Bismillaah
Assalamu'alaykum wa Rohmatulloohi wa Barokatuhu
Kewajiban untuk Bertauhid
Oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu'thi Al-Maidani
Rasa Aman dan Petunjuk bagi Penganut Tauhid
Setiap penganut tauhid akan mendapatkan jaminan keselamatan dari Allah berupa rasa aman dan petunjuk. Hal ini membuktikan betapa penting bagi sekalian manusia untuk memiliki tauhid. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedzoliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk." (Al-An`aam: 82)
Yang dimaksud dengan kedzoliman di sini adalah syirik besar. Karena Ibnu Mas`ud radhiyallahu `anhu pernah berkata:
"Tatkala ayat ini turun, mereka bertanya: Siapa diantara kami yang tidak mendzolimi dirinya?Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjawab: (Ayat ini) bukan seperti yang kalian fahami. Tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman: Sesungguhnya syirik adalah kedzoliman yang besar." (HR. Bukhari).
Dengan demikian berarti seorang yang tidak menjauhi syirik besar akan nihil perolehan rasa aman dan petunjuk secara mutlak.
Sebaliknya seorang yang bersih dari syirik besar akan mendulang rasa aman dan petunjuk sesuai dengan tingkat keislaman dan keimanan yang tertanam pada dirinya. Maka rasa aman dan petunjuk yang sempurna hanya akan diraih oleh seorang yang bertauhid dan bertemu dengan Allah tanpa membawa dosa besar yang dilakukan secara terus-menerus.
Seorang yang bertauhid akan menggapai rasa aman dan petunjuk sesuai dengan nilai tauhid dan akan hilang sesuai dengan kadar maksiat. Ini apabila dia memiliki dosa-dosa dan tidak bertaubat darinya.
Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
"Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang mendzolimi dirinya sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada yang bersegera berbuat kebaikan dengan seizin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar." (Faathir: 32)
Orang yang mendzolimi dirinya adalah orang yang mencampur adukkan amalan baik dengan amalan buruk. Golongan ini berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah berkehendak maka diampuni dosanya. Bila tidak maka Allah akan menyiksanya akibat dosanya pula. Namun Allah selamatkan dari kekalan dalam api neraka sebab dia memiliki tauhid. Sedangkan golongan yang pertengahan adalah orang yang hanya mengamalkan kewajiban dan meninggalkan perkara yang haram. Ini adalah keadaan Al-Abror (orang-orang yang berbuat kebaikan).
Adapun golongan yang bersegera kepada kebaikan adalah orang yang memiliki kesempurnaan iman dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk taat kepada Allah, baik dalam berilmu maupun beramal.
Dua golongan yang terakhir akan memperoleh keamanan dan petunjuk yang sempurna di dunia dan akhirat. Karena sebuah kesempurnaan akan memperoleh kesempurnaan pula. Dan sebuah kekurangan akan memperoleh kekurangan pula. Oleh sebab itu kesempurnaan iman akan mencegah pemiliknya dari berbagai maksiat dan siksanya. Hingga dia berjumpa dengan Rabbnya tanpa membawa satu dosa pun yang bisa mengundang siksa. Sebagaimana Allah ta`ala berfirman:
"Mengapa Allah akan mengadzab kalian, jika kalian bersyukur dan beriman?" (An-Nisaa`: 147)
Penjelasan di atas adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahumallah dan juga merupakan pendapat Ahlus-sunnah wal Jama`ah. (lihat Qurratul `Uyuun karya Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alus- Syaikh hal. 12-13, dinukil dengan sedikit perubahan)
Rasa aman dan petunjuk yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah rasa aman dan petunjuk di dunia dan akhirat. Ini pendapat yang benar menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-`Utsaimin. (lihat Al-Qaulul Mufiid jilid 1 hal. 58)
Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang bertauhid rasa aman yang langgeng di dalam mengarungi kehidupan dunia. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan mereka), sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan Aku dengan sesuatu apa pun. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nuur:55)
Dalam kehidupan akhirat seseorang yang bertauhid dengan sempurna akan menikmati rasa aman dari kekalan dalam api neraka dan ancaman adzab. Sementara orang yang tidak menyempurnakan tauhid karena melakukan dosa besar tanpa bertaubat akan mengecap rasa aman dari kekalan dalam api neraka tetapi tidak merasa aman dari ancaman adzab. Nasibnya tergantung pada kehendak Allah.
Apakah Allah mau mengampuninya atau justru mengadzabnya. Allah ta`ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidaklah mengampuni dosa syirik terhadap-Nya dan akan mengampuni yang lebih ringan dari itu bagi orang yang Dia kehendaki." (An-Nisaa`: 116)
Seorang yang bertauhid akan menggapai petunjuk kepada syari`at Allah, baik yang berupa ilmu maupun amal dalam menapaki kehidupan dunia. Ketika di akhirat mereka akan memperoleh petunjuk ke jalan menuju surga. Allah ta`ala berfirman:
"(kepada malaikat diperintahkan)
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang dzolim beserta teman sejawat mereka akan digiring ke jalan menuju neraka Al-Jahim di alam akhirat. Dipahami dari sini bahwa orang-orang yang beriman (baca: bertauhid) akan diarahkan ke jalan menuju surga An-Na`im. (lihat Al-Qaulul Mufiid jilid 1 hal. 57-58)
Bertauhid kepada Allah merupakan modal pokok untuk menggapai segala keberuntungan di dunia dan akhirat. Itulah rahmat Allah yang sangat luas bagi para pemeluk tauhid. Hak timbal balik ini merupakan ketetapan Allah bukan paksaan dan kehendak seorang pun. Allah membentangkan keutamaannya bagi siapa yang mau merealisasikan tauhid.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada Mu'adz bin Jabal radhiyallahu'anhu,
"Wahai Mu'adz! Tahukah engkau hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba-Nya atas Allah?"
Mu'adz menjawab: "Allah dan rasul- Nya yang lebih mengetahui."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda,
"Hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah kepada-Nya tanpa menyekutukan-
Hadits ini menjelaskan bahwa Allah tidak menyiksa seorang yang beribadah kepada-Nya tanpa berbuat syirik. Maka tidak berbuat syirik belum cukup untuk menghindarkan dari adzab Allah. Akan tetapi harus disertai dengan peribadahan kepada Allah.
Allah akan menyiksa seorang yang tidak mau beribadah kepada-Nya walaupun tidak berbuat syirik. Ini berarti ibadah kepada Allah dan tidak syirik harus dilaksanakan oleh seorang hamba secara berbarengan guna menggapai keutamaan ini. Sebab hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah kepada-Nya dan terlepas dari berbagai noda syirik. Demikian pula status sebagai hamba Allah tidak akan melekat pada dirinya sampai dia mewujudkan peribadahan kepada Allah semata.
(lihat Al-Qaulul Mufid karya As-Syaikh Ibnu 'Utsaimin 1/ 42-43)
Tentu setiap muslim berkeinginan masuk surga disamping selamat dari adzab Allah. Masuk surga merupakan perkara yang sangat mereka idamkan. Surga adalah tempat kesudahan yang baik bagi mereka. Syarat memasukinya adalah dengan bertauhid kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Tauhid sangat berpengaruh dalam menentukan nasib seorang muslim guna menggapai keutamaan ini. Pelaksanaan tauhid secara murni dan tidak berbuat syirik sama sekali dapat memudahkan jalan menuju surga tanpa penghalang. Maka tingkat keberhasilan ini diukur dengan nilai tauhid yang telah dicapai oleh masing-masing personil dalam menjalaninya.
Namun siapapun orangnya selama dia memiliki tauhid maka tempat perhentian terakhirnya adalah surga. Ini perkara pasti yang bersifat mutlak. Walaupun sebagian mereka harus terlebih dahulu melalui kenyataan pahit yaitu merasakan siksa neraka.
Yang demikian dikarenakan nilai tauhidnya tidak sempurna akibat bercampur dengan perbuatan dosa besar tanpa bertaubat kepada Allah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, 'dan Isa adalah hambanya, rasul-Nya, kalimat yang dianugrahkan-
Al-Hafidz 'Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan,
"Makna sabda Rasulullah (… walau bagaimana amalnya) yaitu (amalnya) yang baik maupun yang buruk. Karena ahli tauhid mesti masuk surga. Mungkin pula maknanya: penduduk surga memasukinya sesuai dengan amalan masing-masing dari mereka dalam (menempati) tingkatan-tingkatan
Sedangkan menurut Imam Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullah, "Yang tertera dalam hadist 'Ubadah khusus bagi seorang yang mengucapkan hal-hal yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu menggandengkan dua kalimat syahadat dengan hakikat keimanan dan tauhid yang terlampir dalam haditsnya. Sehingga dia memperoleh pahala yang bisa memperingan timbangan dosa-dosanya, serta mengundang keampunan, rahmat dan masuk surga pada tahapan yang pertama".
(lihat Fathul Majid karya Asy-Syaikh Abdurrahman Alus Syaikh hal. 60)
As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata, "Masuk surga terbagi menjadi dua jenis:
Pertama, masuk yang sempurna. Tidak didahului dengan siksa bagi seorang yang menyempurnakan amalan.
Kedua, masuk yang kurang sempurna. Didahului dengan siksa bagi seorang yang kurang beramal.
Maka seorang mukmin bila dosa-dosanya mengalahkan kebaikan-kebaikanny
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni perbuatan syirik kepada-Nya dan mengampuni yang lebih ringan dari itu bagi orang yang dikehendaki-
(lihat Al-Qaulul Mufid 1/ 72)
Demikian pula Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya Allah mengharomkan api neraka bagi orang yang mengucapkan 'La ilaha illallah' (Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah), dengan hal itu dia mencari wajah Allah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Itban bin Malik radhiallahu 'anhu)
Asy-Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh menjelaskan hadits ini, "Sabdanya, (..dengan hal itu dia mencari wajah Allah) merupakan hakikat makna yang ditunjukkan oleh kalimat La Ilaha Illallah. Yaitu berupa memurnikan peribadahan kepada Allah dan meninggalkan syirik.
Sikap jujur dalam mengucapkannya dan keikhlasan (memurnikan ibadah) adalah dua perkara yang saling terkait erat. Tidak didapati salah satu dari keduanya tanpa yang lain. Maka barangsiapa yang tidak ikhlas (memurnikan ibadah) berarti dia seorang musyrik. Dan barangsiapa yang tidak jujur dalam mengucapkannya berarti dia seorang munafik.
Orang yang ikhlas dalam mengucapkannya adalah yang memurnikan ibadah kepada Zat Yang Berhak yaitu Allah bukan kepada yang selain-Nya. Inilah yang disebut dengan tauhid dan merupakan pondasi Islam. (lihat Qurratul Uyun halaman 18)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah memaparkan, "Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, 'Sesungguhnya seorang yang mencari wajah Allah harus menyempurnakan sarana-sarana yang mendukung pencariannya. Apabila dia menyempurnakannya maka neraka diharamkan atasnya secara mutlak.
Demikian pula jika dia melakukan kebaikan-kebaikan dengan sempurna maka neraka diharamkan atasnya secara mutlak. Namun jika dia kurang menyempurnakannya maka nilai pencariannya juga menjadi kurang. Sehingga kadar pengharoman neraka atasnya juga berkurang.
Hanya saja tauhidnya mencegah dari kekekalan di dalam api neraka. Barangsiapa yang berzina, minum khomr atau mencuri, lalu dia mengucapkan persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah, dalam rangka mencari wajah Allah, berarti dia berdusta dalam persaksiannya. Karena nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda
"Tidaklah seseorang yang berzina sebagai mukmin ketika berzina". (HR Bukhari-Muslim dari hadits Abu Huroiroh)
Apalagi bila persaksiannya itu ingin dianggap dalam rangka mencari wajah Allah."
(lihat Al-Qaulul Mufid halaman 1/74).
Pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan tauhid bukan hanya sekedar sekilas info. Hendaknya berbagai keutamaan tauhid ini mampu membangkitkan semangat kita untuk lebih tekun mempelajari tauhid dan mengamalkannya. Merugilah orang-orang yang ilmunya tidak membuahkan amal.
Perumpamaannya ibarat sebuah pohon yang tidak menghasilkan buah. Bahkan lebih dari pada itu, orang yang tidak mewujudkan tauhid baik secara ilmu maupun amal niscaya akan sengsara di dunia sebelum akhirat.
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam mengungkap keutamaan tauhid dengan tujuan untuk membangkitkan semangat umatnya bertauhid secara benar dan sungguh-sungguh. Bukan dengan maksud agar mereka berpangku tangan dan merasa puas terhadap kelemahan dan kekurangan dalam bertauhid. Keutamaan tauhid merupakan anugerah besar yang Allah curahkan bagi orang yang bisa menggapainya dengan segala daya dan upaya mewujudkan tauhid.
Selain keutamaan tauhid yang telah kita utarakan dalam pembahasan lalu masih terdapat keutaman tauhid yang lainnya. Untuk mengetahui lebih jauh, marilah kita menyimak hadits-hadits berikut ini,
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Bahwasanya Nuh 'alaihis salam pernah berkata kepada anaknya saat akan wafat 'Aku perintahkan engkau (berpegang) dengan laa ilaaha illallah. Karena langit yang tujuh dan bumi yang tujuh jika diletakan pada satu anak timbangan dan La ilaaha illallah pada satu anak timbangan yang lain, niscaya La ilaha illallah lebih berat daripada yang lainnya. Dan jika langit yang tujuh beserta bumi yang tujuh membentuk lingkaran yang tak diketahui tempat sambungannya, niscaya Laa ilaaha illallah akan memutuskannya'." (HR.Ahmad dan Al-Hakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Asy-Syaikh Al-Albani menshahihkan sanadnya dalam As-Shahihah 1 / 210. Lihat takhrij Fathul Majid karya Asy-syaikh 'Ali Sinan hal. 68)
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Allah ta'ala berfirman, 'Wahai Anak Adam jika seandainya engkau mendatangiku dengan sepenuh bumi kesalahan sedangakan engkau tidak berbuat syirik sedikit pun niscaya aku akan mendatangaimu dengan sepenuh bumi keampunan". (HR. Turmudzi dan beliau menghasankannya, Imam Muslim meriwayatkannya dari hadits Ibnu Abbas dan Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhuma).
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Pada hari kiamat nanti, seorang dari umatku dipanggil di hadapan para makhluk. Lalu dibentangkan sembilan puluh sembilan gulungan miliknya. Setiap gulungan sejauh mata memandang.
Lalu dikatakan, 'Adakah sesuatu yang engkau ingkari dari gulungan-gulungan ini? Apakah para pencatatku yang menjaga amalmu telah mendzolimimu?'
Dia menjawab, 'Tidak ada wahai Rabbku'
Lalu dikatakan, 'Apakah engkau memiliki sebuah udzur atau kebaikan?'
Maka orang ini merasa segan lantas menjawab, tidak ada.
Lalu dikatakan, 'Benar, sesungguhnya engkau memiliki sebuah kebaikan dan engkau tidak akan didzolimi pada hari ini.'
Kemudian dikeluarkan satu kartu miliknya yang bertuliskan, Asyhadu an La ilaaha illallah wa anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh (Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya).
Maka dia berkata, 'Wahai Rabbku apa nilai kartu ini dibanding gulungan-gulungan itu?'
Lalu dikatakan, 'Sesungguhnya engkau tidak akan didzolimi.'
Kemudian diletakkan gulungan-gulungan itu pada satu anak timbangan dan kartu ini pada anak timbangan yang lain. Ternyata timbangan gulungan-gulungan itu ringan dan timbangan kartu ini berat".
(HR. Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, beliau berkata, shahih atas syarat Muslim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Syaikh Albani dalam As-Shahihah 1 / 213 berkata, 'Hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh keduanya'. Lihat takhrij Fathul Majid hal.69)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ketika menerangkan hadits ini, "Amal-amal perbuatan tidaklah berbeda-beda keutamaannya dikarenakan bentuk dan bilangannya. Hanya saja keutamaannya berbeda-beda sebab perbedaan keyakinan dalam hati sehingga dua amalan bisa memiliki bentuk yang satu namun nilai perbedaan di antara keduanya sejauh antara langit dan bumi."
Selanjutnya beliau berkata, "Perhatikan hadits tentang sebuah kartu yang diletakkan pada satu anak timbangan lalu diimbangi dengan timbangan sembilan puluh sembilan gulungan yang masing-masingnya sejauh mata memandang ternyata timbangan kartu itu berat dan timbangan gulungan-gulungan itu ringan. Maka pemiliknya tidak diadzab. Merupakan perkara yang dimaklumi bahwa setiap orang yang bertauhid memiliki kartu ini. Akan tetapi kebanyakan mereka masuk mereka dengan sebab dosa-dosanya". (Lihat Fathul Majid hal 69)
Asy-Syaikh 'Abdurrohman bin Hasan Alus Syaikh menjelaskan, "Dalam mengucapkan dua kalimat syahadat harus memilki ilmu dan keyakinan tentang maknanya. Selanjutnya serta mengamalkan kandungannya sebagaimana firman Allah ta'ala,
"Berilmulah engkau bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah" (Muhammad:19)
"Kecuali orang yang bersaksi dengan kebenaran sedangkan mereka mengetahui (berilmu tentang yang dipersaksikan)
Mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa mengerti maknanya atau tidak meyakininya maka hal itu tidak bermanfaat. Begitu pula jika tidak mengamalkan kandungannya yaitu sikap berlepas diri dari syirik dan memurnikan ucapan serta amalan untuk Allah. Maka tidak bermanfaat baik ucapan hati maupun lisan demikian pula amalan hati serta anggota badan. Hal yang dikemukakan di atas adalah kesepakatan para ulama". (Lihat Fathul Majid hal 51).
Kita tutup pembahasan ini dengan menukilkan keterangan Asy-Syaikh Abdurrohman As-Sa'di dalam kitabnya Al-Qaulus Sadid halaman 16-19. Di sini kita akan memaparkannya dengan lengkap mengingat bahwa penjelasan beliau sangat gamblang dan rinci tentang keutamaan-keutamaan tauhid.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah berkata, "Termasuk dari keutamaan tauhid adalah:
Dapat menghapuskan dosa-dosa.
Merupakan sebab yang paling besar untuk melonggarkan kesusahan-kesusahan serta bisa menjadi penangkal dari berbagai akibat buruk dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Mencegah kekekalan dalam api neraka meskipun dalam hatinya hanya tertanam sebesar biji sawi keimanan. Juga mencegah masuk neraka secara mutlak bila dia menyempurnakannya dalam hati. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling mulia.
Memberi petunjuk dan rasa aman yang sempurna di dunia dan akhirat kepada pemiliknya.
Merupakan sebab satu-satunya untuk menggapai ridho Allah dan pahala-Nya. Orang yang paling bahagia yang memperoleh syafaat Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah yang mengucapkan La ilaha illallah dengan ikhlas dari hatinya.
Penerimaan seluruh amalan dan ucapan, baik yang tampak dan yang tersembunyi tergantung kepada tauhid seseorang. Demikian pula penyempurnaannya dan pemberian ganjarannya. Perkara-perkara ini menjadi sempurna dan lengkap tatkala tauhid dan keikhlasan kepada Allah menguat. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.
Memudahkan seorang hamba untuk melakukan kebaikan- kebaikan dan meninggalkan kemungkaran-
Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang, Allah menjadikan pemiliknya mencintai keimanan serta menghiasinya dalam hatinya. Selanjutnya Allah menjadikan pemiliknya membenci kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Lalu Allah memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang terbimbing.
Meringankan segala kesulitan dan rasa sakit bagi seorang hamba. Semuanya itu sesuai dengan penyempurnaan tauhid dan iman yang dilakukan oleh seorang hamba. Sesuai pula dengan sikap seorang hamba saat menerima segala kesulitan dan rasa sakit dengan hati yang lapang, jiwa yang tenang, pasrah dan ridho terhadap ketentuan-ketentuan Allah yang menyakitkan.
Melepaskan seorang hamba dari perbudakan, ketergantungan, rasa takut, pengharapan dan beramal untuk makhluq. Inilah keagungan dan kemulian yang hakiki. Bersamaan dengan itu dia hanya beribadah dan menghambakan diri kepada Allah. tidak mengharap, takut dan kembali kecuali hanya kepada allah. Dengan demikian sempurna keberuntungannya dan terbukti keberhasilannya. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.
Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang dan terealisasi lengkap dengan keikhlasan yang sempurna, amalnya yang sedikit berubah menjadi banyak. Segenap amal dan ucapannya berlipat ganda tanpa batas dan hitungan. Kalimat ikhlas (Lailaha illallah) menjadi berat dalam timbangan amal hambanya ini sehingga tak terimbangi oleh langit-langit dan bumi beserta seluruh makhluq penghuninya. Perkara ini sebagaimana tertera dalam hadits Abi Sa'id dan hadits tentang sebuah kartu yang bertuliskan La ilaha ilallah tapi mampu mengalahkan berat timbangan sembilan puluh sembilan gulungan catatan dosa dan setiap gulungan sejauh mata memandang.
Yang demikian karena keikhlasan orang yang mengucapkannya. Berapa banyak orang yang mengucapkannya tetapi tidak mencapai prestasi ini. Sebab di dalam hatinya tidak terdapat tauhid dan keikhlasan yang sempurna seperti atau mendekati yang terdapat dalam hati hamba-Nya ini. Ini termasuk keutamaan tauhid yang tak bisa tertandingi oleh sesuatu apapun.
Allah menjamin kemenangan dan pertolongan di dunia, keagungan, kemuliaan, petunjuk, kemudahan, perbaikan kondisi dan situasi, serta pelurusan ucapan dan perbuatan bagi pemilik tauhid.
Allah menghindarkan orang-orang yang bertauhid dan beriman dari keburukan-keburukan dunia dan akherat. Allah menganugerahkan atas mereka kehidupan yang baik, ketenangan kepada-Nya dan kenyamanan dengan mengingat-Nya.
Cukup banyak dalil yang menguatkan keterangan-keterang
Dengan demikian, rasanya cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah limpahkan bagi para hambanya yang bertauhid. Sangat beruntung orang yang bisa menggapai seluruh keutamaannya. Namun keberhasilan total hanya milik orang-orang yang mampu menyempurnakan tauhid dengan sepenuhnya. Tentunya manusia bertingkat-tingkat dalam mewujudkan tauhid kepada Allah ta'ala. Mereka tidak berada pada satu level. Masing-masing menggapai keutamaan tauhid sesuai dengan prestasinya dalam menerapkan tauhid. Allah berfirman:
"Itulah keutamaan Allah, Dia berikan kepada orang yang dikehendakinya. Dan Allah adalah dzat yang maha memliki keutamaan yang besar."(Al-Jumuah:4)
Wallohu a`lam bish-shawaab.
(Sumber: http://alhujjah. wordpress. com/tauhid)
Walhamdulillaah
Wassalamu'alaykum wa Rohmatulloohi wa Barokatuhu
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar