Minggu, 31 Januari 2010

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2961

Messages In This Digest (4 Messages)

Messages

1.

Keep The Faith Keep The Fight

Posted by: "Ikhwan Sopa" ikhwan.sopa@gmail.com   ikhwansopa

Sat Jan 30, 2010 6:17 am (PST)



*Keep The Faith Keep The Fight*

Jika saya bertanya pada Anda, "Apa yang bisa membuat Anda masuk surga?"
Dalam batas kemanusiaan, alias di luar jawaban pasti, "Rahmat Tuhan", Anda
pasti sepakat dengan saya bahwa jawaban Anda adalah, "Keimanan". Keimanan
adalah "keterikatan kuat pada tujuan". Dan itu, harus dibuktikan dengan
hati, perkataan, dan perbuatan.

Bagaimanakah kita bisa mengambil model "downstream" dari konsep spiritual di
atas?

Di suatu pagi buta, sekitar pukul tiga pagi, dua atau tiga tahun yang lalu,
seorang teman menjemput saya ke rumah. Kami berencana menghadiri sebuah
acara reuni bersama teman-teman seangkatan semasa SMA dua puluh dua tahun
yang lalu. Acara reuni itu diadakan di sebuah resort pantai di propinsi
Lampung.

Setengah mengantuk dan sedikit tergesa, saya bergegas melompat ke mobilnya.
Kami berangkat menelusuri sisa malam yang sepi. Memasuki jalan tol
Jakarta-Merak, saya segera sadar, bahwa saya hanya membawa dompet kosong. Di
dalamnya hanya ada kartu ATM.

Saya katakan kepada teman saya itu, "Nanti kalo ketemu ATM, kita mampir ya,
aku mau ambil duit."

Niat saya itu tak kesampaian. Karena kami berkejaran dengan waktu acara,
kami terus berada di jalur tol. Dan entah karena gelap atau karena memang
tidak kelihatan, kami tidak menemukan satupun mesin ATM di sepanjang jalan
tol itu. Kami sampai di lokasi, dan saya tetap tidak membawa uang sepeser
pun.

Di tengah acara reuni itu, seorang sahabat karib saya, wanita yang kini
berprofesi sebagai seorang dokter gigi, terlihat berkelliling membawa sebuah
wadah. Ia mengumpulkan uang.

Saya katakan kepada teman perjalanan saya itu, yang kebetulan sedang satu
meja dengan saya, "Aku pinjam duitmu, nanti aku kembalikan."

Teman saya yang dokter gigi ini mendekati meja kami. Menyodorkan wadah, dan
berkata, "Arisan. Dua bulan."

Saya menjulurkan tangan meletakkan uang pinjaman saya, seraya berkata
padanya, *"Nanti yang dapat aku lho!*". Dia tersenyum. He...he... sok yakin
saja saya. Siapa yang tak butuh fast cash seperti ini?

Sore hari, arisan itu diumumkan. Teman saya yang dokter gigi itu, memang
aktivis sedari dulu. Ia jugalah yang mengumumkan hasil arisan. Ada beberapa
pemenang pada putaran itu.

Ketika membacakan pemenang terakhir, ia menatap ke meja kami, dan berkata,
"Ikhwan Sopa!".

Ada lebih dari delapan puluh orang di pendopo acara itu. Kebetulankah bahwa
saya adalah salah satu pemenangnya? Pertimbangkan sekali lagi. Saya pribadi
tidak meyakini yang namanya* kebetulan*. Saya lebih yakin bahwa segalanya
sudah ada *Yang Mengatur*. Saya ambil uang itu, dan saya kembalikan hutang
saya hari itu juga.

Berhari-hari sepulang acara itu, saya mencoba *memodel ulang*, apa yang
sebenarnya berlangsung dan terjadi pada hari itu, hingga akhirnya saya bisa
mendapatkan rejeki nomplok uang arisan. Berangkat tanpa uang, pulang dengan
segepok lumayan.

Entah hari ke berapa, saya mendapatkan sebuah penjelasan, dan saya mencoba
meng-generik-kan penjelasan itu. Saya banding-bandingkan dengan berbagai
situasi, dan ternyata cukup konsisten. Saya juga membandingkannya dengan
berbagai kejadian serupa yang telah terjadi berkali-kali pada diri saya.
Saya beranikan diri untuk mensharenya dengan Anda hari ini.

Kunci dari fenomena *"daya tarik"* yang terjadi pada hari arisan itu,
menurut saya adalah fenomena *"feeling"* yang saya kembangkan - secara tidak
sengaja dalam kasus saya, terkait dengan sesuatu yang saya inginkan terjadi.

Feeling itu adalah manifestasi dari sebentuk *keyakinan*. Keyakinan kuat
terkait dengan sebuah keinginan.

Pertanyaannya tentu saja, bagaimanakah sebuah keinginan kuat bisa
teridentifikasi sebagai "cukup kuat" dan tercipta dalam bentuk feeling
terkait dengan sebuah situasi?

Begini ilustrasinya.

Saya sudah lama sekali bersahabat dengan Tuan A. Pagi, siang, sore dan malam
saya sering berjalan dan bercengkrama dengannya. Suatu saat, saya dan Tuan A
memasuki sebuah kantin. Saya memesan siomay dan Tuan A memesan bakso.

Saya segera menghabiskan siomay di piring saya dengan nikmat. Kemudian,
sembari menyeka bibir dengan tisu, saya melirik mangkok Tuan A di
hadapannya. Ia sedang makan, dan di mangkoknya masih tersisa empat butir
bakso. Jika saya menginginkan satu saja dari bakso itu, apa yang harus saya
lakukan? Tentu saja memintanya!

Menurut Anda, jika saya benar-benar memintanya, apakah Tuan A akan menolak
permintaan saya?

Setuju. Dia tak akan menolaknya. Seyakin itu pulalah saya.

Dan bahkan jika Tuan A benar-benar menolak permintaan saya, saya mungkin
malah akan syok dan malu berat. Bukankah kami sudah *begitu dekat*, bukankah
kami sudah bersahabat *begitu lama*, bukankah kami sudah *saling percaya*?

Seyakin itulah saya memintanya. Tak terbersit sedikitpun *keraguan* dan *
ketidakyakinan*, bahwa Tuan A akan menolak permintaan saya. Tak sedikitpun.
Sekali lagi, *tidak sedikit pun* ada keraguan atau ketidakyakinan.

Begitu pulalah, yang terjadi di hari arisan itu. Saya yang sudah bersahabat
dua puluh dua tahun dengan teman yang dokter gigi itu, dengan sangat ringan
dan penuh keyakinan bisa mengatakan, "Nanti saya yang dapat!". Sekali lagi,
tak terbersit sedikitpun keraguan dan ketidakyakinan.

Feeling dari keyakinan itulah kuncinya.

Maka jika Anda sedang melakukan penjualan, dapatkanlah feeling yang sama.
Tanpa keraguan dan tanpa ketidakyakinan. Bukankah ini yang diajarkan para
top sales? Bukankah ini yang diajarkan oleh para guru marketing? Bukankah
ini yang diajarkan oleh para pebisnis yang berhasil? Bukankah fenomena ini
tampak sangat jelas dari ciri SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) mereka?

Tips: Jika Anda berhadapan dengan seseorang, aktivasikan *state* ini.
Termasuk jika Anda bertemu dengan orang yang baru saja Anda kenal. Cara
mudahnya, adalah dengan menciptakan state *sebagaimana* Anda berhadapan
dengan orang yang sangat Anda *percaya*, sangat percaya kepada Anda, dan
sangat Anda yakini tak akan menolak permintaan Anda. Anda perlu membangun
skill *"instant rapport"*.

Ini jugalah yang saya kembangkan dengan berbagai status FB saya yang
terkesan sok yakin dan tanpa keraguan, saat meminta, atau saat mengajukan
penawaran. Di mana lagi Anda bisa menemukan orang mengantri untuk diprospek
MLM? Di mana lagi Anda bisa menemukan orang mengantri untuk di tag dalam
sebuah note? *(Please jangan salah tangkap, dengan segala kerendahan hati,
saya bukan bermaksud menyombong. Please... I'm your friend.)*

So,

*If you want a thing, ask!
Do not hesitate!*

Lakukanlah, sepanjang Anda meyakini bahwa yang Anda lakukan adalah benar,
bermanfaat bagi orang lain, dan bagi diri sendiri, dunia dan akhirat.

Tentu saja, Anda tetap harus bekerja keras dan logika Anda musti tetap
berjalan. Anda tetap harus menjalani prasyarat *"hati, lidah, perbuatan"*.
Jika Anda belum berhasil, tetaplah bekerja keras, dan lakukan saja lagi
dengan cara yang berbeda. Begitu seterusnya, lagi, dan lagi. Apa yang
penting adalah, mempertahankan *state yakin dan percaya* Anda.

Semoga bermanfaat.

*Btw, bagaimanakah jika Anda bisa mengembangkan keyakinan ini terhadap Yang
Maha Menciptakan Anda? Akankah Ia menolak permintaan Anda?*

Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
http://www.motivasi-komunikasi-leadership.co.cc
http://www.facebook.com/pages/Motivasi-Komunikasi-Leadership/196571006305
2.

[artikel] Perencanaan Keuangan Perusahaan & Pembiayaan Bank Syariah

Posted by: "ali" ali.hozi@yahoo.co.id   ali.hozi

Sat Jan 30, 2010 6:18 am (PST)



By : Alihozi

Pada akhir tahun 2008 s/d masuk tahun 2009, seorang pengusaha rumah sakit Dr.Budi namanya (nama samaran red) , dipusingkan dengan cash flow perusahaannya yang mendadak berubah drastis dari yang direncanakan karena pos pengeluaran biaya bunga pinjaman ke salah satu bank konvensional tiba – tiba mengalami kenaikan cukup signifikan dari 11% pa menjadi 16%-18%pa karena pengaruh krisis global pada saat itu yang berimbas kepada kenaikan tingkat suku bunga pinjaman di tanah air.

Apa yang dialami oleh perusahaan Dr.Budi tsb juga dialami oleh perusahaan – perusahaan lain di Indonesia kecuali oleh perusahaan – perusahaan yang sudah melakukan pembiayaan dengan bank syariah sebelum terjadinya krisis global, karena perusahaan-perusahaan yang sudah melakukan pembiayaan dengan bank syariah akadnya adalah murabahah/mudharabah yang bebas dari fluktuasi suku bunga, yang mana bank syariah tidak boleh melakukan perubahan pricingnya yang tercantum pada saat akad walaupun fluktuasi tingkat suku bunga pasar sedang mengalami kenaikan yang tinggi.

Di negara kapitalis besar seperti AS , banyak Ekonom yang diperkerjakan untuk memprediksi suku bunga (kadang-kadang ada yang bergaji tinggi). Hal ini karena berbisnis perlu mengetahui tingkat suku bunga yang akan berpengaruh pada rencana pengeluaran di masa mendatang. Selain itu bank dan investor membutuhkan perkiraan suku bunga untuk memutuskan jenis asset yang dibeli dan melakukan investasi.

Menurut Prof. Frederic S.Mishkin dalam bukunya The Economics of Money, Banking and Financial Markets profesi memprediksi tingkat suku bunga merupakan bisnis yang membahayakan, karena ahli ekonom yang paling top sekalipun sering ramalannya terhadap tingkat suku bunga meleset.

Berdasarkan uraian di atas volatilitas tingkat suku bunga memang sangat tinggi dan sulit sekali diprediksi oleh para ahli ekonom yang paling top sekalipun, karena banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat suku bunga tsb secara tiba – tiba., seperti kondisi ekonomi makro, dampak pendapatan dari peningkatan penawaran uang, dampak tingkat harga dari peningkatan penawaran uang , dan dampak dari perkiraan inflasi dan lain sebagainya.

Oleh karena itu alangkah bagusnya kalau perusahaan – perusahaan nasional yang menginginkan perencanaan pengeluaran keuangan perusahaannya menjadi lebih baik yang tidak terpengaruh oleh volatilitas tingkat suku bunga tsb untuk beralih melakukan pembiayaan dari system bank konvensional ke system bank syariah, dengan system bank syariah kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya ke bank bisa lebih terukur sejak awal.

Salam

http://alihozi77.blogspot.com
Nb : Artikel ini ditulis untuk menjawab keraguan banyak kalangan yang masih meragukan konsep pembiayaan dg bank syariah lebih baik dari system bank konvensional dan bagi Anda yang ingin lebih mengetahui pembiayaan untuk perusahaan dengan system bank syariah bisa menghubungi alihozi hp:0813-882-364-05 atau email ali.hozi@yahoo.co.id

3.

Art-Living Sos 2010 (A-1.2  Es Jeruk panas.doc

Posted by: "IETJE SRI UMIYATI GUNTUR" ietje_guntur@bca.co.id

Sat Jan 30, 2010 6:21 am (PST)



Dear Allz...

Halllloooowwww....lagi ngapain ? Akhir minggu niiih...asyik yaaa...Masih semangat, padahal sudah menjelang liburan...(lagi....hahaha...). Mau ngapain di akhir pekan nanti ? Mau cuci gudang ? hehe...

Cuci gudang, buat sebuah toko adalah proses pembersihan barang-barang yang sudah lama. Sekalian menyusun stok barang baru. Dalam hal ini yang beruntung adalah konsumen, karena bisa dapat harga miring untuk barang-barang yang di-cucigudang-kan. Moga-moga saja dapat barang yang masih bagus dan layak pakai. Obral-obral sedit , kan lumayan.

Di rumah kita sendiri, kita perlu juga mencuci gudang...dalam artian sesungguhnya. Membersihkan gudang atau tempat penyimpanan barang, yang semakin lama semakin bertumpuk dan menjadi sarang nyamuk...hiks hiks...

Tidak hanya di toko, di rumah, dan di kantor...seyogyanya di dalam hidup kita juga perlu cuci gudang sekali-sekali. Mencuci pikiran-pikiran yang negatif, membuangnya. Dan menggantinya dengan pemikiran yang baru. Mencuci cara kerja, dari yang lama menjadi cara baru yang lebih produktif dan bermanfaat. Mencuci...sama juga dengan mengembangkan diri...bersih-bersih...dan menerima ide-ide baru . Ini yang membuat kita semakin kaya pengalaman.

Banyak hal yang membuat kita bisa belajar. Bahkan dari sebuah komunikasi yang kadang tidak nyambung, kita bisa belajar untuk memperbaiki diri dan meningkatkan layanan. Seperti pengalaman kita, yang lucu dan konyol, bisa menjadikan kita semakin memahami dinamika kehidupan.

Kali ini saya mau mencuci gudang pikiran saya. Dan mengisinya dengan segelas es jeruk panas...hahahaha...jangan nyengir dulu. Ini benar-benar cerita tentang es jeruk ...yang panas...hot...dan inspiratif...

Boleh saya menghidangkan segelas es jeruk yang legendaris itu ?

Selamat menikmati yaaaa...

Salam sayang,

Ietje S. Guntur

♥

Art-Living Sos 2010 (A-1.2

Serial : Customer services

Jumat, 29 Januari 2010

Start : 29/01/2010 9:24:25

Finish : 29/01/2010 12:02:31

ES JERUK PANAS...

Jam makan siang.

Saya dan seorang sahabat sedang duduk di kantin karyawan di kawasan perkantoran. Saya memesan nasi pecel plus tempe goreng. Teman saya memilih nasi dan ayam goreng plus lalapan.

"Minumnya apa, ya ?" tanya teman saya. Si Mas yang mencacat pesanan masih menunggu. Berdiri di belakang saya.

"Aku minum es jeruk sajalah." Saya. Membayangkan air jeruk yang dicemplungi dengan potongan-potongan es batu. Segaaarr...gleghh...

" Aku sama jugalah." Sahut teman saya. "Tapi nggak usah pakai es ya, Mas."

" Oh...boleh. Jadi es jeruk panas ya, Bu !" sahutnya. Enteng. Lalu membalikkan tubuh, dan meneriakkan pesanan makanan dan minuman kami kepada bapak dan ibu yang ada di balik konter makanan dan minuman yang berjajar rapi di sisi pinggir kantin itu.

Setelah si Mas yang bertugas menerima pesanan berlalu dari hadapan kami, saya baru tersadar. " Es jeruk panas ???" Saya terpana. Maksud looooo....????

♥

Es jeruk, atau air jeruk. Ini termasuk salah satu minuman kesukaan saya. Dan barangkali banyak orang lain yang menjadikan minuman air jeruk peras ini sebagai minuman favorit yang standar.

Iya...minuman air jeruk peras segar ini bisa tersedia di mana saja. Dari mulai warung nasi ayam di pinggir jalan ala Amigos ( atau kata lain Agak Minggir Got Sedikit...hehehehe...), penjual sate yang mangkal di pojok jalan ( kenapa ya suka banget mengambil posisi di pojok jalan...hiks...), kantin karyawan di gedung perkantoran, hingga resto dan kafe serta tempat nongkrong di hotel berbintang.

Air jeruk, yang diperas dari buah jeruk segar bisa pantas bersanding dengan makanan apa saja. Mulai dari sate kambing, nasi goreng, mie ayam, nasi pecel seperti kedoyanan saya, nasi cap cay...atau sekedar cemilan kecil seperti pisang goreng, singkong goreng dan segala keripik. Bahkan kalau lagi tidak berselera menyantap apa saja, maka air jeruk bisa diminum sebagai acara tunggal alias bersolo karier.

Umumnya air jeruk memang lebih enak diminum dalam kondisi dingin, dengan tambahan es batu pada perasannya. Sehingga menyebut air jeruk, orang lebih akrab dengan menyebut es jeruk atau jus jeruk. Itu sebabnya penyebutan yang terpeleset menjadi `es jeruk panas´ sebetulnya untuk menyebut air jeruk...hehehe...Aya-aya wae...!!

♥

Cerita tentang air jeruk, es jeruk atau jeruk panas ini tak berhenti hingga di sini.

Saya, sebagai penggemar minuman jeruk peras, punya pengalaman yang menggelikan, sekaligus konyol juga.

Ceritanya di Jogya, di sebuah warung girlan alias pinggir jalan di depan hotel tempat saya menginap. Iya...walaupun menginap di hotel berbintang, tapi kalau berwisata atau tugas di Jogya itu lebih enak mencari makanan yang asyik buat nongkrong di pinggir jalan. Apalagi warung tenda yang menyediakan nasi capcay enak ini harga makanannya termasuk miring dan murah meriah. Kita bisa memesan nasi capcay rasa hotel bintang lima dengan harga kaki lima...eheeemm...

Jadilah...setelah memesan nasi capcay (mereka menyebutnya `nasi japjahe´...hmm...terserah deh ), saya menambahkan pesanan dengan satu gelas air jeruk murni.

"Jeruknya minta lima buah ya, Mas !" pesan saya, wanti-wanti. Saya sengaja memesan jeruknya lima buah, agar rasa jeruknya lebih terasa. Soalnya biasa di warung tenda seperti ini satu buah jeruk untuk satu gelas besar air, sehingga warna kuning jeruknya pucat seperti air cucian...hiiks...

Lalu terjadilah dialog seperti ini :

" Waaah...ndak bisa , Bu !" si Mas menolak.

" Ndak bisa bagaimana ?" Saya bertanya. Heran.

" Ya, ndak bisa Bu. Satu gelas jeruk, ya satu buah jeruk." Si Mas menjelaskan.

" Begini lho, Mas...saya beli jeruknya lima buah. Tapi dijadikan satu gelas saja."

" Ndak bisa Bu." Si Mas mulai ngeyel. Plus bingung.

" Kok ndak bisa. Kenapa ndak bisa ? Apa saya ndak boleh beli lima buah jeruk ?" Saya bertambah heran.

" Hmmh...ya, ndak bisa Bu."

" Ndak bisanya gimana ?"

" Nanti airnya bagaimana ?"

" Ndak usah pakai air."

" Waaah...ndak bisa Bu. Ini kan air jeruk."

" Oh...gini lho, Mas...saya beli dulu lima jeruk. Berapa harganya ? Nah, sekarang saya bayar nih. Abis itu, tolong jeruk yang lima ini diperas. Taruh di dalam satu gelas. Jangan dikasih air apa pun. Saya mau minum air jeruk murni. Tanpa air ! Apa Mas sudah bisa mengerti ?"

" Waaah...repot ya, Bu. Nanti ndak pakai air, malah ndak enak." Si Mas mulai ngeles, tapi uang saya sudah diterimanya. Dan saya sudah beringsut mengikuti dia ke dapurnya , untuk mengambil jeruk yang sudah saya bayar.

" Gini lho, Mas...ini jeruk saya, khan ? Tolong deeh...dipotong dulu, terus diperas di gelas yang ini." Si Mas menurut, lalu memeras jeruk saya ke dalam gelas.

" Udah Bu. Begini saja ?" si Mas tampak bengong. Saya mengangguk.

" Gulanya Bu ?"

" Nggak usah pakai gula. Pakai garam saja sedikit."

" Garam ? Kan asin ?"

" Yaa...garam...biar air jeruknya gurih."

" Lha...kok aneh...Pakai es, Bu ?"

" Ndak ...ndak usah pakai es."

" Lhaaah ? Katanya es jeruk ???"

Haaaaahhh....??? Gubraaaak...hehehehe....

♥

Setelah peristiwa `es jeruk´ di Jogya itu, saya jadi sangat berhati-hati bila memesan minuman es jeruk...hehehehe...Saya jadi cerewet, dan tanya-tanya...,"berapa butir jeruknya ? jeruknya dari mana ? asli apa bukan ?" haalaaaaah....

Dan tak hanya itu. Pengalaman berhadapan dengan penjual yang punya pakem baku atau standar produksi seperti itu membuat saya juga belajar mengenai layanan dan selera pembeli. Bagi saya, ada produk-produk yang bisa dibuat sesuai selera pelanggan, atau customised, seperti `es jeruk tanpa es´ atau `es jeruk panas´. Tapi ada produk atau layanan yang memang sudah tidak bisa diganggu-gugat.

Belajar dari selera `es jeruk panas´ ini, akhirnya saya lebih sering memilih restoran atau kafe yang tidak terlalu kaku menerapkan standar masakan untuk disajikan. Apalagi di Indonesia ini, selera lidah orang sangat bervariasi dari mulai Aceh hingga Papua. Dari Jogyakarta hingga ke Manado. Dari lidah yang doyan asin hingga lidah yang doyan manis. Dari lidah yang doyan pedas menggigit hingga lidah yang doyan gurih menjelang hambar...hmm...

Jangankan urusan air jeruk, sedangkan urusan yang paling dasar semisal nasi, juga sudah berbeda selera. Orang Sumatra lebih suka makan nasi yang rasanya kering mirip beras pera, sedangkan orang Jawa suka makan nasi yang kenyal dan lembek mirip bubur padat. Padahal sama-sama nasi. Apalagi urusan yang lain.

Air jeruk dan es jeruk panas ini juga bisa menjadi contoh sebuah komunikasi. Beruntung lokasi kejadian adalah di warung Amigos yang di pinggir jalan, sehingga jurang komunikasi bisa cepat teratasi. Kebutuhan konsumen atau pelanggan yang `aneh´ seperti saya bisa langsung terpenuhi. Dengan memodifikasi standar produknya, mereka sudah bisa memenuhi selera konsumen yang barangkali berbeda satu dengan lainnya.

Berbeda halnya dengan di resto atau kafe berbintang, terlebih yang sudah mengusung merek tertentu yang setiap produk sudah dibuat standar produk serta hitungannya dalam jurnal akuntansi. Perubahan komposisi produk atau sajian, akan merubah nomor perkiraan atau akun yang melekat pada setiap produk atau makanan yang dijual. Karena tidak mau repot, mereka akhirnya membuat standar yang baku, dan hal ini menjadi standar layanan bagi semua konsumen, tidak terkecuali saya.

♥

Di sinilah kita bisa belajar.

Standarisasi layanan memang baik. Untuk kemudahan dan kepraktisan layanan. Dengan bergesernya trend layanan dan persaingan antar produsen - termasuk gerai penjualan yang menjadi bagian dari jaringan resto, maka konsumen yang tadinya bisa dilayani dengan customised menjadi terima jadi apa adanya. Sesuai menu dan pakem. Tanpa ada pilihan dan alternatif.

Sekarang kembali terserah kepada konsumen dan penjual. Mau menjadi konsumen yang terima nasib, tidak bisa menentukan sendiri seleranya serta didikte oleh produsen. Atau, memilih sendiri makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan seleranya.

Begitu juga penjual atau produsen. Mau tetap bertahan dengan standar baku produk yang disajikan, atau mau melakukan modifikasi. Sehingga dalam beberapa hal tetap berkompromi dengan selera konsumen yang kadang membutuhkan perlakuan khusus. Masing-masing akan memiliki konsumen, yang akan setia pada produknya dan memilih produsen sesuai kebutuhannya.

Namun ada yang saya pelajari dari semua layanan penjualan produk makanan ini. Mau resto bintang lima atau warung kaki lima. Yang penting...apa pun yang disajikan kepada konsumen , tetap harus melekatkan hati di dalam setiap layanan yang diberikan . Ngeyel-ngeyel atau berbantahan sedikit boleh. Bernegosiasi atas standar dan selera itu biasa. Itulah dinamikanya orang berjual beli. Dan suasana itulah membuat kita kembali...dan kembali lagi ke resto, kantin, atau warung Amigos di pinggir jalan...

Jadi...mau pesan apa sekarang ? Air jeruk atau tetap `es jeruk panas´ ? Hehehehe....

♥♥♥

Jakarta, 29 Januari 2010

Salam sesejuk es jeruk panas...

Ietje S. Guntur

Special note :

Thanks buat mas-mas di warung tenda Jogya yang inspiratif...Ngeyel itu terkadang perlu juga ya...hahahaha...Juga buat sahabat-sahabat makan siangku...Kuri, K´nyot, Tek-tek, Kilil, Lisa, Yanto...dan the fans of warung Heru...thanks buat kebersamaan dalam `es jeruk panas´ yang segar...ahaaayy...

:BCA:
4.

[catcil] Kita Pasti Pernah

Posted by: "novi khansa'" novi_ningsih@yahoo.com   novi_ningsih

Sun Jan 31, 2010 2:01 am (PST)



Aku jadi ingat sebuah tulisan di sini yang ditulis oleh temanku sebagai tausiyah. Tausiyah indah yang menyadarkanku untuk belajar dari kecewa dan mengecewakan.

Bagaimana pun tidak semua orang tulus kepada kita...
atau apakah kita mampu selalu tulus kepada mereka?

Kita
semua, aku, kamu, dia, mereka, siapapun itu tak mungkin bisa
menghindari kontak dengan siapapun. Tidak mungkin rasanya kita tidak
punya masalah dengan orang lain. Tidak mungkin rasanya kita tak pernah
berbuat salah. Tidak mungkin juga kita tidak pernah kecewa akan sikap
orang lain ataupun orang terdekat kita.

Semua orang berharap
baik. Semua ingin berjalan lancar. Semua tak ingin kecewa. Akan tetapi,
kita semua lupa bahwa dari hal yang sulit, tak lancar, dan tidak
menyenangkan itu ada banyak pelajaran dan hikmah.

Hari ini,
mungkin kita kecewa dengan sikap sahabat kita. Banyak dari kita memilih
untuk merutuki, marah, atau diam. Besok, mungkin saja kita yang berada
dalam posisi seperti sahabat kita pada orang yang sama atau orang lain.
Semuanya bagaikan roda, ada kalanya kita di atas dan ada kalanya kita
di bawah.

Mungkin yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir konflik itu. Yah, hanya itu... Mengingat status seorang teman di FB,
"Aku tak berharap jadi orang baik... tidak membuat masalah buat orang lain, cukup bagiku...
Lalu,
bagaimana seharusnya kita bersikap. Toh, kita akan selalu menjadi
makhluk sosial. Tidak mungkin karena menghindari konflik kita tidak
menjadi makhluk sosial. Ya ya ya sekali lagi, masalah itu mendewasakan.
Sekali lagi akan banyak hikmah. Sekali lagi kita memang harus belajar
meminta maaf dan memaafkan.

***

"Anda adalah cermin dari pikiran-pikiran Anda Sendiri"
(Syekh Muhammad Al Ghazali)

***

novi_khansa'kreatif
~Graphic Design 4 Publishing~
YM : novi_ningsih
http://akunovi.multiply.com
http://novikhansa.wordpress.com/

Recent Activity
Visit Your Group
Drive Traffic

Sponsored Search

can help increase

your site traffic.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Group Charity

Give a laptop

Get a laptop: One

laptop per child

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: