Oleh: Ustdz. Anis Matta
Qais sebenarnya tidak harus bunuh diri. Hidup tetap bisa dilanjutkan tanpa Layla.
Tapi itulah masalahnya. Ia tidak sanggup. Ia menyerah. Hidup tidak lagi
berarti baginya tanpa layla. Ia memang tidak minum racun. Atau gantung
diri. Atau memutus urat nadinya. Tapi ia membiarkan dirinya tenggelam
dalam duka sampai napas berakhir. Tidak bunuh diri. Tapi jalannya
seperti itu.
Orang-orang romantis selalu begitu : rapuh. Bukan karena romantisme mengharuskan
mereka rapuh. Tapi di dalam jiwa mereka ada bias besar. Mereka punya
jiwa yang halus. Tapi kehalusan itu berbaur dengan kelemahan. Dan itu
bukan kombinasi yang bagus. Sebab batasnya jadi kabur. Kehalusan dan
kelemahan jadi tampak sama. Qais lelaki yang halus. Sekaligus lemah.
Kombinasi begini banyak membuat orang-orang romantis jadi sangat rapuh. Apalagi
saat-saat menghadapi badai kehidupan. Misalnya ketika mereka harus
berpisah untuk sebuah pertempuran. Maka cinta dan perang selalu hadir
sebagai momen paling melankolik bagi orang-orang romantis. Mengerikan.
Tapi tak terhindarkan. Berdarah-darah. Tapi tak terelakkan. Itu dunia
orang-orang jahat. Dan orang-orang romantis datang kesana sebagai
korban.
Begitu ruang kehidupan direduksi hanya ke dalam kehidupan mereka berdua dunia tampak
sangat buruk dengan perang. Tapi kehidupan punya jalannya sendiri. Ada
kaidah yang mengaturnya. Dan perang adalah niscaya dalam aturan itu.
Maka terbentanglah medan konflik yang rumit dalam batin mereka. Dan
orang-orang romantis yang rapuh itu selalu kalah. Itu sebabnya Allah
mengancam orang-orang beriman : kalau mereka mencintai istri-istri
mereka lebih dari cinta mereka pada jihad, maka Allah pasti punya
urusan dengan mereka.
Tapi itulah persoalan inti dalam ruang cinta jiwa. Jika cinta jiwa ini berdiri
sendiri, dilepas sama sekali dari misi yang lebih besar, maka jalannya
memang biasanya kesana : romantisme biasanya mengharuskan mereka
mereduksi kehidupan hanya ke dalam ruang kehidupan mereka berdua saja.
Karena di sana dunia seluruhnya hanya damai. Di sana mereka bisa
menyembunyikan kerapuhan atas nama kehalusan dan kelembutan jiwa. Itu
sebabnya cinta jiwa selalu membutuhkan pelurusan dan pemaknaan dengan
menyatukannya dengan cinta misi. Dari situ cinta jiwa menemukan
kecerahan dan juga sumber energi. Dan hanya itu yang memungkinkan
romantisme dikombinasi dengan kekuatan jiwa. Maka orang-orang romantis
itu tetap dalam kehalusan jiwanya sebagai pecinta, tapi dengan kekuatan
jiwa yang tidak memungkinkan mereka jadi korban karena rapuh.
Ketika kabar syahidnya syekh Abdullah Azzam disampaikan kepada istri beliau, janda
itu hanya menjawab enteng, Alhamdulillah, sekarang dia mungkin sudah
bersenang-senang dengan para bidadari?
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar