Senin, 02 Mei 2011

[daarut-tauhiid] Modal Kita

 


Setiap pedagang/pebisnis. Siapapun dia,
tentu merasa sedih saat bisnisnya mengalami kerugian yang menghabiskan sebagian
apalagi seluruh modalnya. Apalagi jika modal yang ia investasikan dalam bisnis
berjumlah besar. Selain sedih, tentu ia bingung jika modal itu merupakan hasil
pinjaman dari pihak lain. Tak terbanyangkan, dari mana ia akan bisa
mengembalikan utangnya saat bisnisnya merugi, bahkan gagal total.

Terkait dengan hal diatas, tentu menarik
saat Allah SWT berfirman (yang artinya) Demi
waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar ada dalam kerugian ... (QS al-Ashr [103]: 1-2)

Terkait dengan ini, Abdullah bin Abdullah
bin al-Hushain menuturkan bahwa ada dua orang sahabat Rasulullah SAW.. saat
mereka tidak akan berpisah kecuali salah seorang diantara keduanya mengucapkan
salam perpisahan (HR ath-Thabrani)

Menurut Ahmad Muhammad asy-Syarqawi surat yang mulia ini
menjelaskan kepada kita jalan keselamatan dari kerugian dan kesuksesan meraih
keridhaan Allah SWT. Karena itulah Imam Syafi'i pernah berkata, "Andai manusia merenungkan surat ini saja, cukuplah bagi mereka."
(Asy-Syarqawi, hlm. 4)

Dalam ayat di atas, setelah sebelumnya
Allah Swt bersumpah dengan waktu, Dia menyatakan dengan tegas bahwa manusia
benar-benar merugi. Mengapa merugi? Allah Swt menyatakan demikian?

Sebagaimana kita ketahui, hakikat
kerugian adalah berkurangnya atau bahkan lenyapnya modal (lihat; Ibn Manzhur, Lisan al-'Arab, II/156; al-Fayumi, Mishbah al-Munir, I/78). Jika rugi –
sebagaimana juga dirasakan oleh pedagang/pebisnis – adalah berkurangnya modal,
lalu apa modal manusia? Apanya yang berkurang dari manusia?

Tidak lain, modal manusia adalah waktu
yang ia miliki, lebih tepatnya adalah umurnya. Meski lahiriahnya bertambah,
umur manusia hakikatnya berkurang setiap saat. Sebab, Allah Swt telah menjatah
umur setiap manusia. Tentu hanya Dia Yang Mahatahu berapa jatah umur yang Dia
berikan kepada manusia di dunia ini. Saat Allah menjatah umur si fulan di dunia
ini hanya 60 tahun, dan ia telah memasuki usia 50 tahun, maka sebanyak itulah
umurnya berkurang. Sementara sisa umurnya 10 tahun lagi.

Tentu, manusia  mengalami kerugian saat menghabiskan umurnya
dalam hal-hal yang tidak bermanfaat. Salah seorang ulama salaf berkomentar
tentang surat al-Ashr di atas, "Aku mempelajari
pengertian surat
ini dari salah seorang penjual es yang berkeliling di pasar sambil berteriak, 'Kasihanilah
orang yang meleleh modal (baca: es)-nya... kasihanilah orang yang meleleh modal
(baca: es)-nya...' Makna inilah yang kunyatakan terkait ayat: Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar
dalam kerugian... (TQS al-Ashr: 1-2). Manusia yang melewati waktu hingga
umurnya berlalu, namun ia tak memperoleh hal-hal yang bermanfat, maka rugilah
dia." (Ar-Razi, Mafatih al-Ghayb, XXIII/85).

Kerugian manusia itu lebih besar lagi
saat ia menjual akhiratnya demi memperoleh dunia; menjual hal-hal yang abadi
dengan yang fana; menjual kemuliaan untuk memperoleh kehinaan. Dalam hal ini,
Abu Hayan berkata, "Siapa saja yang
menjual akhiratnya demi memperoleh dunia, ia berada dalam puncak kerugian. Ini
berbeda dengan seorang mukmin karena ia justru membeli akhirat dengan menjual
dunianya hingga ia memperoleh keuntungan dan kebahagiaan." (Abu Hayan, Bahr al-Muhith, VIII/509).

Namun demikian, tidak semua manusia
merugi karena modal umurnya yang terus berkurang. Ada manusia yang tetap beruntung meski modal
umurnya habis. Siapa gerangan? Tidak lain, sebagaimana lanjutan ayat tersebut: "...kecuali orang-orang yang beriman,
beramal shalih serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran." (
al-Ashr: 3). Merekalah orang-orang yang berhasil mengganti modal umurnya yang
terus berkurang dengan iman, amal shalih dan aktivitas saling menasehati
(dakwah) yang bakal menghasilkan keuntungan berlipat ganda dan tak ternilai
harganya di akhirat nanti: surga!

Seorang muslim, apalagi seorang pengemban
dakwah, sudah selayaknya memahami makna terdalam dari surat al-Ashr di atas. Ia mesti menyadari,
bahwa modal umurnya hakikatnya merupakan pinjaman
dari Allah Swt yang pasti diminta pertanggungjawabannya. Allah akan
menanyai kita: untuk apa waktu tersebut kita gunakan; apakah lebih banyak untuk
hal yang bermanfaat ataukah sia-sia; apakah lebih banyak untuk urusan akhirat
ataukah urusan dunia; apakah untuk dakwah ataukah melulu untuk urusan ma'isyah, dst.

Saat kita banyak tidur, ngobrol
ngalor-ngidul, sering nonton bola atau hiburan di tv, banyak
bengong/bercengkrama dengan teman di kendaraan menuju tempat kerja, dll, pada
dasarnya kita sedang menghabiskan modal umur kita tanpa menghasilkan keuntungan
apa-apa; kita benar-benar merugi. Kerugian menjadi lebih besar lagi saat di
dalamnya kita banyak melakukan dosa seperti banyak melihat aurat wanita,
menggunjing orang lain, dll.

Namun, cobalah kita kurangi tidur kita
dengan sering bangun malam untuk shalat tahajud; isilah waktu-waktu luang kita
dengan banyak membaca al-Qur'an, berdzikir, melakukan ibadah-ibadah sunah,
membaca buku untuk meningkatkan tsaqafah,
ngobrol yang bermanfaat, melakukan kontak dakwah, dll. Pada saat demikian
setiap menit yang kita habiskan pasti mendatangkan keuntungan.

Tentu, sebagaimana seorang pedagang yang
merugi pasti sedih, kita pun pantas bersedih andai modal waktu atau umur kita
yang terus berkurang, lebih banyak dihabiskan untuk hal yang sia-sia, apalagi
yang mendatangkan dosa.

Wa
maa tawfiiqii illaa billaah wa 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib [Arief B.
Iskandar]

[sumber:
al-Wa'ie, No. 129 Th XI, 1-31 Mei
2011]

akhukum fillah
==============

--ojon--
http://putra-dayeuhluhur.blogspot.com/
 

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: