Sabtu, 29 November 2008

[FISIKA] Digest Number 2601

Messages In This Digest (7 Messages)

Messages

1.

OOT : HAARP, Aurora dan Gempa --> Re: Alat Penyebab Gempa di Dunia d

Posted by: "Ma'rufin Sudibyo" marufins@yahoo.com   marufins

Thu Nov 27, 2008 7:03 pm (PST)

Mari bayangkan kita berdiri dalam jarak 10 m dari sebuah meja yang diatasnya terdapat segelas air minum. Tak ada media apapun yang menghubungkan kita dengan meja tersebut kecuali udara. Bisakah kita mengocok isi gelas tersebut tanpa menyentuhnya? Bisa, jika kita berfikir dalam paradigma kunyuk melempar buah ala Wiro Sableng. Namun itu sangat sulit diterima secara nalar bukan ? Sama juga dengan hubungan antara gempa dan aktivitas HAARP. Didalamnya banyak informasi sumir dan lebih parah lagi, kemudian dicampuradukkan sehingga sulit dipisahkan antara asumsi dan fakta. Sama jugalah dengan cerita Bom Bali I dan mikronuklir/SADM.

HAARP alias High-frequency Active Auroral Program memang salah satu proyek Pentagon, hasil kerjasama US Air Force, US Navy, DARPA (Defense Advanced Research Project Agency) dan Univ. of Alaska. Berdiri pada 1993, proyek ini menempati sisi barat Taman Nasional Wrangell-Saint Elias di Gakona, Alaska, dengan tujuan mengetahui, menyimulasikan dan mengontrol proses ionosferik yang barangkali saja bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan telekomunikasi dan surveilans. HAARP terdiri dari 180 antenna yang meradiasikan 3,981 megawatt ERP (total effective radiated power). Fasilitas seperti HAARP tidak hanya dibangun AS saja. Eropa juga memilikinya, dengan ERP 1 gigawatt yang berpangkalan di Tromso, Norwegia. Demikian pula Russia dengan fasilitas sejenis di Vasilsurk, yang sanggup menghasilkan 190 megawatt ERP. Dengan berpatokan pada ERP-nya saja, kita bisa lihat HAARP adalah yang terkecil. Seluruh fasilitas ini berada di lingkar kutub utara (Arktik).

Intensitas gelombang elektromagnetik high-frequency yang dipancarkan HAARP ke ionosfer mencapai 3 mikrowatt/cm persegi. Sebagai pembanding, intensitas radiasi elektromagnetik dari Matahari (dalam semua spektrum panjang gelombang) yang sampai ke permukaan Bumi mencapai 0,15 watt/cm persegi atau 50 ribu kali lebih besar. Dan marilah kita berandai-andai sedikit : bisakah pancaran sinar Matahari memicu gempa tektonik? Tidak bukan? Dan lantas, bisakah sinyal HAARP yang puluhan ribu kali lebih lemah ketimbang sinar Matahari itu memicu gempa?

Kontroversi HAARP sebagai senjata geofisika telah muncul sejak September 1995 lewat buku Angel's Don't Play This HAARP: Advances in Tesla Technology yang ditulis Nick Begich, Jr. Sebelumnya konttroversi HAARP lebih pada senjata elektronik strategis terbaru dalam kerangka Strategic Defence Initiative (SDI) alias Star Wars model Ronald Reagan. Pada Agustus 2002, Vladimir Putin di depan komite pertahanan dan hubungan internasional Duma (parlemen Rusia) memang menyinggung HAARP sebagai "..the U.S. is creating new integral geophysical weapons that may influence the near-Earth medium with high-frequency radio waves. The significance of this qualitative leap could be compared to the transition from cold steel to firearms, or from conventional weapons to nuclear weapons. This new type of weapons differs from previous types in that the near-Earth medium becomes at once an object of direct influence and its component..", namun pernyataan ini hanyalah reaksi atas
sikap ugal-ugalan Bush yang menarik diri dari Anti-Ballistic Missile Treaty 1972 (alias Mutual Destructive Treaty) yang ditandatangani Nixon dan Brezhnev dan menggelar National Missile Defense (sistem pertahanan rudal nasional) serta Theatre Missile Defense (sistem pertahanan rudal mandala) sebagai mutasi program SDI yang sebelumnya telah dibekukan Clinton. Putin sendiri inkonsisten dengan kata-katanya karena Russia ternyata juga memiliki fasilitas serupa HAARP (yakni Sura Ionospheric Heating Facility) di Vasilsurk yang bahkan lebih powerfull ketimbang HAARP.

Kita bisa membandingkan HAARP atau instalasi sejenisnya dengan proses dinamika alami di ionosfer sendiri dalam bentuk kemunculan aurora atau cahaya kutub. Sebab prosesnya sama. Namun intensitas energi aurora ratusan hingga ribuan kali lebih kuat ketimbang HAARP. Dan jika ada hubungan antara dinamika ionosfer dengan gempa, maka seharusnya zona kutub utara dan selatan Bumi menjadi tempat aktivitas seismik teraktif, karena di sinilah aurora selalu muncul. Namun kenyataannya justru malah Jepang, Turki dan Indonesia yang menjadi kawasan seismik paling aktif. Demikian juga, jika ada hubungan aurora dengan gempa, ia juga gagal menjelaskan bagaimana gempa terdahsyat justru meletup di lepas pantai Chile pada 22 Mei 1960 (magnitude Mw 9,6).

Jangankan HAARP ataupun aurora, ledakan nuklir sekalipun ternyata juga tak sanggup memicu gempa tektonik. Eksperimen detonasi nuklir bawah tanah terdahsyat yang pernah dilakukan, yakni Cannikin (5 megaton TNT) pada 6 November 1971 di bawah Pulau Amchitka di gugusan Kepulauan Aleut, menghasilkan getaran setara gempa ber-body magnitude 6,8 skala Richter, namun tak sanggup meningkatkan frekuensi kegempaan di sepanjang zona subduksi Aleut, apalagi memicu gempa yang lebih besar. Padahal zona subduksi ini dikenal kritis karena secara geologis berada dalam kondisi fully locked dan sudah waktunya mengalami relaksasi tektonis yang menghasilkan gempa, terlebih segmen sebelah menyebelahnya baru saja terpatahkan pada 1964 dan memproduksi gempa besar (megathrust) Good Friday/Alaska 1964.

Gempa Aceh, atau teknisnya disebut gempa megathrust Sumatra-Andaman 2004, diproduksi dari pematahan dua segmen bersebelahan dalam zona subduksi Sumatra, yakni segmen Andaman dan Simeulue, yang keseluruhan panjangnya 1.500 km. Sebagian kecil segmen Andaman pernah terpatahkan pada 1941 dengan menghasilkan gempa dan tsunami lokal. Sementara sebagian kecil sisi selatan segmen Simeulue juga pernah terpatahkan dalam gempa 2002. Namun secara umum seluruh segmen belum pernah terpatahkan hingga akhir 2004, mengingat umurnya yang tua (segmen Andaman berusia 90 juta tahun, segmen Simeulue 70 juta tahun) sehingga dianggap lebih stabil. Meski begitu, akibat rumitnya tektonik di sini dimana kedua segmen menjadi bagian dari mikrolempeng Burma, membuat kedua segmen tersubduksi dengan lempeng India dengan sifat subduksi sangat miring, dimana vektor lempeng India yang bergerak ke utara hampir sejajar terhadap zona subduksinya. Zona subduksinya juga unik karena melengkung
mirip tapal kuda alias konkaf ke timur. Oleh interaksi macam ini, sebagian kecil vektor lempeng India memang bisa dimanifestasikan ke sistem patahan besar Andaman Barat, namun sebagian besar lainnya ditahan oleh segmen Andaman dan Simeulue. Inilah yang terus menerus menumpuk dari waktu ke waktu hingga akhirnya melampaui ambang batas daya tahan batuan setempat dan meletupkan megathrust dengan magnitude Mw 9,2. Penumpukan tekanan macam ini bukan hanya monopoli kedua segmen tadi, namun juga dialami hampir seluruh zona subduksi di Indonesia, misalnya segmen Mentawai (panjang 900 km) atau bahkan juga segmen subduksi Jawa bagian tengah (panjang 300 km) di lepas pantai selatan Pulau Jawa.

Dengan luas segmen Simeulue dan Andaman yang terpatahkan sebesar 300.000 km persegi dan total slip 10 m (rata-rata, karena di beberapa tempat mencapai 20 meter), maka gempa ini melepaskan energi sebesar 950 megaton TNT atau 47.500 kali lipat lebih dahsyat ketimbang bom Hiroshima. Jika kita meyakini bahwa gempa ini bisa dipicu oleh aktivitas aurora/HAARP maupun ledakan nuklir, maka energi minimum aurora/HAARP maupun ledakan nuklir yang dibutuhkan untuk memicu gempa sebesar itu adalah 95 juta megaton TNT. Sebagai pembanding, jika seluruh hululedak nuklir yang ada di Bumi ini dikumpulkan dan diledakkan bersama-sama, energinya paling banter 'hanya' 20.000 megaton TNT. Di tata surya ini, energi sebesar 95 juta megaton TNT tersebut hanya bisa dibangkitkan oleh satu sumber : tumbukan asteroid/komet. Mengapa butuh energi teramat besar? karena efisiensi pengubahan energi ledakan menjadi energi gempa itu sangat rendah, hanya 0,001 % (lihat di Melosh. 1989. Impact
Cratering : A Geologic Process).

Terlepas dari magnitude gempa dan korban jiwanya, dari sisi fisika sebenarnya gempa megathrust Sumatra-Andaman 2004 tidak begitu istimewa. Dengan magnitude Mw 9,2 memang wajar vertical run-up tsunami yang menerjang pesisir terdekat mencapai 15 - 20 m (rata-rata) sebagai kompensasi dari energi tsunami yang besarnya 15 megaton TNT (lihat misalnya catatan Katsuyuki Abe, 2004, dalam Kanamori 2005). Dan memang dalam beberapa gempa, seperti di Sichuan setengah tahun lalu maupun di Samudera Hindia 17 Juli 2006 juga teramati adanya kilatan cahaya yang berwarna-warni mirip aurora, yang dikenal sebagai earthquake lights/earthquake rays. Fenomena ini sebenarnya sudah teramati sejak lama, bahkan jauh hari menjelang Gempa Tangshan 1976 (gempa paling mematikan dalam sejarah yang membunuh 750 ribu jiwa) pun sudah teramati.

Banyak penjelasan diajukan untuk earthquake lights ini. Satu yang bisa diterima, cahaya itu muncul sebagai akibat adanya peningkatan intensitas ion/elektron di atmosfer lokal menjelang terjadinya gempa, ketika segmen batuan mulai terpatahkan dan bergesekan antar sesamanya. Jumlah ion/elektron juga semakin meningkat karena retakan-retakan kulit Bumi yang mulai terbentuk menjelang meletupnya gempa menyemburkan gas radioaktif dalam jumlah besar, umumnya Radon, sang pemancar sinar alfa. Sebutir sinar alfa di udara mampu menciptakan 10.000 pasang ion-elektron di sepanjang lintasannya. Sama seperti aurora, tubrukan ion/elektron berlebih ini dengan molekul-molekul udara pun menghasilkan emisi cahaya. Sementara arus ion/elektron dalam medan magnet Bumi menghasilkan gelombang elektromagnetik dalam spektrum gelombang radio, sebagaimana teramati dalam beberapa gempa. Arus partikel ini sanggup pula mengganggu garis-garis gaya magnet Bumi setempat, sehingga
menghasilkan perilaku anomalik pada makhluk hidup yang menggunakan magnet Bumi sebagai panduan navigasinya, misalnya burung.

Dan akhirnya, tak perlulah merasa underestimate berhadapan dengan AS dan lembaga-lembaganya macam CIA. Dari Tim Weiner dalam CIA : Legacy of Ashes, kita tahu banyak hal konyol bahkan di badan intelejen terbesar di Bumi ini, sampai-sampai untuk mengetahui informasi nomor wahid macam runtuhnya Tembok Berlin mereka harus mendapatkannya dari siaran TV. Dan kekonyolan ini bukan monopoli CIA saja. Tahu kenapa satelit Mars Climate Orbiter dan wahana pendarat Mars Polar Lander lenyap berurutan pada 1999 di Mars? Mereka "hilang" karena NASA gagal mengkonversi hitungan sistem British ke dalam sistem metrik. Kekonyolan yang sama pula membuat satelit Mars Global Surveyor 'hilang' pada 2006.

Salam,

Ma'rufin

________________________________
From: irtadho falah <ilenk_23@yahoo.com>
Sent: Monday, November 17, 2008 9:52:10 AM
Subject: Alat Penyebab Gempa di Dunia dgn tujuan Politis

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Saya mendapatkan informasi terpercaya dari sebuah forum terbesar di Indonesia yang menyebutkan tentang Penyebab Gempa Bumi yang pernah terjadi di Dunia termasuk bencana Tsunami yang pernah menimpa Indonesia.

Dan ternyata, Alat tersebut dibuat untuk mencapai tujuan politis bagi negara tertentu agar kepentingannya tercapai. Berikut adalah linknya http://www.youtube.com/watch?v=0VX0JvpW5q0 Disitu dijelaskan secara rinci berbagai macam hubungannya mengenai bencana gempa bumi yang pernah terjadi di berbagai belahan dunia beberapa waktu yang lalu.

Informasi ini saya sebarkan hanya sebagai tambahan pengetahuan saja tentang betapa kejamnya politik luar negeri Amerika Serikat dan sekutunya dalam rangka untuk tercapainya kepentingan2 mereka di dunia.

Wassalaamu'alaikum Wr. Wb.

Best Regards,

Irtadho Zainul Falah (ilenk)
Alumnus PLS UM 2001

2.

[artikel chem-is-try.org] Pendeteksian fluoride dengan mata telanjan

Posted by: "mr.soetrisno" chemcafe@yahoo.com   mr.soetrisno

Thu Nov 27, 2008 7:04 pm (PST)

Kategori Kimia Analisis
Pendeteksian fluoride dengan mata telanjang
Oleh Soetrisno

Sebuah sensor efektif untuk pendeteksian fluoride dalam air dengan
penglihatan telah dikembangkan oleh kimiawan di Cina.

Chun-ying Duan, Zhi-ping Bai dan rekan-rekannya di State Key
Laboratory of Coordination Chemistry, Nanjing, telah membuat sebuah
senyawa ruthenium yang berubah warna dari orange menjadi biru-ungu
ketika terikat dengan sebuah anion fluoride.

Sistem ini mengandung sebuah segmen bipyridin ruthenium fotoaktif
yang meningkatkan pengikatan ke anion fluoride melalui interaksi
elektrostatis. Ini menimbulkan perubahan warna dramatis yang bisa
diamati dengan mata telanjang.

[selengkapnya] http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=224

3.

Berkaca dari Gorontalo Mw 7,3

Posted by: "Ma'rufin Sudibyo" marufins@yahoo.com   marufins

Thu Nov 27, 2008 7:23 pm (PST)

Sampai kini tercatat 'hanya' 4 orang tewas dan 50-an orang luka-luka dalam bencana Gempa Gorontalo 17 November 2008 lalu. Ditulis 'hanya', karena merujuk USGS Landscan 2005 terdapat populasi lebih dari 160.000 orang menghuni daerah yang terguncang sangat keras, mencapai 7 - 8 MMI. Sebagai gambaran, guncangan sebesar itu pulalah yang memporak-porandakan Kabupaten Bantul dalam bencana Gempa Yogya 2,5 tahun silam dan merenggut korban sedikitnya 6.000 jiwa. Agaknya konsep "Siaga Bencana" memang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Gorontalo dan Sulawesi Tengah, sehingga mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan dalam minutes-by-minutes ketika gempa mengguncang. Yang patut disayangkan memang respon aparat administratur setempat. Sampai hari ini kita mendengar alat berat belum dikerahkan, meski 1.500 bangunan telah rusak/roboh, sehingga pembersihan puing-puing hanya dikerjakan dengan tangan. Dana bantuan sudah habis dan harus menunggu lagi duit
tahun anggaran mendatang. Ironisnya, Fadel Muhammad sang gubernur, lebih memilih keluyuran ke Yogyakarta mempromosikan bukunya "Reinventing Local Government..." Ya, inilah potret birokrasi Indonesia yang tak jua berubah, lebih suka ngurus diri dan popularitasnya sendiri ketimbang peduli dan berempati pada penderitaan orang banyak.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa utama terjadi pada 17 November 2008 pukul 01:32 WITA dengan magnitude 7,7 skala Richter dan kedalaman hiposentrum fhanya 10 km. Segera disiarkan peringatan dini tentang potensi terjadinya tsunami menyusul gempa ini. Namun re-analisis data dari USGS National Earthquake Information Center mencatat gempa tersebut memiliki moment magnitude Mw 7,3 dengan surface-magnitude 7,0 skala Richter dan melepaskan energi luar biasa besar : 1.340 kiloton TNT atau 67 kali lipat lebih dahysat ketimbang bom Hiroshima. Episentrum gempa berada di Laut Sulawesi pada jarak 30 km dari garis pantai terdekat, dengan hiposentrum hanya sedalam 30 km.

Episentrum gempa berada di zona pertemuan patahan Gorontalo dengan palung Minahasa, dua dari sekian banyak retakan kulit Bumi yang mengelilingi Semenanjung Minahasa, tempat provinsi Sulawesi tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara berada. Analisis mekanisme fokus menunjukkan gempa bersumberkan dari pematahan naik (thrust faulting) pada segmen batuan seluas 4.000 km persegi, dengan retakan menjalar dari episentrum sampai 90 km ke arah timur-tenggara, menyusuri alur patahan Gorontalo. Pergeseran total (total slip) akibat aktivitas ini mencapai 1,9 meter (rata-rata).

Jika merujuk ke persamaan Iida (Iida, 1958), untuk hiposentrum sedalam 30 km dibutuhkan magnitude minimum Mw 6,7 agar Gempa Gorontalo mampu menghasilkan tsunami. Dangkalnya hiposentrum Gempa Gorontalo juga mengakibatkan munculnya rupture (rekahan) di permukaan Bumi dalam bentuk dislokasi vertikal dasar laut di atas patahan sumber gempa. Sehingga Gempa Gorontalo merupakan gempa tsunami (tsunamigenic). Namun dengan dislokasi vertikal 'hanya' 0,8 m maka energi tsunami yang diproduksinya sangat kecil, yakni hanya 0,45 kiloton saja. Ini 38 kali lipat lebih rendah dibanding energi inisial tsunami merusak terakhir di Indonesia, yakni Gempa Samudera Hindia 17 Juli 2006 (Mw 7,7) yang memporak-porandakan pesisir selatan Pulau Jawa. Dan berbeda dengan Gempa Samudera Hindia 17 Juli 2006, episentrum Gempa Gorontalo berada di laut dangkal dengan kontur dasar laut sekitarnya cukup landai, sehingga guncangan keras gempa tidak sampai merontokkan dasar laut disekitarnya
dalam skala besar. Oleh karena itu tidak ada efek penguatan/amplifikasi gelombang. Inilah yang membuat Gempa Gorontalo tidak disertai tsunami yang signifikan, apalagi merusak. Salah satu tide-buoy BPPT yang berada di Manado merekam amplitude tsunami produk Gempa Gorontalo hanyalah beberapa puluh cm saja, tidak berbeda dengan hasil pemodelan matematis yang berkisar 10 - 60 cm.

Pulau Sulawesi dibentuk oleh interaksi rumit antara Lempeng Filipina, Lempeng Sunda (Eurasia) dan Lempeng Pasifik, menempatkannya sebagai triple junction penting di Indonesia dengan frekuensi kegempaan cukup tinggi yang bisa dibandingkan dengan Kepulauan Jepang. Di bagian utara, interaksi Lempeng Filipina dengan mikrolempeng Maluku (pecahan Lempeng Pasifik) membentuk Semenanjung Minahasa yang dikelilingi sejumlah retakan kulit Bumi aktif seperti palung Minahasa (di sisi utara), patahan besar Palu-Koro dan Matano (di sisi barat dan selatan), palung Sangihe (di sisi timur) serta patahan Gorontalo (di bagian tengah). Kerumitan ini membuat Sulawesi kaya akan mineral bahan tambang dan migas. Di sepanjang patahan Gorontalo misalnya, yang membelah kota Gorontalo dan Danau Limboto, dijumpai mineral bahan tambang seperti emas dan tembaga (Katili, 1969).

Namun retakan-retakan tersebut juga dikenal sebagai generator gempa. Dari episentrum Gempa Gorontalo saja, merentang hingga 300 km ke timur-timur laut menyusuri palung Minahasa, berjejeran episentrum Gempa 1990 (Mw 7,6), Gempa 1991 (Mw 7,5), Gempa 1997 (Mw 7,0) dan Gempa 2000 (Mw 7,5). Gempa terakhir disertai dengan tsunami merusak yang membunuh 46 orang di provinsi Sulawesi Utara. Dan jangan lupakan Gempa 1932, gempa besar (Mw 8+) yang membunuh ribuan jiwa dan menghancurleburkan kota Gorontalo, dengan episentrum di lepas pantai Kwandang. Dan tentu saja, dengan patahan melintas tepat membelah kota, kota Gorontalo senantiasa menderitakan ancaman laten akan guncangan gempa merusak dan membunuh di masa depan. sejauh ini belum diketahui pola perulangan kejadian gempa sejenis 1932 di patahan ini. Namun merujuk pada sistem patahan besar Sumatra di Pulau Sumatra, periode ulang kejadian gempa 1932 mungkin 100 - 150 tahun.

Namun Indonesia bukan hanya Sumatra, bukan pula hanya Sulawesi. Masih banyak tempat lainnya yang tak kalah rentan terhadap gempa, misalnya Kepulauan Maluku, Pulau Irian dan Kepulauan Sunda Kecil mengingat kompleksnya interaksi antar lempeng di sini. Demikian pula Pulau Jawa. Meskipun di sisi selatan Pulau Jawa terdapat zona subduksi lempeng Australia dan Eurasia dengan vektor lempeng Australia tepat tegak lurus terhadap zona subduksi sehingga tidak terbentuk sistem patahan besar di sini, namun ketiadaan patahan besar justru membuat tiap titik di Pulau Jawa berpotensi menjadi sumber gempa. Kerentanan Pulau Jawa menjadi bertambah besar mengingat tingginya kepadatan penduduk, dengan sebagian besar kota (70 %) berdiri tepat di atas patahan dan masih diperparah lagi dengan mutu bangunan yang rendah. Sementara kajian BMKG tempo hari menunjukkan gempa ber-body-magnitude 5,2 skala Richter saja sudah berdampak besar.

Inilah yang harus diantisipasi. Pengalaman penduduk setempat dalam Gempa Gorontalo, dengan "Siaga Bencana" yang sudah mendarah daging, semoga menjadi salah satu cermin bagi kita untuk terus-menerus mengembangkan budaya sadar bencana. Sebab gempa adalah suatu kejadian yang pasti akan terjadi di tempat kita berpijak (!), tinggal menunggu kapan waktunya (time), dimana tempatnya (place) dan seberapa besar kekuatannya (magnitude).

Salam,

Ma'rufin

4a.

Fw: [indonesia] Guru Fisika yang Inspirasional

Posted by: "yorga effendi" yyoorrggaa@yahoo.com   yyoorrggaa

Fri Nov 28, 2008 1:14 am (PST)

hiks... jd terharu, inget ruang FI1002.

----- Forwarded Message ----
From: Muhammad Ari Mukhlason <mukhlason@gmail.com>
To: iapitb@yahoogroups.com; ia-itb@yahoogroups.com; indonesia@nextbetter.net; QB-Milis <qbmember@qbheadlines.com>
Sent: Friday, November 28, 2008 1:28:59 PM
Subject: [indonesia] Guru Fisika yang Inspirasional

Guru Fisika yang Inspirasional
Oleh JANSEN H. SINAMO

JAM tujuh pagi, suatu hari pada tahun 1981, di sebuah ruang kuliah kuno bersuasana gelap dan kelam, yang dibangun pada zaman Belanda, sebuah kuliah fisika yang sangat modern segera akan dimulai. Fisika kuantum nama kuliah itu.

Hariadi Paminto Soepangkat—doktor fisika zat padat lulusan Universitas Purdue, Indiana, AS—sang dosen yang berkulit putih bersih bertubuh tinggi besar yang dibalut busana rapi lengkap pakai dasi bak eksekutif bisnis itu, telah berdiri penuh wibawa di hadapan sekitar 150 mahasiswa dari tiga jurusan: fisika, astronomi, serta geofisika dan meteorologi.

Belum dua puluh menit kuliah berjalan, usai Pak Hariadi menggambar orbit-orbit lintasan elektron pada atom hidrogen di papan tulis, tiba-tiba nama saya dia panggil.

"Saya, Pak," jawab saya agak terkejut sambil mengangkat tangan.
"Kota asal Saudara di mana?" tanyanya sambil menuruni panggung kuliah yang rapat dengan papan tulis dan berjalan mendekati tempat saya duduk di barisan depan.
"Sidikalang, Pak," jawab saya.
"Oh ya? Kata Pak Andi Hakim Nasution, Rektor IPB, daerah Saudara penghasil kopi ya? Kopi Sidikalang enak kata Pak Nas. Betul?"
"Betul, Pak," jawab saya sumringah.
"Sidikalang itu berapa kilometer jaraknya dari Medan?"
"Seratus lima puluh kilo Pak."
"Kalau naik bis ke Medan berapa ongkosnya?"
"Lima ribu, Pak."
"Kalau uang Saudara cuma tiga ribu, sampai di mana itu?"
"Berastagi, Pak."

Sambil memandang kepada semua mahasiswa sesudah kembali ke panggung kuliah, Pak Hariadi berkata, "Kira-kira seperti inilah yang dimaksud dengan energi ambang. Jika uang Saudara Jansen cuma tiga ribu, itu tidak cukup mengantarnya sampai ke Medan. Jadi, lima ribu adalah uang ambang yang diperlukan agar dia bisa sampai ke Medan dari Sidikalang."

"Nah, demikian pula elektron: dia butuh energi ambang, itu energi yang minimum, untuk bisa pindah ke orbit yang lebih tinggi. Kita sudah tahu bahwa energi itu tidak kontinum, melainkan diskrit, artinya terkuantifikasi. Paket-paket energi yang terkuantifikasi ini dalam bentuk radiasi atau gelombang disebut kuanta energi, yang besarnya menurut Max Planck adalah hv, di mana v frekuensi radiasi itu dan h adalah konstanta Planck yang besarnya 6,626×10-pangkat- minus-34 joule-detik.

Elektron hanya bisa punya energi dalam kelipatan bulat kuanta ini. Tidak hanya pada elektron tetapi juga foton dan semua zarah renik di tingkat subatom. Inilah asal-usul nama kuantum pada fisika kuantum yang kita pelajari ini. Fisika kuantum mempelajari perilaku zarah-zarah subatomik, dinamika dan interaksinya, serta relasinya dengan medan yang memengaruhinya."

Entah apa lagi yang dikuliahkan Pak Hariadi pagi itu saya sudah lupa. Tapi, saya terpesona sudah. Sidikalang dan saya jadi pusat perhatian seluruh kelas dan terutama Pak Hariadi. Cuma beberapa menit saja sorotan lampu perhatian itu, tapi sudah cukup membuat saya merasa diri spesial.

Dan sejak momen itu rasa suka saya berlipat ganda kepada Pak Hariadi. Sebagai akibatnya, berlipat ganda pula minat saya pada fisika kuantum.
Singkat cerita, pada ujian akhir semester itu saya mendapat nilai A.
Dan ini tidak lazim. Jarang sekali saya mendapat nilai A. Di kelas saya angkatan 1978, saya cuma mahasiswa rata-rata: mayoritas nilai saya adalah C, agak lumayan dapat B, tapi yang mendapat nilai A sungguh sangat sedikit.

Tapi, mendapat nilai A pada fisika kuantum selangit rasanya. Buat saya itu setara dengan nilai A pada sepuluh mata kuliah yang lain. Fisika kuantum adalah salah satu mata kuliah paling bergengsi di Jurusan Fisika, kreditnya maksimum: empat. Bukan cuma itu, di zaman itu, cuma ada dua mata kuliah fisika yang dianggap dahsyat: fisika kuantum dan teori relativitas. Yang terakhir ini belum disajikan di tingkat S1. Fisika kuantum pun sebenarnya baru cuma pengantar pada kuliah sepenuh: mekanika kuantum, yang akan disajikan nanti di tingkat S2.

Saya juga takjub pada diri sendiri. Mengapa mendadak saya jadi pintar sekali? Tapi, saya akhirnya menyadari: itu semua karena cara dan gaya Pak Hariadi mengajar kami memang luar biasa.

Betapa tidak. Dia selalu sudah ada di kelas sepuluh menit sebelum jam kuliah dimulai. Di hampir semua mata kuliah lain, mahasiswa yang menunggu dosen. Tapi Pak Hariadi sebaliknya.

Pak Hariadi selalu tampil necis: busananya, kebersihannya, dan istimewa tulisannya. Dia membersihkan sendiri papan tulis dengan kain lap basah yang dibawanya dari kantornya. Ada tiga papan tulis di kelas kami. Dibersihkannya dulu papan tulis ketiga saat dia mulai memakai papan tulis pertama, sehingga papan tulis ketiga itu sudah kering saat dia akan memakainya. Demikian seterusnya sampai kuliahnya yang berdurasi 100 menit itu selesai.

Lima tahun saya kuliah di ITB, tidak pernah saya bertemu dengan dosen lain yang mampu menyamai kerapihan dan keindahan tulisan tangan Pak Hariadi.
Pak Hariadi juga pekerja cepat. Hari ini ujian, besoknya jawaban soal-soalnya sudah tertempel di papan pengumuman. Di Jurusan Fisika hanya Pak Hariadi yang mampu dan disiplin berbuat demikian.

Dia pun hafal nama semua mahasiswa yang diajarnya. Pada setiap kuliah ia mampu memanggil nama mahasiswa secara acak, dan seperti saya di atas setiap mahasiswa yang terpilih namanya disebut diajaknya berinteraksi. Dan dari interaksi pendek itu, tiba-tiba bisa keluar ilustrasi untuk menjelaskan konsep fisika kuantum. Bukan saja ilustrasi itu sangat menolong, karena membumi bahkan personal, tetapi di tingkat psikologis sang mahasiswa merasa dilibatkan, bahkan dijadikan bintang pada momen pendek itu. Tak pelak kuliah Pak Hariadi selalu digandrungi. Fisika kuantum jadi mudah dimengerti, gampang diikuti, dan menarik ditelusuri.

Pak Hariadi sangat jauh dari jenis dosen yang memetik rasa puas karena pelajarannya sukar diikuti. Ia bukan tipe dosen yang berbahagia melihat mahasiswa pusing tujuh keliling, lalu takut pada dosennya, dan jeri pada pelajarannya. Sedikit pun tak ada perangai galak padanya apalagi killer. Ia memenuhi tanda-tanda orang cerdas seturut pendapat Einstein: bahwa orang cerdas ialah orang yang mampu membuat perkara sulit jadi mudah dipahami, sedangkan orang bodoh sebaliknya, membuat perkara mudah jadi sukar dimengerti. Fokus kedosenan Pak Hariadi ialah bagaimana agar mahasiswanya bisa mudah memahami pelajarannya supaya dengan begitu tumbuh gairah, minat, dan kecintaan pada pelajaran itu sendiri. Jadi, sebenarnya tidak mengherankan saya bisa medapat nilai A.

Sesampai di Sidikalang, saat libur panjang semester, sensasi kebanggaan mendapat nilai A itu masih terus berdenyut. Tak tahan, saya pun menulis sepucuk surat kepada Pak Hariadi. Saya ungkapkan rasa syukur dan terima kasih saya dan khususnya kedahsyatan cara mengajarnya saya apresiasi dengan rinci.

Eh, surat saya dibalasnya dengan cepat. Katanya dari sekitar 30 mahasiswa yang mendapat nilai A, cuma saya yang menulis surat. Gantian dia yang berterima kasih. Di ujung suratnya, sesudah menitipkan salam kepada orangtua saya, dia mengundang saya ke kantornya usai libur. Waktu itu Pak Hariadi adalah Dekan Fakultas MIPA. "Saya ingin mengenal Saudara lebih dekat." katanya.

Tak sabar saya menunggu waktu untuk kembali ke Bandung. Berhubung kopi Sidikalang sudah disebut-sebut di awal kuliah, itu pula oleh-oleh yang saya bawa buat beliau. Ketika orangtua saya tahu kisah dosen yang istimewa ini, Ibu saya mengusulkan memberikan ulos sebagai cinderamata. Ulos dan kopi, itulah yang kemudian saya bawa ke Bandung.
Ke kantor dekan F-MIPA, saya pun menghadap. Di ujung percakapan, tanpa saya duga, Pak Hariadi meminta agar saya bersedia menjadi asistennya. Terhenyak saya. Tubuh ini mendadak ringan rasanya, seperti kapas di awang-awang layaknya. Tak berpikir panjang tawaran itu segera saya sambut.

Ketika Pak Hariadi sadar bahwa saya membawa ulos sebagai cinderamata, dia sempat tertegun lalu berkata, "Wah, istri saya harus ikut bersama saya menerima ini. Terima kasih. Ini penghargaan yang sangat tinggi."

Malam itu juga, di rumah Pak Hariadi di perumahan dosen Sangkuriang, saya pun menjadi tamu keluarga, diundang makan malam bersama, dan kemudian bercakap-cakap dengan akrab. Di situlah ulos dan kopi Sidikalang saya serahkan.
Sampai akhirnya saya tamat pada akhir 1983––saat itu Pak Hariadi sudah menjabat sebagai Rektor ITB––saya terus membantunya sebagai asisten kuliah fisika kuantum.
Diajar oleh Pak Hariadi dan menjadi asistennya sesudahnya merupakan salah satu pengalaman akademik paling berkesan dan terpenting buat saya selama kuliah di ITB Bandung.

Kini saya berpendapat, andai kata semua guru matematika, fisika, kimia, dan biologi di tingkat sekolah lanjutan di negeri ini sanggup mengajar secerdas dan sebaik Pak Hariadi, niscaya mata pelajaran-mata pelajaran keras itu tidak akan pernah jadi momok buat anak-anak muda kita. Bahkan, matematika dan sains akan jadi mata pelajaran favorit.

4b.

Bls: [FISIKA] Fw: [indonesia] Guru Fisika yang Inspirasional

Posted by: "Rudy Prihantoro" ssst_jgnbrisiksih@yahoo.co.id   ssst_jgnbrisiksih

Fri Nov 28, 2008 11:05 am (PST)

Wah luarbiasa, pak hariadi masih ada tidak ya di ITB? ko sepanjang jalan ruang dosen saya tidak melihat nama beliau.
Mudah-mudahan dosen fisika yang sekarang bisa meneladani sikap beliau..
--- Pada Jum, 28/11/08, yorga effendi <yyoorrggaa@yahoo.com> menulis:
Dari: yorga effendi <yyoorrggaa@yahoo.com>
Topik: [FISIKA] Fw: [indonesia] Guru Fisika yang Inspirasional
Kepada: "milisfisika" <fisika_indonesia@yahoogroups.com>
Tanggal: Jumat, 28 November, 2008, 1:54 PM

hiks... jd terharu, inget ruang FI1002.

----- Forwarded Message ----
From: Muhammad Ari Mukhlason <mukhlason@gmail. com>
To: iapitb@yahoogroups. com; ia-itb@yahoogroups. com; indonesia@nextbette r.net; QB-Milis <qbmember@qbheadline s.com>
Sent: Friday, November 28, 2008 1:28:59 PM
Subject: [indonesia] Guru Fisika yang Inspirasional

Guru Fisika yang Inspirasional
Oleh JANSEN H. SINAMO

JAM tujuh pagi, suatu hari pada tahun 1981, di sebuah ruang kuliah kuno bersuasana gelap dan kelam, yang dibangun pada zaman Belanda, sebuah kuliah fisika yang sangat modern segera akan dimulai. Fisika kuantum nama kuliah itu.

Hariadi Paminto Soepangkatâ€"doktor fisika zat
padat lulusan Universitas Purdue, Indiana, ASâ€"sang dosen yang berkulit putih bersih bertubuh tinggi besar yang dibalut busana rapi lengkap pakai dasi bak eksekutif bisnis itu, telah berdiri penuh wibawa di hadapan sekitar 150 mahasiswa dari tiga jurusan: fisika, astronomi, serta geofisika dan meteorologi.

Belum dua puluh menit kuliah berjalan, usai Pak Hariadi menggambar orbit-orbit lintasan elektron pada atom hidrogen di papan tulis, tiba-tiba nama saya dia panggil.

"Saya, Pak," jawab saya agak terkejut sambil mengangkat tangan.
"Kota asal Saudara di mana?" tanyanya sambil menuruni panggung kuliah yang rapat dengan papan tulis dan berjalan mendekati tempat saya duduk di barisan depan.
"Sidikalang, Pak," jawab saya.
"Oh ya? Kata Pak Andi Hakim Nasution, Rektor IPB, daerah Saudara penghasil kopi ya? Kopi Sidikalang enak kata Pak Nas. Betul?"
"Betul, Pak," jawab saya sumringah.
"Sidikalang itu berapa kilometer
jaraknya dari Medan?"
"Seratus lima puluh kilo Pak."
"Kalau naik bis ke Medan berapa ongkosnya?"
"Lima ribu, Pak."
"Kalau uang Saudara cuma tiga ribu, sampai di mana itu?"
"Berastagi, Pak."

Sambil memandang kepada semua mahasiswa sesudah kembali ke panggung kuliah, Pak Hariadi berkata, "Kira-kira seperti inilah yang dimaksud dengan energi ambang. Jika uang Saudara Jansen cuma tiga ribu, itu tidak cukup mengantarnya sampai ke Medan. Jadi, lima ribu adalah uang ambang yang diperlukan agar dia bisa sampai ke Medan dari Sidikalang."

"Nah, demikian pula elektron: dia butuh energi ambang, itu energi yang minimum, untuk bisa pindah ke orbit yang lebih tinggi. Kita sudah tahu bahwa energi itu tidak kontinum, melainkan diskrit, artinya terkuantifikasi. Paket-paket energi yang terkuantifikasi ini dalam bentuk radiasi atau gelombang disebut kuanta energi, yang besarnya menurut Max Planck adalah hv, di mana v frekuensi radiasi
itu dan h adalah konstanta Planck yang besarnya 6,626×10-pangkat- minus-34 joule-detik.

Elektron hanya bisa punya energi dalam kelipatan bulat kuanta ini. Tidak hanya pada elektron tetapi juga foton dan semua zarah renik di tingkat subatom. Inilah asal-usul nama kuantum pada fisika kuantum yang kita pelajari ini. Fisika kuantum mempelajari perilaku zarah-zarah subatomik, dinamika dan interaksinya, serta relasinya dengan medan yang memengaruhinya. "

Entah apa lagi yang dikuliahkan Pak Hariadi pagi itu saya sudah lupa. Tapi, saya terpesona sudah. Sidikalang dan saya jadi pusat perhatian seluruh kelas dan terutama Pak Hariadi. Cuma beberapa menit saja sorotan lampu perhatian itu, tapi sudah cukup membuat saya merasa diri spesial.

Dan sejak momen itu rasa suka saya berlipat ganda kepada Pak Hariadi. Sebagai akibatnya, berlipat ganda pula minat saya pada fisika kuantum.
Singkat cerita, pada ujian akhir semester itu saya mendapat
nilai A.
Dan ini tidak lazim. Jarang sekali saya mendapat nilai A. Di kelas saya angkatan 1978, saya cuma mahasiswa rata-rata: mayoritas nilai saya adalah C, agak lumayan dapat B, tapi yang mendapat nilai A sungguh sangat sedikit.

Tapi, mendapat nilai A pada fisika kuantum selangit rasanya. Buat saya itu setara dengan nilai A pada sepuluh mata kuliah yang lain. Fisika kuantum adalah salah satu mata kuliah paling bergengsi di Jurusan Fisika, kreditnya maksimum: empat. Bukan cuma itu, di zaman itu, cuma ada dua mata kuliah fisika yang dianggap dahsyat: fisika kuantum dan teori relativitas. Yang terakhir ini belum disajikan di tingkat S1. Fisika kuantum pun sebenarnya baru cuma pengantar pada kuliah sepenuh: mekanika kuantum, yang akan disajikan nanti di tingkat S2.

Saya juga takjub pada diri sendiri. Mengapa mendadak saya jadi pintar sekali? Tapi, saya akhirnya menyadari: itu semua karena cara dan gaya Pak Hariadi mengajar kami memang
luar biasa.

Betapa tidak. Dia selalu sudah ada di kelas sepuluh menit sebelum jam kuliah dimulai. Di hampir semua mata kuliah lain, mahasiswa yang menunggu dosen. Tapi Pak Hariadi sebaliknya.

Pak Hariadi selalu tampil necis: busananya, kebersihannya, dan istimewa tulisannya. Dia membersihkan sendiri papan tulis dengan kain lap basah yang dibawanya dari kantornya. Ada tiga papan tulis di kelas kami. Dibersihkannya dulu papan tulis ketiga saat dia mulai memakai papan tulis pertama, sehingga papan tulis ketiga itu sudah kering saat dia akan memakainya. Demikian seterusnya sampai kuliahnya yang berdurasi 100 menit itu selesai.

Lima tahun saya kuliah di ITB, tidak pernah saya bertemu dengan dosen lain yang mampu menyamai kerapihan dan keindahan tulisan tangan Pak Hariadi.
Pak Hariadi juga pekerja cepat. Hari ini ujian, besoknya jawaban soal-soalnya sudah tertempel di papan pengumuman. Di Jurusan Fisika hanya Pak Hariadi yang mampu
dan disiplin berbuat demikian.

Dia pun hafal nama semua mahasiswa yang diajarnya. Pada setiap kuliah ia mampu memanggil nama mahasiswa secara acak, dan seperti saya di atas setiap mahasiswa yang terpilih namanya disebut diajaknya berinteraksi. Dan dari interaksi pendek itu, tiba-tiba bisa keluar ilustrasi untuk menjelaskan konsep fisika kuantum. Bukan saja ilustrasi itu sangat menolong, karena membumi bahkan personal, tetapi di tingkat psikologis sang mahasiswa merasa dilibatkan, bahkan dijadikan bintang pada momen pendek itu. Tak pelak kuliah Pak Hariadi selalu digandrungi. Fisika kuantum jadi mudah dimengerti, gampang diikuti, dan menarik ditelusuri.

Pak Hariadi sangat jauh dari jenis dosen yang memetik rasa puas karena pelajarannya sukar diikuti. Ia bukan tipe dosen yang berbahagia melihat mahasiswa pusing tujuh keliling, lalu takut pada dosennya, dan jeri pada pelajarannya. Sedikit pun tak ada perangai galak padanya apalagi killer.
Ia memenuhi tanda-tanda orang cerdas seturut pendapat Einstein: bahwa orang cerdas ialah orang yang mampu membuat perkara sulit jadi mudah dipahami, sedangkan orang bodoh sebaliknya, membuat perkara mudah jadi sukar dimengerti. Fokus kedosenan Pak Hariadi ialah bagaimana agar mahasiswanya bisa mudah memahami pelajarannya supaya dengan begitu tumbuh gairah, minat, dan kecintaan pada pelajaran itu sendiri. Jadi, sebenarnya tidak mengherankan saya bisa medapat nilai A.

Sesampai di Sidikalang, saat libur panjang semester, sensasi kebanggaan mendapat nilai A itu masih terus berdenyut. Tak tahan, saya pun menulis sepucuk surat kepada Pak Hariadi. Saya ungkapkan rasa syukur dan terima kasih saya dan khususnya kedahsyatan cara mengajarnya saya apresiasi dengan rinci.

Eh, surat saya dibalasnya dengan cepat. Katanya dari sekitar 30 mahasiswa yang mendapat nilai A, cuma saya yang menulis surat. Gantian dia yang berterima kasih. Di ujung suratnya,
sesudah menitipkan salam kepada orangtua saya, dia mengundang saya ke kantornya usai libur. Waktu itu Pak Hariadi adalah Dekan Fakultas MIPA. "Saya ingin mengenal Saudara lebih dekat." katanya.

Tak sabar saya menunggu waktu untuk kembali ke Bandung. Berhubung kopi Sidikalang sudah disebut-sebut di awal kuliah, itu pula oleh-oleh yang saya bawa buat beliau. Ketika orangtua saya tahu kisah dosen yang istimewa ini, Ibu saya mengusulkan memberikan ulos sebagai cinderamata. Ulos dan kopi, itulah yang kemudian saya bawa ke Bandung.
Ke kantor dekan F-MIPA, saya pun menghadap. Di ujung percakapan, tanpa saya duga, Pak Hariadi meminta agar saya bersedia menjadi asistennya. Terhenyak saya. Tubuh ini mendadak ringan rasanya, seperti kapas di awang-awang layaknya. Tak berpikir panjang tawaran itu segera saya sambut.

Ketika Pak Hariadi sadar bahwa saya membawa ulos sebagai cinderamata, dia sempat tertegun lalu berkata, "Wah, istri saya harus ikut
bersama saya menerima ini. Terima kasih. Ini penghargaan yang sangat tinggi."

Malam itu juga, di rumah Pak Hariadi di perumahan dosen Sangkuriang, saya pun menjadi tamu keluarga, diundang makan malam bersama, dan kemudian bercakap-cakap dengan akrab. Di situlah ulos dan kopi Sidikalang saya serahkan.
Sampai akhirnya saya tamat pada akhir 1983â€"â€"saat itu Pak Hariadi sudah menjabat sebagai Rektor ITBâ€"â€"saya terus membantunya sebagai asisten kuliah fisika kuantum.
Diajar oleh Pak Hariadi dan menjadi asistennya sesudahnya merupakan salah satu pengalaman akademik paling berkesan dan terpenting buat saya selama kuliah di ITB Bandung.

Kini saya berpendapat, andai kata semua guru matematika, fisika, kimia, dan biologi di tingkat sekolah lanjutan di negeri ini sanggup mengajar secerdas dan sebaik Pak Hariadi, niscaya mata pelajaran-mata pelajaran keras itu tidak akan pernah jadi momok buat anak-anak muda kita. Bahkan, matematika dan
sains akan jadi mata pelajaran favorit.











Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak teman ke Yahoo! Messenger sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/
5.

Bls: [FISIKA] Re: ebook pelajaran fisika SMA - Gratis

Posted by: "Mariano Nathanael" mariano_nathanael@yahoo.co.id   mariano_nathanael

Fri Nov 28, 2008 11:05 am (PST)

Terimakasih banyak Sanalless untuk e-booknya, sangat berguna bagi saya yang adalah guru fisika ini.

Bersenang-senang di Yahoo! Messenger dengan semua teman. Tambahkan mereka dari email atau jaringan sosial Anda sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/invite/
6.

Bagaimana mengurangi volatile matter dari Briket serbuk kayu

Posted by: "hazz_first" hazz_first@yahoo.co.id   hazz_first

Fri Nov 28, 2008 11:07 am (PST)

Kami sedang melakukan riset tentang pembuatan Briket dari sampah bekas
Mesin Polishing Paku. Dimana Serbuk kayu ini sudah bercampur dengan
Oli dan gram besi. Dari hasil pengujian kalori yang dihasilkan adlah
6300 kcal/kg. Namun Briket ini cepat habis saat pembakaran. kira-kira
apa penyebabnya? apakah karena adanya oli? bukankah sdh teruap ketika
dioven? Apa karena Volatile matter yang lain? mohon penjelasan. Thank
regard.

Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Finance

It's Now Personal

Guides, news,

advice & more.

Yahoo! Groups

Everyday Wellness Zone

Check out featured

healthy living groups.

Get in Shape

on Yahoo! Groups

Find a buddy

and lose weight.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web
===============================================================
**  Arsip          : http://members.tripod.com/~fisika/
**  Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke :
                     <fisika_indonesia-unsubscribe@yahoogroups.com>
===============================================================

Tidak ada komentar: