Jumat, 16 September 2011

[daarut-tauhiid] Rasisme di titik nol

 


Rasisme di Titik Nol
Jumat, 25 Juni 2010 - 22:11:13 WIB
Nelson Mandela berjuang keras melawan politik apartheid. Dia menggunakan
olahraga untuk mempersatukan negerinya.

PIALA Dunia 2010 di Afrika Selatan tak bisa lepas dari peran Nelson Mandela.
Dia berhasil meyakinkan badan sepakbola dunia (FIFA) bahwa Afrika Selatan
siap dan bisa menjadi tuan rumah –12 tahun setelah Afrika Selatan kembali
menjadi anggota FIFA. Mandela pula yang menggunakan Piala Dunia yang lain
untuk mempersatukan Afrika Selatan: Piala Dunia Rugby.

Mandela dikenal sebagai aktivis yang menentang politik apartheid, yang
meminggirkan hak-hak warga kulit hitam. Karena aktivitasnya, dia ditangkap
pada 1962 dan menjalani hukuman penjara selama 27 tahun, terutama di Pulau
Robben. Mandela adalah pendiri dan panglima tertinggi sayap militer dari
Kongres Nasional Afrika (ANC), Umkhonto kita Sizwe, yang dianggap oleh warga
kulit putih di Afrika Selatan sebagai organisasi teroris. Atas desakan dunia
internasional, Presiden Willem de Klerk membuyarkan apartheid dan
membebaskan Mandela pada 11 Februari 1990.

Mandela kembali bekerja untuk mengakhiri politik apartheid. Dalam pemilihan
umum, mayoritas warga kulit hitam memberikan suara. Mandela menang dan
menjadi presiden Afrika Selatan pada 1994 –presiden kulit hitam pertama. Dia
mengangkat De Klerk sebagai wakilnya. Tantangan di awal pemerintahannya
adalah menyatukan rakyat Afrika Selatan, yang belum sepenuhnya bisa
menghapus pengalaman masa apartheid.

ANC menghabiskan bertahun-tahun dengan menggunakan rugby sebagai alat untuk
mengalahkan orang kulit putih. Mandela berkata, mengapa tak menggunakan tim
Springbok untuk menyatukan bangsa yang paling terpecah di dunia untuk sebuah
tujuan bersama? Waktunya tepat: Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah Piala
Dunia Rugby tahun 1995.

Rugby di Afrika Selatan bermula ketika Canon George Ogilvie, kepala Sekolah
Keuskupan Diocesan College di Cape Town pada 1861, memperkenalkan permainan
sepakbola. Versi sepakbola ini boleh menggunakan tangan. Pertandingan
pertama mempertemukan Officers of the Army dengan Gentlemen of the Civil
Service di Green Point Cape Town tahun 1862. Sejak diperkenalkan hingga
sebelum UU apartheid diperkenalkan pada 1948, rugby adalah olahraga yang
hanya dimainkan oleh orang kulit putih. Rugby jadi semacam simbol rasialisme
di Afrika Selatan, akibat kebijakan politik apartheid yang juga menyasar
bidang olahraga.

Pada 1956 pemerintah Afrika Selatan memperketat UU olahraga. Hanya warga
kulit putih saja yang berhak mewakili Afrika Selatan dalam turnamen olahraga
internasional. Olahragawan berkulit putih sekalipun, tapi dari luar negeri,
tak boleh tampil. Sampai-sampai Perserikatan Bangsa Bangsa menyerukan
seluruh negara untuk memboikot turnamen olahraga yang digelar di Afrika
Selatan. Olahraga Afrika Selatan mengalami kemunduran. Setelah
bertahun-tahun terisolasi dari bidang olahraga, penghapusan apartheid
membuka kembali Afrika Selatan dalam agenda internasional. Pada 1995 Afrika
Selatan dipercaya sebagai tuan rumah Piala Dunia Rugby.

Karena popularitas rugby, sebulan setelah Mandela berkuasa, dia mengundang
François Pienaar, kapten Springboks, untuk minum teh di kantornya di
Pretoria. Mandela melakukan transformasi dalam rugby. Dia ingin menjadikan
Rugby sebagai refresentasi dari Afrika Selatan tanpa memandang ras dan
kelas. Di sisi lain, Mandela juga harus melakukan persuasi politik terhadap
pendukung kulit hitam, yang dibesarkan untuk membenci rugby. Mandela tahu
bahwa semua pemain tim rugby Afrika Selatan untuk Piala Dunia 1995 berkulit
putih, dengan Chester Williams satu-satunya yang berkulit hitam.

"Mereka mencemooh saya," kenang Mandela, seperti dikutip John Carlin,
wartawan Inggris, dalam "How Nelson Mandela Won the Rugby World Cup" yang
dimuat www.telegraph.co.uk. "Orang-orang saya sendiri mencemooh saya ketika
saya berdiri di depan mereka, mendorong mereka untuk mendukung Springboks!"

Dan menakjubkan, tujuan Mandela tercapai. Semuanya antusias, tak lagi peduli
perbedaan warna kulit. Dalam Piala Dunia 1995, tim Afrika Selatan bahkan
jadi juara setelah mengalahkan All Blacks, tim unggulan Selandia Baru dalam
pertandingan final di Stadion Ellis Park.

Mandela hadir di sana, mengenakan kaos tim Springboks. Ketika hendak
menyerahkan piala kepada kapten Springboks, Mandela berkata: "François,
terima kasih atas apa yang telah Anda lakukan untuk negara kita."

"Tidak, Bapak Presiden. Terima kasih atas apa yang telah Anda lakukan."

Dan semua warga Afrika Selatan merayakan kemenangan itu.

John Carlin tertarik dengan upaya Mandela mempersatukan negerinya lewat
rugby. Dia lalu menulis sebuah buku berjudul Playing the Enemy: Nelson
Mandela and the Game that Made a Nation. Berdasarkan buku ini, Clint
Eastwood membuat film berjudul Invictus, mengambil judul puisi sastrawan
Inggris, William Ernest Henley. Morgan Freeman berperan sebagai Mandela
sementara Matt Damon jadi kapten tim Springboks, François Pienaar.

Rugby masih jadi olahraga terpopuler di Afrika Selatan, yang menempati
ranking kedua setelah Selandia Baru menurut International Rugby Board World
Rankings per 20 Januari 2010. Warga kulit putih masih mendominasi permainan
ini. Yang menarik, pada 2008, untuk kali pertama ditunjuk pelatih dari orang
kulit hitam, Peter de Villiers.

Kebahagiaan warga Afrika Selatan kian lengkap dengan Afrika Selatan
menjuarai Piala Afrika 1996. Sepakbola memang masih kalah populer ketimbang
rugby atau kriket. Kriket sudah dikenal dan dimainkan di Afrika Selatan
sejak 1800-an. Bahkan Afrika Selatan, bersama Inggris dan Australia,
tercatat sebagai pendiri Dewan Kriket Internasional (ICC) pada 1909. Sama
seperti rugby, kriket adalah olahraga minoritas kulit putih.

Sepakbola lebih digemari warga kulit hitam. Sejumlah pemain Afrika Selatan
merumput di liga-liga Eropa. Prestasi tim nasional Afrika Selatan,
Bafana-Bafana, terbilang lumayan: dua kali lolos ke Piala Dunia dan tiga
kali menjuarai turnamen di wilayah selatan Afrika. Dalam tim nasional kali
ini, hanya terdapat satu pemain berkulit putih, bek Matthew Booth, yang
beristrikan Sonia, seorang model berkulit hitam.

Piala Dunia 2010 melengkapi pencapaian Afrika Selatan menjadi tuan rumah
Piala Dunia Rugby 1995, Piala Afrika 1996, Piala Dunia Atletik 1998, dan
Piala Dunia Kriket 2003. Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma mengatakan,
pengaruh Piala Dunia 2010 lebih signifikan ketimbang pemilihan umum 1994
yang mengakhiri apartheid.

Puisi William Ernest Henley, "Invictus" yang dibacakan Mandela dalam adegan
penutup film Invictus, seolah kembali bergema: It matters not how strait the
gait/How charged with punishments the scroll/I am the master of my fate: I
am the captain of my soul.[HENDRI F. ISNAENI]

Artikel terkait
Kurcaci di Piala Dunia
Telenovela Sepakbola
________________________________________

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


A bad score is 596. A good idea is checking yours at freecreditscore.com.
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: