Selasa, 27 April 2010

[daarut-tauhiid] Tarikh Tasyri’ (Bagian Pertama)

http://www.dakwatuna.com

Tarikh Tasyri' (Bagian Pertama)

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
________________________________


dakwatuna.com – Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu
syariat dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
(Al-Jatsiyah: 18)

Makna Syari'ah dan Tasyri'

Kata syari'ah dalam bahasa Arab berarti mawrid al-ma (sumber air) yang
jernih untuk diminum. Lalu kata ini digunakan untuk mengungkapkan
al-thariqah al-mustaqimah (jalan yang lurus). Sumber air adalah tempat
kehidupan dan keselamatan jiwa, begitu pula dengan jalan yang lurus
yang menunjuki manusia kepada kebaikan, di dalamnya terdapat kehidupan
dan kebebasan dari dahaga jiwa dan akal.

Syari'ah Islamiyah didefinisikan dengan "apa yang telah ditetapkan
Allah Taala untuk hamba-hamba-Nya berupa aqidah, ibadah, akhlaq,
muamalat, dan sistem kehidupan yang mengatur hubungan mereka dengan
Tuhan dan hubungan dengan sesama makhluk agar terwujud kebahagiaan
dunia dan akhirat.

Sedangkan kata tasyri' berarti penetapan atau pemberlakuan syariat
yang berlangsung sejak diutusnya Rasulullah saw dan berakhir hingga
wafat beliau. Namun para ulama kemudian memperluas pembahasan tarikh
(sejarah) tasyri' sehingga mencakup pula perkembangan fiqh Islami dan
proses kodifikasinya serta ijtihad-ijtihad para ulama sepanjang
sejarah umat Islam. Oleh karena itu pembahasan tarikh tasyri' dimulai
sejak pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw hingga
masa kini.

Urgensi Tarikh Tasyri'

1. Melalui kajian tarikh tasyri' kita dapat mengetahui prinsip dan
tujuan syariat Islam.

2. Melalui kajian tarikh tasyri' kita dapat mengetahui kesempurnaan
dan syumuliyah (integralitas) ajaran Islam terhadap seluruh aspek
kehidupan yang tercermin dalam peradaban umat yang agung terutama di
masa kejayaannya. Bahwa penerapan syariat Islam berarti perhatian dan
kepedulian negara dan masyarakat terhadap pendidikan, ilmu
pengetahuan, ekonomi, akhlaq, aqidah, hubungan sosial, sangsi hukum,
dan aspek-aspek lainnya. Dengan demikian adalah keliru jika ada
persepsi bahwa syariat Islam hanyalah berisi hukum pidana seperti
qishash, rajam, dan sejenisnya.

3. Melalui kajian tarikh tasyri' kita dapat menghargai usaha dan jasa
para ulama, mulai dari para sahabat Rasulullah saw hingga para imam
dan murid-murid mereka dalam mengisi khazanah ilmu dan peradaban kaum
muslimin. Semua itu mereka ambil dari cahaya kenabian yang dibawa oleh
Rasulullah saw.

4. Melalui kajian tarikh tasyri' akan tumbuh dalam diri kita
kebanggaan terhadap Syariat Islam sekaligus optimisme akan kembalinya
siyadah al-syari'ah (kepemimpinan syariat) dalam kehidupan umat di
masa depan.

Syariat Islam dan Hukum Wadh'i (Hukum Positif)

Antara syariat Islam yang bersumber dari Allah Taala dengan hukum dan
undang-undang buatan manusia sebenarnya tak dapat dibandingkan,
mengingat perbedaan antara Al-Khaliq yang Maha Sempurna dengan makhluk
yang maha lemah dan maha kurang. Keraguan terhadap kelaikan dan
keadilan syariat Islam berarti keraguan terhadap sifat Allah Taala
yang Maha Sempurna, Maha Tahu dan Maha Bijaksana, atau berarti
keinginan kuat untuk membebaskan hawa nafsu dari aturan-aturan Ilahi.
Dan kedua hal ini berarti kekufuran.

Al-Syahid 'Abdul Qadir 'Audah dalam bukunya "Al-Tasyri' Al-Jina-i fi
Al-Islam" (Hukum Pidana dalam Islam) menyebutkan beberapa keunggulan
syariat Islam atas hukum dan undang-undang buatan manusia, di
antaranya:

1. Hukum wadh'i tidak mengandung keadilan yang hakiki karena dibuat
oleh manusia yang memiliki hawa nafsu serta kepentingan. Jiwa Manusia
tunduk dengan perasaan dan kecenderungan tertentu sehingga produk
hukum yang dihasilkan pun tidak mungkin merealisasikan keadilan
hakiki. Sedangkan syariat Islam bersumber dari Allah Yang Maha Kaya
dan tidak membutuhkan makhluk-Nya sehingga keadilannya adalah sebuah
kepastian.

Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur,
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Luqman: 12).

Tuhanku tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Thaha: 52).

Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang
benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya
dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 115).

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.
(Al-Maidah: 49).

2. Manusia tidak tahu pasti apa yang akan terjadi di masa depan, apa
lagi masa depan yang jauh. Pengetahuan manusia hanya didasari
pengalaman dan keadaan yang melingkupinya saat ini. Oleh karena itu,
hukum dan peraturan yang dibuatnya hanya mempertimbangkan 'kekinian'
dan 'kesinian' serta pasti perlu diubah dan diperbaiki di lain tempat
dan waktu. Berbeda dengan syariat yang bersumber dari Dzat yang Maha
Mengetahui masa lalu, kini dan masa depan, pasti mampu menjawab
tantangan setiap tempat dan zaman.

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu
tampakkan atau rahasiakan)?! Padahal Dia Maha Halus lagi Maha
Mengetahui? (Al-Mulk: 14).

3. Hukum wadh'i memiliki prinsip-prinsip yang terbatas, diawali
kemunculannya dari aturan keluarga, kemudian berkembang menjadi aturan
suku atau kabilah dan seterusnya. Dan baru memiliki teori-teori
ilmiahnya pada abad ke-19 M. Berbeda dengan syariat Islam yang sejak
masa kehidupan Rasulullah saw telah menjadi undang-undang yang lengkap
dan sempurna memenuhi segala kebutuhan individu, keluarga, masyarakat,
negara serta hubungan internasional. Di samping itu, sejak diturunkan,
Syariat Islam tidak terbatas hanya untuk kaum atau bangsa tertentu
melainkan untuk semua umat manusia sepanjang zaman.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. (Al-Anbiya: 107)

Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi
agama bagimu. (Al-Maidah: 3).

4. Hukum wadh'i hanya mengatur hubungan sesama manusia tanpa memiliki
konsep aqidah tauhid yang menghubungkan semua itu dengan Allah Taala.
Sedangkan syariat Islam dilandasi oleh tauhid dan keimanan kepada
Allah dan hari akhir yang menjadi motivasi utama ketaatan seorang
hamba kepada syariat Allah Taala. Oleh karenanya hukum wadh'i
kehilangan kekuasaannya atas jiwa manusia di mana ia hanya
mengandalkan sangsi hukum semata dan ini memberi kesempatan kepada
para penjahat untuk mencari celah kelemahan hukum dan menggunakan
berbagai tipu muslihat agar lepas dari jeratan hukum. Sedangkan
syariat Islam selalu memperhatikan pembinaan aqidah umat sebelum,
ketika, dan setelah penegakan hukum-hukumnya, sehingga sanksi hukum
hanyalah salah satu faktor untuk membuat masyarakat menjadi baik dan
tertib.

Motivasi spiritual, berupa pengawasan Allah Taala, rasa harap akan
ridha-Nya dan takut akan murka-Nya menjadi faktor utama ketaatan warga
negara terhadap hukum.

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.
(An-Nisa: 93)

Dari Ummu Salamah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya
kalian mengadukan perkara di antara kalian kepadaku, boleh jadi salah
satu pihak lebih pandai berargumentasi dari pada pihak lain (sehingga
aku memenangkannya). Maka siapa yang aku menangkan perkaranya karena
kepandaiannya berargumentasi (padahal sebenarnya lawannya yang berhak
dimenangkan), berarti aku telah memberikan kepadanya bagian dari siksa
neraka, maka janganlah ia mengambilnya." (H.R. Bukhari-Muslim).

5. Hukum wadh'i mengabaikan faktor-faktor akhlaq dan menganggap
pelanggaran hukum hanya terbatas pada hal-hal yang membahayakan
individu atau masyarakat secara langsung. Namun hukum wadh'i tidak
memberi sangsi atas perbuatan zina, misalnya, kecuali jika ada unsur
paksaan dari salah satu pihak. Hukum wadh'i tidak memberi sangsi atas
peminum minuman keras kecuali jika dilakukan di depan umum dan
mengancam keamanan orang lain. Hukum wadh'i tidak memberi sanksi bagi
pezina karena zina adalah perbuatan keji yang merusak moral,
mengganggu keutuhan rumah tangga, mengacaukan nasab keturunan, dan
berpotensi menimbulkan berbagai bahaya kesehatan serta tersebarnya
kerusakan moral. Hukum wadh'i tidak menghukum peminum arak karena arak
dan semua yang memabukkan itu merusak akal dan tubuh, merusak akhlaq,
dan menyia-nyiakan harta. Tetapi sekali lagi sangsi hukum hanya
diberlakukan jika perbuatan itu dianggap membahayakan orang lain
secara langsung dalam konteks fisik dan keamanan.

Sedangkan syariat Islam adalah syariat akhlaq yang memperhatikan
kebaikan mental dan fisik masyarakat secara umum, memperhatikan
kebahagiaan dunia akhirat sekaligus, sehingga Islam melarang dan
menetapkan sangsi atas zina karena ia adalah perbuatan keji yang
diharamkan Allah Swt dengan berbagai dampak negatifnya meskipun
dilakukan suka sama suka, begitu pula dengan minum minuman yang
memabukkan.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra: 32).

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
menegakkan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu). (Al-Maidah: 90-91)

Fase-fase Tarikh Tasyri'

1. Fase Tasyri': dari awal kenabian Muhammad saw hingga wafat beliau (11 H).

2. Fase Perkembangan Fiqh Pertama: Masa Khulafa Rasyidin, 11-40 H.

3. Fase Perkembangan Fiqh Kedua: Masa Sahabat Yunior atau Tabi'in
Senior sampai Permulaan Abad ke-2 Hijriyah.

4. Fase Perkembangan Fiqh Ketiga: dari Permulaan Abad ke-2 hingga
Pertengahan Abad ke-4 Hijriyah.

5. Fase Perkembangan Fiqh Keempat: dari Pertengahan Abad ke-4 hingga
Jatuhnya Baghdad tahun 656 H.

6. Fase Perkembangan Fiqh Kelima: dari Jatuhnya Baghdad hingga kini.

http://www.dakwatuna.com/2006/tarikh-tasyri-bagian-pertama/


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: