Sabtu, 09 Februari 2013

[daarut-tauhiid] Bank—Pangkal & Pintu Riba Saat Ini

Bank—Pangkal & Pintu Riba Saat Ini
By Admin Islampos on February 9, 2013

[image: pinjam_uang_bank]<http://islampos.com/bank-pangkal-pintu-riba-saat-ini-42641/pinjam_uang_bank-2/>

*Oleh: Suminar Widyawati, Mahasiswa STAI KH EQ Muttaqien Purwakarta*

DALAM satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah
sallallahu'alaihi wassalam bersabda, "Akan datang suatu masa ketika semua
orang memakan riba. Mereka yang tidak mau makan riba pun pasti terkena
debunya." Masa itu adalah hari ini, dan itu artinya kita semua tengah
terlibat dengan riba. Sebab, di masa ini, seluruh tata kehidupan kita telah
bercampur dengan riba hingga kita tak bisa menghindarinya. Riba telah
menjadi cara hidup kita. Perhatikanlah bagaimana kita menjalani kehidupan
sehari-hari saat ini.

Mulai dari ingin memiliki sebuah rumah, kendaraan, bahkan peralatan rumah
tangga (tivi, perabot elektronik, mebel, dsb), pada umumnya, kita
membayarnya dengan kredit berbunga. Bahkan membayar kuliah pun, setidaknya
mempunyai irisan dengan riba. Kesimpulannya, sekarang kita semua sudah
dikepung oleh riba dari segala penjuru.

Ayat pertama tentang riba—Surat Ruum 39—turun di Mekkah.

"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)."

Ayat ini sebagai pengondisian untuk umat Islam agar siap mental untuk
menghadapi larangan riba di kemudian hari.

Pada periode Madinah, barulah ditegaskan larangan atau haramnya riba oleh
Allah SWT dalam Surat Ali Imron 130.

*"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang
kafir."*

Tentang sebab turunnya ayat di atas, Mujahid mengatakan, "Orang-orang Arab
sering mengadakan transaksi jual beli tidak tunai. Jika jatuh tempo sudah
tiba dan pihak yang berhutang belum mampu melunasi maka nanti ada penundaan
waktu pembayaran dengan kompensasi jumlah uang yang harus dibayarkan juga
menjadi bertambah maka alloh menurunkan firman-Nya… (ayat di atas)." (*al
Jami' li Ahkamil Qur'an*, 4/199).

Barulah dikukuhkan dalam Surat Al-Baqarah 278-279.

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Jika
kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. " (Al-Baqarah: 278-279)

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Jika
kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagi kalian pokok harta kalian; kalian tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. " (Al-Baqarah: 278-279)

Pangkal dan pintu riba kita hari ini adalah bank.

Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi mengatakan, "Ketahuilah wahai orang yang
beriman bahwa riba yang dipraktekkan oleh bank konvensional pada saat ini
itu lebih zalim dan lebih besar dosanya dari pada jahiliah yang Allah
haramkan dalam ayat ini dan beberapa ayat lain di surat al Baqarah. Hal ini
disebabkan riba dalam bank itu buatan orang-orang Yahudi sedangkan Yahudi
adalah orang yang tidak punya kasih sayang dan belas kasihan terhadap
selain mereka.

Buktinya jika bank memberi hutang kepada orang lain sebanyak seribu real
maka seketika itu pula bank menetapkan bahwa kewajiban orang tersebut
adalah seribu seratus real. Jika orang tersebut tidak bisa membayar tepat
pada waktunya maka jumlah total yang harus dibayarkan menjadi bertambah
sehingga bisa berlipat-lipat dari jumlah hutang sebenarnya.

Bandingkan dengan riba jahiliah. Pada masa jahiliah nominal hutang tidak
akan bertambah sedikit pun jika pihak yang berhutang bisa melunasi
hutangnya pada saat jatuh tempo. Dalam riba jahiliah hutang akan berbunga
atau beranak jika pihak yang berhutang tidak bisa melunasi hutangnya tepat
pada saat jatuh tempo lalu mendapatkan penangguhan waktu pembayaran.

Boleh jadi ada orang yang berpandangan bahwa riba yang tidak berlipat ganda
itu diperbolehkan karena salah paham dengan ayat yang menyatakan *'janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda'*. Jangan pernah terpikir demikian
karena hal itu sama sekali tidak benar. Ayat di atas cuma menceritakan
praktik para rentenir pada masa jahiliah lalu Allah cela mereka karena ulah
tersebut.

Sedangkan setelah Allah mengharamkan riba maka semua bentuk riba Allah
haramkan tanpa terkecuali, tidak ada beda antara riba dalam jumlah banyak
ataupun dalam jumlah yang sedikit. Perhatikan sabda Rasulullah yang
menegaskan hal ini,

*"Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan
mengetahui bahwa itu adalah uang riba, dosanya lebih besar daripada berzina
sebanyak 36 kali."* (HR. Ahmad dari Abdulloh bin Hanzholah dan dinilai
shahih oleh Al Albani dalam Shahih *al Jami'*, no. 3375)" [*Nida-atur
Rahman li Ahli Iman* hal 41]

Dalam hadits di atas dengan tegas Nabi mengatakan bahwa uang riba itu haram
meski sangat sedikit yang Nabi ilustrasikan dengan satu dirham. Bahkan
meski sedikit, Nabi katakan lebih besar dosanya jika dibandingkan dengan
berzina bahkan meski berulang kali. Jadi
hadits<http://muslim.or.id/tag/hadits>tersebut menunjukkan bahwa uang
riba atau bunga itu tidak ada bedanya baik
sedikit apalagi banyak.

Ayat ini berada di antara ayat-ayat yang membicarakan perang Uhud. Sebabnya
menurut penjelasan Imam Qurthubi adalah karena dosa riba adalah
satu-satunya dosa yang mendapatkan maklumat perang dari Allah sebagaimana
dalam QS. al Baqarah [2]: 289. Sedangkan perang itu identik dengan
pembunuhan. Sehingga seakan-akan Allah hendak mengatakan bahwa jika kalian
tidak meninggalkan riba maka kalian akan kalah perang dan kalian akan
terbunuh. Oleh karena itu Allah perintahkan kaum muslimin untuk
meninggalkan riba yang masih dilakukan banyak orang saat itu (lihat *Jam'
li Ahkamil Qur'an*, 4/199)

Kemudian Allah *ta'ala* berfirman, *'Bertakwalah kamu kepada Allah'* yaitu
terkait dengan harta riba dengan cara tidak memakannya.

Al Falah/keberuntungan dalam bahasa Arab adalah bermakna mendapatkan yang
diinginkan dan terhindar dari yang dikhawatirkan. Oleh karena itu
keberuntungan dalam pandangan seorang muslim adalah masuk surga dan
terhindar dari neraka. Surga adalah keinginan setiap muslim dan neraka
adalah hal yang sangat dia takuti.

Ayat ini menunjukkan bahwa keberuntungan itu akan didapatkan oleh orang
yang bertakwa dan salah satu bukti takwa adalah menghindari riba.

Hal ini menunjukkan bahwa jika kadar takwa seseorang itu berkurang maka
kadar keberuntungan yang akan di dapatkan juga akan turut berkurang.

Di antara bukti bahwa meninggalkan riba itu menyebabkan mendapatkan
keberuntungan adalah kisah seorang sahabat yang bernama 'Amr bin Uqois
sebagaimana dalam hadist berikut ini.

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya 'Amr bin 'Uqoisy sering melakukan transaksi
riba di masa jahiliah. Dia tidak ingin masuk Islam sehingga mengambil semua
harta ribanya. Ketika perang Uhud dia bertanya-tanya, "Di manakah anak-anak
pamanku?" "Di Uhud", jawab banyak orang. "Di manakah fulan?", tanyanya
lagi. "Dia juga berada di Uhud", banyak orang menjawab." Di mana juga fulan
berada?", tanyanya untuk ketiga kalinya. "Dia juga di Uhud", jawab banyak
orang-orang. Akhirnya dia memakai baju besinya dan menunggang kudanya
menuju arah pasukan kaum muslimin yang bergerak ke arah Uhud. Setelah
dilihat kaum muslimin, mereka berkata, "Menjauhlah kamu wahai Amr!" Abu Amr
mengatakan, "Sungguh aku sudah beriman." Akhirnya beliau berperang hingga
terluka lalu digotong ke tempat keluarganya dalam kondisi terluka. Saat itu
datanglah Sa'ad bin Muadz, menemui saudara perempuannya lalu memintanya
agar menanyai Abu Amr tentang motivasinya mengikuti perang Uhud apakah
karena fanatisme kesukuan ataukah karena membela Allah dan rasul-Nya. Abu
Amr mengatakan, "Bahkan karena membela Allah dan Rasul-Nya." Beliau lantas
meninggal dan masuk surga padahal beliau belum pernah melaksanakan shalat
satu kali pun. (HR. Abu Daud, Hakim dan Baihaqi serta dinilai hasan oleh al
Albani dalam *Shahih Sunan Abu Daud* no. 2212).

Ad Dainuri bercerita bahwa Abu Hurairah pernah bertanya kepada banyak orang
yang ada di dekat beliau, "Siapakah seorang yang masuk surga padahal sama
sekali belum pernah shalat?" Orang-orang pun hanya terdiam seribu bahasa.
Beliau lantas mengatakan, "Saudara bani Abdul Asyhal."

Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan ada orang yang menanyakan perihal Abu
'Amr kepada Rasulullah, beliau lantas bersabda, *"Sungguh dia termasuk
penghuni surga."* (*Tafsir al Qosimi*, 2/460). []

http://islampos.com/bank-pangkal-pintu-riba-saat-ini-42641/


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: