini yaitu memperlihatkan bahwa untuk mencapai sesuatu harus melalui kerja keras. Pantang menyerah dalam berkompetisi. Rajin, tekun, serius, dan konsisten menjalani aktivitas yang diikuti.

Sejujurnya saya lebih banyak tertawa sekaligus geli ketika membaca novel mungil yang hanya terdiri dari 120-an halaman ini. Tertawa, karena ceritanya yang memang disengaja berunsur komedi dan geli, karena gaya berceritanya yang kekanak-kanakan. Saya sendiri mendengus, kok bisa ya guwe masih minat baca ginian? Hahahaha. Asli, saya benar-benar seperti kembali ke jaman SD atau SMP dulu. Pun dengan gaya jayus-nya Dedew yang sebagai narator kadang mengomentari setiap ceritanya sendiri. Harus saya bilang, saya paling benci yang begituan. Sok lucu, padahal garing. Tapi novel ini memang buku "kurikulum" khusus anak-anak, jadi saya mencoba maklum. :)

Untuk ceritanya, seperti yang sudah saya bilang, sangat sederhana sekali. Alurnya mudah ditebak dengan ending yang happy. Tidak banyak konflik yang ditawarkan, karena setiap drama selalu ada pengakhirannya. Every problem has its own solution. bagusnya, di novel ini tidak diciptakan tokoh yang dipaksa jadi antagonis. Benang merahnya menyoroti usaha seorang anak (Pingkan) menemukan bakat dan kegemarannya karena termotivasi orang-orang di sekitarnya yang memiliki prestasi. Pingkan begitu bersemangat untuk menjadi juara. Tak peduli di bidang apa, yang penting juara. Maka, Pingkan kemudian membuat daftar bidang-bidang yang mungkin bisa mengantarkannya ke podium juara. Mulai dari bermain organ, berenang, bergabung di ekskul pramuka, dicobanya. Tapi dasar Pingkan pembosan, Semuanya macet di tengah jalan. Sampai akhirnya ia berlabuh pada menulis dengan bergabung di ekskul mading. Sejatinya menulis sudah ia sukai dari dulu karena Pingkan rajin menulis diary dan
selalu mendapat nilai bagus di mata pelajaran bahasa Indoensia. Dari menulis, Pingkan bisa naik ke podium dan dielu-elukan temen-teman satu sekolah.

Kisahnya manis, untuk anak-anak, tentu saja. Kalau pun saya sebal dengan gaya penceriteraannya, saya tidak akan menyalahkan penulisnya. Karena, novel ini (mungkin) memang disasarkan pada pasar anak-anak dan remaja jadi gayanya memang disesuaikan, biar mudah untuk diikuti. Setelah membaca novel ini, yang bisa saya bayangkan adalah, "coba ya...dulu guwe serius menekuni sesuatu, mungkin guwe bisa jadi juara apa, gitu..." Siapa sih anak-anak yang tidak bangga menjadi juara dan menggenggam piala. Saya saja gembira sekali ketika menjuarai lomba pidato Ramadhan di kampung, meskipun cuma juara dua. Intinya, menjadi juara itu mimpi setiap orang. Dan, novel ini merekamnya dengan baik sehingga bisa menginspirasi, semoga.

Oiya, saya suka novel ini karena ada Pramuka-nya (saya ikut Pramuka dari SMP-SMA) dan mading sekolah (saya ikut mading di SMA). Membaca novel ini, saya juga jadi ingat bagaimana saya dulu sangat ingin belajar di bidang bahasa. Waktu SD, guru pernah mengikutkan saya di lomba cerdas cermat tingkat kecamatan. Ada tiga kategori, Sains (IPA-IPS), PMP (PPKn), dan Bahasa Indonesia. Kata guru yang menyeleksi, saya cukup mampu untuk diikutsertakan di mata pelajaran IPA-IPS dan Bahasa Indonesia. Namun, karena tidak ada wakil lain di bidang IPA-IPS maka saya masuk ke kategori itu (hasilnya: cuman jadi peringkat 9 dari 10 yang masuk babak semifinal) padahal kata beliau juga, karangan saya untuk pelajaran Bahasa Indonesia cukup bagus. Di SMA, saya juga ingin masuk jurusan bahasa, namun wali kelas dan guru-guru menganjurkan saya untuk masuk jurusan IPA, karena nilai saya memang cukup memenuhi standar masuk jurusan IPA. Saya tidak pernah menyesal karena semua itu. Saya
sangat bersyukur dengan keadaan saya sekarang. Bahkan, dengan kondisi saat ini, saya bisa meneruskan minat saya untuk membaca dan menulis (meskipun belum menghasilkan satu pun tulisan yang diterbitkan).

Okay, selamat membaca, kawan!

Sinopsis (cover belakang)

Pingkan ingiiin sekali jadi juara seperti teman-temannya. Ada Kak Lita yang juara kedua Olimpiade IPA tingkat Nasional, ada juga Gusti yang tim sepak bolanya juara Liga SMP se-Kota Bogor. Bahkan, kakaknya pun juara lomba pidato bahasa Inggris. Siapa yang tidak iri coba? Pingkan juga ingin sekali merasakan rasa bangga sebagai seorang juara. Dia ingin bisa bediri di atas podium sekolah dan mendengar sorak-sorai teman-temannya.

Tapi sampai saat ini Pingkan masih bingung apakah dia bisa jadi seorang juara. Dalam bidang apa? Pingkan payah dalam bidang olahraga, menyanyi juga fals sekali, apalagi bahasa Inggris. Dia hanya mengerti "yes" dan "no" saja. Jadi,
bisakah dia mnejadi seorang juara?

Inilah kisah tentang seoarng anak yang sangat ingin menjadi juara. Banyak hal harus Pingkan jalani sebelum dia menemukan bisang yang dikuasainya. Mulai dari ikut les berenang sampai pramuka. Apakah Pingkan berhasil menjadi juara? Penasaran, kan? Buruan baca deh!

Diposkan oleh JooLee di 10:39

Label: Novel: Teenlit

Sumber:
http://metropop-lover.blogspot.com/2010/01/2010-3-resensi-novel-teenlit-dewi-dedew.html

2a.

(Forward): Pengorbanan Seorang Suami

Posted by: "Pandika Sampurna" pandika_sampurna@yahoo.com   pandika_sampurna

Sun Jan 31, 2010 5:36 pm (PST)



PENGORBANAN SEORANG SUAMI
(KISAH NYATA)
 
Selasa malam (1 Februari 2005), Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi. Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya menghentikan motor dan melepas kepenatan di sebuah shelter bis di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 10.25 malam.
Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan alasan saya berhenti sejenak.
Setelah saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu muda memeluk seorang anak lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas sekali mereka kedinginan. Saya terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata saya berlinang dan teringat anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa dan berandai-andai, "Bagaimana jadinya jika yang berada disitu adalah isteri dan anak saya?"
Tanpa berlama-lama saya dekati mereka dan saya berusaha menyapanya. " Ibu,ibu,kalau mau ibu boleh ambil jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling tidak anak ibu tidak kedinginan" Saya segera membuka raincoat dan jaket saya, dan langsung saya berikan jaket saya.
Tanpa bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung meraih jaket saya. Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk.
"Tunggu sebentar disini bu!" pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari shelter itu dan saya meminta air putih hangat padanya. an Alhamdulillah, saya justeru mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya kembali memberikannya kepada ibu tersebut. "Ini bu,.. kasih ke anak ibu!" selanjutnya mereka meminumnya berdua.
Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat "Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya" sesaat kemudian ibu tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong ibu pulang kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro tapi…(dia menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas bertanya.
"Ya" jawab saya singkat.
"Kenapa sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya lagi. Saya diam sejenak karena agak terkejut dengan pertanyaannya.
"Terus terang bu, sebenarnya selama ini saya merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan mereka berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka adalah bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya berharap semoga Allah terus menjaga mereka ketika saya pergi." Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi serba salah. "Bu, maafkan saya kalau saya salah omong.
Pak kalau boleh saya minta uang seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya dengan sedih dan sopan. Airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak lelakinya.
Karena perasaan bersalah, saya segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan saya berikan padanya. Dia berusaha meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi cepat-cepat saya lepaskan. "ya sudah, ibu ambil saja, tidak usah dipikirkan!" saya berusaha menjelaskannya. "Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana? Badan saya juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya" kembali ibu tersebut bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya, Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan saya? tapi saya entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas- kannya. Maka saya berikan raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata sepatahpun.
Tiba tiba anaknya menangis dan semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa? Saya keluarkan handphone saya dan saya pinjamkan pada anak tersebut. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut, mungkin karena lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur anaknya memainkan handphone saya. Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi. Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di shelter tersebut memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk segera pulang dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan saya nyalakan motor, saya pamit dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya. Saya jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya.
Dia meminta no telpon rumah saya dan saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah sekali dan saya berikan saja kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan perjalanan saya.
Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang jalan. Dan ketika sampai di depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan ke isteri saya kalau saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone saya tertinggal dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal dengan kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. "Gila.Saya benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan semua didalamnya" dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman saya kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar meng-ikhlaskan semuanya. "Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti ini. Sudahlah
sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya biar bisa lebih ikhlas" dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan tidur.
Keesokan paginya saya terpaksa berangkat kerja membawa mobil padahal hal ini, tidak terlalu saya suka. Saya selalu merasa banyak waktu terbuang jika bekerja membawa mobil ketimbang naik motor yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam. Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu saya.
Sampai di kantor, saya kaget melihat sebuah bungkusan besar diselimuti kertas kado dan pita berada di atas meja kerja saya. Saya tanya ke office boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang tadi malam, katanya bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus.
"Bapak selingkuh ya, pagi-pagi sudah dapat hadiah dari perempuan? tanyanya sedikit bercanda kepada saya. Saya hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat plat nomor mobil orang tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan kepala..
Segera saya buka kotak tersebut dan "Ya Allah, semua milik saya kembali. Jaket, raincoat, handphone, kartu nama dan uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah uang yang dikembalikan sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas yang tertulis ;
" Pak, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang saya pinjam dan maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah tidak tahan dan mencoba lari dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan suami saya karena beliau sering terlambat pulang ke rumah dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang setelah saya berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya semalam ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di depok, tetapi saya jadi bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam di hate bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya baru menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa depan isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga dari kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap, biarlah bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran kami
berdua . Oh ya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih.
Segera saya telpon isteri saya dan saya ceritakan semua yang ada dihadapan saya. Isteri saya merasa bersyukur dan meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke mesjid terdekat sebagai amal ibadah keluarga tersebut.
from : milis crewkkn_ugmgorontalo@yahoogroups.com

2b.

Re: (Forward): Pengorbanan Seorang Suami

Posted by: "Ramaditya Skywalker" ramavgm@gmail.com

Sun Jan 31, 2010 7:05 pm (PST)



Sungguh sebuah kisah nyata yang menyentuh hati.

Ya, biasanya memang pengorbanan seperti dalam cerita itu berujung pada
penggantian yang lebih. Namun tak jarang juga Allah tak langsung
memberikan gantinya dengan yang lebih. Yang saya yakin, segalanya
pasti ada perhitungannya, dan bila di bumi belum digantikan, Insya
Allah di akhirat kelak akan menjadi nilai kebajikan untuk kita.

Membaca cerita di atas jadi semakin menegaskan saya untuk menjadi
suami yang dapat mencukupi isteri saya lahir batin. Jadi ingat ketika
dulu, saya yang tunanetra ini bekerja dan pulang hingga larut malam
dengan naik bus dan berbekal tongkat. Waktu itu masih terima gaji
pakai wesel POS, dan mungkin tak sampai satu juta nilainya. Dan saya
bekerja untuk satu niat, dan niat yang hingga sekarang masih tetap
mengakar dalam diri saya.

"Saya melakukannya untuk calon isteri dan anak-anak saya..."

On 2/1/10, Pandika Sampurna <pandika_sampurna@yahoo.com> wrote:
> PENGORBANAN SEORANG SUAMI
> (KISAH NYATA)
>
> Selasa malam (1 Februari 2005), Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta,
> gerimis masih turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar
> Blok-M menuju rumah di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya
> amat lelah hingga di sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar
> tidak bisa dibuka lagi. Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya
> menghentikan motor dan melepas kepenatan di sebuah shelter bis di seberang
> Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 10.25 malam.
> Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin
> agak terlambat dan saya katakan alasan saya berhenti sejenak.
> Setelah saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada
> seorang ibu muda memeluk seorang anak lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun.
> Tampak jelas sekali mereka kedinginan. Saya terus memperhatikannya dan tanpa
> terasa airmata saya berlinang dan teringat anak saya (Naufal) yang baru
> berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa dan berandai-andai, �Bagaimana
> jadinya jika yang berada disitu adalah isteri dan anak saya?�
> Tanpa berlama-lama saya dekati mereka dan saya berusaha menyapanya. �
> Ibu,ibu,kalau mau ibu boleh ambil jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi
> masih kering. Paling tidak anak ibu tidak kedinginan� Saya segera membuka
> raincoat dan jaket saya, dan langsung saya berikan jaket saya.
> Tanpa bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung meraih jaket saya.
> Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya benar-benar kedinginan
> dan giginya bergemeletuk.
> �Tunggu sebentar disini bu!� pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak
> jauh dari shelter itu dan saya meminta air putih hangat padanya. an
> Alhamdulillah, saya justeru mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu
> tersebut dan segera saya kembali memberikannya kepada ibu tersebut. �Ini
> bu,.. kasih ke anak ibu!� selanjutnya mereka meminumnya berdua.
> Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu
> lalang kendaraan yang lewat �Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya�
> sesaat kemudian ibu tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa,
> ngomong-ngomong ibu pulang kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro
> tapi�(dia menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas
> bertanya.
> �Ya� jawab saya singkat.
> �Kenapa sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu?
> Tanyanya lagi. Saya diam sejenak karena agak terkejut dengan pertanyaannya.
> �Terus terang bu, sebenarnya selama ini saya merasa bersalah karena terlalu
> sering meninggalkan mereka berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka
> adalah bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya berharap semoga Allah
> terus menjaga mereka ketika saya pergi.� Mendengar jawaban saya si ibu
> terisak, saya jadi serba salah. �Bu, maafkan saya kalau saya salah omong.
> Pak kalau boleh saya minta uang seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya
> dengan sedih dan sopan. Airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke
> anak lelakinya.
> Karena perasaan bersalah, saya segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2
> lembar dan saya berikan padanya. Dia berusaha meraih dan ingin mencium
> tangan saya, tetapi cepat-cepat saya lepaskan. �ya sudah, ibu ambil saja,
> tidak usah dipikirkan!� saya berusaha menjelaskannya. �Pak kalau jas
> hujannya saya pakai bagaimana? Badan saya juga benar-benar kedinginan dan
> kasihan anak saya� kembali ibu tersebut bertanya dan sekarang membuat saya
> heran. Saya bingung untuk menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran
> saya mulai bertanya-tanya, Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa
> yang ditampilkannya di hadapan saya? tapi saya entah mengapa saya
> benar-benar harus meng-ikhlas- kannya. Maka saya berikan raincoat saya dan
> kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata sepatahpun.
> Tiba tiba anaknya menangis dan semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut
> sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus
> berbuat apa? Saya keluarkan handphone saya dan saya pinjamkan pada anak
> tersebut. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut, mungkin karena
> lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur anaknya memainkan
> handphone saya. Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan
> dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat
> berkonsentrasi. Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di shelter tersebut
> memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk segera pulang
> dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan saya nyalakan
> motor, saya pamit dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya. Saya
> jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu
> tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya.
> Dia meminta no telpon rumah saya dan saya tidak menjawabnya, saya
> benar-benar lelah sekali dan saya berikan saja kartu nama saya. Sesaat
> kemudian saya lanjutkan perjalanan saya.
> Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara
> benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan jaket
> dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang jalan. Dan ketika sampai di
> depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan ke isteri saya kalau
> saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone saya tertinggal
> dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal dengan
> kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor
> handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. �Gila.Saya
> benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan
> semua didalamnya� dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya
> dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman
> saya kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar
> meng-ikhlaskan semuanya. �Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti
> ini. Sudahlah
> sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya biar bisa
> lebih ikhlas� dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan tidur.
> Keesokan paginya saya terpaksa berangkat kerja membawa mobil padahal hal
> ini, tidak terlalu saya suka. Saya selalu merasa banyak waktu terbuang jika
> bekerja membawa mobil ketimbang naik motor yang bisa lebih cepat mengatasi
> kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya khawatir hujan karena kebetulan
> saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga sudah saya berikan kepada
> ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri yang kerja di salah satu
> bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju kantor tetapi pikiran saya
> terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam. Saya belum benar-benar
> meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya mengumpat dan
> mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu saya.
> Sampai di kantor, saya kaget melihat sebuah bungkusan besar diselimuti
> kertas kado dan pita berada di atas meja kerja saya. Saya tanya ke office
> boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan
> tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang tadi malam, katanya
> bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan
> kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus.
> �Bapak selingkuh ya, pagi-pagi sudah dapat hadiah dari perempuan? tanyanya
> sedikit bercanda kepada saya. Saya hanya tersenyum dan saya menanyakan
> apakah dia ingat plat nomor mobil orang tersebut, office boy tersebut hanya
> menggelengkan kepala..
> Segera saya buka kotak tersebut dan �Ya Allah, semua milik saya kembali.
> Jaket, raincoat, handphone, kartu nama dan uangnya. Yang membuat saya
> terkejut adalah uang yang dikembalikan sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi
> uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas yang tertulis ;
> � Pak, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya
> kembalikan semua yang saya pinjam dan maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin
> saya sudah tidak tahan dan mencoba lari dari rumah setelah saya bertengkar
> hebat dengan suami saya karena beliau sering terlambat pulang ke rumah
> dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang setelah saya
> berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya semalam
> ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di depok, tetapi saya jadi
> bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam
> di hate bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya
> baru menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa
> depan isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga
> dari kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap,
> biarlah bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran
> kami
> berdua . Oh ya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa
> mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima
> kasih.
> Segera saya telpon isteri saya dan saya ceritakan semua yang ada dihadapan
> saya. Isteri saya merasa bersyukur dan meminta agar semua uangnya diserahkan
> saja ke mesjid terdekat sebagai amal ibadah keluarga tersebut.
> from : milis crewkkn_ugmgorontalo@yahoogroups.com
>
>
>

--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian game music lover"

- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com

3.

Artikel:  Airnya Yang Keruh, Atau Dispensernya Yang Berdebu?

Posted by: "Dadang Kadarusman" dkadarusman@yahoo.com   dkadarusman

Sun Jan 31, 2010 11:57 pm (PST)



Artikel:  Airnya Yang Keruh, Atau Dispensernya Yang Berdebu?
 
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
 
Apakah anda pernah berurusan dengan para pemakai 'topi negatif?' Apapun yang anda katakan, mereka selalu menanggapinya secara negatif. Sekalipun anda membicarakan sesuatu yang positif, dimata mereka tetap saja negatif. Bahkan, sekalipun mengakui bahwa gagasan anda mengandung sisi positif, mereka tetap berdiri disudut pandang negatif. Walhasil, mereka tidak mendapatkan manfaat apapun dari apa yang anda sampaikan. Eh, jangan-jangan; yang memakai topi negatif itu kita sendiri, ya?
 
Teman saya yang bekerja disebuah perusahaan air minum dalam kemasan bercerita tentang seorang pelanggan yang komplain dengan sangat garang. Sungguh seorang pelanggan yang sadar bahwa 'Customer is King'. Didorong oleh dedikasi, teman saya mengunjungi rumah sang pelanggan untuk menindaklanjuti pengaduannya. Tahap pertama yang dilakukan oleh teman saya adalah memastikan bahwa air minum yang dibelinya memang asli keluaran perusahaannya. Ternyata asli. Jadi, seharusnya air itu mencerminkan komitmen perusahaan terhadap kualitas air yang dipasarkannya.
 
Tahap kedua, teman saya menginspeksi tata cara penanganan air tersebut. Termasuk diantaranya kondisi dispenser yang digunakan tuan rumah. Pemeriksaan tidak hanya dibagian yang mudah terlihat, melainkan juga bagian dalamnya. Dan dengan disaksikan oleh tuan rumah, pemeriksaan itu menghasilkan 'beberapa telur kecoa' dan biangnya sekalian. Sekali lagi, salah satu sifat 'lemah' manusia muncul. Jika air yang keluar dari dispenser kita kotor, kita berkesimpulan bahwa air yang kita beli kualitasnya buruk. Dan pihak yang harus bertanggungjawab adalah produser air itu.
 
Dalam banyak situasi, kisah nyata yang diceritakan oleh teman saya itu sangat mirip dengan keseharian kita. Kita cenderung melihat 'keluar' daripada 'kedalam'.  Makanya tidak heran jika ada saja orang-orang yang selalu memandang negatif terhadap pemikiran, gagasan dan pendapat orang lain. Dari sudut pandang ilmu perilaku, hal  semacam itu disebut dengan istilah 'judgemental'. Orang dengan sikap 'judgemental' selalu terfokus kepada kelemahan pendapat orang lain. Sehingga, terhadap apapun yang dikatakan oleh orang lain; dia selalu berusaha menemukan sisi buruknya. Tidak peduli betapa baik dan mumpuninya gagasan seseorang, pasti ada celah untuk diserang. Lagipula, bukankah kita percaya pada dogma 'tidak ada yang sempurna'?
 
Lho, bukankah kemampuan seseorang untuk menemukan titik lemah adalah salah satu ciri kecerdasan? Itu betul. Karena kemampuan untuk berpikir kritis adalah tanda dari orang-orang yang IQ-nya tinggi. Namun, kita semua tahu, bahwa IQ bukanlah faktor penentu utama dalam mengukur kualitas diri seseorang. Karena, tanpa standar kecerdasan lain, seseorang dengan IQ tinggi hanya mirip mesin hitung. Sederhananya, 'berpikir kritis' ada di daerah 'kedigdayaan' IQ, sedangkan 'menemukan cara terbaik untuk 'mengekspresikan' beda pendapat ada di wilayah 'kearifan' EQ. Dan untuk membangun interaksi positif manusia butuh kedua-duanya. Makanya, orang-orang yang hanya cerdas IQ tapi rendah EQ, sering dilanda frustrasi karena kegagalannya untuk meraih penerimaan orang lain atas 'kecanggihan' dirinya.
 
Tahap ketiga yang dilakukan oleh teman saya adalah menunjukkan cara membersihkan dispenser, dan tips merawatnya agar tetap bersih. Dan setelah dispenser itu dibersihkan, ternyata air yang keluar dari dalamnya juga bersih. Boleh jadi, bukan gagasan atau  sumbernya yang bermasalah, melainkan kepala dan hati kita yang berfungsi seperti dispenser itu yang kurang bersih. Sehingga kalau kita bersedia membersihkannya, akan kita temukan kebenaran, dan kejernihan dari gagasan yang datang dari orang lain. Mengapa kita butuh itu? Karena, orang paling cerdas sekalipun tidak mampu menemukan semua solusi. Sehingga, kesediaan kita untuk menerima gagasan dan masukan dari orang lain dengan hati yang bersih menjadi faktor penting. Apakah itu berarti kita harus selalu setuju dengan gagasan orang lain? Tidak juga. Namun, setidak-tidaknya kita bisa bertukar pikiran dengan itikad yang baik, melalui cara yang baik, untuk menemukan solusi terbaik.
 
Mengapa begitu? Karena, dari sudut pandang ilmu komunikasi, bukan hanya isi atau konten yang harus baik, melainkan juga bagaimana cara menyampaikannya. Jika menerapkan prinsip ini, mungkin kita bisa menghindari konflik yang terjadi karena salah satu pihak merasa benar sendiri. Dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bersedia membersihkan 'dispenser' didalam dirinya sendiri. Caranya? Antara lain, (1) Menghargai hak orang lain untuk menyampaikan gagasan, (2) Membuka diri akan kemungkinan kebenaran pihak lain, (3) Menenpuh jalan elegan saat berbeda pendapat,  dan (4) Jikapun tidak bisa mencapai kata sepakat, junjung tinggilah norma yang berlaku dimasyarakat.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
"SS-Pro™ Office Communication Strategy" Learning Facilitator  
http://www.dadangkadarusman.com/  
 
Catatan Kaki:
Kualitas diri seseorang tidaklah semata-mata dinilai dari kecanggihan hasil pemikirannya. Melainkan juga, melalui cara dia menyampaikannya.
 
Melalui project Mari Berbagi Semangat! (MBS!) sekarang buku saya yang berjudul "Belajar Sukses Kepada Alam" versi Bahasa Indonesia dapat diperoleh secara GRATIS. Jika Anda ingin mendapatkan ebook tersebut secara gratis silakan perkenalkan diri disertai dengan alamat email kantor dan email pribadi (yahoo atau gmail) lalu kirim ke bukudadang@yahoo.com

4.

[catcil] Orang Jepang Pintar?

Posted by: "febty febriani" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Mon Feb 1, 2010 12:34 am (PST)



Hanya sebuah gumaman:)

####

Orang Jepang Pintar?

Pada suatu hari, di chat room,
terjadi perbincangan berikut ini antara aku dan seorang adik angkatan
sewaktu kuliah dulu. Saat itu dia bertanya tentang beasiswa ke Jepang.
Dia bermaksud melanjutkan sekolahnya ke Jepang. Saat ini dia berkerja
di sebuah perusahaan minyak terkemuka di Indonesia. Dan sampailah kami
di percakapan di bawah ini.

Dia : Mbak, orang Jepang itu pintar-pintar yah?

Aku : Sama aja dek dengan orang
Indonesia. Tapi, bedanya, menurut mbak fety, mereka tekun saat
melakukan sesuatu. Wong, saat kuliah atau seminar, mereka juga sering
tidur.

Bukan tanpa alasan aku menjawab seperti
itu. Aku ingat, di suatu hari, saat masih berseragam abu-abu, seorang
guru SMUku bilang ke kami, anak-anak SMU di kota kelahiranku.
Kalian tahu? Semua orang itu adalah pintar. Yang membedakannya adalah fasilitas yang dipunyai olehnya,
begitu guruku berujar. Kalimat itulah yang menginspirasi sebuah
kata-kata sakti yang ditulis di halaman depan sebuah diary, kira-kira
sembilan tahun yang lalu.

Kesuksesan yang diraih dengan
fasilitas yang memadai adalah biasa, tapi kesuksesan yang diraih dengan
fasilitas yang hampir tidak ada adalah luar biasa, begitulah bunyi kata-kata bijak itu. Di buat untuk diri sendiri.
Saat ini, setelah hampir sepuluh tahun
meninggalkan bangku SMU, aku percaya dengan semangat dari guru SMUku:
bahwa semua orang memang pintar, fasilitas pendukunglah yang membedakan
pencapaian setiap orang.

@home, Jan 2010
~ http://ingafety.wordpress.com ~

Recent Activity
Visit Your Group
Drive Traffic

Sponsored Search

can help increase

your site traffic.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Dog Groups

on Yahoo! Groups

discuss everything

related to dogs.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: