Sabtu, 09 Februari 2013

[daarut-tauhiid] Artikel Lama : Dibalik Kerudung

 

Assalamu'alaikum wr. wb.
Ada sebuah tulisan lama yang saya sampai saat ini, jika saya baca,ulang tetap saja menggetarkan dan mengetuk hati saya. Mohon ijin untuk saya sharingkan kembali kepada rekan-rekan semua, khususnya bagi yang belum pernah membacanya. Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum wrwb………

DIBALIK KERUDUNG
Sebelum aku memulai cerita aku ini, izinkanlah aku untuk memohon maaf apabila ada pihak-pihak yang tidak berkenan dengan cerita aku ini, terutama keluargaku. Untuk itu nama-nama orang dan tempat tidak akan aku sebutkan. Aku ucapkan terimakasih untuk Retno (bukan nama sebenarnya) dari Univ. T. di kotaku yang mau menuliskan kisah sejati aku ini. Semoga kisah sejati aku
ini menjadi inspirasi buat orang yang membacanya atau mengalami hal yang sama. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah pada kita semua.
Aku, panggil saja "Mawar", berusia 30an tahun, dilahirkan di sebuah pulau di seberang pulau Jawa, di kota P. Aku lahir sebagai anak terakhir dari 4 bersaudara. Kakakku yg pertama dan kedua laki-laki, sedangkan yang ketiga perempuan. Kami berasal dari keluarga keturunan dan kami merupakan generasi ke 4 yang sudah menetap di negeri ini. Kakek buyut kami merupakan pendatang dari negeri jauh dari seberang di awal abad 20. Keluarga kami memulai bisnis benar-benar dari bawah. Menurut cerita orang tua kami, dulu kakek buyut kami hanya berjualan dengan pikulan bahan-bahan kebutuhan pokok seperti gula, garam, beras dll. keluar masuk kampung.
Usahanya baru berkembang dengan pesat setelah pada tahun-tahun awal setelah kemerdekaan, pemerintah pada waktu itu mulai menggalakkan usaha yang dilakukan oleh bangsa
sendiri/pribumi. Waktu itu dikenal istilah AliBaba. Ali untuk pangggilan pribumi, sedangkan Baba untuk warga keturunan seperti kami. Waktu itu pengusaha pribumi asli diberikan kemudahan perizinan usaha, bahkan mengimport dari negara-negara lain, tapi umumnya mereka tidak punya banyak modal. Waktu itu banyak warga keturunan yang mempunyai banyak modal kemudian membeli ijin usaha yang diperoleh para pribumi tersebut, sehingga mereka secara mudah melakukan export import dengan negeri-negeri tetangga (Singapura, Malaysia, Hongkong, dll) yang pada waktu itu memang juga dikuasai olah warga dari etnis kami.
Singkat cerita, bisnis keluarga kami benar-benar menjadi semakin besar dan merambah ke segala bidang, mulai dari pertambangan, tambang emas, property, perkebunan, dll. Boleh dibilang kekayaan keluarga kami sudah diatas rata-rata dari orang kaya di negeri ini, above than ordinary rich.
Harta kekayaan kami yang amat melimpah itu sampai-sampai membuat
orang tua kami kadangkala risau seandainya kami sekeluarga (tiba-tiba) meninggal sehingga tidak ada yang mengurus harta yang sedemikian banyaknya itu. Untuk itu kami sekeluarga tidak pernah melakukan perjalanan dengan pesawat secara bersama-sama. Andai kami sekeluarga akan melakukan liburan pada saat dan tempat yang sama, maka biasanya kami dibagi menjadi 2 atau 3 penerbangan, papa dan mama satu pesawat, dan kami sisanya juga dibagi 2 penerbangan yang lain. Sehingga apabila terjadi sesuatu musibah, maka akan tetap ada bagian keluarga kami yang masih selamat, dan tetap bisa mengurus bisnis dan kekayaan kami. Aku sengaja cerita panjang lebar tentang latar belakang keluarga kami, sebab ini akan berhubungan sekali secara emosi dengan kisah aku selanjutnya.
Papa kami lahir dan dibesarkan di pulau ini, selepas sekolah menengah atas beliau melanjutkan sekolah bisnis di negeri H, sehingga begitu kembali ke negeri ini, beliau manjadi business man yang amat
handal, dan mempunyai banyak teman-teman bisnis di berbagai negara. Papa sebenarnya orang yang rendah hati, pendiam, bicaranya terukur dan seperlunya, jarang marah pada anak-anaknya. Sedangkan mama, sebenarnya berasal dari pulau lain, dia dulu pernah bekerja pada perusahaan kakek kami (orang tua dari papa), sebelum akhirnya bertemu papa dan menikah. Mama orangnya keras, pintar, lincah, banyak pergaulan, sehingga kadang kami berpikir, papa seperti takluk pada mama. Banyak kebijakan perusahaan yang berasal dari ide mama, dan memang selalu sukses. Papa dan mama memang pasangan yang serasi, saling mengisi kekurangan.
Masa kecil aku lalui dengan penuh kebahagiaan, dan sejak SD sampai SMA aku disekolahkan disebuah sekolah swasta terkemuka di kota kami, yang siswanya banyak berasal dari anak-anak pejabat, bupati, gubernur, dll. Aku berbaur dengan siapapun tanpa memandang golongan, agama dan ras. Kadang aku diundang untuk mampir bermain ke rumah mereka (anak
bupati, gubernur) sepulang sekolah, sehingga aku mengenal lebih dekat dengan keluarga mereka. Ini pula yang kelak bermanfaat buat perusahaan keluarga aku.
Di sekolah kami, ada pelajaran agama untuk tiap-tiap pemeluknya. Pada saat itu setiap ada jadwal pelajaran agama tertentu, maka bagi pemeluk agama yang lain diperbolehkan keluar kelas, tapi boleh juga tetap tinggal di kelas apabila memang menghendaki. Jadi misalnya hari ini giliran pelajaran agama Islam, maka murid-murid non muslim diperbolehkan meninggalkan kelas, begitupula sebaliknya apabila ada pelajaran agama lain. Tapi aku sendiri sering tetap tinggal di kelas mendengarkan apa yang diajarkan ibu guru agama Islam di kelas kami.
Entah kenapa aku yang sejak lahir dididik secara non muslim, bahkan tiap minggu aku beribadah di tempat ibadah kami, merasa tertarik dengan ajaran agama Islam. Aku sendiri tak tahu datangnya dari mana. Semacam ada panggilan dari hati aku yang paling dalam, tapi saat
itu aku pikir mungkin itu hanya rasa keingin-tahuan semata, bukan mendalami secara jauh dan mendalam. Tiap mendengar azan, entah kenapa hati aku selalu bergetar. Dirumah kami yang besar, kadang hanya aku seorang diri, orang tua kami selalu sibuk di Jakarta sehingga hanya beberapa hari di rumah dalam sebulan. Kakak-kakak aku ada yang sudah kuliah di luar negeri, sehingga rumah yang mempunyai 6 kamar yang besar-besar - yang seharusnya cukup untuk menampung 20 orang - hanya dihuni oleh aku sendiri. Pembantu, sopir, satpam, tinggal di paviliun khusus untuk mereka yang terletak terpisah dengan rumah induk. Dalam kesunyian itu hati aku merasa sejuk setiap mendengar ayat suci Al Quran yang kadang
tak sengaja aku dengarkan di TV.
(Kisah selengkapnya, klik disini)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: