Kamis, 22 April 2010

[daarut-tauhiid] KORUPSI ILMU

*"**KORUPSI ILMU"*

*Dr. Adian Husaini*

Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat
menjadi HAMKA.
Dia adalah seorang tokoh dan ulama yang sangat dihormati di berbagai
dunia Islam.
Lahir tanggal 17 Februari 1908, di desa kampung Molek, Meninjau,
Sumatera Barat.
Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul,
yang merupakan pelopor Gerakan Islah (*tajdid*) di Minangkabau. Semasa
kecil, Hamka belajar agama pada ulama-ulama terkenal, seperti Syeikh Ibrahim
Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, AR Sutan Mansur, dan tentu saja, ayahnya sendiri.

Dari para gurunya itulah, Hamka mampu menimba, mengamalkan, dan bahkan
mengembangkan
ilmunya. Ia menulis buku dalam berbagai bidang: aqidah, filsafat, sastra,
sejarah, politik, dan sebagainya. Pada tahun 1953, Hamka terpilih sebagai
penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 1977, Hamka memenuhi permintaan
untuk memimpin Majelis Ulama Indonesia. Hamka juga aktif dalam kegiatan politik
melalui Masyumi. Hamka pernah menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi
jurkam dalam Pemilu 1955. Tapi, pada tahun 1981 ia meletakkan jabatan
sebagai Ketua Umum MUI karena masalah fatwa Natal.

Kiprah Hamka dalam kelimuan juga cukup banyak. Tahun 1920-an, HAMKA menjadi
wartawan beberapa surat kabar seperti *Pelita Andalas*, *Seruan Islam,
Bintang** **Islam *dan *Seruan Muhammadiyah*. Pada tahun 1928, Hamka menjadi
editor majalah *Kemajuan Masyarakat*. Pada tahun 1932, menjadi editor dan
menerbitkan majalah *Al-Mahdi *di Makasar. Terakhir, majalah yang sangat
monumental yang dipimpinnya *Panji** **Masyarakat*. Berbagai penghargaan
telah diterimanya, seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa,
Universitas al-Azhar, 1958 dan Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan
Malaysia, 1974.

Alkisah, Hamka, adalah seorang tokoh yang sangat gigih dalam mengembangkan ilmu
dan perjuangan dakwah Islam. Ratusan karya telah dihasilkannya.
Tetapi, sebagaimana
tradisi yang berkembang dalam keilmuan Islam selama ratusan tahun,
tulisan-tulisan
Hamka bukan hanya berisi data-data sejarah tanpa makna, melainkan sarat dengan
ruh keimanan dan perjuangan serta memompakan semangat tinggi untuk
mempertahankan
keyakinan Islam dan memperjuangkan Islam.

Karena kegigihannya pula, HAMKA pernah dipenjara rejim Orde Lama.
Tapi, di penjara,
justru ia menghasilkan *Tafsir Al-Azhar*. Mohammad Natsir menghasilkan C*
apita** **Selecta *dan berbagai buku lainnya. Sama dengan HAMKA, di penjara,
Sayyid Quthb menghasilkan *Fii Zhilalil Qur'*an. Ibnu Taimiyah menghasilkan
*Majmu'ul Fatawa*. Dan Ibnu Haistam menghasilkan *teori optik*. Mereka,
adalah tipe ilmuwan, sekaligus ulama pejuang.

Dalam ajaran Islam, ulama menempati posisi sentral. Kata Rasul saw:
"Ulama adalah
pewaris para nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak juga
dirham, melainkan
mereka hanya mewariskan ilmu." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah).

Nabi juga memposisikan para ulama laksana bintang yang menjadi tempat
umat mendapat
bimbingan dan petunjuk. Melalui para ulama itulah, kini kita mewarisi
risalah Nabi. Kita sekarang memahami Al-Quran dan tafsirnya, hadits
Rasulullah saw, juga ilmu-ilmu keagamaan lainnya, melalui jasa para ulama.
Melalui Imam Syafii, misalnya, kita memahami ilmu *ushul fiqih*, tentang
bagaimana cara menetapkan hukum dalam Islam.

Maka, dalam sejarah Islam, ulama memegang peran yang sangat vital. Ketika
Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi *umara*, maka Umar bin Khathab, Ali r.a., dan
sebagainya menjalankan peran ulama yang aktif menasehati dan mengontrol
penguasa.

Begitu juga ketika Umar r.a. menjadi penguasa, para sahabat lain
menjalankan fungsi
kontrol dengan sangat efektif. Sebagai pewaris Nabi, para ulama
bertanggung jawab
untuk menjaga dan melanjutkan Risalah Nabi. Para ulama itulah yang –
pertama kali
– harus mempertahankan dan menegakkan ajaran Tauhid. Dalam nasehatnya
kepada Sultan
Muhammad bin Malik Syah, Imam al-Ghazali menyatakan, "*Ketahuilah
wahai** **Sultan,
engkau adalah makhluk. Engkau diciptakan oleh Maha Pencipta yang**
**menciptakan
alam dan seluruh isinya. Dia Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya*." (Dikutip
dari karya al-Ghazali, *At-Tibr al-Masbuk fi Nashaih al-Muluk*, Terj. Arif
B. Iskandar).

Selain mewarisi keilmuan dan risalah kenabian, para ulama di masa lalu
juga sering
menghadapi ujian kehidupan yang berat, sebagaimana dialami oleh para Nabi. Imam
Malik pernah disiksa, karena pendapatnya bertentangan dengan gubernur
Madinah ketika itu. Imam Abu Hanifah harus masuk penjara dan menjalani hukum
cambuk 10 kali setiap hari, karena menolak berbagai tawaran jabatan tinggi
dalam pemerintahan Abu Ja'far al-Manshur.

Gara-gara menolak mengikuti pendapat Mu'tazilah tentang kemakhlukan
Al-Quran, Imam Ahmad bin Hanbal akhirnya dijebloskan ke dalam penjara selama
28 bulan oleh Khalifah al-Makmun. Dua kakinya diikat dengan rantai besi,
sehingga beliau harus shalat dalam keadaan kaki dirantai. Setiap hari beliau
diinterogasi dan dipaksa meninggalkan pendapatnya yang bertentangan dengan
paham Muktazilah. Tetapi, beliau terus menolak dan bertahan dengan
pendapatnya yang shahih, meskipun terus mendapat cambukan. Imam Ahmad
akhirnya meninggal dalam usia 77 tahun pada 241 Hijriah. Sekitar 600 ribu
orang menghadiri pemakamannya.

Keteguhan dan ketinggian ilmu para ulama itulah yang berjasa besar
dalammenjaga kemurnian agama Islam yang kita warisi dewasa ini. Karena itu,
betapa risaunya Rasulullah saw terhadap ulama-ulama yang jahat (*al-ulama
al-su'*). Kata Nabi saw: "*Seburuk-buruk manusia adalah ulama yang buruk*."

Kerusakan ulama adalah kerusakan Islam. Ulama jahat adalah ulama yang
bodoh tetapi
berani memberi fatwa atau ulama yang menjual agamanya untuk kepentingan dunia.
Imam al-Ghazali dalam Kitabnya, *Ihya' Ulumuddin, *memberikan
penjelasan panjang
lebar seputar bahaya ulama-ulama jahat, yang disebutnya sebagai 'ulama
dunia'.

Rasulullah saw bersabda: "*Di akhir zaman akan ada para ahli ibadah yang
bodoh** **dan para ulama yang jahat*." (HR at-Tirmidzi). Ulama adalah orang
yang *faqih fid-din*, dan sekaligus orang yang bertaqwa kepada Allah.
Tetapi, ulama yang jahil, ia lebih berbahaya bagi umat manusia.

Sejatinya, kejahilan bisa dilihat dalam dua fenomena: kejahilan yang ringan
dan kejahilan yang berat. Kedua kejahilan itulah yang sesungguhnya menjadi
sumber penyebab kesalahan, penyimpangan, kesesatan dan juga kejahatan
manusia di muka bumi ini.

Kejahilan ringan adalah kurangnya ilmu tentang sesuatu yang seharusnya
diketahui
(*ignorance*). Mereka belum memperoleh informasi tentang kebenaran (*al-Haq*
) sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali melakukan apa yang
mereka ketahui sebagai suatu kebenaran. Rasulullah membiarkan seorang Badui
(Arab Gunung) yang kencing di dalam masjid. Meski Umar begitu marah besar,
Rasulullah SAW mencegah dan hanya meminta para sahabat untuk menyiram
menggunakan ember.

Tapi ada kejahilan berat, yaitu kekacauann ilmu *(confusion of
knowedge)*. Kejahilan
jenis ini terjadi bukan karena kekurangan ilmu, tetapi karena ilmu yang
salah, ilmu yang kacau. Ilmu yang benar adalah yang seharusnya mengantarkan
kepada keyakinan dan kebenaran yang hakiki. Tetapi, ilmu yang rusak, justru
mengantarkan kepada keraguan. Para pemilik ilmun yang salah ini akan menolak
kebenaran, meskipun telah sampai padanya informasi tentang kebenaran
(al-Haq) dengan *hujjah *yang meyakinkan dan dari sumber-sumber yang
terpercaya. Kepada mereka juga telah datang para Nabi utusan Allah serta
para penyeru ke jalan Allah yang lurus, tetapi mereka berpaling. Kasus
penolakan Walid bin Mughirah dan para pembesar Qurays tentang kebenaran
Muhammad serta Al-Quran adalah contohnya.

Walid bin Mughirah adalah seorang cendikiawan Qurays yang sangat disegani.
Ia memutar balikkan kebenaran yang telah nyata tentang ajaran Muhammad
dan mengatakan
Al-Quran sebagai kata-kata Muhammad. Kejahilan yang dilakukan oleh para
cendikiawan dan orang-orang cerdik-pandai seperti ini adalah bentuk
kejahilan yang tidak dapat ditolelir. Sebab, mereka bukan orang-orang awam
yang bodoh, bahkan sesungguhnya mereka orang-orang yang cerdas dan mampu
memahami yang benar dari yang salah.

Kini, di Indonesia pada umumnya, terdapat fenomena *ignorance *pada
kampuskampus umum. Banyak sarjana ilmu-ilmu umum yang tidak memahami
ilmu-ilmu keislaman dengan baik. Mereka buta terhadap Ilmu-ilmu al-Quran,
hadits, bahasa Arab, ilmu fiqih, dan sebagainya. Sementara di lingkungan
Perguruan Tinggi Islam telah banyak terjadi *confusion of knowledge *dalam
ilmu-ilmu keagamaan. Ilmu perbandingan agama, misalnya, dirusak dengan cara
menyebarkan paham *relativisme *kebenaran dan *relativisme *iman. Ulumul
Quran dirusak dengan masuknya studi kritis terhadap al-Quran yang berujung
kepada keraguan terhadap al-Quran.

Fenomena kerusakan ilmu ini, menurut Prof. Naquib al-Attas, disebut
juga sebagai
"*corruption of knowledge'' *alias "korupsi ilmu". Korupsi ilmu jauh lebih
dahsyat akibatnya dibandingkan dengan korupsi harta.

Rasulullah saw bersabda,"Bahwasanya Allah SWT tidak akan mencabut ilmu dengan
sekaligus dari manusia. Tetapi Allah menghilangkan ilmu agama dengan mematikan
para ulama. Apabila sudah ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih
orang-orang bodoh sebagai pemimpinnya. Apabila pemimpin yang bodoh itu ditanya,
mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. [HR
Muslim].

Rasulullah sendiri berkata seburuk-buruk makhluk adalah ulama jahat.
Yang paling
dikhawatirkan beliaua dalah munculnya orang-orang munafik yang canggih
dalam berargumentasi
*('aliimil lisan)*. Banyak hadits Nabi saw yang menjelaskan bahwa pada Hari
Kiamat nanti, siksaan bagi orang alim yang jahat akan jauh lebih berat
dibandingkan orang bodoh yang salah. Karena itu, jika kita hendak mengukur
bagaimana kondisi umat Islam, lihatlah kualitas ulamanya! Jika orang-orang
yang berposisi – atau memposisikan diri – sebagai ulama tidak memiliki
kualifikasi yang ideal, baik dalam ilmu maupun amal, maka itu indikator yang
paling absah untuk menyatakan bahwa umat Islam dalam kondisi yang
memprihatinkan. (***)
http://insistnet.com/index.php?option=com_filecabinet&view=files&id=1&Itemid=6

--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest.
N'est-ce point par l'évocation d'Allah que se tranquillisent les coeurs.
im Gedenken Allahs ist's, daß Herzen Trost finden können.
>> al-Ra'd [13]: 28


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: