Paham
relativ melahirkan 'isme' baru yang disebut dengan "bingungisme". Paham
seperti ini sudah tak mampu membedakan mana haq dan mana bathil
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi *
Konsep
aqidah dalam Islam –Al-Quran dan sunnah—dijelaskan oleh Allah s.w.t.
dan Nabi Muhammad s.a.w. dengan sangat detail. Maka istilah
'iman-kufur' bukan terminologi relatif. Ia merupakan istilah "final",
tidak bisa dikutak-katik lagi. Keduanya selalu vis-a-vis, laiknya
terma-terma yang lain, semisal: haq-batil, thayyib-khabits, dsb.
Oleh
karenanya, isu-isu keagamaan yang berkaitan dengan konsep ini sangat
mudah untuk diidentifikasi dan dihukumi. Kasus Ahmadiyah, misalnya,
sebenarnya tidak ada seorangpun yang meragukan letak "benar-salah"nya.
Oleh karenanya, kaum liberal-sekular yang mengusung konsep
"relativisme" salah besar ketika menyatakan bahwa Ahmadiyah itu dalam
Islam. Karena lewat timbangan Al-Quran-Sunnah saja sudah 'tidak lulus'.
Pada gilirannya, mereka sama sesatnya. Karena 'man tasyabbaha biqawmin fahuwa minhum'.
Kaum
liberal, sangat lihai dalam memanipulasi ayat-ayat yang menurut mereka
mendukung konsep pemikirannya. Misalnya, Qs. Al-Baqarah [2]: 256 selalu
dijadikan bamper oleh mereka. Kata 'laa ikraaha fi al-diin', senantiasa
dijadikan entry-point untuk menusukkan 'jarum' relativisme ini. Di sini
mereka ingin menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Karena
agama itu sama, sama-sama benar. Ia ibarat "jari-jari": banyak tapi
menuju satu titik –tengah—yang satu (Allah). Bahkan ada yang menyatakan
bahwa perbedaan agama itu letaknya pada tatara eksoteris saja. Pada
tataran esoteris'nya semua agama adalah sama.
Jika dilihat secara kritis, kata 'laa ikraaha' sebenarnya seperti yang dikatakan oleh Imam al-Harali, seperti yang dikutip oleh al-Biqa'i, bahwa di sanaada "pemaksaan halus" (al-ikraah al-khafiy). (Lihat, Imam Burhan al-Din Abu al-Hasan Ibrahim ibn 'Umar al-Biqa'i (w. 885 H), Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar,
Beirut-Lebanon: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, cet. 1995), I: 500). Kenapa?
Bukan karena agama itu sama-sama benar, tapi karena "kebenaran dan
kesesatan" telah jelas (qad tabayyana al-rusyd min al-ghayy). Ini adalah sindiran dari Allah s.w.t.
Iman-kufur
dalam Islam jelas konsekuensinya, tidak kabur. Karena jika ada iman,
maka akan ada kufur. Jika ada kebenaran maka ada kesesatan. Tidak
mungkin semua agama itu "benar" atau seluruhnya "salah". Ini justru
merancukan konsep agama dan ajarannya. Dengan sangat gamblang, Allah
s..w.t. menjelaskan bahwa siapa yang secara "lapang dada" kufur (menjadi
kafir), maka ia akan mendapat murka Allah dan mendapat azab yang pedih
(Qs. Al-Nahl [16]: 106). Mereka itulah yang menurut Allah: (1) lebih
mencintai dunia daripada akhirat; (2) dikunci hati, pendengaran dan
penglihatannya, sehingga menjadi lalai (ghafil); (3) dan di akhirat
merugi (Qs. Al-Nahl [16]: 107-109). Jika kekufuran itu "relatif", maka
Allah akan menjadikan konsekuensinya juga "relatif", tidak mutlak
seperti yang kita lihat di atas.
Masalah "iman-kufur" tidak sesederhana yang dikemukakan oleh kaum Sepilis (penganut
sekularisme, pluralisme dan liberalisme, red). Apa yang mereka
kemukakan adalah 'kulit-kulit' konsep iman. Maka wajar jika hasilnya
relatif. Maka ketika ada zikir 'Anjinghu Akbar', dalam
pandangan mereka tidak bermasalah. Karena itu adalah lisan, bukan hati,
katanya. Bisa jadi hatinya penuh dengan keimanan kepada Allah s.w.t.
Ini bisa dibalikkan dengan: bagaimana jika hati pengucapnya penuh dengan 'Anjinghu Akbar'? Karena menurut Imam al-Biqa'i –ketika menjelaskan suratal-Nahl di atas—, hakikat iman-kufur itu berkaitan dengan hati, bukan lisan. Lisan hanya sekadar pengekspresi (mu'abbir) dan penerjemah serta pengenal (tarjuman mu'arrif)
apa yang ada dalam hati...(Ibid., II: 314). Nah, jika yang keluar dari
lisan itu bersih, indikasi bahwa hati itu bersih. Sebaliknya, jika
setiap yang keluar dari lisan itu adalah kata-kata keji, kotor,
hujatan, ini mengindikasikan bahwa sang hati ketika itu sedang 'sakit
kronis'.
Maka, fenomena munculnya aliran-aliran sesat di Indonesiatidak harus melahirkan perdebatan panjang di kalangan umat Islam.
Karena masalahnya jelas, masalah aqidah. Dan aqidah timbangannya adalah
Al-Quran-Sunnah.
Salamullah Lia Eden; Ahmadiyah –baik Qadyaniyah maupun Lahore—; al-Qiyadah al-Islamiyah Ahmad Moshaddeq, dsb adalah aliran-aliran sesat. Dan kesesatan ini adalah fixed price,
tidak mungkin ditawar lagi apalagi direlatifkan. Kenapa? Karena jelas
bertentangan dengan Al-Quran-Sunnah. Dan pada gilirannya, relativisme
ini melahirkan 'isme' baru yang disebut dengan "bingungisme". Sehingga
kaum Sepilis yang menyatakan bahwa semua agama itu benar sebenarnya terjebak oleh self-relativism mereka sendiri. Bukankah ini membingungkan?
* Penulis
adalah staf pengajar di PP. Ar-Raudhatul Hasanah, Medan-Sumatera Utara.
Peminat dan intens dalam Qur'anic-Hadith Studies & Christology.
Sekarang sedang mengikuti Program Kaderisasi Ulama (PKU) di Center for
Islamic and Occidental Studies (CIOS) di Institut Studi Islam
Darussalam, Gontor-Ponorogo, Jawa Timur
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar