Sabtu, 23 Januari 2010

[daarut-tauhiid] Tameng Ibu Dari Neraka

 

From: "Mailinglist Al-Sofwah" <ustadz@alsofwah.or.id>

Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

Tameng Ibu Dari Neraka
Kamis, 21 Januari 10

(Oleh: Ust. Izzudin Karimi, Lc)

Islam memberikan apresiasi yang tinggi kepada sosok ibu, hal ini
terbaca dari perintah berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua
di mana salah satunya adalah ibu dan ibu lebih dikedepankan dalam
kebaikan kepada kedua orang tua, terbukti Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam mengulang jawaban kepada laki-laki yang bertanya,
siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baiknya? "Ibumu"
sebanyak tiga kali, baru pada kali keempat beliau menjawab, "Bapakmu".
Sisi lain yang membuktikan bahwa Islam menghargai ibu adalah apa yang
penulis paparkan di bawah ini.

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri
radiyallaahu 'anhu berkata, para wanita datang kepada Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam, mereka berkata, "Ya Rasulullah, kaum
laki-laki lebih banyak mengambil waktumu daripada kami, sisihkanlah
satu hari dari dirimu untuk kami." Maka Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam menjanjikan satu hari pertemuan, beliau memerintahkan dan
menasihati mereka, di antara yang beliau sabdakan kepada mereka,
"Tidak ada seorang wanita dari kalian yang ditinggal wafat oleh tiga
orang anaknya kecuali hal itu merupakan perlindungan baginya dari api
neraka." Seorang wanita berkata, "Dan dua anak?" Beliau menjawab, "Dan
dua anak." Dalam riwayat Abu Hurairah, "Tiga anak yang belum mencapai
usia baligh."

Penjelasan hadits

"Tidak ada seorang wanita dari kalian." Ini adalah sabda Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam yang beliau tujukan kepada kaum wanita
yang hadir di majlis yang diadakan oleh mereka dengan Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam sebagai pembicara setelah sebelum telah
terjadi kesepakatan. Sudah barang tentau sabda ini bukan khusus untuk
yang hadir semata, namun ia untuk mereka dan para wanita yang hadir
sesudah mereka.

"Yang ditinggal wafat oleh tiga orang anaknya." Yakni anaknya
meninggal semasa ibu masih hidup, anak mendahului ibu berpulang ke
hadirat Allah Subhanahu waTa'ala. Dan kata, "Anak." mencakup anak
laki-laki dan anak perempuan. Namun anak di sini adalah anak yang
wafat dalam usia belum mencapai dewasa, anak yang meninggal dalam usia
dia sebagai anak. Di samping itu jumlah anak yang meninggal adalah
tiga dan setelah ditawar oleh seorang wanita yang hadir, jumlahnya
berkurang menjadi dua.

"Kecuali hal itu merupakan perlindungan baginya dari api neraka." Yang
di maksud dengan hal itu adalah apa yang disebutkan sebelumnya, yaitu
empat perkara. Pertama, terjadinya wafat anak bagi seorang ibu. Kedua,
wafat terjadi dalam hidup ibu. Ketiga, anak ibu yang wafat adalah dua.
Keempat, dua anak yang wafat ini masih berusia anak-anak. Jika empat
perkara ini terpenuhi, maka terwujudlah janji yang terucap oleh
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam yaitu terlindunginya ibu dari
api neraka.

Seorang wanita berkata, "Dan dua anak?" Beliau menjawab, "Dan dua
anak." Para wanita patut berterima kasih kepada wanita ini, karena
keberaniannya menawar dan tawarannya diterima. Sepertinya yang membuat
wanita ini berkata demikian adalah kenyataan bahwa angka tiga adalah
banyak, bilangan itu tidak mudah terwujud, yang lebih dekat dan
mungkin adalah angka dua.

Penulis berkata, anak bagi ibu adalah belahan jiwa dan buah hati,
tidak ada yang lebih berarti, tidak ada yang lebih bernilai dalam
kehidupan ibu melebihi anak, seorang ibu rela kehilangan apa yang dia
miliki, mengorbankan apa yang mungkin dikorbankan demi anak.
Seandainya ibu diminta memilih menjadi wanita termiskin di dunia
dengan anak di sisinya atau menjadi wanita terkaya dengan anak yang
diambil oleh yang Mahakuasa, niscaya dia akan memilih yang pertama.
Anak adalah kebahagiaan bagi ibu. Perginya anak adalah duka mendalam
bagi ibu, lebih-lebih anak yang masih kecil.

Tidak mengherankan karena untuk bisa menghadirkan anak ke dunia ibu
harus menjalani empat penderitaan besar yang tidak bisa dia bagi
kepada orang lain sekalipun dia adalah orang yang paling dekat
kepadanya, suaminya. Mengandung selama sembilan bulan dalam keadaan
wahnan ala wahnin, kelemahan di atas kelemahan, kelemahan seorang
wanita di tambah dengan kelemahan kehamilan. Selama sembilan bulan dia
membawa ke mana pun dan di mana pun. Selama itu keberadaan anak ini
benar-benar membatasi segala aktifitasnya. Namun ibu menjalaninya
dengan hati yang lapang dan jiwa yang tersenyum, justru di sanalah
kebahagian terpancar.

Setelah melewati masa sembilan bulan, tiba masa untuk melahirkan.
Sebuah proses berat lagi menyakitkan bagi seorang ibu dengan nyawa
sebagai taruhannya. Maka sebagai wujud penghargaan kepada ibu yang
melahirkan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam memberi gelar
syahadah (wafat dengan pahala sebagai syahid) kepada wanita yang wafat
dalam masa melahirkan ini. Selesai melahirkan tugas dan beban baru
yang tidak bisa dikatakan ringan langsung tersemat di pundak ibu, dia
harus memberi makan kepada anaknya melalui ASI selama dua tahun yang
di sambung dengan makanan lainnya plus mengasuh dan merawatnya.

Maka lumrah jika Allah Subhanahu waTa'ala mengambil buah hati darinya,
dia akan bersedih dengan kesedihan yang sangat mendalam, lebih-lebih
jika yang diambil oleh Allah Subhanahu waTa'ala tidak seorang
melainkan dua orang dan dua orang ini masih berusia anak-anak, dalam
masa ini keterkaitan hati ibu kepadanya masih sangat kuat, jalinan
emosi antara anak dengan ibu masih sangat melekat erat, lalu tiba-tiba
anaknya pergi dengan kehendak Ilahi Rabbi, bisa dibayangkan bagaimana
sedihnya hati ibu. Di sini Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
menghibur ibu yang mengalami ujian berat ini dengan menjanjikan
perlindungan dan keterjagaan dari api neraka. Terjaga dan terlindungi
dari api neraka berarti sebaliknya, meraih surga, sebab hanya dengan
ini perlindungan dari api neraka terwujud.

Ada tambahan satu syarat lagi, syarat ini bersifat mendasar, ia
merupakan syarat umum yaitu sabar. Mengapa? Sebab wafatnya anak adalah
sebuah musibah bagi kedua orang tuanya khusunya ibu dan sebuah musibah
akan berakibat baik, di dunia dan di akhirat, jika ia disikapi dan
dihadapi dengan sabar. Berbeda perkaranya jika seorang ibu ditinggal
wafat anaknya, sekalipun dua atau lebih, lalu dia meratap, berteriak
histeris, meraung-raung, memukul pipi, merobek baju dan menyerukan
seruan-seruan jahiliyah, ibu seperti ini menurut ijtihad penulis tidak
meraih janji yang diucapkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wasallam di dalam hadits.

Marilah kita banyak mengambil pelajaran berharga dari kisah-kisah
teladan para Ibu-ibu kita terdahulu yakni para wanita sahabat
radhiyallahu 'anhunna. Wallahu a'lam.

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
----------------------------------------------------------
dari: YAYASAN AL-SOFWA Jakarta

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: