Messages In This Digest (21 Messages)
- 1.
- (Artikel): Memberi From: Pandika Sampurna
- 2.1.
- File - Moderator Sekolah Kehidupan From: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
- 3.
- punten pisan..maaf lahir bathin, Taqabbalallahu minnaa wa minkum From: Lily Ceria
- 4.
- mET LEBArAN From: endut_wrah2
- 5a.
- (ruang keluarga) Sebuah Jalan Cinta From: febty febriani
- 5b.
- Semoga Berhasil: Re: (ruang keluarga) Sebuah Jalan Cinta From: Pandika Sampurna
- 5c.
- Semoga Berhasil: Re: (ruang keluarga) Sebuah Jalan Cinta From: inga_fety
- 6.
- (Catcil) Lebaranku From: febty febriani
- 7a.
- Catatan Tentang Perpisahan From: dwi andina
- 7b.
- Re: Catatan Tentang Perpisahan From: Jenny Jusuf
- 8a.
- Re: (Artikel): SMS Lebaran From: inga_fety
- 9a.
- Let's compare books From: Aan Mansyur
- 10.
- Ternyata, Ikhlas Itu Memiliki Saudara Kembar From: dkadarusman
- 11a.
- Re: (Inspirasi) Kalau Saya Mati Besok From: endut_wrah2
- 12.
- (Musik) DEWI PERSIK VS GLEN FREDLY From: bujang kumbang
- 13.
- (Musik/Dibuang Sayang) DEWI PERSIK VS GLEN FREDLY From: fiyan arjun
- 14a.
- Salam kenal dari anggota baru From: salimlengkong
- 14b.
- Re: Salam kenal dari anggota baru From: Nia Robiatun Jumiah
- 14c.
- Re: Salam kenal dari anggota baru From: bujang kumbang
- 15a.
- (catcil) PENULIS KACANGAN DAN PEDAGANG KACANG From: bujang kumbang
- 15b.
- Re: (catcil) PENULIS KACANGAN DAN PEDAGANG KACANG From: Nia Robiatun Jumiah
Messages
- 1.
-
(Artikel): Memberi
Posted by: "Pandika Sampurna" pandika_sampurna@yahoo.com pandika_sampurna
Sun Oct 5, 2008 6:45 am (PDT)
Memberi
Oleh : Eileen Rachman & Sylvina Savitri
Sumber: Kompas, 4 Oktober 2008
Di penghujung Ramadhan dan awal bulan Syawal ini, kita memang jadi lebih dekat dengan kegiatan memberi. Kegiatan seperti "sahur on the road",pembagian zakat, hanyalah sebagian kecil kegiatan 'memberi ' yang bisa kita simak. Banyak orang yang memang menggunakan Ramadhan sebagai momentum untuk berbagi. Lihatlah bagaimana orang- orang berburu "uang pecahan", untuk mencari posisi strategis untuk membagikan zakat, sehingga dalam masa ini tiba- tiba orang miskin menjadi titik perhatian. Bahkan, orang yang tidak terlalu miskin pun, rela-relanya menggunakan seragam sapu jalanan sekedar untuk mendapatkan "pembagian".
Pernah pada suatu hari saya menasihati putra- putra saya untuk tak lupa memberi saudaranya yang kesusahan, bila kelak mereka sudah berdiri sendiri., namun salah satu diantara mereka bertanya:' Kalau yang diberi, malah kemudian tidak mau usaha lagi dan keenakan minta-minta terus bagaimana?" ini memang pertanyaan yang sulit dijawab terkadang niat baik untuk memberi memang perlu juga dibarengi 'strategi' agar pemberian kita bisa berdampak lebih panjang daripada sesaat saja. Mungkin, ini juga sebabnya banyak orang yang tidak setuju untuk memberi sekedar uang penyambung hidup. Ada yang berkata : "lebih baik memberi pancing dari pada ikannya."Teman saya, yang mengalami "sahur on the road" bahkan mengatakan tidak akan melakukan aktifitas itu lagi, karena ternyata sasaran pemberian tidak terlalu tepat. Meskipun kelihatannya tidak simple, mudah dan dilakukan secara turut ikhlas, memberi bisa memiliki berbagai dimensi
kemanusiaan yang perlu kita pikirkan dalam- dalam.
Jangan Memberi Sekaligus Menerima
Berkali-kali kita saksikan banyak orang memberi karena ingin menghitung "return"-nya, apakah berbentuk pahala, potongan pajak, harga diri, reputasi," nama baik", bahkan kepentingan golongan tertentu, sehingga memberi sedekah perlu diabadikan, didokumentasikan, bahkan di-'pasar'kan. Padahal, jelas-jelas hadist Nabi Mengingatkan :"Berinfaklah atau memberilah dan janganlah kamu menghitung- hitung, karena Allah memperhitungkanya untukmu."
Kita lihat dalam memberi, ketulusan dan kerelaan saja tidak cukup, melainkan kita pun benar- benar perlu menyiapkan mental untuk melepaskan property dan "diri" kita dengan memikirkan kepentingan orang lain secara 100% dan utuh. Teman saya yang sering memberi pamanya segepok uang tanpa pikir panjang pernah saya tanyai, mangapa ia memberi pamanya uang sebanyak itu. Teman saya menjawab dengan santai :"Selain dia memang sangat memerlukanya, saya selalu ingat, waktu saya masih kecil, ia pun melakukan hal yang sama dengan saya. Tanpa kebaikanya dulu, mungkin saya tidak pernah akan membeli mainan .." Kerelaan pemberi memang akan terlihat dari bagaimana ia menganalisa penerima dan egoisan pribadinya. "Remove self. What remains is contribution.", demikian Tad Waddington, dalam best sellernya :"Lasting contribution."
Menakar Mutu Pemberian = Menakar Mutu Kehidupan
Setiap individu, pada suatu hari yang baik, pastinya pernah bertanya pada diri sendiri :" Apa yang sudah saya beri pada orang lain dan Negara, serta apa niat dari pemberian kita?" Pada saat- saat itulah kita bercermin dan melakukan audit etikal tentang dosa dan kebaikan, kecurangan dan kemenangan, serta hal- hal yang fair dan tidak fair yang pernah kita lakukan. Disitu juga kita bisa mengevaluasi apakah pemberian kita itu demi diri pribadi, demi menyenangkan orang lain, demi kelangsungan hidup perusahaan atau demi nilai-nilai yang lebih luhur seperti pendidikan, mutu lingkungan hidup dan kemanusiaan? Syukur- syukur bila kita bisa menakar kontribusi yang sudah ada kita berikan pada keluarga, perusahaan, kompleks perumahan kita, bahkan Negara "Life is difficult, and doing something important with your life even more difficult". Satu hal yang jelas, kita pastinya akan merasa jauh lebih "happy" dan bermakna bila kita bisa
melihat apa yang sudah kita kontribusikan ke kehidupan orang lain, tempat kita hidup, dan tidak menyibukkan diri kita pada harta, reputasi, nama baik dan keberadaan diri sendiri saja.
Banyak sekali orang mengkonotasikan pemberian secara material, padahal dengan niat yang tulus dan demi nilai-nilai yang luhur, pemberian dapat kita lakukan dalam bentuk- bentuk lain seperti enerji, waktu bahkan pengetahuan. Untuk orang- orang "biasa"seperti kita-kita yang tidak punya uang atau harta "lebih" untuk dikontribusikan banyak- banyak, kita memang perlu bertindak sekaligus berpikir untuk menghasilkan kontribusi yang berdampak dan ber-"arti", serta memiliki manfaat jangka panjang bagi orang lain. Dengan memberi bimbingan pada tetangga tentang pengetahuan akan makanan sehat, atau melakukan "toilet training" ke putranya dengan tepat, kita sebetulnya sudah "melakukan sesuatu". Abang saya dikenal dengan "handyman" di lingkungan tempat tinggalnya, dan menjadi dokter pompa air, 'tukang' membetulkan kunci macet dari para tetangga. Suatu hari salah seorang tetangganya nyeletuk:"tidak bisa
dibayangkan bila beliau tidak ada lagi di sekitar kita". Disanalah harga kontribusi personal kita terangkat menjadi nilai yang berharga. Jadi banyak hal yang bisa kita lakukan dengan 'memberi', tanpa terlalu perlu menggangu ekuilibirium material atau kocek pribadi, dan tapi membawa manfaat besar bagi orang lain. Bahkan Andreas Hirata dalam filmnya "Laskar Pelangi" sampai dua kali berpesan:"Berusahalah memberi sebanyak-banyaknya dan jangan menerima sebanyak-banyaknya ". Nah, sudahkah kita menjadi seorang pemberi sejati hari in?
- 2.1.
-
File - Moderator Sekolah Kehidupan
Posted by: "sekolah-kehidupan@yahoogroups.com" sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Sun Oct 5, 2008 6:48 am (PDT)
(Moderator) INFO: Cara Mudah Baca Email
Para anggota milis sekolah-kehidupan Yth.,
Dari pengamatan yang kami lakukan, jumlah postingan yang masuk ke milis kita rata-rata 20-30 email sehari baik berupa artikel maupun postingan lainnya. Sehubungan dengan itu maka kami menyarankan bagi semua anggota agar email-box tidak cepat penuh maka disarankan agar mengubah status posting-emailnya dari individual email menjadi digest atau web-only. Tetapi dari pengalaman yang kami lakukan, hal yang terbaik bila kita memilih option web-only. Dengan pilihan ini maka kita hanya bisa membaca seluruh postingan dengan cara membuka mail site, juga untuk membalas postingan, serta mengirim email langsung ke si penulis.
1. Cara mengubah sistem info email dari individual email ke digest atau web-only
Ketik http://groups.yahoo.com/ group/sekolah- kehidupan,
Sign in dulu, kemudian klik Edit Membership
Kemudian di bawah ubah pilihan dari individual email ke pilihan digest atau web-only.
Kemudian akhiri dengan klik tanda SAVE
2. Cara mudah untuk membuka mail-group.
Bila kita sudah ingin memilih dengan web-only, berarti informasi semua postingan harus
dilihat di mail site. Untuk itu ketik http://groups.yahoo.com/ group/sekolah- kehidupan.
Sign in dulu, kemudian klik view all, untuk melihat semua postingan dari dulu yang paling
lama sampai yang terbaru.
Untuk memudahkan membuka mail-site kita di waktu-waktu berikutnya maka alamat mail
tadi yang di awali dengan http://....., sebaiknya di book-mark atau di masukkan dalam
daftar favorite (ada di ujung atas sebelah kiri layar monitor). Klik Favorites, dan add.
Demikian yang dapat disampaikan. Terima kasih.
Salam Hormat,
Moderator Bersama
- 3.
-
punten pisan..maaf lahir bathin, Taqabbalallahu minnaa wa minkum
Posted by: "Lily Ceria" lilyceria@yahoo.co.id lilyceria
Sun Oct 5, 2008 7:21 pm (PDT)
Bismillahirrohamanirrohiim
Hai, Assalamu'alaikum wr wb
selamat lebaran, Taqabbalallahu minnaa wa minkum, maafkan lahir bathin yah bila banyak salah2 ketik, salah koment, salah tingkah^^,salah ucap de el el, pokonya apapun yang membekas tidak indah di hati yah...
semoga kita kembali fitri.....dan wilujeng damel deui, selamat beraktifitas kembali.
Salam Kangen
Lily Liandiana
_____________________ _________ _________ _________ _________ _
Coba emoticon dan skin keren baru, dan area teman yang luas.
Coba Y! Messenger 9 Indonesia sekarang.
http://id.messenger.yahoo.com
- 4.
-
mET LEBArAN
Posted by: "endut_wrah2" endut_wrah2@yahoo.com endut_wrah2
Sun Oct 5, 2008 7:40 pm (PDT)
[:D] mINAL AIDIN wal faidzin, mohon maaf lahir dan bathin
welcome back...toe' temen2 yang mudik.
selamat bekerja kembali.......tahun depan mudik lagi....
menyepikan sejenak jakarta, tempat kita mengais rizki.
Semoga ALLAH SUBHANNAHU WATTA'ALLA melancarkan dan menambah rizki kita,
baik berupa materi maupun non materi.
untuk yang teman2 yang tadi malem terjebak kemacetan di pantura,
istirahatlah sejenak, supaya badan segar kembali.....sumbang
saran...lain waktu aturlah jadwal dengan baik.
untuk yang berpuasa syawal, selamat menunaikannya, semoga amal ibadah
kita diterima oleh ALLAH SUBHANNAHU WATTA'ALLA.
Salam untuk teman millist SK.
- 5a.
-
(ruang keluarga) Sebuah Jalan Cinta
Posted by: "febty febriani" inga_fety@yahoo.com inga_fety
Sun Oct 5, 2008 7:43 pm (PDT)
SEBUAH JALAN CINTA
Inga Fety
Lega rasanya setelah menulis sepanjang ini. Hanya ingin sedikit menenangkan hati di hari-hari terakhir Ramadhan 1429 H. Terima kasih untuk teman-teman yang menyempatkan membaca tulisan panjang ini.
####
Melanjutkan sekolah di Jepang adalah mimpiku sejak masih di bangku kuliah. Begitu ingin menjejakkan kaki di negeri matahari terbit dengan menyandang gelar mahasiswa di sebuah universitas di Jepang. Karena itulah, ketika diskusi dengan dosen pembimbing di tengah-tengah bimbingan skripsi, dengan tegas aku menjawab menjadi dosen adalah pilihanku setelah menyelesaikan kuliah, bukan bekerja di perusahaan minyak seperti impian kebanyakan teman-teman kuliahku. Walaupun, bekerja di perusahaan minyak menjanjikan materi yang lebih melimpah. Namun, aku punya prinsip sendiri, suatu saat aku akan menjadi seorang istri dan seorang ibu, dan aku tidak ingin begitu sedikitnya waktu kebersamaanku bersama keluargaku tercinta, juga untuk mewujudkan mimpi agar bisa melanjutkan sekolah ke Jepang.
Namun, aku bukanlah orang yang meletakkan mimpi untuk melanjutkan sekolah di Jepang itu di atas segalanya. Ketika, aku memahami pentingnya menikah di usia relatif muda, mimpi itu bertambah dengan sebuah keinginan untuk tetap melanjutkan kuliah, tanpa menjadikan kodrat menjadi seorang istri dan seorang ibu di urutan kedua. Aku ingin, ketiga peran itu berjalan secara beriringan. Karena itu pula, ketika seorang teman menanyakan kepadaku kriteria seorang suami yang aku inginkan, diijinkan untuk melanjutkan kuliah juga kusebutkan pada urutan sekian.
Kesempatan untuk mewujudkan mimpi melanjutkan kuliah di Jepang terbuka ketika aku diterima bekerja di sebuah lembaga penelitian milik pemerintah. Memang bukan sebagai tenaga pengajar. Tapi bagiku pekerjaan sebagai peneliti dan dosen sama-sama merupakan pekerjaan yang akan membiarkanku bergerak terus, tidak berhenti pada sebuah terminal tertentu. Tawaran seorang teman baik dosen pembimbingku semasa kuliah, kusambut dengan sebuah anggukan yang mempunyai catatan. Aku ingin belajar tentang hal yang tidak mensyaratkan aku untuk bekerja terlalu banyak di lapangan. Bagiku catatan ini adalah hal yang penting. Beliaupun menyetujui membantuku mencarikan seorang professor di universitas di Jepang dengan sebuah catatan, aku harus membuat proposal penelitian dengan tema yang aku tentukan sendiri. Bagi pihak sponsorship beasiswa ke Jepang, keberadaan calon professor di universitas yang kita inginkan adalah sesuatu yang penting.
Dan berjalanlah proses itu. Kadang ada lelah menghampiri. Di sela-sela kesibukan dengan sejumlah literatur dan buku-buku yang mesti dibaca, seusai jam kantorpun, aku harus mengambil kursus bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan bahasaku. Di saat-saat ini, keinginan untuk menikah di usia muda, tetap aku simpan erat-erat di dalam hati. Bahkan, di saat bapak ibuku, keluargaku serta orang-orang terdekatku menanyakan kapan aku akan menikah, dengan santai aku menjawab: InsyaAllah tahun 2008. Sederhana saja alasanku menjawab seperti itu, kejelasan diterima atau tidaknya beasiswaku adalah di awal tahun 2008. Dan, InsyaAllah akan lebih mudah menentukan segala sesuatunya setelah pengumuman beasiswa itu, juga dengan rencana menikah. Padahal, saat menjawab itu sama sekali tidak terfikirkan siapa yang akan menjadi mempelai laki-lakinya. Bagiku, menikah adalah sebuah proses yang suci dan agung, pun proses ke arah itu juga mesti dilewati dengan cara yang benar.
Aku tidak pernah berniat untuk memulainya dengan proses yang menghabiskan waktu sekian tahun lamanya.
Namun, ternyata rencana Allah melebihi kehendak dan keinginanku. Di tengah kesibukan proses persiapan beasiswa itu, seorang teman mengirimkan sebuah sms singkat :"Ukh, sedang dalam proses gak?". Aku tahu apa maksud sms singkat itu. Entahlah, kekuatan darimana beliau mengirimkan sms singkat itu untukku. Padahal pertemuanku dengannya baru berlangsung satu kali, walaupun kami bekerja di institusi yang sama. Itupun dalam sebuah pelathan yang singkat dan padat. Tidak ada komunikasi apapun selama pelatihan itu, kecuali saat kami menjelang pulang ke rumah masing-masing seusai pelatihan. Beliau bersama dengan teman kantornya menawariku pulang bersamaan. Teman kantornya adalah seorang perempuan dan beliau merasa tidak nyaman untuk hanya pulang berdua bersama teman kantornya. Kebetulan arah yang akan kami tuju memang sama. Beliau dan teman kantornya akan pulang ke kos masing-masing sedangkan aku akan singgah ke rumah adik ibuku dulu, sebelum pulang ke Bandung.
Ada sebuah kebimbangan menyelinap di hatiku. Kalau beasiswaku tidak diterima, usai sudah kebimbangan itu tapi kalau yang diberikan Allah adalah sebaliknya, akan ada momen keterpisahan kami selama selang beberapa lama. Aku mencoba bertanya pada Allah untuk pilihan jawabanku. Beberapa kali biodata yang beliau kirimkan untukku, aku telusuri satu persatu susunan kalimatnya. Beliau juga memulai niatnya dengan cara maaruf. Tidak ada sms-sms gombal ataupun kata-kata rayuan. Beberapa teman-teman yang kuminta untuk mencari tahu tentang beliau, sama sekali tidak meninggalkan sebuah catatan buruk. Cerita tentang beliau semasa kuliah adalah hal kadang yang aku tidak percaya diri untuk menjadi istrinya, pun hingga kini. Cerita tentang beliau di kantor, juga adalah sosok yang layak menjadi imam untuk rumah tanggaku. Ketika kuminta menelepon langsung bapak ibuku dan mengutarakan niatnya, beliaupun tidak menolak. Bapak ibuku yang kumintai pendapatnya juga memberikan
sebuah jawaban positif, padahal bapak ibuku sama sekali belum melihat bagaimana rupanya beliau.
Aku tidak mempunyai alasan untuk menolak beliau. Beliau menerima kesukuanku, sesuatu yang beberapa kali dipermasalahkan dalam proses taarufku. Beliau menerima proses beasiswaku, walaupun ada banyak konsekuansi ketika ternyata beasiswaku diterima. Beliau menerimaku apa adanya. Aku ingin menolak. Tapi, dua orang teman baik yang kupercayai akan memberikan pendapat yang benar, dengan tegas mengatakan beasiswa bukanlah alasan yang syar'i untuk menolak seseorang. Aku terdiam. Dan tetap saja tangis air mata memenuhi kedua pelupuk mataku ketika bertanya kepada Allah.
Mencoba bertanya dengan hati nurani, sampai batas waktunya, akhirnya aku memberikan jawaban iya untuk proses yang ditawarkan oleh beliau. Begitu singkat. Begitu cepat. Begitu mudah. Allah memberikan begitu banyak rejeki dan kemudahan untuk jalan kami.
Ketakutanku diterimanya beasiswaku menjadi kenyataan. Setelah, janji suci itu terucapkan, kami berharap beasiswaku tidak diterima. Tapi, ternyata, Allah menentukan lain. Beasiswaku oleh sebuah perusahaan minyak di Jepang diterima. Proposal penelitianku tentang metode peningkatan kualitas proses data gempa di Indonesia dinyatakan layak. Bersama empat orang lainnya, kami akan mendapatkan beasiswa penuh selama dua tahun delapan bulan untuk melanjutkan program master kami di Jepang. Aku ingat, bukan sebuah senyum bahagia yang hadir di bibirku dan suamiku ketika mendengar kabar itu dua hari setelah resepsi pernikahan kami. Tapi, sebuah pelukan kuat yang diiringi dengan sebuah tangisan. Sedih itu menggelayut. Tapi, kami saling menguatkan. InsyaAllah akan ada jalan untuk bisa tinggal bersamaan di negeri matahari terbit. Lagipula, beban ini menjadi lebih sedikit ringan setalah beasiswa suamiku ke Australia tidak diterima. Aku tidak membayangkan betapa jauhnya
jarak Jepang-Australia, jika ternyata beasiswa beliau ke Australia juga diterima.
Tetap ada tangisan-tangisan kesedihan yang lain yang menggelayut di pundakku dan suamiku. Di saat orang-orang terdekatku mempertanyakan bagaimana nantinya rumah tangga kami di tengah perpisahan kami, bagaimana nanti suamiku yang ditinggal istri untuk sementara waktu, tangisan sedih di pelupuk mataku hadir kembali. Sungguh aku ingin mengatakan kepada mereka, kami sedang berjuang untuk itu. Tapi ternyata, tetap saja hanya sebuah senyuman yang hadir di bibirku. Tetapi, setelah itu, aku akan menangis di pundak suamiku. "Kita adalah pelaku kehidupan kita, orang lain hanyalah penonton. Allah tidak akan menzhalimi kita dengan keputusan-Nya." adalah kata-kata ajaib dari suamiku, yang mampu menenangkan gundah di hatiku.
Dan puncak kesedihan itu adalah ketika jadwal keberangkatanku dimajukan satu bulan dari rencana semula. Dan itu berarti, aku dan suamiku harus rela tidak menghabiskan hari-hari Ramadhan dan hari-hari Idul Fitri pertama kami bersamaan. Berat rasanya menerima kabar itu. Butir-butir bening itu hadir kembali di kedua mataku, juga suamiku. Kesedihan kami benar-benar berada pada titik klimaks. Aku mencoba meminta kepada professorku dan pihak sponsorship beasiswaku agar keberangkatanku tetap sesuai dengan rencana semula. Tapi, alasanku untuk merayakan Idul Fitri bersama dengan keluarga di Indonesia, tidak diterima. Tanggal 1 Oktober 2008, aku sudah harus berada di kampus sebagai research student di laboratorium professorku. Kata-kata ajaib serta pelukan suamiku pula yang akhirnya mampu meredakan sedih di hati kami.
Ada banyak pertanyaan yang hadir di hatiku. Apakah aku bukan istri yang baik ketika meninggalkan suami untuk sementara waktu karena beasiswa ini? Apakah aku adalah orang yang egois ketika tetap memutuskan menerima beasiswa ini? Apakah keputusan ini adalah keputusan yang salah? Sungguh, aku tidak menemukan jawabannya. Ada sebuah keinginan untuk tidak menerima beasiswa ini. Dan, kalaupun diminta memilih, aku akan memilih tinggal berdekatan dengan suamiku, menghabiskan waktu-waktu kebersamaan kami, dan mewujudkan mimpi melanjutkan kuliah sembari menjadi seorang istri dan ibu di tanah air. Tapi, rasanya hal itu bukanlah sebuah pilihan yang bijak. Proses beasiswa ini telah aku mulai bahkan sejak sebelum bertemu dengan suamiku, dan ada banyak nama baik yang telah dipertaruhkan melalui beasiswa ini. Hanya itu alasan kami, sehingga akhirnya aku dan suamiku tetap memutuskan menerima beasiswa ini.
Tapi, aku tahu. Tidak semua orang memahami keputusanku dan suamiku. Kadang, aku dan suamiku masih berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan kami. Juga sebuah iba dan kasihan, yang sebenarnya kami tidak menginginkannya. Kami hanya ingin didoakan. Bagiku dan suamiku, cukuplah kedua orang tua kami yang mengerti mengapa keputusan sulit ini yang kami ambil.
Tsurumi, 29 Agustus 2008
~ http://ingafety.wordpress. ~com
- 5b.
-
Semoga Berhasil: Re: (ruang keluarga) Sebuah Jalan Cinta
Posted by: "Pandika Sampurna" pandika_sampurna@yahoo.com pandika_sampurna
Sun Oct 5, 2008 8:21 pm (PDT)
Mbak Fety...
Jangan bersedih
Hapuslah air matamu
Semoga Mbak Fety cepat kerasan
Selesaikan studimu secepatnya
Keberhasilan sudah ada di depanmu
Jangan sia-siakan kesempatan ini
Lihatlah semua kami di sini mendoakanmu
Memang untuk memulai segala sesuatu akan terasa berat
Namun akan lebih berat lagi kita memikul rasa kegagalan bila tidak
melakukan sesuatu apa pun
Langkah Mbak Fety sudah tepat
Tidak ada yang salah
Dua sampai tiga tahun tidak terlalu lama
Semua akan segera berakhir
Kita akan berkumpul kembali
Mbak Fety juga akan berkumpul lagi dengan suami tercinta
Untuk itu kami hanya bisa berdoa
Semoga Mbak Fety selalu sehat
dan berhasil menyelesaikan studinya.
Semoga Berhasil
Salam Sukses,
PS
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , febty febrianicom
<inga_fety@...> wrote:
>
>
>
> SEBUAH JALAN CINTA
> Inga Fety
>
> Lega rasanya setelah menulis sepanjang ini. Hanya ingin sedikit
menenangkan hati di hari-hari terakhir Ramadhan 1429 H. Terima kasih
untuk teman-teman yang menyempatkan membaca tulisan panjang ini.
>
> ####
> Melanjutkan sekolah di Jepang adalah mimpiku sejak masih di bangku
kuliah. Begitu ingin menjejakkan kaki di negeri matahari terbit
dengan menyandang gelar mahasiswa di sebuah universitas di Jepang.
Karena itulah, ketika diskusi dengan dosen pembimbing di tengah-
tengah bimbingan skripsi, dengan tegas aku menjawab menjadi dosen
adalah pilihanku setelah menyelesaikan kuliah, bukan bekerja di
perusahaan minyak seperti impian kebanyakan teman-teman kuliahku.
Walaupun, bekerja di perusahaan minyak menjanjikan materi yang lebih
melimpah. Namun, aku punya prinsip sendiri, suatu saat aku akan
menjadi seorang istri dan seorang ibu, dan aku tidak ingin begitu
sedikitnya waktu kebersamaanku bersama keluargaku tercinta, juga
untuk mewujudkan mimpi agar bisa melanjutkan sekolah ke Jepang.
>
> Namun, aku bukanlah orang yang meletakkan mimpi untuk melanjutkan
sekolah di Jepang itu di atas segalanya. Ketika, aku memahami
pentingnya menikah di usia relatif muda, mimpi itu bertambah dengan
sebuah keinginan untuk tetap melanjutkan kuliah, tanpa menjadikan
kodrat menjadi seorang istri dan seorang ibu di urutan kedua. Aku
ingin, ketiga peran itu berjalan secara beriringan. Karena itu pula,
ketika seorang teman menanyakan kepadaku kriteria seorang suami yang
aku inginkan, diijinkan untuk melanjutkan kuliah juga kusebutkan
pada urutan sekian.
>
> Kesempatan untuk mewujudkan mimpi melanjutkan kuliah di Jepang
terbuka ketika aku diterima bekerja di sebuah lembaga penelitian
milik pemerintah. Memang bukan sebagai tenaga pengajar. Tapi bagiku
pekerjaan sebagai peneliti dan dosen sama-sama merupakan pekerjaan
yang akan membiarkanku bergerak terus, tidak berhenti pada sebuah
terminal tertentu. Tawaran seorang teman baik dosen pembimbingku
semasa kuliah, kusambut dengan sebuah anggukan yang mempunyai
catatan. Aku ingin belajar tentang hal yang tidak mensyaratkan aku
untuk bekerja terlalu banyak di lapangan. Bagiku catatan ini adalah
hal yang penting. Beliaupun menyetujui membantuku mencarikan seorang
professor di universitas di Jepang dengan sebuah catatan, aku harus
membuat proposal penelitian dengan tema yang aku tentukan sendiri.
Bagi pihak sponsorship beasiswa ke Jepang, keberadaan calon
professor di universitas yang kita inginkan adalah sesuatu yang
penting.
>
> Dan berjalanlah proses itu. Kadang ada lelah menghampiri. Di sela-
sela kesibukan dengan sejumlah literatur dan buku-buku yang mesti
dibaca, seusai jam kantorpun, aku harus mengambil kursus bahasa
Inggris untuk meningkatkan kemampuan bahasaku. Di saat-saat ini,
keinginan untuk menikah di usia muda, tetap aku simpan erat-erat di
dalam hati. Bahkan, di saat bapak ibuku, keluargaku serta orang-
orang terdekatku menanyakan kapan aku akan menikah, dengan santai
aku menjawab: InsyaAllah tahun 2008. Sederhana saja alasanku
menjawab seperti itu, kejelasan diterima atau tidaknya beasiswaku
adalah di awal tahun 2008. Dan, InsyaAllah akan lebih mudah
menentukan segala sesuatunya setelah pengumuman beasiswa itu, juga
dengan rencana menikah. Padahal, saat menjawab itu sama sekali tidak
terfikirkan siapa yang akan menjadi mempelai laki-lakinya. Bagiku,
menikah adalah sebuah proses yang suci dan agung, pun proses ke arah
itu juga mesti dilewati dengan cara yang benar.
> Aku tidak pernah berniat untuk memulainya dengan proses yang
menghabiskan waktu sekian tahun lamanya.
>
> Namun, ternyata rencana Allah melebihi kehendak dan keinginanku.
Di tengah kesibukan proses persiapan beasiswa itu, seorang teman
mengirimkan sebuah sms singkat :"Ukh, sedang dalam proses gak?". Aku
tahu apa maksud sms singkat itu. Entahlah, kekuatan darimana beliau
mengirimkan sms singkat itu untukku. Padahal pertemuanku dengannya
baru berlangsung satu kali, walaupun kami bekerja di institusi yang
sama. Itupun dalam sebuah pelathan yang singkat dan padat. Tidak ada
komunikasi apapun selama pelatihan itu, kecuali saat kami menjelang
pulang ke rumah masing-masing seusai pelatihan. Beliau bersama
dengan teman kantornya menawariku pulang bersamaan. Teman kantornya
adalah seorang perempuan dan beliau merasa tidak nyaman untuk hanya
pulang berdua bersama teman kantornya. Kebetulan arah yang akan kami
tuju memang sama. Beliau dan teman kantornya akan pulang ke kos
masing-masing sedangkan aku akan singgah ke rumah adik ibuku dulu,
sebelum pulang ke Bandung.
>
> Ada sebuah kebimbangan menyelinap di hatiku. Kalau beasiswaku
tidak diterima, usai sudah kebimbangan itu tapi kalau yang diberikan
Allah adalah sebaliknya, akan ada momen keterpisahan kami selama
selang beberapa lama. Aku mencoba bertanya pada Allah untuk pilihan
jawabanku. Beberapa kali biodata yang beliau kirimkan untukku, aku
telusuri satu persatu susunan kalimatnya. Beliau juga memulai
niatnya dengan cara maaruf. Tidak ada sms-sms gombal ataupun kata-
kata rayuan. Beberapa teman-teman yang kuminta untuk mencari tahu
tentang beliau, sama sekali tidak meninggalkan sebuah catatan buruk.
Cerita tentang beliau semasa kuliah adalah hal kadang yang aku tidak
percaya diri untuk menjadi istrinya, pun hingga kini. Cerita tentang
beliau di kantor, juga adalah sosok yang layak menjadi imam untuk
rumah tanggaku. Ketika kuminta menelepon langsung bapak ibuku dan
mengutarakan niatnya, beliaupun tidak menolak. Bapak ibuku yang
kumintai pendapatnya juga memberikan
> sebuah jawaban positif, padahal bapak ibuku sama sekali belum
melihat bagaimana rupanya beliau.
>
> Aku tidak mempunyai alasan untuk menolak beliau. Beliau menerima
kesukuanku, sesuatu yang beberapa kali dipermasalahkan dalam proses
taarufku. Beliau menerima proses beasiswaku, walaupun ada banyak
konsekuansi ketika ternyata beasiswaku diterima. Beliau menerimaku
apa adanya. Aku ingin menolak. Tapi, dua orang teman baik yang
kupercayai akan memberikan pendapat yang benar, dengan tegas
mengatakan beasiswa bukanlah alasan yang syar'i untuk menolak
seseorang. Aku terdiam. Dan tetap saja tangis air mata memenuhi
kedua pelupuk mataku ketika bertanya kepada Allah.
>
> Mencoba bertanya dengan hati nurani, sampai batas waktunya,
akhirnya aku memberikan jawaban iya untuk proses yang ditawarkan
oleh beliau. Begitu singkat. Begitu cepat. Begitu mudah. Allah
memberikan begitu banyak rejeki dan kemudahan untuk jalan kami.
>
> Ketakutanku diterimanya beasiswaku menjadi kenyataan. Setelah,
janji suci itu terucapkan, kami berharap beasiswaku tidak diterima.
Tapi, ternyata, Allah menentukan lain. Beasiswaku oleh sebuah
perusahaan minyak di Jepang diterima. Proposal penelitianku tentang
metode peningkatan kualitas proses data gempa di Indonesia
dinyatakan layak. Bersama empat orang lainnya, kami akan mendapatkan
beasiswa penuh selama dua tahun delapan bulan untuk melanjutkan
program master kami di Jepang. Aku ingat, bukan sebuah senyum
bahagia yang hadir di bibirku dan suamiku ketika mendengar kabar itu
dua hari setelah resepsi pernikahan kami. Tapi, sebuah pelukan kuat
yang diiringi dengan sebuah tangisan. Sedih itu menggelayut. Tapi,
kami saling menguatkan. InsyaAllah akan ada jalan untuk bisa tinggal
bersamaan di negeri matahari terbit. Lagipula, beban ini menjadi
lebih sedikit ringan setalah beasiswa suamiku ke Australia tidak
diterima. Aku tidak membayangkan betapa jauhnya
> jarak Jepang-Australia, jika ternyata beasiswa beliau ke
Australia juga diterima.
>
> Tetap ada tangisan-tangisan kesedihan yang lain yang menggelayut
di pundakku dan suamiku. Di saat orang-orang terdekatku
mempertanyakan bagaimana nantinya rumah tangga kami di tengah
perpisahan kami, bagaimana nanti suamiku yang ditinggal istri untuk
sementara waktu, tangisan sedih di pelupuk mataku hadir kembali.
Sungguh aku ingin mengatakan kepada mereka, kami sedang berjuang
untuk itu. Tapi ternyata, tetap saja hanya sebuah senyuman yang
hadir di bibirku. Tetapi, setelah itu, aku akan menangis di pundak
suamiku. "Kita adalah pelaku kehidupan kita, orang lain hanyalah
penonton. Allah tidak akan menzhalimi kita dengan keputusan-Nya."
adalah kata-kata ajaib dari suamiku, yang mampu menenangkan gundah
di hatiku.
>
> Dan puncak kesedihan itu adalah ketika jadwal keberangkatanku
dimajukan satu bulan dari rencana semula. Dan itu berarti, aku dan
suamiku harus rela tidak menghabiskan hari-hari Ramadhan dan hari-
hari Idul Fitri pertama kami bersamaan. Berat rasanya menerima kabar
itu. Butir-butir bening itu hadir kembali di kedua mataku, juga
suamiku. Kesedihan kami benar-benar berada pada titik klimaks. Aku
mencoba meminta kepada professorku dan pihak sponsorship beasiswaku
agar keberangkatanku tetap sesuai dengan rencana semula. Tapi,
alasanku untuk merayakan Idul Fitri bersama dengan keluarga di
Indonesia, tidak diterima. Tanggal 1 Oktober 2008, aku sudah harus
berada di kampus sebagai research student di laboratorium
professorku. Kata-kata ajaib serta pelukan suamiku pula yang
akhirnya mampu meredakan sedih di hati kami.
>
> Ada banyak pertanyaan yang hadir di hatiku. Apakah aku bukan istri
yang baik ketika meninggalkan suami untuk sementara waktu karena
beasiswa ini? Apakah aku adalah orang yang egois ketika tetap
memutuskan menerima beasiswa ini? Apakah keputusan ini adalah
keputusan yang salah? Sungguh, aku tidak menemukan jawabannya. Ada
sebuah keinginan untuk tidak menerima beasiswa ini. Dan, kalaupun
diminta memilih, aku akan memilih tinggal berdekatan dengan suamiku,
menghabiskan waktu-waktu kebersamaan kami, dan mewujudkan mimpi
melanjutkan kuliah sembari menjadi seorang istri dan ibu di tanah
air. Tapi, rasanya hal itu bukanlah sebuah pilihan yang bijak.
Proses beasiswa ini telah aku mulai bahkan sejak sebelum bertemu
dengan suamiku, dan ada banyak nama baik yang telah dipertaruhkan
melalui beasiswa ini. Hanya itu alasan kami, sehingga akhirnya aku
dan suamiku tetap memutuskan menerima beasiswa ini.
>
> Tapi, aku tahu. Tidak semua orang memahami keputusanku dan
suamiku. Kadang, aku dan suamiku masih berhadapan dengan pertanyaan-
pertanyaan yang menyudutkan kami. Juga sebuah iba dan kasihan, yang
sebenarnya kami tidak menginginkannya. Kami hanya ingin didoakan.
Bagiku dan suamiku, cukuplah kedua orang tua kami yang mengerti
mengapa keputusan sulit ini yang kami ambil.
>
>
> Tsurumi, 29 Agustus 2008
> ~ http://ingafety.wordpress. ~com
>
- 5c.
-
Semoga Berhasil: Re: (ruang keluarga) Sebuah Jalan Cinta
Posted by: "inga_fety" inga_fety@yahoo.com inga_fety
Sun Oct 5, 2008 8:38 pm (PDT)
lega rasanya membaca nasihat indah pak sinang..
makasih pak sinang sudah menguatkan...
tolong doakan kami berdua..
salam,
fety
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "Pandika Sampurna"com
<pandika_sampurna@...> wrote:
>
> Mbak Fety...
>
> Jangan bersedih
> Hapuslah air matamu
> Semoga Mbak Fety cepat kerasan
> Selesaikan studimu secepatnya
> Keberhasilan sudah ada di depanmu
> Jangan sia-siakan kesempatan ini
> Lihatlah semua kami di sini mendoakanmu
>
> Memang untuk memulai segala sesuatu akan terasa berat
> Namun akan lebih berat lagi kita memikul rasa kegagalan bila tidak
> melakukan sesuatu apa pun
>
> Langkah Mbak Fety sudah tepat
> Tidak ada yang salah
> Dua sampai tiga tahun tidak terlalu lama
> Semua akan segera berakhir
> Kita akan berkumpul kembali
> Mbak Fety juga akan berkumpul lagi dengan suami tercinta
>
> Untuk itu kami hanya bisa berdoa
> Semoga Mbak Fety selalu sehat
> dan berhasil menyelesaikan studinya.
>
> Semoga Berhasil
> Salam Sukses,
> PS
>
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , febty febrianicom
> <inga_fety@> wrote:
> >
> >
> >
> > SEBUAH JALAN CINTA
> > Inga Fety
> >
> > Lega rasanya setelah menulis sepanjang ini. Hanya ingin sedikit
> menenangkan hati di hari-hari terakhir Ramadhan 1429 H. Terima
kasih
> untuk teman-teman yang menyempatkan membaca tulisan panjang ini.
> >
> > ####
> > Melanjutkan sekolah di Jepang adalah mimpiku sejak masih di
bangku
> kuliah. Begitu ingin menjejakkan kaki di negeri matahari terbit
> dengan menyandang gelar mahasiswa di sebuah universitas di Jepang.
> Karena itulah, ketika diskusi dengan dosen pembimbing di tengah-
> tengah bimbingan skripsi, dengan tegas aku menjawab menjadi dosen
> adalah pilihanku setelah menyelesaikan kuliah, bukan bekerja di
> perusahaan minyak seperti impian kebanyakan teman-teman kuliahku.
> Walaupun, bekerja di perusahaan minyak menjanjikan materi yang
lebih
> melimpah. Namun, aku punya prinsip sendiri, suatu saat aku akan
> menjadi seorang istri dan seorang ibu, dan aku tidak ingin begitu
> sedikitnya waktu kebersamaanku bersama keluargaku tercinta, juga
> untuk mewujudkan mimpi agar bisa melanjutkan sekolah ke Jepang.
> >
> > Namun, aku bukanlah orang yang meletakkan mimpi untuk
melanjutkan
> sekolah di Jepang itu di atas segalanya. Ketika, aku memahami
> pentingnya menikah di usia relatif muda, mimpi itu bertambah
dengan
> sebuah keinginan untuk tetap melanjutkan kuliah, tanpa menjadikan
> kodrat menjadi seorang istri dan seorang ibu di urutan kedua. Aku
> ingin, ketiga peran itu berjalan secara beriringan. Karena itu
pula,
> ketika seorang teman menanyakan kepadaku kriteria seorang suami
yang
> aku inginkan, diijinkan untuk melanjutkan kuliah juga kusebutkan
> pada urutan sekian.
> >
> > Kesempatan untuk mewujudkan mimpi melanjutkan kuliah di Jepang
> terbuka ketika aku diterima bekerja di sebuah lembaga penelitian
> milik pemerintah. Memang bukan sebagai tenaga pengajar. Tapi
bagiku
> pekerjaan sebagai peneliti dan dosen sama-sama merupakan pekerjaan
> yang akan membiarkanku bergerak terus, tidak berhenti pada sebuah
> terminal tertentu. Tawaran seorang teman baik dosen pembimbingku
> semasa kuliah, kusambut dengan sebuah anggukan yang mempunyai
> catatan. Aku ingin belajar tentang hal yang tidak mensyaratkan aku
> untuk bekerja terlalu banyak di lapangan. Bagiku catatan ini
adalah
> hal yang penting. Beliaupun menyetujui membantuku mencarikan
seorang
> professor di universitas di Jepang dengan sebuah catatan, aku
harus
> membuat proposal penelitian dengan tema yang aku tentukan sendiri.
> Bagi pihak sponsorship beasiswa ke Jepang, keberadaan calon
> professor di universitas yang kita inginkan adalah sesuatu yang
> penting.
> >
> > Dan berjalanlah proses itu. Kadang ada lelah menghampiri. Di
sela-
> sela kesibukan dengan sejumlah literatur dan buku-buku yang mesti
> dibaca, seusai jam kantorpun, aku harus mengambil kursus bahasa
> Inggris untuk meningkatkan kemampuan bahasaku. Di saat-saat ini,
> keinginan untuk menikah di usia muda, tetap aku simpan erat-erat
di
> dalam hati. Bahkan, di saat bapak ibuku, keluargaku serta orang-
> orang terdekatku menanyakan kapan aku akan menikah, dengan santai
> aku menjawab: InsyaAllah tahun 2008. Sederhana saja alasanku
> menjawab seperti itu, kejelasan diterima atau tidaknya beasiswaku
> adalah di awal tahun 2008. Dan, InsyaAllah akan lebih mudah
> menentukan segala sesuatunya setelah pengumuman beasiswa itu, juga
> dengan rencana menikah. Padahal, saat menjawab itu sama sekali
tidak
> terfikirkan siapa yang akan menjadi mempelai laki-lakinya. Bagiku,
> menikah adalah sebuah proses yang suci dan agung, pun proses ke
arah
> itu juga mesti dilewati dengan cara yang benar.
> > Aku tidak pernah berniat untuk memulainya dengan proses yang
> menghabiskan waktu sekian tahun lamanya.
> >
> > Namun, ternyata rencana Allah melebihi kehendak dan keinginanku.
> Di tengah kesibukan proses persiapan beasiswa itu, seorang teman
> mengirimkan sebuah sms singkat :"Ukh, sedang dalam proses gak?".
Aku
> tahu apa maksud sms singkat itu. Entahlah, kekuatan darimana
beliau
> mengirimkan sms singkat itu untukku. Padahal pertemuanku dengannya
> baru berlangsung satu kali, walaupun kami bekerja di institusi
yang
> sama. Itupun dalam sebuah pelathan yang singkat dan padat. Tidak
ada
> komunikasi apapun selama pelatihan itu, kecuali saat kami
menjelang
> pulang ke rumah masing-masing seusai pelatihan. Beliau bersama
> dengan teman kantornya menawariku pulang bersamaan. Teman
kantornya
> adalah seorang perempuan dan beliau merasa tidak nyaman untuk
hanya
> pulang berdua bersama teman kantornya. Kebetulan arah yang akan
kami
> tuju memang sama. Beliau dan teman kantornya akan pulang ke kos
> masing-masing sedangkan aku akan singgah ke rumah adik ibuku dulu,
> sebelum pulang ke Bandung.
> >
> > Ada sebuah kebimbangan menyelinap di hatiku. Kalau beasiswaku
> tidak diterima, usai sudah kebimbangan itu tapi kalau yang
diberikan
> Allah adalah sebaliknya, akan ada momen keterpisahan kami selama
> selang beberapa lama. Aku mencoba bertanya pada Allah untuk
pilihan
> jawabanku. Beberapa kali biodata yang beliau kirimkan untukku, aku
> telusuri satu persatu susunan kalimatnya. Beliau juga memulai
> niatnya dengan cara maaruf. Tidak ada sms-sms gombal ataupun kata-
> kata rayuan. Beberapa teman-teman yang kuminta untuk mencari tahu
> tentang beliau, sama sekali tidak meninggalkan sebuah catatan
buruk.
> Cerita tentang beliau semasa kuliah adalah hal kadang yang aku
tidak
> percaya diri untuk menjadi istrinya, pun hingga kini. Cerita
tentang
> beliau di kantor, juga adalah sosok yang layak menjadi imam untuk
> rumah tanggaku. Ketika kuminta menelepon langsung bapak ibuku dan
> mengutarakan niatnya, beliaupun tidak menolak. Bapak ibuku yang
> kumintai pendapatnya juga memberikan
> > sebuah jawaban positif, padahal bapak ibuku sama sekali belum
> melihat bagaimana rupanya beliau.
> >
> > Aku tidak mempunyai alasan untuk menolak beliau. Beliau menerima
> kesukuanku, sesuatu yang beberapa kali dipermasalahkan dalam
proses
> taarufku. Beliau menerima proses beasiswaku, walaupun ada banyak
> konsekuansi ketika ternyata beasiswaku diterima. Beliau menerimaku
> apa adanya. Aku ingin menolak. Tapi, dua orang teman baik yang
> kupercayai akan memberikan pendapat yang benar, dengan tegas
> mengatakan beasiswa bukanlah alasan yang syar'i untuk menolak
> seseorang. Aku terdiam. Dan tetap saja tangis air mata memenuhi
> kedua pelupuk mataku ketika bertanya kepada Allah.
> >
> > Mencoba bertanya dengan hati nurani, sampai batas waktunya,
> akhirnya aku memberikan jawaban iya untuk proses yang ditawarkan
> oleh beliau. Begitu singkat. Begitu cepat. Begitu mudah. Allah
> memberikan begitu banyak rejeki dan kemudahan untuk jalan kami.
> >
> > Ketakutanku diterimanya beasiswaku menjadi kenyataan. Setelah,
> janji suci itu terucapkan, kami berharap beasiswaku tidak
diterima.
> Tapi, ternyata, Allah menentukan lain. Beasiswaku oleh sebuah
> perusahaan minyak di Jepang diterima. Proposal penelitianku
tentang
> metode peningkatan kualitas proses data gempa di Indonesia
> dinyatakan layak. Bersama empat orang lainnya, kami akan
mendapatkan
> beasiswa penuh selama dua tahun delapan bulan untuk melanjutkan
> program master kami di Jepang. Aku ingat, bukan sebuah senyum
> bahagia yang hadir di bibirku dan suamiku ketika mendengar kabar
itu
> dua hari setelah resepsi pernikahan kami. Tapi, sebuah pelukan
kuat
> yang diiringi dengan sebuah tangisan. Sedih itu menggelayut. Tapi,
> kami saling menguatkan. InsyaAllah akan ada jalan untuk bisa
tinggal
> bersamaan di negeri matahari terbit. Lagipula, beban ini menjadi
> lebih sedikit ringan setalah beasiswa suamiku ke Australia tidak
> diterima. Aku tidak membayangkan betapa jauhnya
> > jarak Jepang-Australia, jika ternyata beasiswa beliau ke
> Australia juga diterima.
> >
> > Tetap ada tangisan-tangisan kesedihan yang lain yang menggelayut
> di pundakku dan suamiku. Di saat orang-orang terdekatku
> mempertanyakan bagaimana nantinya rumah tangga kami di tengah
> perpisahan kami, bagaimana nanti suamiku yang ditinggal istri
untuk
> sementara waktu, tangisan sedih di pelupuk mataku hadir kembali.
> Sungguh aku ingin mengatakan kepada mereka, kami sedang berjuang
> untuk itu. Tapi ternyata, tetap saja hanya sebuah senyuman yang
> hadir di bibirku. Tetapi, setelah itu, aku akan menangis di pundak
> suamiku. "Kita adalah pelaku kehidupan kita, orang lain hanyalah
> penonton. Allah tidak akan menzhalimi kita dengan keputusan-Nya."
> adalah kata-kata ajaib dari suamiku, yang mampu menenangkan gundah
> di hatiku.
> >
> > Dan puncak kesedihan itu adalah ketika jadwal keberangkatanku
> dimajukan satu bulan dari rencana semula. Dan itu berarti, aku dan
> suamiku harus rela tidak menghabiskan hari-hari Ramadhan dan hari-
> hari Idul Fitri pertama kami bersamaan. Berat rasanya menerima
kabar
> itu. Butir-butir bening itu hadir kembali di kedua mataku, juga
> suamiku. Kesedihan kami benar-benar berada pada titik klimaks. Aku
> mencoba meminta kepada professorku dan pihak sponsorship
beasiswaku
> agar keberangkatanku tetap sesuai dengan rencana semula. Tapi,
> alasanku untuk merayakan Idul Fitri bersama dengan keluarga di
> Indonesia, tidak diterima. Tanggal 1 Oktober 2008, aku sudah harus
> berada di kampus sebagai research student di laboratorium
> professorku. Kata-kata ajaib serta pelukan suamiku pula yang
> akhirnya mampu meredakan sedih di hati kami.
> >
> > Ada banyak pertanyaan yang hadir di hatiku. Apakah aku bukan
istri
> yang baik ketika meninggalkan suami untuk sementara waktu karena
> beasiswa ini? Apakah aku adalah orang yang egois ketika tetap
> memutuskan menerima beasiswa ini? Apakah keputusan ini adalah
> keputusan yang salah? Sungguh, aku tidak menemukan jawabannya. Ada
> sebuah keinginan untuk tidak menerima beasiswa ini. Dan, kalaupun
> diminta memilih, aku akan memilih tinggal berdekatan dengan
suamiku,
> menghabiskan waktu-waktu kebersamaan kami, dan mewujudkan mimpi
> melanjutkan kuliah sembari menjadi seorang istri dan ibu di tanah
> air. Tapi, rasanya hal itu bukanlah sebuah pilihan yang bijak.
> Proses beasiswa ini telah aku mulai bahkan sejak sebelum bertemu
> dengan suamiku, dan ada banyak nama baik yang telah dipertaruhkan
> melalui beasiswa ini. Hanya itu alasan kami, sehingga akhirnya aku
> dan suamiku tetap memutuskan menerima beasiswa ini.
> >
> > Tapi, aku tahu. Tidak semua orang memahami keputusanku dan
> suamiku. Kadang, aku dan suamiku masih berhadapan dengan
pertanyaan-
> pertanyaan yang menyudutkan kami. Juga sebuah iba dan kasihan,
yang
> sebenarnya kami tidak menginginkannya. Kami hanya ingin didoakan.
> Bagiku dan suamiku, cukuplah kedua orang tua kami yang mengerti
> mengapa keputusan sulit ini yang kami ambil.
> >
> >
> > Tsurumi, 29 Agustus 2008
> > ~ http://ingafety.wordpress. ~com
> >
>
- 6.
-
(Catcil) Lebaranku
Posted by: "febty febriani" inga_fety@yahoo.com inga_fety
Sun Oct 5, 2008 7:46 pm (PDT)
Kisah Lebaran pertamaku di tanah rantau.. Moga bermanfaat. makasih udah membacanya..
#####
Lebaranku
Inga Fety
1 Syawal 1421 H
Saat itu adalah sekitar 3 bulan setelah aku menginjakkan kaki di kota Pelajar. Takbir di hari kemenangan berkumandang di seantero kota Yogyakarta yang sepi. Maklumlah, di kota Yogyakarta yang terkenal dengan julukan kota Pelajar, menjadikan mahasiswa merupakan orang yang paling banyak menempati di daerah-daerah sekitar kampus-kampus baik negeri ataupun swasta yang tersebar di kota Pelajar itu. Apalagi, hari itu adalah hari kemenangan umat Islam setelah menunaikan ibadah puasa selama sebulan. Tentu kebahagian itu akan menjadi lengkap kalau hari itu dirayakan bersama keluarga.
Tapi, bagiku hari itu adalah Idul Fitri pertamaku jauh dari keluarga tercinta. Bukan tidak ingin pulang, tapi biaya pulang pergi Yogyakarta-Bengkulu yang cukup besar menjadikan kepulangan di hari bahagia itu bukanlah sesuatu yang penting. Apalagi, aku baru sekitar tiga bulan meninggalkan kota kelahiranku. Pulang ke kota kelahiran berarti menambah anggaran pengeluaran ibuku di bulan Syawal itu. Keputusan bijak adalah memang merayakan Idul Fitri di kota Pelajar itu.
Aku merasa biasa saja saat Idul Fitri itu berada jauh dari keluarga. Bahkan, mungkin, bagiku sebuah prestasi karena aku bisa membuktikan kepada bapak ibuku kalau semuanya akan baik-baik saja walaupun aku merayakan Idul Fitri kali itu jauh dari beliau. Maklumlah, keputusan mengijinkanku kuliah di kota Pelajar adalah sebuah keputusan yang sulit untuk bapak ibuku.
Bersama teman-teman yang tidak pulang ke kampung halaman, kami menunaikan sholat Hari Raya Idul Fitri di halaman kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Aku cuma merasakan aneh setelah gerakan salam ke kanan dan ke kiri. Di sebelah kiri dan kananku bukanlah wajah-wajah orang-orang tercintaku. Tapi, setelah itu, aku dan teman-temanku tetap larut merayakan kebahagiaan Idul Fitri 1420 H itu dengan cara kami sendiri. Kami tetap bahagia.
****
1 Syawal 1422 H
Liburan semester tahun pertama kuliah, aku pulang ke kampung halaman. Ada rasa senang, tapi juga bosan pun muncul karena hampir sebulan aku di rumah dengan aktivitas makan, minum, tidur dan main. Karena itulah, aku merayakan kembali Idul Fitri 1 Syawal 1422 H di kota Yogyakarta. Lebaran kali ini, aku sempat menghabiskan waktu kurang lebih satu minggu di rumah teman kuliahku. Maklumlah, warung-warung yang menyediakan menu makan pagi, siang dan malam bagi para mahasiswa, juga termasuk aku, akan tutup satu minggu menjelang Lebaran. Tawaran teman kuliahku untuk menginap di rumahnya tidak kutolak. Bagiku, paling tidak, satu minggu menjelang Lebaran, menu mie instan tidak masuk dalam daftar harian makananku.
Aku kembali ke kos pada saat malam Idul Fitri. Seorang teman kos, yang juga berasal dari kota kelahiran yang sama, juga merayakan Idul Fitri 1422 H itu di kos. Rasanya, akan lebih bijak, kalau aku merayakan Idul Fitriku bersamanya. Memang lebih menarik tawaran teman kuliahku untuk meraakan Idul Fitri bersama keluarganya, tapi akhirnya aku memutuskan merayakan Idul Fitriku berdua bersama teman kosku.
Sehabis sholat Idul Fitri, kami mencicipi opor ayam di rumah ibu kosku. Lumayan pikirku, paling tidak, aku masih merasakan makan opor ayam di tanah rantau. Tentang ibu kosku, mungkin beliau adalah ibu kos yang paling baik yang pernah aku temui. Setiap Idul Adha, kami selalu diperbolehkan makan makanan gratis di rumahnya. Tentu dengan menu lengkap. Bagiku, yang selalu merayakan Idul Adha di Yogyakarta, menu lengkap selama beberapa hari adalah sesuatu hal yang mewah. Maklumlah, sama seperti menjelang Idul Fitri, menjelang Idul Adha warung-warung makan di kota pelajar selalu tutup. Bagi pemiliknya, mungkin waktunya untuk beristirahat sejenak. Tapi, bagi kami, para mahasiswa, tutupnya warung makan itu berarti menu makan pagi, siang dan malam kami adalah menu yang sederhana. Kadang berupa mie instan, atau bubur kacang ijo.
1 Syawal 1422 H adalah Lebaran terakhir sendiriku. Kata-kata adik dan kakakku menjelang hari Idul Fitri 1 Syawal 1423 H mengakhiri keegoisanku. Apalagi setelah itu, ibuku meminta untuk senantiasa merayakan Idul Fitri di tanah kelahiran. Akhirnya, aku mengubah jadwal pulangku ke kampung halaman. Liburan semester aku menggunakannya untuk mengikuti beberapa kegiatan mahasiswa. Paling tidak, waktu hampir satu bulan tidak ke kampus itu, aku tidak perlu merasakan kebosanan yang teramat sangat. Kebiasaan pulang ke kampung kelahiran saat Idul Fitri tetap kulakonai hingga dua tahun aku ditempatkan bekerja di Bandung oleh institusiku.
****
1 Syawal 1429 H
Tujuh tahun setelah 1 Syawal 1422 H adalah lebaran di tahun 2008 ini. Bagai dejavu, lebaran di tahun ini juga aku lewati dengan kesendirian, jauh dari keluarga tercinta. Apalagi, sebuah perasaan bersalah juga menyelinap di hatiku sebagai seorang istri. Lebaran pertamaku bersama dengan suamiku tidak kami lewati bersamaan. Suamiku merayakan lebaran di tahun ini di kampung halamannya sedangkan aku merayakan Idul Fitriku di negeri sakura, beribu-ribu kilometer jauhnya dari beliau. Padahal sebuah rencana indah untuk itikaf di sepuluh hari terakhir bersamaan, juga merayakan Idul Fitri kami yang pertama telah kami susun dalam buku diary beberapa hari setelah pernikahan kami, bersamaan dengan agenda-agenda lain yang ingin kami lakukan berdua. Maklumlah, pernikahan kami tidak melewati proses pacaran, sehingga kami berdua berusaha untuk menentukan beberapa agenda kebersamaan kami.
Aku yang hampir tidak pernah menitikkan air mata ketika sholat Idul Fitri, Lebaran kali ini tidak kuasa membendung sedih itu. Bulir-bulir bening itu sudah menetes di kedua pelupuk mataku sejak rakaat pertama sholat Idul Fitri. Maklumlah, di Jepang tidak ada takbiran ketika malam Idul Fitri, sehingga suasana haru baru aku rasakan ketika menjadi makmum di sholat berjamaah di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT). Bersama dengan seorang teman yang menginap di apartemenku, sejak dari pagi, kami sudah mengambil shaf di SRIT. Kami tidak ingin ketinggalan menjadi makmum sholat Idul Fitri kami, walaupun kami berada jauh dari tanah kelahiran.
Tapi, suasana Idul Fitri 1429 H masih aku rasakan ketika kami bersalam-salaman dan saling minta maaf dengan saudara seiman di kediaman duta besar Indonesia untuk Jepang. Tempatnya lumayan jauh dari SRIT, kami tempuh dengan berjalan kaki, tapi bayangan enaknya mencicipi makanan Indonesia di pelupuk mata, mengalahkan rasa capek itu. Memang terasa nikmat makan bersamaan. Aku yang biasanya tidak pernah menyukai lontong dengan kuah daging ayam di tanah kelahiran, kali ini seporsi kecil lontongku tandas habis. Tidak menyisakan sisa di mangkokku. Terasa enak. Ternyata, beginilah rasanya kalau jauh dari tanah air. Makanan Indonesia memang lebih enak. Mungkin, karena hampir seperempat abad, makanan itu selalu melewati indera pengecapku.
Ah, ternyata Allah memang Maha Baik. Itu yang terpikir di benakku saat menulis kali ini. Hampir delapan tahun, Dia menyiapkan skenario ini untukku. Dia mengajariku untuk merayakan Lebaran jauh dari keluarga bahkan sejak aku masih kuliah, supaya aku bisa melewati Lebaranku kali ini tetap dalam kebahagian dan penuh rasa syukur di hati. Meskipun, aku berada jauh dari keluargaku, bahkan suami tercinta. Masih banyak nikmat lain yang sangat patut untuk aku syukuri. Aku tidak bisa membayangkan kalau Idul Fitri 1429 H kali ini adalah Lebaran pertamaku jauh dari orang-orang yang kucintai. Mungkin, kesedihan itu benar-benar akan menjadi milikku. Allah, terima kasih untuk skenario-Mu.
@ dormitory, Inage, Oktober 2008
~ http://ingafety.wordpress. ~com
- 7a.
-
Catatan Tentang Perpisahan
Posted by: "dwi andina" dwiandina_r@yahoo.com dwiandina_r
Sun Oct 5, 2008 7:59 pm (PDT)
Catatan Tentang Perpisahan
Perpisahan, sebagaimana kematian, adalah hal yang paling dihindari manusia. Padahal sama seperti pertemuan dan kelahiran, kedua sisi itu melengkapi bagai dua muka dalam satu koin. Hadir sepaket tanpa bisa dipisah. Seberapa lama jatah kita hidup, kita tidak pernah tahu. Yang jelas, kita selalu berjuang setengah mati untuk bisa menerima mati. Namun sekeras-kerasnya kita menolak kematian dan perpisahan, setiap makhluk bisa merasakan jika ajal siap menjemput, jika ucapan selamat tinggal siap terlontar. Dan pada titik itu, segala perjuangan berhenti.
Dalam semua hubungan, kita bisa saja menemukan 1001 alasan yang kita anggap sebab sebuah perpisahan. Namun saya percaya, penyebab yang paling mendasar selalu sederhana dan alami: memang sudah waktunya. Hidup punya masa kadaluarsa, hubungan pun sama. Jika tidak, semua orang tidak akan pernah mati dan semua orang tidak pernah ganti pacar dari pacar pertamanya. Kita bisa bilang, putusnya hubungan A karena dia selingkuh, karena bosan, karena ketemu orang lain yang lebih menarik, belum jodoh, dan masih banyak lagi. Padahal intinya satu, jika memang sudah waktunya, perpisahan akan menjemput secara alamiah bagaikan ajal. Bungkus dan caranya bermacam-macam, tapi kekuatan yang menggerakkannya satu dan serupa. Tentu dalam prosesnya kita berontak, protes, menyalahkan ini-itu, dan seterusnya. Namun hanya dengan terus berproses dalam aliran kehidupan, kita baru menyadari hikmah di baliknya.
Memaafkan bagi saya adalah menerima. Menerima kondisi kami apa adanya. Segala penyebab mengapa sebuah kondisi tercipta, barangkali kita cuma bisa tahu sekian persennya aja. Tidak mungkin diketahui semua. Apalagi dimengerti. Sama halnya saya tidak tahu persis kenapa dulu bisa bertemu dan seterusnya. Fate, atau destiny, menjadi cara manusia menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan. Perpisahan pun sama hukumnya. Meski sepertinya keputusan berpisah ada "di tangan kita", tapi ada sesuatu kekuatan yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan.
Namun seringkali konsep "memaafkan" yang kita kehendaki adalah kemampuan untuk mengembalikan situasi ke saat sebelum ada masalah. Alias rujuk lagi seperti dulu. Dan keinginan kami untuk berpisah dianggap sebagai ketidakmampuan kami untuk saling memaafkan. Menurut saya, pemaafan yang sejati hanya bisa diukur oleh masing-masing pribadi, di dalam hatinya sendiri. Dan bagi kami, dalam masalah ini, "memaafkan" tidaklah identik dengan "pengembalian situasi ke kondisi semula". Dalam proses pemaafan ini, kami pun bertumbuh. Kami menemukan wadah yang lebih kondusif untuk menopang dinamika kami sebagai dua manusia, yakni sahabat.
Ketika sepasang suami-istri menjadi sahabat, mereka tentu bisa merasakan wadah apa yang paling tepat untuk menopang dinamika mereka. Jika pernikahan masih dirasakan sebagai wadah yang pas, maka mereka akan meneruskan persahabatan dalam cangkang pernikahan. Satu opsi yang menurut saya sangat tidak sehat, membunuh pelan-pelan, dan kepalsuan berkepanjangan.
Kita berbuat sesuatu karena itulah yang kita anggap benar bagi diri kita sendiri. Dan kebenaran ini sangatlah relatif. Jika ada 6,5 miliar manusia di dunia, maka ada 6,5 miliar kebenaran dan ukuran kebahagiaan. Norma berubah, agama berubah, sains berubah, segalanya berubah dan tidak pernah sama. Kebahagiaan pun sesuatu yang hidup, berubah, dan tidak statis.
Dan untuk ke depannya kami tidak tahu,apakah akan dipersatukan lagi oleh fate or destiny, dalam cangkang yang berbeda...
inspired by dear friend of mine
- 7b.
-
Re: Catatan Tentang Perpisahan
Posted by: "Jenny Jusuf" j3nnyjusuf@yahoo.com j3nnyjusuf
Sun Oct 5, 2008 9:34 pm (PDT)
Dear Dwi dan teman-teman milis,
Sekadar menambahkan informasi, tulisan ini diambil dari blog Dewi Lestari (www.dee-idea.blogspot. com), dengan judul yang sama: Catatan Tentang Perpisahan.
Mungkin Dwi lupa mencantumkan sumber aslinya ya.. :-)
ROCK Your Life! - Jenny Jusuf - http://jennyjusuf.blogspot. com
--- On Sun, 10/5/08, dwi andina <dwiandina_r@yahoo.com > wrote:
From: dwi andina <dwiandina_r@yahoo.com >
Subject: [sekolah-kehidupan] Catatan Tentang Perpisahan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Date: Sunday, October 5, 2008, 10:55 PM
Catatan Tentang Perpisahan
Perpisahan, sebagaimana kematian, adalah hal yang paling dihindari manusia. Padahal sama seperti pertemuan dan kelahiran, kedua sisi itu melengkapi bagai dua muka dalam satu koin. Hadir sepaket tanpa bisa dipisah. Seberapa lama jatah kita hidup, kita tidak pernah tahu. Yang jelas, kita selalu berjuang setengah mati untuk bisa menerima mati. Namun sekeras-kerasnya kita menolak kematian dan perpisahan, setiap makhluk bisa merasakan jika ajal siap menjemput, jika ucapan selamat tinggal siap terlontar. Dan pada titik itu, segala perjuangan berhenti.
Dalam semua hubungan, kita bisa saja menemukan 1001 alasan yang kita anggap sebab sebuah perpisahan. Namun saya percaya, penyebab yang paling mendasar selalu sederhana dan alami: memang sudah waktunya. Hidup punya masa kadaluarsa, hubungan pun sama. Jika tidak, semua orang tidak akan pernah mati dan semua
orang tidak pernah ganti pacar dari pacar pertamanya. Kita bisa bilang, putusnya hubungan A karena dia selingkuh, karena bosan, karena ketemu orang lain yang lebih menarik, belum jodoh, dan masih banyak lagi. Padahal intinya satu, jika memang sudah waktunya, perpisahan akan menjemput secara alamiah bagaikan ajal. Bungkus dan caranya bermacam-macam, tapi kekuatan yang menggerakkannya satu dan serupa. Tentu dalam prosesnya kita berontak, protes, menyalahkan ini-itu, dan seterusnya. Namun hanya dengan terus berproses dalam aliran kehidupan, kita baru menyadari hikmah di baliknya.
Memaafkan bagi saya adalah menerima. Menerima kondisi kami apa adanya. Segala penyebab mengapa sebuah kondisi tercipta, barangkali kita cuma bisa tahu sekian persennya aja. Tidak mungkin diketahui
semua. Apalagi dimengerti. Sama halnya saya tidak tahu persis kenapa dulu bisa bertemu dan seterusnya. Fate, atau destiny, menjadi cara manusia menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan. Perpisahan pun sama hukumnya. Meski sepertinya keputusan berpisah ada "di tangan kita", tapi ada sesuatu kekuatan yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan.
Namun seringkali konsep "memaafkan" yang kita kehendaki adalah kemampuan untuk mengembalikan situasi ke saat sebelum ada masalah. Alias rujuk lagi seperti dulu. Dan keinginan kami untuk berpisah dianggap sebagai ketidakmampuan kami untuk saling memaafkan. Menurut saya, pemaafan yang sejati hanya bisa diukur oleh masing-masing pribadi, di dalam hatinya sendiri. Dan bagi kami, dalam masalah ini, "memaafkan" tidaklah identik dengan "pengembalian situasi ke kondisi semula". Dalam proses pemaafan ini, kami pun bertumbuh. Kami menemukan wadah yang lebih kondusif untuk menopang
dinamika kami sebagai dua manusia, yakni sahabat.
Ketika sepasang suami-istri menjadi sahabat, mereka tentu bisa merasakan wadah apa yang paling tepat untuk menopang dinamika mereka. Jika pernikahan masih dirasakan sebagai wadah yang pas, maka mereka akan meneruskan persahabatan dalam cangkang pernikahan. Satu opsi yang menurut saya sangat tidak sehat, membunuh pelan-pelan, dan kepalsuan berkepanjangan.
Kita berbuat sesuatu karena itulah yang kita anggap benar bagi diri kita sendiri. Dan kebenaran ini sangatlah relatif. Jika ada 6,5 miliar manusia di dunia, maka ada 6,5 miliar kebenaran dan ukuran kebahagiaan. Norma berubah, agama berubah, sains berubah, segalanya berubah dan tidak pernah sama. Kebahagiaan pun sesuatu yang hidup, berubah, dan tidak statis.
Dan untuk ke depannya kami tidak tahu,apakah akan dipersatukan lagi oleh fate or destiny, dalam cangkang yang berbeda...
inspired by dear friend of mine
- 8a.
-
Re: (Artikel): SMS Lebaran
Posted by: "inga_fety" inga_fety@yahoo.com inga_fety
Sun Oct 5, 2008 8:41 pm (PDT)
pak sinang, artikelnya cukup menghibur.
yang lagi sendirian di lab,
fety
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Pandika Sampurnacom
<pandika_sampurna@...> wrote:
>
>
>
> SMS LEBARAN
> Oleh: Sinang Bulawan
>
>
>
> Lebaran sudah memasuki hari ketiga. HP saya sudah tidak lagi
berbunyi unik seperti tiga hari berturut-turut sebelumnya. Ternyata
bunyi SMS lebaran sudah berhenti masuk.
>
> Sudah dua kali saya hapus seluruh memori SMS yang masuk. Masih
juga ratusan SMS berikutnya menyusul. Dengan rasa sabar satu demi
satu saya buka. Membaca, dan membalasnya. Ada rasa suka, ada rasa
ingin tahu apa isinya, dan dari siapa?
>
> Rata-rata hanya ingin menyampaikan pesan selamat lebaran, minta
maaf, dan satu dua yang menutup dengan doa-doa.
>
> Jaman sekarang, HP sudah bukan barang mahal lagi. Setiap orang
hampir memilikinya. Begitu juga dengan kita semua. Sekarang saya
ingin bertanya, bagaimana dengan HP anda. Apakah juga menerima SMS
lebaran? Pasti ada kan ?. Hanya bagi yang bukan muslim saja mungkin
yang tidak menerima SMS tersebut. Kalau pun menerima, paling juga
SMS nyasar, atau orang yang mengirim belum mengetahui kalau anda
bukan beragama Islam. Namun, walau tidak menerima SMS, bisa jadi
anda adalah salah satu yang mengirim SMS ke teman-teman yang
berlebaran. Saya yakin akan itu. Banyak SMS yang masuk ke HP saya,
yang mana pengirimnya memang rekan-rekan sekantor yang non-muslim.
>
> Nah kalau kita menerima SMS lebaran, bagaimana dengan isinya?
>
> Dari ratusan SMS lebaran yang masuk saya perhatikan satu demi
satu. Secara iseng dan mereka-reka dapat saya katagorikan macam-
macam. Mau tahu? Coba deh baca. Di bawah ini ada beberapa sortiran
SMS yang masuk ke HP saya mulai dari yang singkat sampai yang sangat
panjang.
>
> "KriingE
> "Selamat hari Raya Idul Fitri mohon maaf lahir dan bathin.E
>
> "KriingE
> "Selamat Idul Fitri 1429 H. Mohon maaf lahir & batin. Taqoballahu
Minna Wa Minkum.E
>
> "KriingE
> "Ass. Ww. Perkenakan kami menghaturkan SELAMAT IDUL FITRI 1 Syawal
1429 H. Taqobbalallahu Minna Wa Minkum. Mohon maaf lahir dan bathin.
Wass.ww.E
>
> "KriingE
> "Dalam menyambut Idul Fitri 1429 H ini kami sekeluarga juga minta
maaf lahir dan bathin, serta mengucapkan "Minal aidin wal fa'izinE
agar kita kembali fitri.E
>
>
>
> "KriingE
> "Kata telah terucap, prasangka telah terungkap, tiada kata kecuali
saling maaf, jalin ukhwah dan kasih saying, raih indahnya kemenagan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Mohon maaf lahir dan batin.E
>
> "KriingE
> "Titik-titik embun diantara daun jatuh ke bumi laksana hujan!!
Dosa tertimbum mohon diampunETerbentuk khilaf mohon dimaafkanE
ajadah indah nanberseri jadi hiasan di hari nan suci. SMS dating
sebagai pengganti diri, tanda ada kebersamaan di hati. Selamat Hari
Raya Idul Fitri 1429 H. Mohon maaf lahir dan batin.E
>
> "KriingE
> "Ramadhan telah berakhir, semoga kita dapat menjumpainya kembali
di tahun yang akan datang dan menunaikan kembali shaum Ramadhan.
Selamat Iedhul Fithri 1429 H. Mohon maaf lahir dan batin.
Taqabballahu minna wa minkum, semoga amal dan ibadah kita diterima
Allah. "Ya Allah muliakanlah Saudaraku ini, bahagiakanlah
keluarganya, berkahilah rezeki dan kesehatannya, kuatkan imannya,
tinggikanlah derajadnya, kabulkanlah doanya, serta eratkanlah
persaaudaraan kami. Amin.E
>
> "KriingE
> "Perkataan yang indah adalah "LAILAHA ILLALLAH
MUHAMMADDARRASULULLAHE Lagu yang merdu adalah "ADZANE Media yang
terbaik adalah "AL-QURANE Senam yang sehat adalah "SHALATE Diet
yang sempurna adalah "PUASAE Kebersihan yang menyegarkan adalah "W
UDHUE Perjalanan yang indah adalah "HAJIE Khayalan yang baik
adalah ingat "DOSA-TAUBAT & KEMATIANE
> "Selamat tinggal bulan nan suci dan penuh kemuliaan. Selamat datang
hari nan fitri. Mohon maaf lahir dan batinE
>
> "KriingE
> "Ini sekedar catatan kecil dari "orang kecilE Petik hikmahnya dan
ambil indahnya, selebihnya abaikan saja.
>
> Yang singkat itu "WAKTUE
> Yang dekat itu "MATIE> Yang besar itu "NAFSUE> Yang berat itu "A
MANAHE
> Yang sulit itu "IKHLASE
> Yang mudah itu "BERBUAT DOSAE
> Yang abadi itu "AMAL KEBAJIKANE
> Yang akan diinvestasikan itu "APA YANG KITA KERJAKANE
> Yang akan diaudit itu "APA YANG KITA MILIKIE
> Tapi yang indah itu jika kita mau dan bisa "SALING MEMAAFKANE
> "Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1429 H. Mohon maaf lahir
dan batin. Mari kita perbaiki kesalahan dengan shalat dan sabar.E
>
> Itu baru sembilan SMS yang masuk, dan saya anggap bisa mewakili
dari ratusan yang ada. Ada yang memang singkat dan sangat formal.
Ada yang sangat sopan dan sangat kental nuansa Islamnya. Ada yang
berpantun. Ada juga yang bergaya penyair. Jangan salahkan bila ada
bergaya penceramah. Dan, berterima kasihlah bila ada yang sampai
berdoa sangat panjang, yang semuanya ditujukan untuk diri kita.
Kalau membaca SMS seperti ini , sambil membaca tidak lepas-lepasnya
mulut saya berucapEaminEmin.
>
> Saya sungguh terkesan, bahkan sempat ada beberapa SMS masuk
membuat mata ini berkaca-kaca. Betapa sucinya hati si pengirim
dengan sempat-sempatnya mendoakan diri saya ini. Padahal SMS yang
saya kirim tidaklah seperti itu. Polos-polos saja, rasanya seperti
tidak berjiwa. Saya akui itu.
>
> Tapi setelah terharu membaca SMS yang masuk tadi, keharuan
berangsur-angsur mulai berkurang dengan masuknya SMS serupa namun
dengan pengirim yang berbeda. Dua SMS yang sama, diikuti tiga,
empat, lima , dan seterusnya. AminEminEulut terus berucap, otak
saya berputar-putar berpikir. Nah lho bagaimana ini. Kok bisa sama
ya? Siapa inisiatornya, dan siapa yang followernya?
> Alamak. Bukan hanya kaset, CD, VCD saja yang dibajak. SMS lebaran
pun dibajak juga. Amit-amit dah. HancurEancur.
>
> Kalau sudah begini semuanya kita kembalikan ke teknologi, karena
pesan pendek atau SMS merupakan salah satu fitur yang ada dalam HP
yang kita miliki. Ini untuk memudahkan kita mengirim pesan-pesan
dengan tujuan menghemat biaya, atau dengan tujuan lain yang sifatnya
rahasia atau memang dalam kondisi si pengirim atau si penerima tidak
siap atau tidak ada waktu untuk bercakap-cakap. Tetapi dengan
perkembangan teknologi, menu-menu di dalam fitur SMS tersebut setiap
saat dibuat semakin komplit dan canggih, sehingga SMS yang masuk pun
dapat diotak-atik kemudian dikirim lagi ke alamat yang berbeda,
dengan secara otomatis menghapus inisial si pengirim awalnya. Ini
yang dinamakan fully modified forward message. Kalau HP kita tidak
memiliki system ini bisa juga diakali dengan cara copy-paste seperti
email.
>
> Jadi itulah penyebabnya SMS masuk ke HP saya yang awalnya membuat
haru, lama-lama rasanya menjadi saru. Malah ujung-ujungnya membuat
saya senyum-senyum. Tapi sudahlah. Yang penting si pengirim sudah
memiliki niat baik, berupaya mempererat tali silaturrahim, dan
berusaha menghapus kesalahan dengan permohonan maaf yang mendalam.
Dan yang terpenting dia sudah memasukkan saya sebagai salah satu
tujuan untuk menerima pesan. Sungguh ini merupakan karunia dari atas
sana , kalau saya dianggap orang penting yang harus menerima pesan.
>
> Bayangkan, baru kurang lebih sepuluh tahun. Teknologi telepon
selular sudah membuat lompatan besar dalam bidang telekomunikasi.
Kalau dulu mau lebaran kita semua dibuat ekstra sibuk. Ke kantor pos
beli kartu lebaran banyak-banyak. Mengisi dan menanda-tangani,
memasukkan dalam amplop, menempel perangko, kemudian dikirim.
Semuanya dengan biaya.
>
> Kartu lebaran yang dijual sudah tersedia dengan banyak pilihan
gambar, dan kata-kata pesan di bagian dalamnya. Mulai dari yang
formal sampai yang puitis. Kalau kurang sreg, kita kadang-kadang
memesan sendiri dengan isi pesan sesuai keinginan kita. Semuanya
masih tradisionil. Butuh waktu, tenaga, dan uang. Keterbatasan
teknologi ini kemudian mulai berkurang dengan adanya telegram indah
atau telegram lebaran. Kemudian meningkat lagi adanya teknologi
email. Dan alhamdulillah sekarang muncul cara ber-SMS ria. Tinggal
membuat draft isi SMS, kemudian klik semua nama atau no. HP di
memori, dan diakhiri dengan menekan menu "SENDE SMS mulai mengalir
secara otomatis.
>
> "TiengE message has been sendE
> "TiengE message has been sendE
> "TiengE message has been sendE
> "TiengE message has been sendE
> "TiengE message has been sendE
>
> Cara itu yang saya lakukan. Tiga ratus SMS sekaligus dikirim dalam
satu tekanan "SENDE kemudian lampu HP berkedip-kedip dengan sinyal
kalau SMS saya sudah terkirim ke salah satu nomor tujuan. Kemudian
diikuti seperti itu lagi pada nomor-nomor tujuan lainnya. Rasanya
maknyus benar. Pesan dikirim dengan cepat, singkat, dan murah sambil
sayanya bisa nonton TV, makan, minum, atau pipis. Ya enggak.
Sudahlah, andapun yang membaca tulisan ini juga gitu khan?
>
> Yang lucu karena menganggap gampangan dan ini mah jamak terjadi,
saya sempat kelepasan tak sengaja. Setelah seluruh SMS terkirim,
tiba-tiba kemudian muncul satu balasan SMS masuk.
>
> "Ih Bapak, kapan-kapan saya ganti kelamin. Saya kan perempuan.E
Karena kaget dan penasaran, cepar-cepat saya cek lagi draft SMS.
Pantesan, tujuan SMSnya kepada nama bapak-bapak. Bukan ibu-ibu.
>
> Benar-benar kesalahan yang tidak disengaja. Rasanya hal seperti
ini juga sudah rutin dan biasa terjadi. Biasa, "Kesalahan TeknisE
Untuk itu saya harus minta maaf. Dan, agar tidak terulang kepada
anda, silahkan bagi yang menerima SMS dari saya untuk mengecek juga
ya.
>
>
> "Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H.
> Mhon Maaf Lahir dan BatinE
>
- 9a.
-
Let's compare books
Posted by: "Aan Mansyur" aanmansyur@gmail.com luarkurung
Sun Oct 5, 2008 8:50 pm (PDT)
hi sekolah,
I'd like to connect with you on Goodreads so we can see each other's books.
http://www.goodreads.com/friend/ i?n=sekolah& i=LTM2MDY3ODE0NT c6MzEy
&e=sekolah-kehidupan@yahoogroups. &utm_medium=com email&utm_ source=invite
- Aan
(aanmansyur@gmail.com )
To opt-out of future invites to Goodreads please follow this link: http://www.goodreads.com/user/ block_email? inviter_id= 323385&utm_ medium=email& utm_source= invite
This email was sent by request to sekolah-kehidupan@yahoogroups. .com
- 10.
-
Ternyata, Ikhlas Itu Memiliki Saudara Kembar
Posted by: "dkadarusman" dkadarusman@yahoo.com dkadarusman
Sun Oct 5, 2008 8:58 pm (PDT)
Ternyata, Ikhlas Itu Memiliki Saudara Kembar
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
Kita sering mendengar kata `ikhlas' diucapkan orang. Misalnya, sang
dermawan berkata; "Saya menyerahkan sumbangan ini dengan ihklas".
Anehnya, dia mengharapkan sang penerima derma untuk mencoblos tanda
gambar dalam pemilihan ketua RT minggu depan. Dia merasa kesal ketika
ternyata hasil perhitungan suara lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah orang yang menerima derma darinya. Kita memang gemar membawa-
bawa kata ikhlas ketika melakukan sesuatu untuk orang lain. Tapi,
hati kecil kita begitu mudahnya menggugat hanya karena orang yang
kita tolong itu sama sekali tidak mengucapkan terimakasih. Dan diam-
diam kita mencap orang itu sebagai `orang yang tidak tahu
terimakasih'. Sebongkah kedongkolan ditambah dengan perasaan tidak
dihormati cukup menjadikan kita kapok untuk menolongnya lagi
dikemudian hari.
Beberapa waktu yang lalu, ada kejadian aneh didaerah kami. Jalan
menuju ke pemukiman kami sudah pada berlubang. Ketika saya melintas
pagi itu, lubang-lubang itu masih bercokol disitu. Tetapi, disore
hari saat saya pulang; jalan itu sudah berubah menjadi mulus. Dimalam
harinya, salah satu tokoh masyarakat kami mengaku menangis
menyaksikan kejadian itu. Dia menangis karena ada orang yang tanpa
ketahuan identitasnya telah memperbaiki jalan umum itu. Padahal, para
pengurus RT/RW yang saling bertetangga sudah sejak lama berembuk
mengenai perbaikan jalan, tanpa keputusan yang berarti. Kerumitan
masalahnya ada pada ketidaksepakatan mengenai berapa uang yang harus
disumbangkan oleh setiap rumah. Apakah para pensiunan harus membayar
sejumlah yang sama? Apakah tidak sebaiknya orang yang mempunyai mobil
lebih dari satu membayar iuran berlipat ganda? Dan seribu
satu `apakah' lainnya. Tapi, hari itu; jalan itu mulus hanya dalam
beberapa jam saja. Semetara itu, tak seorangpun tahu
siapa `dermawannya'.
Pak tokoh masyarakat itu menangis karena disadarkan tentang betapa
dirinya belum memiliki keikhlasan seperti orang itu. Dan pada malam
itu, kami yang tengah berkumpul diforum itu diingatkan juga bahwa;
betapa keikhlasan itu merupakan rahasia antara seseorang dengan
Tuhannya. Karena, tidak ada yang mengetahui apakah kita sungguh-
sungguh ikhlas atau sekedar berpura-pura ikhlas; kecuali diri kita
sendiri dan Sang Maha Mengetahui isi hati manusia. Seperti halnya
kita tidak bisa membohongi hati sendiri, kita tidak bisa
menyembunyikan sesuatu pun dihadapan Dia. Mulut kita bisa
mengatakan `saya ikhlas'. Tapi, jika sesungguhnya kita tidak benar-
benar ikhlas, maka hati kita dan Dia; tahu segalanya.
Ketika kita sungguh-sungguh ikhlas, maka mulut tidak lagi tertarik
untuk mengatakannya. Mendingan mesam-mesem saja. Jika ikhlas, kita
tidak lagi pusing apakah seseorang berterimakasih atau tidak. Jika
ikhlas, tidak penting lagi apakah nama kita diumumkan atau tidak.
Jika ikhlas, yang kita harapkan adalah penerimaan Tuhan atas apa yang
kita lakukan, bukan penilaian manusia. Dan jika demikian, mengapa
orang lain harus tahu apakah kita ini ikhlas atau tidak?
Namun, kadang-kadang kita menganggap bahwa ikhlas itu berarti tidak
mengharapkan imbalan apapun. Meskipun pada kenyataannya kita ikhlas
bekerja sehari-hari hanya jika digaji. Kalau kita tidak digaji, mana
bisa ikhlas bekerja seperti ini? Persis seperti jawaban yang
disampaikan oleh seorang murid ketika Sang Guru bertanya;"Menurut
pendapatmu, ikhlas itu apa?" Kata si Murid; "Ikhlas berarti kita
melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan atas apa yang kita
lakukan."
"Seperti apa misalnya?" lanjut Sang Guru.
"Maaf, guru." jawab si Murid."Seperti ketika Guru buang hajat,"
lanjutnya. "Setelah semua urusan Guru di toilet selesai, Guru tidak
pernah ingin lagi melihat kedalamnya. Guru langsung membilasnya. Dan
guru tidak ingin mengingat-ingatnya."
"Oh, begitu ya?" kata Sang Guru sambil manggut-manggut. Si Murid yang
merasa dirinya telah memberikan jawaban sempurna berbangga
hati. "Kalau begitu," lanjut Sang Guru. "Didunia ini tidak akan ada
satupun manusia yang benar-benar ikhlas." Sekarang sang Murid
terperanjat.
Seperti mengerti kegundahan dihati muridnya, Sang Guru
melanjutkan. "Menurut pendapatku, ikhlas itu berarti menerima hukum
Tuhan apa adanya. Dengan kata lain, bersedia menerima apapun yang
digariskan Tuhan untuk mengatur alam semesta ini." Agak geli
mendengar nasihat Sang Guru, si Murid berkata; "Guru, itu adalah arti
kata taát. Bukan ikhlas."
"Benar sekali," kata Sang Guru. "Karena, keikhlasan itu saudara
kembar dari ketaatan." Seperti Wiro Sableng murid Sinto Gendheng,
sang Murid garuk-garuk kepala ketika Sang Guru berujar; "Orang-orang
yang taát, secara tulus ikhlas menerima hukum Tuhan apapun adanya
itu." Lalu Sang Guru menjelaskan bahwa tidak termasuk taát orang-
orang yang menolak keputusan Tuhan. Misalnya, Tuhan sudah memutuskan
bahwa `setiap' perbuatan ada imbalannya. Perbuatan buruk imbalannya
keburukan juga. Itu yang kemudian kita sebut sebagai dosa. Sedangkan
perbuatan baik imbalannya kebaikan juga. Yang biasa kita sebut
sebagai pahala. Tidak ada perbuatan manusia yang luput dari
pengamatan Sang Maha Melihat. Dia mencatat dengan seksama, dan
menghisabkan perhitungan sesuai dengan baik atau buruk perbuatannya.
Itu adalah hukum yang dibuat oleh Tuhan. Dan, seorang hamba yang
ikhlas pasti mentaáti hukum itu. Sehingga, dia sungguh takut berbuat
keburukan karena imbalannya yang berupa keburukan pula itu.
Sebaliknya dia begitu bersemangat dalam berbuat kebajikan, karena dia
sungguh merindukan kebaikan dari sisi Tuhannya.
"Guru," kata si Murid. "Bukankah lebih baik jika kita tidak
mengharapkan imbalan dari Tuhan?" Sang Guru menjawab:"Itu betul,"
katanya. "Jika, kamu benar-benar tidak mengharapkan imbalan dari
Tuhanmu." lanjutnya. "Tapi, jika tidak, maka Tuhan tetap tahu apa
yang terucap dihatimu." Setelah itu, Sang Guru mengatakan bahwa Tuhan
itu sangat senang jika hamba-hambanya yang baik menggantungkan beribu
harapan kepadaNya. Itulah mengapa Dia menyebut dirinya sendiri
sebagai Sang Tempat Menggantungkan Harapan. Seorang hamba yang yakin
dan takut saat berbuat keburukan, namun penuh harap dengan banyak-
banyak berbuat kebajikan disebut sebagai hamba yang tawazun. Artinya,
seimbang. Dia tidak berat sebelah. Dia tidak hanya yakin bahwa Tuhan
akan membalas keburukan dengan keburukan. Melainkan juga yakin bahwa
kebaikan akan berbalas kebaikan disisiNya. Dan sungguh, katanya;
Tuhan sangat menyukai orang-orang yang seperti itu. Maukah kita
membuat Tuhan suka?
Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://dkadarusman.blogspot. com/
http://www.dadangkadarusman. com/
Catatan Kaki:
Kita, tidak pernah bisa terbebas dari hukum alam barang sedetikpun.
Jadi, menyerah saja kepadanya.
- 11a.
-
Re: (Inspirasi) Kalau Saya Mati Besok
Posted by: "endut_wrah2" endut_wrah2@yahoo.com endut_wrah2
Sun Oct 5, 2008 9:44 pm (PDT)
[;)] trims jenny.
mengingatkanku pada sesuatu yang berharga.
mengingatkanku, aku belum berbuat banyak.
seperti kata mbak ichen.
aku ingin selalu dan lebih menikmati waktu yang sedang aku jalani,
sebaik-baiknya.
beste,
woro
- 12.
-
(Musik) DEWI PERSIK VS GLEN FREDLY
Posted by: "bujang kumbang" bujangkumbang@yahoo.co.id bujangkumbang
Mon Oct 6, 2008 12:52 am (PDT)
DEWI PERSIK VS GLEN FREDLY
Masih ingat dengan janda kembangnya si penyanyi dangdut plus si calon wakil wali kota
Serang. Siapa lagi kalau bukan Bang Saiful Jamilâ"begitu sapaanya. Kini
janda dari Saiful Jamil yang memiliki tubuh seksi, montok, bahenol dan
bontoh kini kian meroket popularitasnya. Bahkan naik daun saat ini. Ini
juga meroket tidak telepas bukan karena pretasinya yang patut diacungi
jempol melainkan karena kontravesri goyangan mautnya. Goyangan yang
âlabelâ si Goyang Gergaji. Tarik Mangâ¦.!!!    Â
Tapi
itulah buktinya sekarang janda berparas cantik ini meroket bak meteor.
Terlebih pagi hari tadi Senin (5/08) ketika orang-orang sibuk memulai
pekerjaannya yang pertama kali saat liburan panjang menjelang Lebaran
saya malah sebaliknya saya masih libur kerja. Nah, dalam liburan itu
saya tidak sengaja menikmati tayangan musik yang ada di televisi
swasta. Tayangan musik itu bertajuk âDahsyatâ. Akronim dari Deretan Lagu Hit Teratas. Saat itu saya melihat video klip yang membuat decak kagum sekaligus berdag-dig-dug-der saat melihatnya.   Â
 Ya, saya melihat video klip Glen Fredly featuring dengan Dewi Persik dengan mengambil single Hikayat Cinta yang diambil dari album Glen Frendly berjudul: Private Collection. Sungguh saya sangat takjub dengan performance Dewi Persik dalam video klip tersebut. Ia seperti perpaduan Agnes Monica dan Beyonce mantan personil Destiny Child
yang memiliki body yahud dan bersuara seksi sekali. Entah apakah ini
aji mumpung untuk dirinya atau karena goyangan mautnya itu. Atau, pula
karena Glen Frendly ingin mewarnai musik yang selama ini ia usung. R and B dan soul.
Entahlah, tapi saya yang melihat penampilan Dewi Pesrik pada pagi itu
sungguh membuat saya geleng-geleng kepala sekaligus ada kemajuan bahwa
bukan hanya musik dangdut yang ia geluti tetapi musik alternatif
seperti teman duetnya, Glen Fredly ia geluti juga. Â Â
Â
 Itulah debut baru si janda bertubuh mungil. Ia ingin mengepakan sayapnya lebioh lebar lagi dengan berduet dengan penyanyi asal Ambon
manise itu. Apalagi ia sudah merabah ke dunia film. Wah tambah makin
meroket aja. Terlebih nanti di film terbaru yang akan dirilis tgl 16
Oktober 2008 di bioskop-bioskop dengan judul sama dengan statsunya yang
ia sadang selama ini. Ku Tunggu Jandamu. Ya, kita natikan saja apalagi
yang akan di lakukan Dewi Perssik si Goyang Gergaji. Kita tunggu saja,
okay*(fy)
Apakah wajar artis ikut Pemilu? Temukan jawabannya di Yahoo Answers!
- 13.
-
(Musik/Dibuang Sayang) DEWI PERSIK VS GLEN FREDLY
Posted by: "fiyan arjun" paman_sam2@yahoo.com paman_sam2
Mon Oct 6, 2008 1:07 am (PDT)
DEWI PERSIK VS GLEN FREDLY
Masih ingat dengan janda kembangnya si penyanyi dangdut plus
si calon wakil wali kota Serang. Siapa lagi kalau bukan Bang Saiful
Jamilbegitu sapaanya. Kini janda dari Saiful Jamil yang memiliki tubuh
seksi, montok, bahenol dan bontoh kini kian meroket popularitasnya.
Bahkan naik daun saat ini. Ini juga meroket tidak telepas bukan karena
pretasinya yang patut diacungi jempol melainkan karena kontravesri
goyangan mautnya. Goyangan yang "label" si Goyang Gergaji. Tarik Mang .!!!
Tapi
itulah buktinya sekarang janda berparas cantik ini meroket bak meteor.
Terlebih pagi hari tadi Senin (5/08) ketika orang-orang sibuk memulai
pekerjaannya yang pertama kali saat liburan panjang menjelang Lebaran
saya malah sebaliknya saya masih libur kerja. Nah, dalam liburan itu
saya tidak sengaja menikmati tayangan musik yang ada di televisi
swasta. Tayangan musik itu bertajuk "Dahsyat". Akronim dari Deretan Lagu Hit Teratas. Saat itu saya melihat video klip yang membuat decak kagum sekaligus berdag-dig-dug-der saat melihatnya.
Ya, saya melihat video klip Glen Fredly featuring dengan Dewi Persik dengan mengambil single Hikayat Cinta yang diambil dari album Glen Frendly berjudul: Private Collection. Sungguh saya sangat takjub dengan performance Dewi Persik dalam video klip tersebut. Ia seperti perpaduan Agnes Monica dan Beyonce mantan personil Destiny Child
yang memiliki body yahud dan bersuara seksi sekali. Entah apakah ini
aji mumpung untuk dirinya atau karena goyangan mautnya itu. Atau, pula
karena Glen Frendly ingin mewarnai musik yang selama ini ia usung. R and B dan soul.
Entahlah, tapi saya yang melihat penampilan Dewi Pesrik pada pagi itu
sungguh membuat saya geleng-geleng kepala sekaligus ada kemajuan bahwa
bukan hanya musik dangdut yang ia geluti tetapi musik alternatif
seperti teman duetnya, Glen Fredly ia geluti juga.
Itulah
debut baru si janda bertubuh mungil. Ia ingin mengepakan sayapnya
lebioh lebar lagi dengan berduet dengan penyanyi asal Ambon manise itu.
Apalagi ia sudah merabah ke dunia film. Wah tambah makin meroket aja.
Terlebih nanti di film terbaru yang akan dirilis tgl 16 Oktober 2008 di
bioskop-bioskop dengan judul sama dengan statsunya yang ia sadang
selama ini. Ku Tunggu Jandamu. Ya, kita natnikan saja apalagi yang akan
di lakukan Dewi Perssik si Goyang Gergaji. Kita tunggu saja, okay*(fy)
- 14a.
-
Salam kenal dari anggota baru
Posted by: "salimlengkong" salimlengkong@yahoo.com salimlengkong
Mon Oct 6, 2008 1:25 am (PDT)
Assalamu'alaikum untuk teman-teman EsKa yang muslim dan juga salam
sejahtera untuk teman-teman kristiani dan yang lainnya....
Aku anggota baru dimilis EsKa ini. Aku tahu EsKa dari temanku. awalnya
aku nanya tentang milis penulis dan aku dikenalkanlah kepada EsKa ini.
Denger dari ceritanya si aku yakin EsKa bagus...at least nice to join
EsKa...Oya nama aku Salim Yahya...
- 14b.
-
Re: Salam kenal dari anggota baru
Posted by: "Nia Robiatun Jumiah" musimbunga@gmail.com
Mon Oct 6, 2008 1:31 am (PDT)
selamat bergabung!!
ambil tempat yang nyaman...
salam
nia robie'
Pada 6 Oktober 2008 15:20, salimlengkong <salimlengkong@yahoo.com > menulis:
> Assalamu'alaikum untuk teman-teman EsKa yang muslim dan juga salam
> sejahtera untuk teman-teman kristiani dan yang lainnya....
> Aku anggota baru dimilis EsKa ini. Aku tahu EsKa dari temanku. awalnya
> aku nanya tentang milis penulis dan aku dikenalkanlah kepada EsKa ini.
> Denger dari ceritanya si aku yakin EsKa bagus...at least nice to join
> EsKa...Oya nama aku Salim Yahya...
>
>
>
- 14c.
-
Re: Salam kenal dari anggota baru
Posted by: "bujang kumbang" bujangkumbang@yahoo.co.id bujangkumbang
Mon Oct 6, 2008 1:45 am (PDT)
lam kenal kembali
semoga sukses Anda selalu.
amin!
--- Pada Sen, 6/10/08, Nia Robiatun Jumiah <musimbunga@gmail.com > menulis:
Dari: Nia Robiatun Jumiah <musimbunga@gmail.com >
Topik: Re: [sekolah-kehidupan] Salam kenal dari anggota baru
Kepada: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Tanggal: Senin, 6 Oktober, 2008, 3:31 PM
selamat bergabung!!
ambil tempat yang nyaman...
salam
nia robie'
Pada 6 Oktober 2008 15:20, salimlengkong <salimlengkong@ yahoo.com> menulis:
Assalamu'alaikum untuk teman-teman EsKa yang muslim dan juga salam
sejahtera untuk teman-teman kristiani dan yang lainnya....
Aku anggota baru dimilis EsKa ini. Aku tahu EsKa dari temanku. awalnya
aku nanya tentang milis penulis dan aku dikenalkanlah kepada EsKa ini.
Denger dari ceritanya si aku yakin EsKa bagus...at least nice to join
EsKa...Oya nama aku Salim Yahya...
_____________________ _________ _________ _________ _________ _
Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions. yahoo.com/ newdomains/ id/
- 15a.
-
(catcil) PENULIS KACANGAN DAN PEDAGANG KACANG
Posted by: "bujang kumbang" bujangkumbang@yahoo.co.id bujangkumbang
Mon Oct 6, 2008 1:44 am (PDT)
PENULIS KACANGAN VS PEDAGANG KACANG
Â
âBetter to write for yourself and have no public, than to write for the public and have no self.ââ"Cyrill Connollyâ"
Â
Â
Medio September lalu saya menerima sebuah pesan singkat di handphone saya. Pesan singkat itu mampir disaat saya sedang ada diperjalanan menuju tempat saya bekerja. Tepatnya di atas angkot âpribadiâ saya. Entah pesan singkat itu dari siapa pengirimnya saya juga tidak tahu. Yang ada hanya nomor si pengirim singkat itu saja tanpa nama pengirimnya. Penuh misterius!
Â
Â
Â
Oya, kalau tidak salah saya menerima pesan singkat itu pada pagi hari saya menerima pesan singkat itu--yang menurut saya begitu misterius. Bukan mistreius saja tetapi pesan singkat itu juga bernada sebuah ejekan dan ironi. Ya, benar-benar membuat saya mengelus dada sekaligus merenung. Berpikir. Apakah ada yang salah pada diri saya? Atau, adakah yang tidak suka dengan saya sebagai penulis?â Â bathin saya bertanya-tanya sambil mengurut dada.
Â
Â
Â
Â
Pesan singkat itu seperti ini yang dikirimkannya ke saya: Dasar penulis kacanganâ¦blaâ¦blaâ¦blaâ¦blaâ¦blaâ¦blaâ¦. Saya yang membacanya langsung meratap dan merenung. Danâ¦.tanpa sengaja jemari saya mengetik tuts handphone tanpa sadar. Membalas pesan singkat dari si pengirim misterius itu. Sebenarnya saya tak mau membalasnya lagi tapi karena saya diliputi awan gelap akhirnya terjadilah balasan pesan singkat itu.
Â
Â
Â
Alhamdulillah, saya dikatakan penulis kacangan. Tapi Anda bukanlah orang yang pertama mengatakan saya penulis kacangan. Terima kasih.
Â
Â
Â
Â
Itulah pesan singkat yang saya balas. Ya, kenapa saya mengatakan seperti itu karena memang saya sadari dan saya akui saya adalah bukan penulis profesional. Bukan pula penulis handal. Atau, pun yang banyak mengasilkan buku-buku best seller. Tetapi walaupun saya penulis kacangan lagi-lagi saya sadar diri alhamdulillah walaupun saya dikatakan penulis kacangan saya bisa seperti penulis tersebut yang bisa menghiasi karya-karyanya di media massa maupun elektronik. Bahkan diantaranya ada yang memenangkan lomba. Tapi ya lagi-lagi saya harus menerima apa pun resikonya sebagai penulis kacangan. Perkataan, kritikan, sampai cibiran bahwa saya penulis kacangan saya harus tetap legowo. Menerima itu semua. Hingga saya teringat pesan dari seorangâ"yang sudah saya anggap Bapak sendiri. Maklum ayah saya sudah meninggal sejak saya masih duduk di bangku SD. Tepatnya duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar. Orang itu sangat begitu baik kepada saya hingga ia memberikan sebuah
wejangan untuk saya melalui pesan singkatnya.
Â
Â
Â
Â
Tidak apa-apa Yan dikatakan penulis kacangan. Kan penulis kcangan nanti juga bisa laris kayak kacangâ¦.
Â
Â
Â
Pesan singkat itu seperti meleburkan rasa ketidakepedean saya sebagai penulis. Pesan singkat dari orang yang tinggal di Bandung . Ia juga seorang motivator, penulis, dan juga editor sekaligus pengusaha. Ia memberikan saya spirit di dunia yang selama ini saya geluti. Bahkan saat saya menerima pesang singkat misterius itu dalam diri saya sudah terkotaminasi: Ingin menggantungkan pena! Itulah dampak psikis dari pesan singkat itu. Namun. Alhmadulillah, akhirnya Sang Khalik memberikan saya seorang penolong untuk saya saat saya lagi labil ketika saya menceritakan tentang apa yang saya alami kepadanya. Saya ceritakan hal yang sebenarnya terjadi. Dan akhirnya ia mau juga memberi saya wejangan dan semangat. Bangkit untuk menulis kembali. Dan akhirnya jadilah tulisan ini.
Â
Â
Â
Â
Oya, kalau saya samakan wejangan dari orang yang baik terhadap saya ini jadi teringat sama pedagang kacang (rebus) yang dijual oleh lelaki paruh baya. Lelaki paruh baya itu berjualan kacang sudah sejak saya belum lahir. Bahkan pedagang kacang itu pun kini sudah memiliki cucuâ"yang kadang juga sering menemani ia berdagang. Nama pedagang kacang itu bernama Pak Suri.
Â
Â
Â
Itulah nama lelaki paruh baya yang saya kira-kirakan berusia diatas lima puluhan itu. Tetapi walaupun usianya sudah seabad tetapi ijwa untuk menafkahkan anak dan cucunya semangat sekali. Saya yang tiap malam melihat ia bedagang tiap malam menjelang hanya ditemani pelita seadanyaada rasa terenyuh melihat kehidupannya. Kehidupannya tak seberuntung orang-orang yang ada didalam rumah yang tiap malam ia kelilingi. Beruntung seperti mereka. Hingga malam tiba sampi larut ia masih berputar mengelingi perkampungan di mana saya tinggal . Tapi sayangny sejak sebelum Ramadhan tiba hingga Ramdahan usai ia juga tak tampak batang hidungnya sama sekali. Saya yang merasakan itu adi khawatir. Apakah ia sudah tiada atau belum. Ya, semoga saja Allah memanjangkan usianya dan memberikan kebahagiaan hidupnya kelak.
Â
Â
Â
Ya, hampir selama itu saya tidak menemui dirinya lagi. Untuk itulah saya merasa khwatir pada diriya dibandingkan saya pada pesan singkat yang dikirimkan oleh pengirim misterius. Yang mengatakan saya sebagai penulis kacangan. Tetapi tidak separah bila saya merlihat kehidupan Pak Suri si pedagang kacang. Walau pun kami berdua mendapatkan predikat embel-embel dibelakangnya dengan sebutan kacang!*(fy)
Â
Â
Â
Â
Ulujami, Awal Oktober 2008
Tulisan ini saya dedikasikan untuk orang Bandung, Bapak Titisanku. semoga Bapak sehat selalu. Amin! Terima kasih Pak atas wejangannya semoga bermanfaat untuk saya dan juga menjadi bahan renungan saya. Sukses buat Bapak. Amin!
_____________________ _________ _________ _________ _________ _
Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru.
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions. yahoo.com/ newdomains/ id/ - 15b.
-
Re: (catcil) PENULIS KACANGAN DAN PEDAGANG KACANG
Posted by: "Nia Robiatun Jumiah" musimbunga@gmail.com
Mon Oct 6, 2008 2:33 am (PDT)
semangat bang Fy..
bener kata pak Teha..
orang yang ngirim sms itu pasti ngedoain tulisan2 bang Fy laris kayak
kacang.. hi..hi..
Amin..
Alloh cuma mau lihat usaha dari tiap hambaNya...
salam perjuangan (hayyah.. mulai lebai)
Nia Robie'
Pada 6 Oktober 2008 15:44, bujang kumbang <bujangkumbang@yahoo.co. >menulis:id
>
>
>
> *PENULIS KACANGAN VS PEDAGANG KACANG*
>
> *
>
> *
>
> * *
>
> *"Better to write for yourself and have no public, than to write for the
> public and have no self."Cyrill Connolly*
>
> * *
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Medio September lalu saya menerima sebuah pesan singkat di *handphone*saya. Pesan singkat itu mampir disaat saya sedang ada diperjalanan menuju
> tempat saya bekerja. Tepatnya di atas angkot "pribadi" saya. Entah pesan
> singkat itu dari siapa pengirimnya saya juga tidak tahu. Yang ada hanya
> nomor si pengirim singkat itu saja tanpa nama pengirimnya. Penuh misterius!
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Oya, kalau tidak salah saya menerima pesan singkat itu pada pagi hari saya
> menerima pesan singkat itu--yang menurut saya begitu misterius. Bukan
> mistreius saja tetapi pesan singkat itu juga bernada sebuah ejekan dan
> ironi. Ya, benar-benar membuat saya mengelus dada sekaligus merenung.
> Berpikir. *Apakah ada yang salah pada diri saya? Atau, adakah yang tidak
> suka dengan saya sebagai penulis?" * bathin saya bertanya-tanya sambil
> mengurut dada.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Pesan singkat itu seperti ini yang dikirimkannya ke saya: *Dasar penulis
> kacangan bla blabla bla bla bla .* Saya yang membacanya langsung meratap
> dan merenung. Dan .tanpa sengaja jemari saya mengetik *tuts* handphone
> tanpa sadar. Membalas pesan singkat dari si pengirim misterius itu.
> Sebenarnya saya tak mau membalasnya lagi tapi karena saya diliputi awan
> gelap akhirnya terjadilah balasan pesan singkat itu.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> *Alhamdulillah, saya dikatakan penulis kacangan. Tapi Anda bukanlah orang
> yang pertama mengatakan saya penulis kacangan. Terima kasih.*
>
> * *
>
> * *
>
> * *
>
> *
>
> *
>
> * *
>
> *
>
> *
>
> Itulah pesan singkat yang saya balas. Ya, kenapa saya mengatakan seperti
> itu karena memang saya sadari dan saya akui saya adalah bukan penulis
> profesional. Bukan pula penulis handal. Atau, pun yang banyak mengasilkan
> buku-buku *best seller*. Tetapi walaupun saya penulis kacangan lagi-lagi
> saya sadar diri alhamdulillah walaupun saya dikatakan penulis kacangan saya
> bisa seperti penulis tersebut yang bisa menghiasi karya-karyanya di media
> massa maupun elektronik. Bahkan diantaranya ada yang memenangkan lomba. Tapi
> ya lagi-lagi saya harus menerima apa pun resikonya sebagai penulis kacangan.
> Perkataan, kritikan, sampai cibiran bahwa saya penulis kacangan saya harus
> tetap *legowo*. Menerima itu semua. Hingga saya teringat pesan dari
> seorangyang sudah saya anggap Bapak sendiri. Maklum ayah saya sudah
> meninggal sejak saya masih duduk di bangku SD. Tepatnya duduk dibangku kelas
> 4 Sekolah Dasar. Orang itu sangat begitu baik kepada saya hingga ia
> memberikan sebuah wejangan untuk saya melalui pesan singkatnya.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> *Tidak apa-apa Yan dikatakan penulis kacangan. Kan penulis kcangan nanti
> juga bisa laris kayak kacang .*
>
>
>
>
>
>
>
> * *
>
> Pesan singkat itu seperti meleburkan rasa ketidakepedean saya sebagai
> penulis. Pesan singkat dari orang yang tinggal di Bandung . Ia juga seorang
> motivator, penulis, dan juga editor sekaligus pengusaha. Ia memberikan saya
> spirit di dunia yang selama ini saya geluti. Bahkan saat saya menerima
> pesang singkat misterius itu dalam diri saya sudah terkotaminasi:* Ingin
> menggantungkan pena!* Itulah dampak psikis dari pesan singkat itu. Namun.
> Alhmadulillah, akhirnya Sang Khalik memberikan saya seorang penolong untuk
> saya saat saya lagi labil ketika saya menceritakan tentang apa yang saya
> alami kepadanya. Saya ceritakan hal yang sebenarnya terjadi. Dan akhirnya ia
> mau juga memberi saya wejangan dan semangat. Bangkit untuk menulis kembali.
> Dan akhirnya jadilah tulisan ini.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Oya, kalau saya samakan wejangan dari orang yang baik terhadap saya ini
> jadi teringat sama pedagang kacang (rebus) yang dijual oleh lelaki paruh
> baya. Lelaki paruh baya itu berjualan kacang sudah sejak saya belum lahir.
> Bahkan pedagang kacang itu pun kini sudah memiliki cucuyang kadang juga
> sering menemani ia berdagang. Nama pedagang kacang itu bernama Pak Suri.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Itulah nama lelaki paruh baya yang saya kira-kirakan berusia diatas lima
> puluhan itu. Tetapi walaupun usianya sudah seabad tetapi ijwa untuk
> menafkahkan anak dan cucunya semangat sekali. Saya yang tiap malam melihat
> ia bedagang tiap malam menjelang hanya ditemani pelita seadanyaada rasa
> terenyuh melihat kehidupannya. Kehidupannya tak seberuntung orang-orang yang
> ada didalam rumah yang tiap malam ia kelilingi. Beruntung seperti mereka.
> Hingga malam tiba sampi larut ia masih berputar mengelingi perkampungan di
> mana saya tinggal . Tapi sayangny sejak sebelum Ramadhan tiba hingga
> Ramdahan usai ia juga tak tampak batang hidungnya sama sekali. Saya yang
> merasakan itu adi khawatir. Apakah ia sudah tiada atau belum. Ya, semoga
> saja Allah memanjangkan usianya dan memberikan kebahagiaan hidupnya kelak.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Ya, hampir selama itu saya tidak menemui dirinya lagi. Untuk itulah saya
> merasa khwatir pada diriya dibandingkan saya pada pesan singkat yang
> dikirimkan oleh pengirim misterius. Yang mengatakan saya sebagai penulis
> kacangan. Tetapi tidak separah bila saya merlihat kehidupan Pak Suri si
> pedagang kacang. Walau pun kami berdua mendapatkan predikat embel-embel
> dibelakangnya dengan sebutan kacang!*(fy)
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> *Ulujami, Awal Oktober 2008*
>
> *Tulisan ini saya dedikasikan untuk orang Bandung, Bapak Titisanku. semoga
> Bapak sehat selalu. Amin! Terima kasih Pak atas wejangannya semoga
> bermanfaat untuk saya dan juga menjadi bahan renungan saya. Sukses buat
> Bapak. Amin!*
>
>
> "
> --------------------- ---------
> Kenapa BBM mesti naik? Apakah tidak ada solusi selain itu?
> Temukan jawabannya di Yahoo Answers!"
>
>
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar