Messages In This Digest (22 Messages)
- 1.
- Re: [Maklumat] Rapat Kerja Sekolah kehidupan -> Mbak Hariyanty Thahi From: Kang Dani
- 2.
- Siapa Gurumu? From: agussyafii
- 3.
- Re: mahakarya- bromo From: rina hasan
- 4a.
- Re: [catatan kaki] Menelisik Pemimpin Indonesia Abad 21 From: Bu CaturCatriks
- 4b.
- Re: [catatan kaki] Menelisik Pemimpin Indonesia Abad 21 From: Nursalam AR
- 5a.
- Re: [Ruang Baca] Bukavu: Cara Helvy Membuat Tuhan Tersenyum From: Bu CaturCatriks
- 6a.
- Re: [catcil] Mengantar Sukses From: Bu CaturCatriks
- 7.
- (Catcil) Gundah From: cahaya khairani
- 8a.
- Re: (Ruang Baca) And Then There Were None From: Bu CaturCatriks
- 9a.
- Re: [sekolah-kehidupan] (Canda) Minta HP ? Kasih, daah From: Andri Pranolo
- 10.
- [ruang baca] Women In Power -- untuk penggemar buku jadoel From: Nursalam AR
- 11.
- [ruang baca] Usmar Ismail Mengupas Film -- untuk penggemar buku jado From: Nursalam AR
- 12a.
- Re: (Kelana) Ueno Park dan Tokyo Metropolitan Teien Art Museum From: Nursalam AR
- 13a.
- Re: [catcil] Nostalgia Baju Lebaran From: Nursalam AR
- 13b.
- Re: [catcil] Nostalgia Baju Lebaran From: Agus Wahyu Sudarmaji
- 14a.
- Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus From: Nursalam AR
- 14b.
- Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus From: Nursalam AR
- 14c.
- Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus From: novi_ningsih
- 14d.
- Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus From: Nursalam AR
- 14e.
- Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus From: Nursalam AR
- 15.
- Re: Bls: [sekolah-kehidupan] (Catcil) What Do You Think About Me? (P From: galih@asmo.co.id
- 16a.
- Re: (Catcil) Akhirnya Saya Bisa Menyayangi Anak Saya Sendiri.... From: Nursalam AR
Messages
- 1.
-
Re: [Maklumat] Rapat Kerja Sekolah kehidupan -> Mbak Hariyanty Thahi
Posted by: "Kang Dani" fil_ardy@yahoo.com fil_ardy
Mon Nov 3, 2008 12:29 am (PST)
Wa'alaikumusallam wrwb
Terimakasih atas atensinya, Mbak. *Haiayah, atensi ^_^
Senang sekali mendengar optimisme sahabat SK dari medan,
saya yakin, banyak sahabat2 SK yang dari daerah tapi belum
unjuk gigi di milis ini, ataupun belum berani memperlihatkan
batang hidungnya. *loh kok jadi bawa2 anatomi :D*
Suatu kemajuan apabila Mbak Hariyanti menjadi pelopor SK di Medan,
nah untuk kegiatan2 SK yang sudah kami lakukan, Mbak Lia pernah
mengirimkannya ke milis, coba Mbak klik link berikut ini, di sana ada
jadwal kegiatan SK sebelumnya ^_^
http://groups.yahoo.com/ group/sekolah- kehidupan/ message/24770
Oke, Mbak? ditunggu kontribusinya ^_^
SEKOLAH KEHIDUPAN
ketua
Dani Ardiansyah
I-Moov Mobile Solution
Jl. Radio Dalam Raya No. 5H Lt. 4
HP: 085694771764
- 2.
-
Siapa Gurumu?
Posted by: "agussyafii" agussyafii@yahoo.com agussyafii
Mon Nov 3, 2008 1:08 am (PST)
Siapa Gurumu?
By: Agussyafii
Sehabis sholat maghrib. Di masjid saya bertemu seorang anak muda yang
marah berat ketika laptopnya diambil pencuri. Dia mengajak saya
mencari pencuri tersebut. Setelah bercerita panjang lebar, ingin
mencelakakan pencuri laptopnya.
saya katakan padanya, "Siapa gurumu yang mengajarkan dirimu untuk
mencintai laptopmu itu sehingga begitu sangat membenci pada pencuri
itu, padahal dia juga hamba Alloh? Bukankah gurumu yang telah
mengajarkan kebencian itulah yang sepatutnya dipidana?"
Pemuda itu tak menjawab dan pergi begitu saja. Entah siapa yang
dicarinya, pencuri laptopnya atau gurunya?
Salam Cinta,
agussyafii
=======
Tulisan ini dibuat dalam kampanye "Kunci Doa yang Dikabulkan" Terima
kasih atas berkenannya memberikan komentar di
http://agussyafii.blogspot. atau sms 087 8777 12 431com
- 3.
-
Re: mahakarya- bromo
Posted by: "rina hasan" rina_hasan@yahoo.com rina_hasan
Mon Nov 3, 2008 1:59 am (PST)
Bromo wah bagiku
ke bromo merupakan perjalanan yang melahirkan semangat romantisme, barangkali
untuk sharing aku gambarkan saja, bisa juga dibaca pada: http://rinahasan.blogspot. com/2008/ 09/di-bromo- aku-menunggu. html
Di Bromo aku menunggu
Keletihan dan panas yang menyengat selama di Kota
Subaraya ternyata sangat berbalik dengan hawa yang menyambut kami di Kota
Malang, kami memasuki kota tersebut saat Isya datang dan hawa dingin langsung
menusuk kulitku, jaket yang kubeli di Suarabaya ternyata tidak mampu menahan
dinginnya. Sampai di Surabaya kami lansung menuju ke Kota Batu tempat
penginapan, sempat tawar menawar dengan pengemudi taksi kami menuju ke hotel.
Dingin malah semakin bertambah dan badanku sudah mulai meriang,
aku sempat bingung, mau mandi apa tidak ya? Kalau mandi airnya sangat dingin
karena penginapan tidak menyediakan air panas , namun kalau tidak mandi
badannya rasanya lengket semua karena berkeliling seharian di Surabaya,
akhirnya dengan nekat aku mandi juga .dan ternyata aku memang demam.
Aku mencoba unuk tidur setelah minum obat sebelumnya, jam 12
malam aku dibangunkan teman teman, rombongan akan menuju ke Gunung Bromo,
aduh . Badan rasanya sakit semua dan udara dingin di kota
Batu membuat kaki dan tanganku terasa sangat kaku. Namun imformasi mengenai
Bromo yang kudengar selama ini sangat menarik hati dan aku sangat ingin kesana,
akhirnya dalam kondisi demam aku bangun dan bersiap untuk ke Bromo. Kapan lagi?
Tekadku dalam hati memberikan semangat
Bus melaju membawa kami ke Probolinggo, selama perjalanan aku mencoba untuk
tidur, penjelasan dari Guide kami yang sebenarnya bernama Anang namun mempunyai
panggilan Bejo tidak begitu kusimak, sakit kepala dan flu yang menyerangkau
sepertinya tidak mau kompromi. Jam 2 pagi kami sampai di desa Tengger di bawah
kaki puncak Bromo. Bejo mengajak rombongan untuk istirahat di salah satu warung
makanan yang berjejer di sepanjang jalan jalur utara ini, hamper semua
wisatawan yang ingin jalur praktis melewati jalur ini.
Bejo memesan segelas wedang jahe untukku, ia juga meminta
agar pemilik warung meyediakan tunggku bara untuk kami dan
alhamdulillah..akhirnya aku dapat menghangatkan diri. Bejo juga menyarankan
agar aku menyewa jaket tebal yang ditawarkan penyewa jaket, dengan membayar 10
ribu aku mendapatkan jaket tebal dan kulengkapi dengan topi gazebo bergambar
bromo, akhirnya tubuhku mulai enakkan. Thanks Bejo
Selama di Warung itu Bejo bercerita, menurutnya banyak jalur
yang bisa dilewati dengan melalui jalur cagar alam Tengger, namun ini biasanya
digunakan oleh para pendaki dan mereka yang suka bertualang, ada juga jalur
melalui lautan pasir di didesa Tosari, namun jalurnya cukup berat juga.
Bejo
juga bercerita menurutnya di sekitar Gunung Bromo berdiam masyarakat suku
Tengger, dan bagi mereka Gunung Bromo adalah Gunung yang suco sehingga setahun
sekali masyarakat suku Tengger ini melakukan upacara dipercaya sebagai gunung
suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau
Kasodo, di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan
dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga
dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo
(kesepuluh) menurut penanggalan Jawa. Dalam upacara masyarakat melemparkan
berkah, uang atau makanan ke kawah gunung dan sebagian masyarakat yang lain
mengambilnya.
Masyarakat suku Tengger juga tidak pernah khawatir dengan
ancaman meletusnya gunung Bromo ini, bagi mereka Gunung Bromo adalah kehidupan
mereka. Aku merenung.. kecintaan manusia pada tempat dan tanah kelahirannya
memang sangat kuat dan aku juga begitu. Kampar bagiku adalah hidup dan matiku.
Sekitar jam 4 subuh kami menuju ke puncak gunung, perjalanan
yang hanya memakan waktu beberapa menit saja cukup menanjak dan sampai di
puncak Bromo aku melongo wow ..indah sekali.dalam kegelapan, puluhan orang
tegak dan duduk menunggu terbitnnya matahari, mereka memakai jaket tebal dan
terdiri dari berbagai bangsa.
Sementara itu disisi kanan, aku melihat Gunung Semeru dengan
asapnya yang mengepul, kawah Gunung Bromo dan lautan pasir, asap tebal dari
kawah gunung menggambarkan siluet raksasa yang seakan akan mencari mangsa dalam
kerumunan manusia di Bromo, perlahan lahan cahaya jingga pengantar matahari
muncul.
Aku menoba merenungi dalam keindahan Ciptaan yang Maha Kuasa
ini, sungguh luar biasa ya Rabb .dalam ancaman letusan Bromo Kau ciptakan
lukisan yang begitu Indah. Perlahan lahan matahari yang cantik muncul dan ini
sungguh detik detik yang mengangumkan. Satu persatu juga wajah wajah terpesona
mulai tampak disiram cahaya pagi.Usai menatam mentari yang sudah mulai sempurna
aku menikmati pemamdangan kearah kawah Gunung dan Lautan pasir, tak kalah
Indahnya.
Aku
berdiri ditepian Tebing dan memandang alam mempesona dibawahnku, garis dan
lekukan yang ditimbulkan alam, kawah dan rerumputan yang menghijau membuatku
semakin kagum, hamparan ngarai dibawahku mengingatkanku akan suatu penantian,
penantian yang panjang dan siapakah yang kutunggu disini.? Dalam cerita
pencinta sering kubaca penantian terpanjang seperti ini akan menghasilkan
kebahagiaan, namun penantianku untuk siapa? Dan akan bahagiakah aku..? aku
hanya menarik nafas mencoba menghilangkan kegalauan hati oleh suasana romantis
yang tercipta dengan sendirnya Rabb .menunggukah aku..?
Rasanya aku ingin berlama lama disana, namun Bejo kembali
memaksa rombongan untuk turun, akupun melangkah dengan enggan, kembali turun
dan menuju kearah lautan padang pasir, aku
melirik arloji. Jam 08: 00 pagi. Pemandangan Indah kembali menghiasi mata
sepanjang jalan lautan pasir tersebut, kamerakupun tak henti hentinya
memercikkan cahaya dari bliznya, dan sayangnya .begitu sampai dilautan pasir
bateraynya pun habis duh kenapa haru ada gangguan ini?
Kami sudah dinanti puluhan kuda sewaaan, menuju ke puncak
yang sangat jauh memang sangat asyik kalau dengan menunggang kuda, akupun
memilih salah satu, walaupun sebenarnya tidak tega dengan pemilik kuda yang
berjalan didepanku aku menikmati pemandangan, aku meminta laki laki itu
berjalan pelan pelan saja dengan harapan ia tidak akan susah mengikutiku.
Pemandangan didepan mataku tidak kalah indahnya, padang
pasar yang sangat luas dibentengi dengan Gunung Semeru, gunung Bromo
menjadikannya mempunyai tepian nyata. Kamu menuju ke puncak, namun sampai
dikaki Gunung Kuda tak sanggup berjalan. Akhirnya aku menaiki tangga.
Dengan tersengal sengal aku mencoba menghitung jumlah anak
tangga yang kunaiki, kalau tidak salah jumlahnya 258, namun kata teman teman
yang lain jumlahnya lebih banyak dan hamper dari semua kami menghitung dengan
jumlah yang berbeda. Dipuncak Semeru yang Indah pemamdangan tidak kalah
cantiknya aku lagi lagi terpana. Rabb..cantiknya..ciptaanMU. .
Kembali
Nuansa Romantis menggoda hatiku, dengan santai aku duduk disalah satu bebatuan
yang ada, pandangan kearah lautan pasir dengan ratusan penunggang kuda yang
menunggu para turis, aku merasa menjadi salah seorang putri yang sedang
menunggu pangeran berkuda dan yang manakah diantara kesatria itu pangeranku..?
Hmm
he he , dengan tersenyum malu dan tersipu sipu aku mengusir bayangan dan
scenario cerita itu, tapi alam yang indah dan suasana pagi yang segar entah apa
namanya membuat hawa romantis tak dapat kueelakkan, dan bagaikan seorang
penyair, tiba tiba aku ingin membuat sejuta puisi, sejuta cerita, aku juga
ingin melukis . Tapi tentu saja hanya hayalan, karena aku bukan penyair dan
bukan pelukis.
Tiba tiba sesosok wajah muncul dalam anganku, dengan
senyumnya yang begitu menarik dan memikat hati. Duh kenapa wajah itu harus
muncul? Kenapa harus dia? Aku tidak pernah melihatnya berkuda..apalagi sampai
menjadi kesatria. Tapi bukankah ini daerahnya juga . Ah konyol.
Lagi lagi Bejo mengganggu keasyikan jiwa penyairku yang sudah
mulai gila, Bejo meminta kami turun dengan segera karena harus mengejar
penerbangan sore harinya di Surabaya.
Lagi lagi dengan enggan aku turun, tangga terasa sangat sedikit, dan aku
kembali menaiki kudaku menuju bus kami menunggu
Namun hatiku terobati ketika aku melewati Pura yang berada di
lautan pasir ini, walaupun tidak bisa memasukinya namu keberadaan pura sangat
cantik kalau dilihat dari puncak gunung, aku mengelilingi Pura dan setelah itu
kembali ke rombongan.
Ah Bromo..kau sudah membuat aku mabuk kebayang pagi ini,
keindahanmu dan kemolekanmu menimbulkan kerinduan dalam hatiku dan di Bromo ini
aku menunggu
Bromo 21 Agustus 2008
http://www.rinahasan.blogspot. com
Posted by: "inga_fety"
inga_fety@yahoo.com
inga_fety
Sat Nov 1, 2008 5:02 am (PDT)
bromo? kangen...pernah 2 kali kesana. paling berkesan waktu jadi
asisten praktikum gunung api. bisa ke penanjakan walaupun bela-belain
bangun jm 4 pagi dan bertempur dengan udara dingin, tapi senang bisa
melihat matahari terbit. btw, juga asyik loh mbak kalo sekalian
mendaki gunung batok, ada edelweis di puncaknya. juga asyik lagi
mengelilingi lembah bromo. bisa melihat lapangan yang luas banget di
sisi bromo yang satunya lagi. atau turun ke tempat pelaksanan upacara
suku tengger. pokoknya banyak momen di bromo. Hmm, kapan yah ada
undangan lagi jadi asisten prakt.gunung api dari almamater:)
salam,
fety
--- In sekolah-kehidupan@ yahoogroups. com, Siwi LH <siuhik@...> wrote:
>
> Maha Lukisan Bromo
> By Siu Elha
>
> Hari Sabtu tanggal 4 Oktober silam, saya
> sekeluarga mengantar keluarga kakak yang dari Jakarta ke
> Bromo. Hari itu, kami berangkat agak siangan, meniadakan kesempatan
> melihat sunrise di Penanjakan, karena
> mengingat peserta yang ikut kebanyakan nak
> kanak children, dan suhu disana saat musim kemarau sangattt dingin,
apalagi
> di pagi hari. Kalapun kami maksa nguber sunrise, kami harus
berangkat dini hari.
> Itupun kalau kami ngga kehabisan sewa mobil Hardtop dari terminal
Ngadisari,
> terminal terakhir sebelum ke Gunung Bromo. Biasanya kalau musim
liburan begini
> mobil Hardtop habis disewa, padahal jumlahnya mencapai 150 an. Juga
persiapan
> anak-anak yang rada ribet. Belum mobil Kakakku yang bannya pecah
sepulang dari
> Pacet, harus dibelikan gantinya. Akhirnya baru jam 10.30 kami bisa
berangkat.
>
>
> Jam 11.30 WIB, kami sampai di terminal Ngadisari,
> disana sudah berjajar mobil Hardtop yang bisa disewa, dan ada tarif
> resminya. Karena medan menuju Gunung Bromo sungguh berat, sebaiknya
memang
> kita menyewa mobil Hardtop itu, gak mahal dengan tingkat kesulitan
medan yang
> dihadapi. Untuk trayek ke Gunung Bromo dikenai tarif 175.000,-
kalau yang ingin
> langsung rute Penanjakan Gunung Bromo tarifnya 300 ribu. Start
dari terminal
> itu sudah menunjukkan medan yang maha sulit. Tanjakan dengan
kemiringan hampir
> 45 derajat, belum tikungan yang membelok 180 derajat.
>
>
> Kira-kira 15 menit dari perjalanan tanjakan dan
> tikungan tadi, kami seakan memasuki
> pintu gerbang dunia lain. Tiba-tiba didepan kami terbentang lautan
pasir yang
> sangat luas. Benar-benar lautan pasir tanpa ada tumbuhan sebijipun!
Ditingkahi
> angin yang menderu-deru membawa hawa dingin yang lumayan
menggeretakkan tulang,
> padahal disiang bolong. Belum sampai di pemberhentian, kami dikejar-
kejar pasukan
> berkuda, mirip pasukan berkuda dijaman kerajaan tiba-tiba pasukan
berkuda
> dengan penutup wajah khas Bromo yang hanya terlihat mukanya, serta
selempang
> kain sarung trade mark suku Tengger
> sudah mengepung dikanan-kiri Hardtop yang kami tumpangi. Ada apa
> gerangan? Olala, mereka ternyata menawarkan jasa naik kuda sampai
ke bibir
> Kawah Gunung Bromo. Karena Hardtop hanya bisa berhenti kurang lebih
1 km dari
> bibir kawah gunung Bromo. Maka untuk menuju tangga ke kawah Gunung
Bromo
> disediakan jasa naik kuda, jika kita malas berjalan. Taripnya 50
ribu, lumayan
> mahal menurut saya, tapi kalau ingin menikmati sensasi naik kuda
bolehlah
> mengiyakan penawaran si penunggang kuda itu. Namun saat itu kami
memutuskan
> untuk berhenti di pemberhentian Hardtop dan menikmati pemandangan
dari sana.
>
> Kalau anda ingin melihat maha lukisan karena saking besar dan
indahnya, lihatlah
> pemandangan elok Gunung Bromo. Karena pemandangan disana bagaikan
sebuah
> lukisan yang luar biasa indahnya. Gunung Bromo dan kawahnya yang
terlihat abu-abu,
> bagaikan sapuan kanvas pemandangan sangat eksotik. Belum alur khas
Gunung
> Bathok yang tegap menjulang disebelahnya. Layangkan pandang
> disekitarnya, yang ada hanyalah jajaran gunung yang seakan
memagari kami
> di luasnya hamparan lautan pasir. Dikejauhan juga terlihat sebuah
pura
> yang memberi sentuhan tersendiri di alam yang terbentang luas ini,
Sungguh
> eksotik .luar biasa subhanallah!
>
> Setelah puas mejeng didepan kamera, kami segera
> melanjutkan perjalanan. Niat awalnya kami tidak ke Penanjakan, tapi
setelah
> sampai di Gunung Bromo rasanya sayang kalau tidak meneruskan
perjalanan ke
> Penanjakan. Akhirnya setelah negosiasi harga lagi dengan pak sopir
> dengan menambah ongkos 100 ribu, akhirnya kami meneruskan
perjalanan ke
> Penanjakan. Medan yang dilalui lebih berat dari jalur Terminal
Ngadisari ke
> Gunung Bromo. Kami harus menyeberangi lautan pasir yang sangat
lembut
> butirannya, mungkin lebih tepatnya lautan debu.Di rute ini kita
harus
> konsentrasi tinggi dan banyak-banyak berdo'a karena lengah sedikit
ban mobil
> bisa terperangkap dalam lautan debu, dan sulit untuk keluar. Pasir
disini
> jangan dibayangkan pasir untuk bahan bangunan, karena hasil
penelitian pasir
> disini tak bisa untuk membuat adonan bangunan. Jadi kalau ke Bromo
memang
> disarankan memakai masker penutup hidung karena debunya lumayan
mengganggu
> selain jaket tebal juga.
>
> Disepanjang perjalanan, kami sempat melihat mobil
> pribadi yang nekat naik sendiri, hasilnya tak sebanding dengan
harga kalau dia
> mau menyewa Hardtop. Makanya saya bilang harga sewa Hardtop diatas
tidak mahal,
> karena memang kalau kita nekat membawa naik kendaraan sendiri, saya
membaui
> karet terbakar, bahkan bau gosong, khas kampas kopling terbakar.
Sekelas CRV
> pun tidak kuat dengan tanjakan di Penanjakan. Oh iya, Penanjakan
adalah puncak tertinggi
> di pegunungan Tengger dimana kita bisa melihat pemandangan Gunung
Bromo dan
> Gunung Bathok dari ketinggian 3000m lebih. Penanjakan biasanya
sangat ramai di
> pagi hari karena matahari terbit terlihat sangat indah dari
ketinggian disini.
> Bahkan cahaya yang masuk ke gunung Bromo saat matahari terbit akan
membawa
> warna semburat emas, sehingga hasil jepretan photo kita seperti
> berlatarbelakang lukisan yang maha indah, asli! Datang sendiri
kalau ga
> percaya!
>
> Setelah puas berjeprat-jepret dengan kamera, serta
> membeli bunga abadi, Edelweis, kami memutuskan turun, karena kabut
senja mulai
> turun. Konon katanya bunga Edelweis ini sebagai simbol cinta
abadi,
> karena bunga ini tak pernah bisa layu. Selain juga sangat sulit
mendapatkan
> bunga ini karena hanya tumbuh di pegunungan dengan ketinggian
tertentu. Dan
> ternyata Edelweis dijual murah disini, seikat bunga yang sudah
dirangkai dengan
> beberapa jenis bunga pegunungan lain dihargai 5000 rupiah,
sedangkan Edelweis
> murni sekitar 3000 rupiah. Setelah puas, kami beranjak meninggalkan
Penanjakan
> dan kembali perjalanan ini diwarnai jalan yang menghentak-hentak,
mengaduk-aduk
> kami serta kembali kami menyeberangi lautan pasir di Gunung Bromo.
> Sekitar pukul 17.00 kami sampai di terminal Ngadisari, tempat mobil
kami aman terparkir.
> Perjalanan yang sangat istimewa bagi kami.
>
> So, pesan saya kalau anda berkunjung ke Jawa
> Timur terutama ke arah Probolinggo, jangan lewatkan kesempatan emas
menikmati
> keindahan yang luar biasa ini. CiptaanNya yang maha fantastik.
Hanya satu kata yang
> mampu menggambarkannya Subhanallah! Seperti kata Mas Daffa putra
Kakakku yang
> berusia tujuh tahun, "Allah pintar sekali menciptakan Gunung Bromo
ya Pa!"
>
> Leces, 5 Oktober 2008
>
> Salam Hebat Penuh Berkah
> Siwi LH
> cahayabintang. wordpress.com
> siu-elha. blogspot.com
> YM : siuhik
- 4a.
-
Re: [catatan kaki] Menelisik Pemimpin Indonesia Abad 21
Posted by: "Bu CaturCatriks" punya_retno@yahoo.com punya_retno
Mon Nov 3, 2008 2:06 am (PST)
saya membayangkan pemimpin yg bisa menjawab dgn cerdas di debat
capres,
ttg operasionalisasi konsep besar mimpi2nya.
saya membayangkan pemimpin yg punya sistematika berpikir runut,
logis, paham konsekuensi, mau blajar dari kesalahan, dan tidak segan
utk selalu mengintrospeksi diri sendiri.
-retno-
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "Nursalam AR"com
<nursalam.ar@...> wrote:
>
> *
> *
>
> *Menelisik Pemimpin Indonesia Abad 21*
>
> *Oleh Nursalam AR*
>
>
>
> Abad 21, menurut sebagian sosiolog dunia, adalah abad penguatan
identitas
> keagamaan. Di samping, menurut Samuel Huntington, terdapat fenomena
> menguatnya sentimen tribalisme dan kebangkitan kekuatan-kekuatan
di luar
> Amerika Serikat yang saat ini menjadi negara adidaya tunggal di
dunia.
> Huntington dalam *The Clash of Civilization* memprediksi
bangkitnya kekuatan
> Islam selain kekuatan Cina (baca: Konfusius) sebagai "ancaman"
terhadap
> keadidayaan Amerika Serikat. Hal ini, barangkali karena
pertimbangan jumlah
> penganut yang besar dan tingkat militansi dari kedua kekuatan
(baca:
> ideologi) tersebut.
>
>
>
> Di sinilah dibutuhkan peran strategis Indonesia sebagai negara
berpenduduk
> Muslim terbesar di dunia dan merupakan negara demokratis Muslim
terbesar di
> dunia. Cina dengan kekuatan ekonomi, militer dan budaya dengan
puncaknya
> pada Olimpiade 2008 lalu sudah membuktikan prediksi Huntington.
Bagaimana
> dengan Indonesia?
>
>
>
> Seiring telisikan sejarah dan anatomi bangsa Indonesia yang berciri
> paternalisme maka kunci kebangkitan Indonesia adalah pada model
kepemimpinan
> bangsa. Jika kita ingin berjaya di abad 21 perlu ditelisik lebih
jauh
> ciri-ciri pemimpin Indonesia yang ideal di abad 21. Tentunya
dengan tetap
> jeli mengamati geliat kebangkitan mandiri rakyat.
>
>
>
> Saya membayangkan bahwa pemimpin Indonesia kelak adalah orang yang
memahami
> jiwa dan alam psikologi manusia Indonesia sehingga ia mampu
memobilisasi
> sumber daya kultural dan insani bangsa untuk mencapai tujuan
terbaik. Nah,
> mayoritas penduduk Indonesia yang Muslim namun moderat dengan
menghargai
> keberagaman agama dan budaya adalah alam terkembang yang
inspirasional. Maka
> kebijakan-kebijakan pemimpin yang bertentangan dengan suasana
psikologis dan
> budaya Indonesia akan selalu tertolak. Indonesia tak mungkin
dibiarkan
> seperti Turki yang mayoritas Muslim dengan budaya Islam yang kuat
namun
> masyarakatnya untuk memakai jilbab pun dilarang. Namun Indonesia
juga tak
> bisa mutlak seperti Arab Saudi yang memberlakukan peraturan Islam
secara *top
> down* namun acapkali abai dengan fitrah toleransi keberagamaan.
>
>
>
> Kepemimpinan Indonesia yang ideal di abad 21 adalah model
kepemimpinan yang
> mengayomi mayoritas dan juga mengasihi minoritas serta memahami
betul élan
> vital serta karakter bangsa Indonesia yang sebetulnya pekerja
keras.
> Sifat *nrimo
> *bangsa ini karena dominasi suku Jawa tidak dapat dijadikan
justifikasi
> bahwa rakyat menerima begitu saja kebijakan kenaikan harga BBM
atau elpiji
> yang mencekik leher. Sekali lagi, di samping masalah "elit" di
atas, masalah
> konkret semisal harga sembako dan kebutuhan sehari-hari rakyat
adalah
> masalah penting. Seorang pemimpin Indonesia yang ideal semestinya,
apapun
> agamanya, bisa mencontoh seorang khalifah Umar bin Khattab yang
bisa
> menangis tersedu-sedu ketika diberitahu bahwa ada seekor keledai
mati
> kelaparan di wilayah kekuasaannya. Baginya, seekor keledai pun
yang mati
> akan ditanyakan Allah kelak kepadanya di hari kiamat. Itulah
tanggung jawab
> seorang pemimpin. Umar bin Khattab pun dicatat sebagai pemimpin
besar,
> karena ia tak abai dengan hal-hal kecil. Karena sesuatu yang besar
berawal
> dari yang kecil.
>
>
>
> "Perjalanan seribu mil dimulai dengan suatu langkah kecil,"
demikian pepatah
> Cina mengatakan. Nah, setidaknya kita sudah memulai dengan
kesadaran bahwa
> kita perlu memulai, dan kita perlu menemukan model kepemimpinan
yang tepat
> sekaligus menelisik sosok pemimpin yang tepat untuk memimpin
bangsa ini di
> abad 21. Karena yang kita perlukan adalah pemimpin, bukan hanya
seorang
> presiden, seorang administrator atau seorang birokrat.
>
>
>
> Pemimpin adalah sang peletak tangga, yang berpikir mengenai *do
the right
> thing*, dan bukan hanya berpikir soal *do the things right*. Dan
alangkah
> ideal jika wacana kepemimpinan di abad 21 digagas saat pemilu 2009
melalui
> debat kandidat presiden yang akan bersaing produktif soal program
dan
> pembangunan ke depan dan tidak lagi cerewet menyoal ideologi
> Islam-nasionalis atau ortodoks atau progresif. Rakyat sudah lelah
dengan
> wacana "elit" demikian yang sudah dipromosikan sejak 1998. Pada
akhirnya,
> rakyat akan cenderung berpikir seperti Deng Xiaoping,"Kucing hitam
atau
> putih tak masalah. Yang penting dapat menangkap tikus."
>
>
>
> Di sinilah kita perlu sosok Umar bin Khattab di masa depan, yang
pemimpin
> sekaligus cendekiawan namun juga pro-rakyat. Adakah di antara kita?
*****
>
>
>
>
>
> --
> -"Let's dream together!"
> Nursalam AR
> Translator, Writer & Writing Trainer
> 0813-10040723
> E-mail: salam.translator@...
> YM ID: nursalam_ar
> http://nursalam.multiply. com
>
- 4b.
-
Re: [catatan kaki] Menelisik Pemimpin Indonesia Abad 21
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:20 am (PST)
Yup! Akur!
Akan sangat menarik jika para capres mendatang entah SBY, Mega, HNW, Sultan
HB X, Prabowo dll bisa berdebat cerdas dan sehat seperti Obama dan Mc Cain.
Dan tak melulu menyoal sekat-sekat sempit sepeti ideologi. Kita butuh
program, kita butuh visi, itu yang penting.
Mungkinkah semua itu terjadi? Mimpi kali yee...:) Tapi berharap tetap
penting dan perlu:
Thx, Retno for reading!
On Mon, Nov 3, 2008 at 12:06 PM, Bu CaturCatriks <punya_retno@yahoo.com >wrote:
> saya membayangkan pemimpin yg bisa menjawab dgn cerdas di debat
> capres,
> ttg operasionalisasi konsep besar mimpi2nya.
>
> saya membayangkan pemimpin yg punya sistematika berpikir runut,
> logis, paham konsekuensi, mau blajar dari kesalahan, dan tidak segan
> utk selalu mengintrospeksi diri sendiri.
>
> -retno-
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>,
> "Nursalam AR"
> <nursalam.ar@...> wrote:
> >
> > *
> > *
> >
> > *Menelisik Pemimpin Indonesia Abad 21*
>
> >
> > *Oleh Nursalam AR*
> >
> >
> >
> > Abad 21, menurut sebagian sosiolog dunia, adalah abad penguatan
> identitas
> > keagamaan. Di samping, menurut Samuel Huntington, terdapat fenomena
> > menguatnya sentimen tribalisme dan kebangkitan kekuatan-kekuatan
> di luar
> > Amerika Serikat yang saat ini menjadi negara adidaya tunggal di
> dunia.
> > Huntington dalam *The Clash of Civilization* memprediksi
> bangkitnya kekuatan
> > Islam selain kekuatan Cina (baca: Konfusius) sebagai "ancaman"
> terhadap
> > keadidayaan Amerika Serikat. Hal ini, barangkali karena
> pertimbangan jumlah
> > penganut yang besar dan tingkat militansi dari kedua kekuatan
> (baca:
> > ideologi) tersebut.
> >
> >
> >
> > Di sinilah dibutuhkan peran strategis Indonesia sebagai negara
> berpenduduk
> > Muslim terbesar di dunia dan merupakan negara demokratis Muslim
> terbesar di
> > dunia. Cina dengan kekuatan ekonomi, militer dan budaya dengan
> puncaknya
> > pada Olimpiade 2008 lalu sudah membuktikan prediksi Huntington.
> Bagaimana
> > dengan Indonesia?
> >
> >
> >
> > Seiring telisikan sejarah dan anatomi bangsa Indonesia yang berciri
> > paternalisme maka kunci kebangkitan Indonesia adalah pada model
> kepemimpinan
> > bangsa. Jika kita ingin berjaya di abad 21 perlu ditelisik lebih
> jauh
> > ciri-ciri pemimpin Indonesia yang ideal di abad 21. Tentunya
> dengan tetap
> > jeli mengamati geliat kebangkitan mandiri rakyat.
> >
> >
> >
> > Saya membayangkan bahwa pemimpin Indonesia kelak adalah orang yang
> memahami
> > jiwa dan alam psikologi manusia Indonesia sehingga ia mampu
> memobilisasi
> > sumber daya kultural dan insani bangsa untuk mencapai tujuan
> terbaik. Nah,
> > mayoritas penduduk Indonesia yang Muslim namun moderat dengan
> menghargai
> > keberagaman agama dan budaya adalah alam terkembang yang
> inspirasional. Maka
> > kebijakan-kebijakan pemimpin yang bertentangan dengan suasana
> psikologis dan
> > budaya Indonesia akan selalu tertolak. Indonesia tak mungkin
> dibiarkan
> > seperti Turki yang mayoritas Muslim dengan budaya Islam yang kuat
> namun
> > masyarakatnya untuk memakai jilbab pun dilarang. Namun Indonesia
> juga tak
> > bisa mutlak seperti Arab Saudi yang memberlakukan peraturan Islam
> secara *top
> > down* namun acapkali abai dengan fitrah toleransi keberagamaan.
> >
> >
> >
> > Kepemimpinan Indonesia yang ideal di abad 21 adalah model
> kepemimpinan yang
> > mengayomi mayoritas dan juga mengasihi minoritas serta memahami
> betul élan
> > vital serta karakter bangsa Indonesia yang sebetulnya pekerja
> keras.
> > Sifat *nrimo
> > *bangsa ini karena dominasi suku Jawa tidak dapat dijadikan
> justifikasi
> > bahwa rakyat menerima begitu saja kebijakan kenaikan harga BBM
> atau elpiji
> > yang mencekik leher. Sekali lagi, di samping masalah "elit" di
> atas, masalah
> > konkret semisal harga sembako dan kebutuhan sehari-hari rakyat
> adalah
> > masalah penting. Seorang pemimpin Indonesia yang ideal semestinya,
> apapun
> > agamanya, bisa mencontoh seorang khalifah Umar bin Khattab yang
> bisa
> > menangis tersedu-sedu ketika diberitahu bahwa ada seekor keledai
> mati
> > kelaparan di wilayah kekuasaannya. Baginya, seekor keledai pun
> yang mati
> > akan ditanyakan Allah kelak kepadanya di hari kiamat. Itulah
> tanggung jawab
> > seorang pemimpin. Umar bin Khattab pun dicatat sebagai pemimpin
> besar,
> > karena ia tak abai dengan hal-hal kecil. Karena sesuatu yang besar
> berawal
> > dari yang kecil.
> >
> >
> >
> > "Perjalanan seribu mil dimulai dengan suatu langkah kecil,"
> demikian pepatah
> > Cina mengatakan. Nah, setidaknya kita sudah memulai dengan
> kesadaran bahwa
> > kita perlu memulai, dan kita perlu menemukan model kepemimpinan
> yang tepat
> > sekaligus menelisik sosok pemimpin yang tepat untuk memimpin
> bangsa ini di
> > abad 21. Karena yang kita perlukan adalah pemimpin, bukan hanya
> seorang
> > presiden, seorang administrator atau seorang birokrat.
> >
> >
> >
> > Pemimpin adalah sang peletak tangga, yang berpikir mengenai *do
> the right
> > thing*, dan bukan hanya berpikir soal *do the things right*. Dan
> alangkah
> > ideal jika wacana kepemimpinan di abad 21 digagas saat pemilu 2009
> melalui
> > debat kandidat presiden yang akan bersaing produktif soal program
> dan
> > pembangunan ke depan dan tidak lagi cerewet menyoal ideologi
> > Islam-nasionalis atau ortodoks atau progresif. Rakyat sudah lelah
> dengan
> > wacana "elit" demikian yang sudah dipromosikan sejak 1998. Pada
> akhirnya,
> > rakyat akan cenderung berpikir seperti Deng Xiaoping,"Kucing hitam
> atau
> > putih tak masalah. Yang penting dapat menangkap tikus."
> >
> >
> >
> > Di sinilah kita perlu sosok Umar bin Khattab di masa depan, yang
> pemimpin
> > sekaligus cendekiawan namun juga pro-rakyat. Adakah di antara kita?
> *****
> >
> >
> >
> >
> >
> > --
> > -"Let's dream together!"
> > Nursalam AR
> > Translator, Writer & Writing Trainer
> > 0813-10040723
> > E-mail: salam.translator@...
> > YM ID: nursalam_ar
> > http://nursalam.multiply. com
> >
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 5a.
-
Re: [Ruang Baca] Bukavu: Cara Helvy Membuat Tuhan Tersenyum
Posted by: "Bu CaturCatriks" punya_retno@yahoo.com punya_retno
Mon Nov 3, 2008 2:17 am (PST)
jujur,
dulu saya bukan penggemar helvy tr (sekarangpun, masih).
entah kenapa, saya selalu mendapat kesan, bahwa dlm tulisan2nya,
helvy tr selalu menggambarkan dgn kacamata yg indah. yg cantik. yg
damai. yg tabah. yg sejuk dan menenangkan. "yang baik. dia selalu
menulis sebagai orang baik," begitu komentar teman saya, ain.
tentu saja, tidak ada yg salah dgn itu. penggemar ataupun bukan,
bagi saya adl masalah selera.
namun saat melihat cara helvy tr meluangkan waktu utk merangkul
mahasiswanya, mempersilakan rekan2 wartawan utk makan, caranya
mengajukan argumentasi dgn santun dan manis pada andrea hirata yg
terkesan angkuh dlm suatu debat di tvone(hal yg justru saya
sesalkan, meski film dan tulisan2nya indah),
sekaligus membaca review mbak lia ini,
membuka mata saya bahwa--mengutip kang dani--helvy tr menulis dgn
cinta. bertutur kata dgn cinta. mencoba bersikap dan menangani
situasi dgn cinta.
terima kasih utk review indah ini, mbak...
pun saya tetap baru sedikit sekali membaca karya helvy tr,
namun saya percaya, Tuhan sedang tersenyum pd seorang helvy tr.
lebaaar sekali senyumnya.
-retno-
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "sismanto"com
<siril_wafa@...> wrote:
>
> Makasih resensinya Bu Lia...
> menambah pelajaran bagi saya akan makna kehidupan.
>
> -sis-
>
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "Lia Octavia"com
> <liaoctavia@> wrote:
> >
>
- 6a.
-
Re: [catcil] Mengantar Sukses
Posted by: "Bu CaturCatriks" punya_retno@yahoo.com punya_retno
Mon Nov 3, 2008 2:19 am (PST)
yg mengantar dan mendoakan perempuan hebat juga, sih.
makanya manjur :)
selamat ya, mbak siwi!
-retno-
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Siwi LH <siuhik@...> wrote:com
>
> Mengantar Sukses
> by Siu Elha
>
> Kesuksesan adalah ketika kita
> mampu mengantar sukses-sukses orang lain minimal seperti sukses
yang kita raih,
> syukur-syukur bisa lebih hebat dari kesuksesan kita (Helvy Tiana
Rosa kurang
> lebihnya).
>
> Ketika pertama kali membaca kalimat itu di blog HTR ada semacam
> kecemburuan, kok dia bisa ya mencapai level itu? Kesuksesan bagi
kita masih
> sebatas sukses jadi orang terkenal, sukses menjadi yang terbaik,
sukses
> mendapat komen terbanyak di postingan kita (yeee ngaku ),
kesuksesan ketika
> banyak pujian menghampiri kita, sukses ketika tulisan-tulisan kita
bisa
> menembus media, sukses ketika buku-buku kita terbit, sukses dipuji
sebagai ibu
> yang baik, sukses membeli perabotan yang bagi orang lain masih
menjadi barang
> mewah, sukses mengerjakan tugas kita
> dengan hasil ekselen, sukses ketika big bos puas dengan hasil
jerih payah kita,
> hmmmmh kesuksesan kasat mata yang dapat terukur dan nggak salah.
Tapi ketika
> membaca tulisan HTR ketika bermuhasabah di miladnya "Kesuksesan
adalah ketika
> kita mampu mengantar orang lain menjadi sukses" rasanya kesuksesan
yang saya
> sebut diatas menjadi kecil artinya. Pak Ikhwan Sopa sang motivator
E.D.A.N
> malah lebih ekstrim lagi bicara kesuksesan. Menurut beliau, "Saya
harus membuat
> anda sukses karena itu kewajiban saya". Luar biasa Tapi memang
saya bayangkan
> nikmat sekali jiwa ini ketika kita ditakdirkan menjadi perantara
bagi
> kesuksesan-kesuksesan orang lain. Rasanya itu makanan terlezat
bagi kekayaan
> jiwa kita.
> Saya diberi kesempatan
> itu Mengantar sukses
> Eittss dengerin dulu kalau arti
> `mengantar' mbak HTR bener-bener mengantar dalam artian mendidik,
menyemangati,
> membantu, memotivasi, dan mendorong seseorang menuju kesuksesannya
juga Pak
> Sopa yang gigih memberi training orang-orang untuk menjadi
E.D.A.N, maka jangan
> artikan `mengantar' saya disini juga dalam kategori seperti
diatas, jangan
> salah! Karena yang saya maksud `mengantar' disini saya benar-benar
mengantar
> mereka dari rumah saya menuju bandara atau hotel tempat mereka
melakukan
> training setelah lamaran kerja mereka diterima. Hehehe maap..
tapi yang
> seperti ini aja rasanya sudah tumpah ruah, bahagianya
> Sejujurnya sekarang saya tengah
> berbahagia, ketika mengingat seorang cucu (ya saya udah punya cucu
keponakan) setelah
> 3 (tiga) kali gagal menembus tes di AAL akhirnya sukses menembus
Akmil Angkatan
> Darat bersama dengan satu keponakan yang lain, sukses itu
diteruskan seorang
> keponakan yang setelah gagal di AAL akhirnya tembus pendidikan di
Curug menjadi
> Penerbang, dan juga seorang keponakan yang telah 2 tahun lebih
magang di
> Indosat, akhirnya dipanggil untuk menjalani pendidikan di
Jatiluhur untuk
> menjadi karyawan Indosat, dan yang masih fresh ketika kemaren
mengantar keponakan
> yang lain, Gita yang dulu juga dateng di acara Raker Eska di
Bandung ke hotel
> Bandara Juanda tempat dia menjalani pendidikan untuk menjadi
karyawan BRI. Suer
> rasanya bahagia yang tak terdefinisi dengan jelas, selain memberi
rasa nyaman
> di hati ini. Melihat mereka menjemput kesuksesannya, menapak anak
tangga
> kehidupan mereka. Satu do'a yang ingin saya pinta, semoga jalan
yang tengah
> terhampar didepan mereka akan menjadi jalan yang penuh barakah
bagi dunia
> akhirat mereka. Menjadi jalan menuju keabadian Cinta. Bi
Brakatillah
> Salam Sukses Penuh Berkah .
> Pacar Kembang, 03.11.08
> Salam Hebat Penuh Berkah
> Siwi LH
> cahayabintang. wordpress.com
> siu-elha. blogspot.com
> YM : siuhik
>
- 7.
-
(Catcil) Gundah
Posted by: "cahaya khairani" cahaya.khairani@yahoo.com cahaya.khairani
Mon Nov 3, 2008 2:20 am (PST)
"Lia mau Vario nggak...?"
Suatu siang ummi meneleponku dan menawarkan sebuah kendaraan roda dua yang sedang "tren" dengan pilihan warnanya yang menarik. Tentu saja aku merasa terkejut dan senang, aku memang tengah mengidamkan kendaraan itu menjadi milikku. Seingatku ummi sudah lama berniat membelikanku sepeda motor sejak aku masih kerja kantoran dan belum menikah, berarti sudah sejak 3 tahun yang lalu. Akan tetapi aku menolak tawaran ummi, eh bukan aku yang menolak, tapi harga diriku.
"Malu dong udah kerja punya penghasilan masih dibelikan orang tua...Apa kata dunia ?!"
Aku sih kepinginnya setelah aku berpenghasilan aku benar-benar total hidup mandiri, ingin membeli sesuatu termasuk kendaraan dari hasil jerih payahku sendiri, orang tua kan sudah bertahun-tahun banting tulang, mengorbankan kepentingan diri mereka sendiri demi membiayai pendidikan tiga orang anaknya hingga ke perguruan tinggi, di luar daerah pula. Jadi nggak salah dong kalau aku berkeinginan setelah bekerja adalah saatnya mereka menikmati hasil kerja keras tanpa diganggu kepentingan anak-anaknya lagi, kalaupun aku belum mampu memberi setidaknya aku tidak menjadi "pikiran" mereka lagi.
Setelah menikah ternyata suami pun mempunyai pemikiran yang sama denganku, kami pun sepakat untuk menempuh kehidupan rumah tangga dari nol tanpa mengharapkan bantuan dari orang tua, kami tak pernah mengeluhkan masalah ekonomi pada orang tua. Jika orang lain merasa bangga dengan pemberian orang tua, kami justru merasa malu dan lebih bangga jika kami memperolehnya dari hasil keringat kami sendiri
Namun untuk tawaran kali ini terus terang membuat aku tergoda, serta merta aku pun mulai membayangkan menggunakannya,
"Hmm...warna apa ya yang akan aku pilih ? Ungu bagus, tapi pink juga bagus, duh yang mana ya...?"
He he... kalau sudah begini harapan pun akan melambung jauh terbang ke angkasa, biasanya sih kalau harapan terlalu tinggi jatuhnya bakal sakit. Siapa tahu ummi cuma basa-basi doang ?
"Insya Allah ya, tunggu aja..." Perkataan ummi kian membuatku melambung.
Eh, tapi gimana kalo ummi hanya mau bayarin uang mukanya saja ? aku kan sekarang sudah nggak "ngantor" lagi, gimana bayar cicilannya...?
"Yang itu biar ummi yang mikirin, Lia nggak usah mikir", Aduuuh...baik hati sekali ibuku tersayang ini...
Aku pun membicarakannya pada suami, walau sedikit merasa tidak enak hati suamiku mengijinkan. Pada akhirnya aku lupa deh dengan harga diriku, he he...habis siapa yang bisa nolak sih diberikan sepeda motor gratis ?
Tiga hari setelah kejadian menyenangkan itu adik dan kakakku menelepon, adikku sedang berkunjung ke rumah kakakku. Setelah sebelumnya ngobrol dengan keponakanku yang menggemaskan, adikku pun bercerita bahwa ummi sudah memesan sepeda motor Vario di Dealer. Mendengar hal itu dengan sedikit histeris aku berkata,
"Itu pasti Vario buat aku...!"
Seketika itu juga adik dan kakakku tak kalah histeris, protes ! He he... aku cuma nyengir kuda, nih mulut kok nggak bisa dijaga ya ?!
Seperti dugaanku sebelumnya, kedua saudaraku itu pasti nggak akan terima bila dengan mudahnya orang tuaku memberikan aku sesuatu. Mereka kerap merasa iri, padahal seingatku aku nggak pernah iri pada mereka, bahkan aku sering membantu mereka merayu orang tua agar mengabulkan permintaan mereka, atau justru aku yang mengusulkan orang tua agar mau memberi benda yang mereka butuhkan tanpa mereka meminta terlebih dahulu. Aku sama sekali tidak ribut ketika adik dan kakakku dibelikan sepeda motor, atau ketika kakakku diberikan sebuah rumah setelah ia menikah.
Kadang memang rasa iri itu ingin muncul di hatiku, bisikan syetan memanas-manasiku untuk merasa iri, tapi aku segera mengusirnya. Aku ngeri membayangkan akibat yang dapat ditimbulkan oleh rasa iri.
Bila sudah saling iri dengan masalah harta, bisa dipastikan ujung-ujungnya akan terjadi pertengkaran. Aku tidak mau bertengkar hanya karena masalah harta apalagi dengan saudara sendiri. Sudah banyak kejadian saling membunuh antar saudara karena masalah harta, atau saling bermusuh-musuhan karena berebut harta warisan. Aku nggak mau hal itu terjadi pada aku dan saudara-saudaraku. Bagaimanapun persaudaraan kami lebih berharga dari apapun, tak boleh dipecah belah oleh harta. Maka agar tidak terjadi kecemburuan diantara saudaraku, aku pun berkata pada orang tuaku agar tidak membelikanku sepeda motor, sebagai gantinya aku minta agar mereka mau meminjamkan aku uang untuk membeli sebuah laptop yang harganya jauh lebih kecil dari harga sebuah sepeda motor, pengembaliannya aku bayar dengan mencicil.
Tak sampai seminggu kemudian uang untuk membeli laptop masuk ke rekeningku. Orang tuaku menelepon mengatakan agar uang yang kupinjam tidak usah dikembalikan, sepeda motor untukku akan menyusul kemudian. Di ujung obrolan ibuku berpesan agar aku menjadikan hal ini sebagai rahasia yang tidak boleh diketahui oleh kedua saudaraku.
Aku tahu seharusnya aku bersyukur, tanpa aku minta orang tuaku membelikan barang yang untuk mendapatkannya akan membutuhkan waktu lama untuk aku menabung. Dalam hati aku gembira dan bersyukur sekali, namun ruang hatiku yang lain merasa sedih dan gundah. Pertama pada orang tuaku, karena aku adalah seorang yang mudah sekali tersentuh oleh kebaikan orang lain, apalagi bila kebaikan itu dilakukan untukku, aku akan merasa sangat berhutang budi, walaupun itu pada keluargaku sendiri. Kedua pada saudaraku, karena mereka tak merasakan kegembiraan yang aku rasakan.
Laptop sudah ditanganku, namun kegundahan ini belum juga pergi, rasanya ingin sekali menyeberangi selat Bali dan Lombok, memeluk dan mencium kedua orang tuaku, berterima kasih, dan meminta maaf pada mereka karena belum dapat membanggakan mereka. Sempat terbersit di hati, "Apakah aku layak mendapatkan semua ini ?" (11/2/2008)
http://www.cahayakhairani.multiply. com
- 8a.
-
Re: (Ruang Baca) And Then There Were None
Posted by: "Bu CaturCatriks" punya_retno@yahoo.com punya_retno
Mon Nov 3, 2008 2:26 am (PST)
gyaaaaaaa, saya suka banget baca agatha christie!
saya paling suka buku catatan josephine, empat besar, pria berstelan
coklat, dan semua yg detektifnya miss marple.
pertimbangannya, lebih karena, miss marple humble. dan bahwa dia tuh
metode penyelidikannya adl dgn gosip, jadi membumi bgt. jalan2,
ngobrol2, minum teh, berkebun.
kalo hercule poirot kan suka songong yah. "percayakan pada diruku
dan sel abu2ku". hayah.
well, meski banyak kasusnya lebih pelik, sih, emang.
thanks udah nulis yaaa, mbak rini!
-retno-
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Rini Nurul Badariahcom
<rinurbad@...> wrote:
>
> Sinta,
> makanya ngamuk pas tahu buku ini keriting abis nyebur di kamar
mandi
> ya? hehehe.. tenang, sudah kembali ke rak dengan manisnya. Aku
nggak
> ngefans Agatha sebenernya, penasaran aja. Bagaimanapun bagiku
cerita
> horor dan thriller lebih mengasyikkan daripada detektif..hehehe..
>
> Mbak Siwi,
> ini versi horor dari lagu anak ayam waktu kecil, kayaknya.
> Kan lagunya, "Anak ayam turun sepuluh. Mati satu tinggal
sembilan.."
> Kalau di sini, "Sepuluh anak negro..satu tersedak, tinggal
sembilan.."
> dan seterusnya (baca sendiri aja biar surprised..hehe..)
>
> Mas Sismanto,
> kalau pas lampu mati, sakit mata dong.
> Saya bacanya dekat jendela, sambil lihat burung walet nangkring di
> kabel listrik. Langsung deh membayangkan walet itu kesetrum dan
pada
> gosong..sadis ya:p
>
> Terima kasih sudah membaca resensi saya.
> --
> Salam,
> Rini Nurul Badariah
> http://rinurbad.multiply. com
> http://sinarbulan.multiply. com
>
- 9a.
-
Re: [sekolah-kehidupan] (Canda) Minta HP ? Kasih, daah
Posted by: "Andri Pranolo" apranolo@gmail.com and_pci
Mon Nov 3, 2008 2:46 am (PST)
hi hi hi... iya mbak, HP yang biasa ku pake juga dipinjem orang mbak.
Tapi, barangkali dia buru-buru, sehingga gak sempat permisi waktu aku dan
teman-teman lagi sholat.
Nyatanya dia gak ikut jama'ah.....
Wakakak kak kak..
Kang Dani,
perkenalkan, Mba Cahaya Khairani ini adalah* Sekretaris SK Jogja*. Saya gak
teu kenapa dah lama gak muncul2. kenapa mbak?
Mbak Cahaya Khairani,
Aku minta nomor mbak CH-ya? tolong sms-kan saja ke Nomor 081392554050.
Teman-teman semua,
Nomorku ( 081392554050) mulai malam ini, insyaalloh seperti biasa sudah
dapat dihubungi.
Kalo kontak jangan lupa sebutkan nama dan asal ya...
Salam,
Andri Pranolo
On Mon, Nov 3, 2008 at 9:55 AM, cahaya.khairani
<cahaya.khairani@yahoo.com >wrote:
> Seorang teman suamiku berusaha berfikir positif atas musibah yang
> menimpanya. Sikapnya ini membuat kami mengacungkan jempol, tapi juga
> tak dapat menahan geli.
>
> Teman Suami : "Handphoneku diminta orang, ya sudah aku kasihkan
> saja ", ujar teman suami menjawab pertanyaan suamiku yang merasa heran
> karena nomor HP temannya tak ada dalam phonebook.
>
> Suami : "Wah baik sekali kamu, HP dikasihkan orang"
>
> Teman Suami : "Orangnya suka sih sama HP-ku jadi ya kukasihkan saja".
> Kontan suamiku berdecak kagum, tapi nggak heran juga secara suami
> temanku itu sudah mapan dengan pekerjaannya di sebuah perusahaan BUMN
> yang menyuplai listrik pada masyarakat.
>
> Teman Suami : "Tapi sukanya diam-diam, jadi mintanya sama aku nggak
> bilang-bilang".
>
> Eyalaaaah ternyata HP-nya itu dicuri tho !
>
> http://www.cahayakhairani.multiply. com
>
>
>
>
>
--
Andri Pranolo
Gendeng GK IV/953, Yogyakarta 55225
Telp. (+62)274-547015/ (+62)81392554050)
http://apranolo.staff.ugm. ac.id
- 10.
-
[ruang baca] Women In Power -- untuk penggemar buku jadoel
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:15 am (PST)
*Women in Power*
*Oleh Nursalam AR*
Judul Buku : *Women in Power* (Kiprah Wanita dalam
Dunia Politik)
Penulis : Dorothy W. Kantor dan Tony
Bernay
Penerjemah : Abraham RAP
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tempat & Tahun Terbit : Jakarta, 1998
Tebal Buku : XX + 414 halaman
Fenomena kian banyaknya wanita-wanita yang terjun ke dunia politik di
Amerika Serikat (AS) dan berhasil duduk di puncak pemerintahan eksekutif dan
legislatif dan yudikatif adalah suatu hal yang menarik di tengah kungkungan
dominasi pria dalam dunia politik yang lazim dianggap sebagai wilayah
(domain) pria. Umumnya lebih sulit bagi wanita untuk berhasil di dunia
politik ketimbang pria karena demikian banyak prasangka gender dan
stereotipe yang melemahkan potensi kaum wanita.
Untuk itu, Dorothy dan Tony kedua penulis buku ini merasa perlu mencari
cari tahu benih dan akar kepemimpinan dan kekuasaan yang menopang para
wanita politisi tersebut sukses dalam karir politik mereka serta model peran
(*role model*) apa yang mereka gunakan dalam mencapai puncak karir tersebut.
Melalui sebuah penelitian. Hal ini juga berguna untuk mendefinisikan
kembali perilaku politik sebagai perilaku yang alamiah dan terbuka bagi pria
dan wanita.
Penelitian diadakan dengan cara wawancara mendalam terhadap 25 wanita
politisi AS yang memegang posisi penting di Senat, Kongres, eksekutif dan
yudikatif. Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa secara umum para wanita
politisi tersebut memiliki kesamaan dalam formula kepemimpinan dan latar
belakang serta kondisi asal keluarga. Formula kepemimpinan yang mampu
menopang kesuksesan seorang wanita di dunia politik adalah kombinasi antara
kompetensi diri berupa keterampilan dan wawasan memadai serta pendidikan
tinggi, agresi kreatif yakni perilaku aktif yang berdayacipta baru dan
selalu berlimpah ide dan berani mengambil risiko dengan segala perhitungan
serta kekuasaan wanita.
Kekuasaan wanita merujuk pada pola kepemimpinan khas wanita yang menekankan
pada pendekatan pribadi yang hangat dan persuasif serta bertabur cinta dan
kelembutan. Sementara figur seorang ibu yang mandiri, hangat dan mampu
memberdayakan anak perempuannya adalah model peran yang mampu menumbuhkan
sosoksosok wanita yang berhasil dalam dunia politik.
Dari segi faktor pendidikan terdapat fakta menarik bahwa pendidikan dalam
sekolah khusus wanita ternyata merupakan kawah candradimuka yang tepat bagi
kaum wanita guna mampu bersaing di domain politik yang dikuasai pria karena
praktis tidak ada dominasi gender tertentu dalam suasana pewarisan
kepemimpinan dalam organisasi siwa di sekolah tersebut sehingga potensi
seorang wanita dapat muncul secara optimal.
Secara umum, pendukung terbaik para wanita politisi tersebut adalah keluarga
mereka sehingga didapati realitas bahwa memiliki saudara dan menjalani hidup
berkeluarga justru lebih menguntungkan bagi kaum wanita untuk sukses meniti
karir politiknya. Sejak dini pula, yang menjadi kemestian dalam sebuah
keluarga yang sehat, anak-anak khususnya anak perempuan dibesarkan dalam
kondisi keluarga yang hangat dan memberdayakan, yang mengizinkan mereka
untuk berpikir dan bermimpi bahwa mereka bebas menjadi apa pun yang mereka
mau dan juga membuat mereka merasa dicintai dan dihargai sebagai orang yang
istimewa sekaligus membuat mereka menjadi pribadi yang berani mengambil
risiko dengan segala perhitungan untung rugi.
Dalam kondisi kondusif seperti itulah kaum wanita yang notabene
termarjinalkan dalam dunia politik mampu dan berani meniti karir di dunia
politik yang hakikatnya adalah karir pengabdian di bidang pelayanan
masyarakat yang memerlukan sentuhan pendekatan kewanitaan yang hangat,
personal, empatik dan penuh cinta.
Sepertinya resep tersebut manjur juga untuk diterapkan di Indonesia, bukan?
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 11.
-
[ruang baca] Usmar Ismail Mengupas Film -- untuk penggemar buku jado
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:17 am (PST)
*Usmar Ismail Mengupas Film*
*Oleh Nursalam AR*
Judul Buku : Usmar Ismail Mengupas Film
Penulis : H. Usmar Ismail
Penerbit : Sinar Harapan
Tempat & Tahun Terbit : Jakarta, 1983
"Seorang seniman Indonesia akan tetap menjadi personifikasi hati nurani
rakyat yang rindu akan kemerdekaan, keadilan dan kemakmuran lahir dan batin
dan dia akan tetap menentang setiap kezaliman baik mental dan fisik, jika
dia merasakan secara intens tiap denyut jantung rakyat, jika dia memasang
jiwanya sebagai layar-radar yang menanggapi segala kejadian yang berlangsung
di sekitarnya "
Ucapan di atas merupakan prinsip Usmar Ismail yang merupakan bapak
perfilman nasional Indonesia dengan beberapa karya monumentalnya seperti *Darah
dan Doa* (1947) dan *Asrama Dara* (1953) -- dalam berkarya di bidang seni
budaya terutama film. Dalam kumpulan tulisannya yang dibagi dalam lima
bagian ini, terasa kuat prinsip tersebut menjiwai setiap tulisan. Bagian
pertama yang terdiri dari *Seniman Indonesia dan Karyanya*; *Masalah Sensur
di Indonesia*; *Meletakkan Dasar-Dasar Baru*; *Film, Penonton dan Seniman*dan
*Film dan Revolusi Indonesia *mengungkapkan tentang pemikiran dan refleksi
seorang Usmar terhadap kondisi dunia film di negerinya, Indonesia.
Menurut Usmar Ismail, karya seorang seniman lahir dari pergulatan batin yang
tidak terlepas dari kewajiban manusia untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya secara perseorangan kepada Allah SWT, Tuhan yang Mahakuasa.
Karya seorang seniman harus dijiwai dengan ketakwaan pada Tuhan sebab hanya
dengan demikian si seniman dapat memenuhi darmabaktinya sebagai penyuara
hati nurani rakyat dan penentang kezaliman. Namun apabila gunting sensor
terlalu tajam dalam memberantas karya seni yang menyorot tema-tema kritis
yang notabene merupakan ungkapan hati nurani rakyat, rakyat dalam hal ini
penonton film hanya akan mendapatkan sekadar hiburan dan bukan suatu
petunjuk yang sarat makna kehidupan. Mereka terasing dari dunia kenyataan
mereka sehari-hari. Untuk itu, diperlukan dasar-dasar baru agar ada korps
profesional yang dengan sepenuh hati membaktikan diri pada kesenian.
Sehingga kesenian, terutama film, tidak hanya sekadar menghibur penonton
tapi juga menyadarkan mereka akan hakikat kehidupan bangsa Indonesia yang
tengah berjuang demi revolusi.
Bagian kedua yang mengetengahkan *Sari Soal dalam Film Indonesia*,
*Perkembangan
Film di Indonesia*, *Pembatasan-Pembatasan Pembuatan Film di
Indonesia*, *Perfilman
Kita dan Masalahnya*, *Perfilman Nasional Tahun 1970*, *Sejarah Hitam
Perfilman Nasional*, *Film Sebagai Dakwah* dan *Siapa yang Najis: Film atau
Pembikinnya? *bertutur mengenai keprihatinan Usmar terhadap kondisi
perfilman Indonesia serta masih adanya cap negatif dari masyarakat yang
diterakan pada film dan insan perfilman Indonesia.
Usmar bertutur pilu perihal hegemoni Lekra lembaga kebudayaan yang menjadi
*onderbouw* PKI yang memaksakan prinsip "politik adalah panglima" sehingga
tega mengganyang film-film Indonesia yang dianggap tidak sejalan dengan
prinsip tersebut. Namun, menurut Usmar, seni bukanlah untuk seni semata atau
seni untuk dolar. Tiap pengungkapan ayat Allah serta kata perbuatan
Rasulullah SAW secara sinematografis dengan sendirinya merupakan media
perjuangan dan media dakwah Islamiah yang membangun jiwa Pancasila
berpucukkan takwa pada Allah SWT.
Bagian ketiga yang merupakan himpunan laporan dari *Festival Film Asia* dan
*Laporan dari Festival Film Venezia* berkisah tentang pengalaman delegasi
film Indonesia yang harus membiayai sendiri kunjungan ke Festival Film Asia
di Malaysia dengan bermain sandiwara di depan publik Malaysia. Hal ini
semata-mata demi memperbaiki hubungan diplomatik kedua negara melalui bidang
seni kendati mereka harus rela dikecam oleh publik Indonesia sendiri karena
tidak berhasil meraih satu gelar pun dalam festival tersebut. Sementara di
Festival Film Venezia, Usmar iri melihat film-film bagus dari berbagai
negara diputar di festival bergengsi tersebut. Dia pun bermimpi kapankah
film-film Indonesia dapat tampil di festival tersebut.
Pengalaman pribadi seorang Usmar Ismail sebagai sineas film dirangkum dalam
bagian keempat yang bertutur tentang *Pengantar ke Dunia Film*, *Film Saya
yang Pertama*, *Lahirnya "Kafedo"*, *Perlukah Paras yang Elok?* dan *Beberapa
Segi dalam Memenuhi Hasrat Para Peminat Seni Peran*. Inilah kisah seorang
Usmar kecil, bocah pecandu film yang paling gembira jika dapat menonton si
Tjonat atau Abang Kuasa dalam film *Nyai Dasima* yang kemudian pergi ke
Hollywood untuk belajar membuat film dan menerapkannya di tanah airnya di
tengah hujan cemoohan dan kritik pedas. Inilah kisah tentang seorang sineas
film yang terharu melihat betapa besar minat kaum muda negerinya untuk
mengikuti langkahnya.
Kekaguman dan kecemburuan Usmar terungkap pada bagian penutup yakni bagian
kelima yang terdiri dari *Meninjau Industri Film di Negara Tito*, *Meninjau
Industru Film di Negara Nasser*, *Industri Film Jepang "Big Business"*
dan *Inilah
Hollywood*. Serangkaian perjalanan ke Yugoslavia, Mesir, Jepang dan Amerika
(Hollywood) demi menyaksikan film-film mereka kian menyadarkan Usmar bahwa
perkara film adalah perkara dagang besar (*big business*) yang tidak
main-main. Dan industri film Indonesia belumlah sampai pada taraf tersebut.
Di tiap-tiap negara, industri film dibebaskan berkarya sesuai standar
kebebasan masing-masing negara. Di Yugoslavia (sebelum bubar karena
gelombang *glasnost *dan *perestroika* era 90-an), film adalah urusan
pemerintah. Usaha-usaha di bidang film dipimpin dan diawasi oleh partai
(Partai Komunis) termasuk dalam bagian komersial maupun isi. Di Mesir,
film-filmnya masih bernapaskan kasidah dan tari perut sementara adegan seks
seperti berciuman dan adegan kekerasan tidak dilarang.
Di Jepang, terjadi perpaduan antara tradisi Timur dan teknologi Barat dalam
film-film mereka. Namun tidak berarti film-film Jepang mengekor Hollywood.
Penonton Jepang masih tetap berpendapat bahwa adegan-adegan cium-ciuman
tidak seharusnya dilakukan di tengah orang ramai, hingga adegan yang
demikian tidak menimbulkan kontak emosi yang langsung. Dan di sinilah letak
kekuatan sandiwara Kabuki yang merupakan embrio perfilman Jepang dalam
mengetengahkan konsep keakraban antara panggung dan pemain. Kabuki merupakan
cara berekspresi yang berharga untuk para penonton Jepang meski pemerintah
pendudukan Amerika Serikat memaksakan gaya Hollywood-nya kepada para sineas
Jepang.
Namun satu hal, menurut Usmar, yang membuat Hollywood unggul dan menjadi
pusat industri film dunia adalah optimisme dan antusiasme. Tragisnya
Hollywood menjadi pusat industri film dunia namun dikecam karena
film-filmnya yang dianggap amoral. Orang justru melupakan puncak-puncak
ciptaan, yang sesuai karakternya, memang jumlahnya sedikit dan hanya
membicarakan ciptaan-ciptaan yang jelek, yang sayangnya, jumlahnya banyak.
Pada hakikatnya, lanjut Usmar, sejarah suatu kesenian adalah sejarah
puncak-puncak kesenian itu sendiri seperti film *Gone with The Wind*, *The
Grapes of Wrath *dan *The Long Voyage Home*.
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 12a.
-
Re: (Kelana) Ueno Park dan Tokyo Metropolitan Teien Art Museum
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:27 am (PST)
Duh, dahsyar!
Observasi dan deskripsi yang jeli, Fey!
Bikin iri aja ah. Hmm...semoga kapan-kapan bisa ke sana(amin!). Dan semoga
pula Indonesia bisa seperti itu. Mungkinkah? Mimpi itu, bagaimanapun, adalah
penting!
makasih ya, Fey, sudah berbagi.
Keep writing!
Tabik,
Nursalam AR
On Mon, Nov 3, 2008 at 7:29 AM, febty febriani <inga_fety@yahoo.com > wrote:
> *(Kelana) Ueno Park dan Tokyo Metropolitan Teien Art Museum*
>
> *Inga fety *
>
>
>
>
>
> Ada banyak taman di Jepang. Semuanya menawarkan ketenangan, keteduhan,
> kedamaian dan kebersahajaan. Bersahabat dengan alam. Menyatu dengan penuh
> cinta. Bayangkanlah, berjuta-juta volume oksigen yang bisa dihirup, mengisi
> ruang paru-paru dengan sepenuh-penuhnya. Atau menatap kemilaunya daun hijau,
> melambai-lambai, sambil merasakan semilir dingin lembut angin yang menerpa
> kulit wajah. Juga tidak ketinggalan, suara burung-burung yang
> sahut-bersahutan seolah mengucapkan selamat datang. Dan, pemandangan teduh
> air mancur atau danau di tengah taman. Hmm, sensasi yang begitu langka untuk
> ditemukan di kota-kota besar di negeri tercinta.
>
>
>
> Hari itu, kami berempat menuju *Ueno Park*. Aku dan 3 orang temanku. *Ueno
> Park* adalah salah satu taman yang terkenal di Jepang. Dan ketika
> berkunjung ke sana, aku menjadi mengetahui mengapa *Ueno Park* begitu
> terkenal di Jepang. Harga tiketnyapun tidak bisa digolongkan murah. Hari
> itu, kami kesana karena khusus hari itu ada kegiatan yang diperuntukkan
> untuk mahasiswa asing yang sedang bersekolah di Jepang. Artinya kami bisa
> mengunjungi beberapa museum di Ueno Park tanpa mengeluarkan yen yang kami
> punya. Tiketnya, cukup dengan menunjukkan kartu pelajar yang kami punya.
> Hmm, jadi merasa beruntung berstatus sebagai mahasiswa:D
>
>
>
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 13a.
-
Re: [catcil] Nostalgia Baju Lebaran
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:31 am (PST)
Terima kasih sudah membaca tulisan saya ya:).
Orang tua memang keramat. Jadi jangan pernah menyakiti hati mereka, sewaktu
hidup. Sewaktu tiada, jangan lupa menyisipkan doa di setiap sholat kita
untuk mereka. Yang terpenting, tetap mewarisi semangat mereka sebagai ciri
anak yg tidak durhaka:).
Tabik,
Nursalam AR
On Sun, Nov 2, 2008 at 1:56 PM, novi_ningsih <novi_ningsih@yahoo.com > wrote:
>
> Terharuuuuuuuuuu :(
>
> Aku jadi inget, ibu pernah cerita, ketika belum lama tinggal di
> kompleks ini, ibu pernah minjam uang di koperasi untuk beli baju
> lebaran anak-anaknya.
>
> Kondisi kami saat itu masih jauh dari cukup, siang malam bapak kerja
> sebagai guru, ibu sendiri buka warung di rumah, kadang-kadang goreng
> pisang untuk dititip di sekolahan yang jaraknya lumayan.
>
> Tapi, untuk anak-anaknya, mereka selalu berkorban. PErnah juga abangku
> yang cowok dibelikan bapak pesawat-pesawatan atau mainan lainnya...
> yang harganya cukup lumayan
>
> Iya, kasihnya orang tua luar biasa hebat ya... dibanding anak... :(
>
> TFS, mas nursalam :)
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>,
> "Nursalam AR"
>
> <nursalam.ar@...> wrote:
> >
> > Nostalgia Baju Lebaran
> >
> > Oleh Nursalam AR
> >
> > * *
> >
> > Lebaran selalu identik dengan baju baru. Sudah lazim orang bertanya di
> > penghujung Ramadhan,"Eh, sudah beli baju baru belum?" Entahlah,
> sejak kapan
> > tradisi membeli baju baru untuk Lebaran ini berawal. Padahal Nabi
> Muhammad
> > SAW dalam salah satu hadisnya dalam Shahih Bukhari hanya
> memerintahkan kita
> > mengenakan "pakaian yang terbaik" pada hari raya Idul Fitri. Tapi
> "terbaik"
> > di sini selalu dimaknai sebagai sesuatu yang "baru".
> >
> >
> >
> > Di zaman penjajahan dulu saat kehidupan sehari-hari susah termasuk untuk
> > makan apalagi untuk beli baju, hal tersebut dapat dipahami. Tidak ada
> > pakaian sehari-hari yang "layak" atau "terbaik" dipakai pada hari
> raya. *
> > Wong*, ada yang sampai bikin celana dari karung goni atau karung
> beras kok.
> > Bila dari kain belacu, itu sudah lumayan, demikian cerita almarhum
> ayahku.
> > Maka wajarlah bila yang terbaik dimaknai sebagai sesuatu yang baru.
> Tapi di
> > zaman saat ini, anehnya, tradisi itu terus berlangsung. Meski saat ini
> > banyak orang sanggup beli baju tiap bulan, bahkan setiap momen
> khusus, entah
> > pesta ulang tahun atau piknik.
> >
> >
> >
> > Namun sewaktu aku kanak-kanak, pikiran bijak tersebut sama sekali
> jauh dari
> > pikiran. Yang aku tahu adalah jika aku tak punya baju baru berarti aku
> > berbeda dari teman-teman sepermainanku. Dan aku malu karenanya. Itu
> saja.
> > Sebetulnya kondisi ekonomi keluargaku tahun 80-an itu juga
> memprihatinkan.
> >
> >
> >
> > Saat itu keluargaku masih lengkap. Sangat lengkap, ada ayah dan ibu
> dan enam
> > anak-anaknya. Aku sendiri anak kelima dari enam bersaudara. Empat
> laki-laki
> > dan dua perempuan. Semuanya bersekolah, dan belum ada yang bekerja
> saat itu.
> > Suatu kondisi yang lumayan berat bagi ayahku (kami biasa
> memanggilnya *aba*)
> > yang hanya montir mobil panggilan. Ibu hanya ibu rumah tangga biasa,
> yang
> > coba membantu *aba* dengan membuat kue yang dititipkannya di
> warung-warung
> > di dekat rumah.
> >
> >
> >
> > Ada juga tambahan penghasilan dari beberapa petak rumah kontrakan
> yang baru
> > dirintis *aba* yang sayangnya tak cukup menutupi kebutuhan keluarga.
> Maklum,
> > rumah kontrakan kami kecil dan tidak terlalu bagus sehingga *aba* tak
> > terlalu tega untuk mengenakan harga sewa yang tinggi. Apalagi harga sewa
> > rumah kontrakan saat itu tidak setinggi sekarang.
> >
> >
> >
> > Aku ingat betul waktu itu seminggu lagi Lebaran. Aku kelas tiga SD,
> sembilan
> > tahun usiaku. Agak telat memang. Karena di kelas satu SD aku sempat cuti
> > sekolah karena sakit kencing batu. Baru kemudian atas jasa baik Bu
> > Satimahguruku di kelas satuaku dapat melanjutkan sekolah di kelas
> dua di
> > sekolah yang sama tanpa harus membayar biaya tambahan.
> >
> >
> >
> > Ya, sakit yang mengharuskan aku istirahat selama setahun di rumah itu
> > sangat membebani keluarga untuk ongkos pengobatan kesana-kemari.
> Atas izin
> > Allah, *alhamdulillah*, aku sembuh setelah batu sebesar kepalan
> tangan bayi
> > itu berhasil diangkat dari kandung kemihku melalui operasi bedah.
> Waktu itu
> > belum dikenal teknologi bedah laser sehingga aku harus mendapat beberapa
> > jahitan. Biaya operasinya tiga ratus ribu rupiah (ingat saat itu tahun
> > 1984!), hasil berhutang dari salah seorang pemilik warung tempat
> ibuku biasa
> > menitipkan dagangan kuenya.
> >
> >
> >
> > Alhasil persoalan baju baru adalah persoalan istimewa bagiku. Tidak
> setiap
> > bulan aku bisa punya baju baru. Sering juga memang langganan kerja
> > *aba*kebanyakan
> > etnis Cina di kawasan Jakarta Baratmemberikan pakaian bekas merekayang
> > menurutku bekas hanya karena jarang sekali dipakai atau tertumpuk di
> lemari
> > pakaianyang masih bagus-bagus sebagai bonus atas kerjanya yang dianggap
> > memuaskan ketika memperbaiki mobil mereka. Tapi ya tetap saja
> judulnya baju
> > bekas, bukan baju baru ya *to*?
> >
> >
> >
> > "Lam, lo udah punya baju baru belom?" tanya salah seorang temanku. Kami
> > sedang bermain *gundu* alias kelereng menunggu beduk berbuka puasa.
> >
> >
> >
> > Aku pura-pura sibuk membersihkan kelereng-kelerengku yang berdebu. Tanah
> > tempat kami bermain memang berdebu. Waktu itu kemarau.
> >
> >
> >
> > "Gue sih udah punya dua. Satu baju koko, satu kaos!" tukas temanku
> yang lain
> > berbangga. Senyumnya cerah. Bagiku itu senyum mengejek.
> >
> >
> >
> > Obrolan pun beralih ke topik baju baru. Ah, panas sekali telingaku.
> Aku juga
> > saat itu bingung kenapa ibu belum juga mengajakku ke pasar. Biasanya dua
> > pekan sebelum Lebaran ibu mengajakkukarena adikku masih dianggap
> terlalu
> > kecilberbelanja baju Lebaran di Pasar Jatinegara. Pasar yang padat dan
> > sumpek di tepi lapangan Jenderal Oerip Soemohardjo, Jakarta Timur.
> Tapi aku
> > ingat betul betapa harumnya bau baju-baju baru yang tergantung di
> kios-kios
> > pedagang maupun emperan kaki lima. Tak peduli peluh dan lelah karena
> > seringkali ibu harus bolak-balik masuk toko mencari barang terbaik
> dengan
> > harga termurah. Tapi aku senang-senang saja. Itulah ritual menjelang
> > Lebaran.
> >
> >
> >
> > Ketika aku pulang ke rumah pun, *aba* dan ibu sama sekali tak
> membahas soal
> > baju baru. Kakak-kakakku yang lain juga bersikap biasa-biasa saja.
> Kakakku
> > yang terdekat perempuan, selisih usia kami tiga tahun. Mungkin ia sudah
> > cukup paham. Tapi itu dia, bukan aku.
> >
> >
> >
> > Malam harinya selepas sholat Tarawih, aku bergegas sampai ke rumah
> paling
> > awal. Ketika ibu baru merapikan mukenah dan sajadahnya dari masjid, aku
> > langsung merajuk meminta. Ibu cuma bilang,"Nanti juga dibeliin.
> Sabar!" Aku
> > tak puas. Aku dekati *aba* yang sedang asyik merokok di ruang depan.
> > Jawabnya pun sama,"Sabar ye "
> >
> >
> >
> > Aku pun pupuk kesabaran hingga beberapa hari. Tinggal tiga hari
> menjelang
> > Lebaran. Ibu sudah sibuk membuat kue Lebaran. Sebagian pesanan tetangga.
> > Tapi ada yang kurang. Baju baru. Anehnya kakak-kakakku masih
> tenang-tenang
> > saja. Entahlah apakah ibu sudah berhasil memenangkan mereka. Adikku
> sendiri
> > yang selisih usia empat tahun di bawahku, anehnya, tak seribut aku.
> Rasanya
> > di hari-hari menjelang Lebaran jantungku kian berdebar. Tiap malam saat
> > keluarga berkumpul menonton TVsaat itu masih hitam putih 14 inciaku
> > berharap ibu akan berkata,"Lam, besok ke pasar yuk!"
> >
> >
> >
> > Namun ucapan itu tak kunjung keluar dari bibirnya. *Aba* pun ketika
> > 'kudesak-desak kembali hanya membentak dengan mata mendelik,"Tanya
> ibu lo
> > sono!" Ah, rasanya kesabaranku habis. Tangisku meledak. Esoknya, dua
> hari
> > menjelang Lebaran, aku tidak bermain keluar rumah. Sekolah memang sudah
> > libur. Aku berdiam saja di rumah. Tidak kemana-mana. Hanya mendekam di
> > kolong tempat tidur. Aku sedang protes!
> >
> > * *
> >
> > *Aba* dan ibu membujuk. Kakak-kakakku mengiming-imingi janji beli permen
> > atau penganan. Semuanya membujuk agar aku mau keluar dari kolong tempat
> > tidur. Cukup lama aku bertahan, sambil sesekali berteriak dan
> menangis. Aku
> > tak peduli meski salah satu kakakku bilang puasaku batal karena aku
> > menangis.
> >
> >
> >
> > Ubin lantai di kolong tempat tidur dingin dan agak berdebu.
> Kerongkonganku
> > lelah berteriak. Dada juga sakit dan leher pegal karena tak bisa
> tegak. Aku
> > pun terbatuk-batuk hebat. Tapi biarlah. Aku lebih rela begini
> daripada malu
> > tak punya baju baru, pikirku.
> >
> >
> >
> > Menjelang azan Ashar, ibu menyerah. Beliau janji mengajakku ke pasar
> > keesokan harinya. Wah, hilang sudah pegal, dingin dan batukku!
> Terbayang aku
> > bisa sholat Ied, berkunjung ke rumah kerabat, dan paling penting bisa
> > beramai-ramai bersama teman-temanku berbaris meminta *angpao *dari para
> > tetangga. Itu momen-momen terindah saat Lebaran. Dan itu mustahil
> tanpa baju
> > baru.
> >
> >
> >
> > Alhasil, sehari menjelang Lebaran itu, jadilah aku punya baju baru.
> Seharian
> > ibu mengajakku berbelanja baju. Ternyata termasuk baju Lebaran untuk
> > kakak-kakakku. Mungkin *aba* dan ibu sebenarnya sudah punya uang
> untuk beli
> > baju. Tapi tunggu waktu yang tepat, batinku. Ah, yang penting hatiku
> gembira
> > sekali saat itu.
> >
> >
> >
> > Malamnya malam Takbiran. Selepas takbiran bersama di masjid, aku lekas
> > pulang ke rumah. Mengepaskan baju baruku di depan cermin. Ya, baju yang
> > didapat dengan perjuangan keras. Keras betul, menurutku. Anehnya,
> meski film
> > terakhir di TVsaat itu paling malam siaran TVRI berakhir pukul dua
> belas
> > dengan acara terakhir film Barat. Itupun hanya satu film sepanjang
> hariaku
> > tak merasa mengantuk sama sekali.
> >
> >
> >
> > Lamat-lamat kudengar *aba* dan ibu berbincang-bincang di kamarnya.
> >
> >
> >
> > "Pinjem duit siape buat belanje tadi?" Suara *aba* terdengar bertanya.
> >
> >
> >
> > Terdengar tarikan nafas berat ibu. "Nunung kasih pinjem. Kapan aje
> > gantiinnye katenye." Nunung adalah adik tiri *aba*. Suaminya, Om Misdi,
> > seorang pematung yang sering dapat orderan dari luar daerah. Kehidupan
> > mereka memang lebih berada daripada kami.
> >
> >
> >
> > Tarikan nafas berat *aba* menyusul. "Gak enak juga ye minjem mulu
> ame die."
> >
> >
> >
> > "Ye, gak pape deh. Tadi juga ditahan-tahanin malunye. Namenye juga buat
> > anak."
> >
> >
> >
> > Sunyi. Sesunyi perasaanku malam itu. Kegembiraan malam itu terasa
> berkurang.
> > Ya, demi anak. Duh, *aba*, ibu, maafkan aku. Peristiwa malam
> Takbiran itu
> > sangat membekas. Seingatku, itulah terakhir kalinya aku merengek
> minta baju
> > baru untuk Lebaran. Toh, tanpa aku merengek pun, tahun-tahun berikutnya
> > kedua orangtuaku tak pernah lupa membelikan kami baju baru untuk
> Lebaran.
> > Entah, barangkali dengan uang tabungan atau kembali berhutang, aku
> tak tega
> > menanyakannya. Cukuplah mereka hanya tahu kami gembira menerimanya.
> >
> >
> >
> > Sayang ibuku keburu wafat pada 1997 saat aku baru menginjak tahun
> pertama
> > kuliah di Universitas Indonesia (UI). Aku belum bisa membelikannya
> baju baru
> > untuk Lebaran. Namun, setidaknya untuk beberapa tahun
> kemarin--ketika aku
> > sudah punya penghasilan sendiri--aku sempat membelikan baju Lebaran
> untuk *
> > aba*: baju koko, peci dan sarung untuk sholat Ied. Tidak mahal-mahal
> sekali,
> > tapi itu pun sudah bagus sekali, kata *aba* sambil berucap terima kasih.
> > Binar riang matanya dan senyum bangganya ketika berterima kasih
> padaku sudah
> > cukup melegakanku. Moga itu bisa menebus rasa susah hatinya saat aku
> protes
> > sambil *ngumpet *di kolong tempat tidur dulu. Orang tua manapun
> pasti pusing
> > jika anak merengek minta baju baru sementara tak ada uang di saku.
> Mungkin
> > aku juga begitu jika kelak menjadi orang tua, Insya Allah.
> >
> >
> >
> > Tahun ini sebetulnya aku berencana memberikan baju koko dan sarung
> terbaik
> > buat *aba*. Namun Allah berkehendak lain. *Aba* berpulang ke rahmatullah
> > pada usianya ke-73 tepat *nisfu sya'ban*, lima belas hari menjelang
> Ramadhan
> > tahun ini. Tepat *ba'da* Maghrib 8 September 2006. Ah, betapa sunyinya
> > Ramadhan ini dan Lebaran nanti tanpa kedua orang tua. Baju baru
> memang bukan
> > masalah lagi, tapi apalah artinya tanpa kedua orang tua di hari raya nan
> > fitri?
> >
> >
> >
> > Ketika mengetik tulisan ini, aku teringat salah satu ucapan
> *tabi'in*kalangan
> > ulama yang hidup setelah zaman sahabat Nabi Muhammad SAWdalam salah
> satu
> > buku yang pernah kubaca,"Kasih sayang anak ketika merawat orang tua
> takkan
> > pernah dapat menebus kasih sayang orang tua terhadap anak. Orang tua
> merawat
> > anak ketika kecil hingga dewasa tanpa tahu bagaimana akhirnya kelak
> apakah
> > si anak akan membalas budinya atau justru mendurhakainya. Sementara anak
> > merawat orang tua dengan sebuah akhir yang diketahuinya bahwa orang
> tuanya
> > akan wafat di hari tua." Jadi jelas nilainya sangat berbeda. Kasih
> orang tua
> > sepanjang hayat, kasih anak sepanjang galah.
> >
> >
> >
> > Dalam hati aku berdoa,"Ya Allah, pakaikan kedua orang tuaku baju baru di
> > surga-Mu." *Amien ya robbal 'alamien*.
> > Jakarta, 15 Ramadhan 1427 H
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > --
> > -"Let's dream together!"
> > Nursalam AR
> > Translator, Writer & Writing Trainer
> > 0813-10040723
> > E-mail: salam.translator@...
> > YM ID: nursalam_ar
> > http://nursalam.multiply. com
> >
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 13b.
-
Re: [catcil] Nostalgia Baju Lebaran
Posted by: "Agus Wahyu Sudarmaji" aguswahyu@transtv.co.id agusman_1981
Mon Nov 3, 2008 4:04 am (PST)
Mengapa ya cerita tentang orang tua itu selalu menggugah?
Terlebih tulisan mas nursalam ini mengingatkan kebiasaan kecil kita...
Ai shiteiru, ibu, bapak...
-----Original Message-----
From: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
[mailto:sekolah-kehidupan@yahoogroups. ] On Behalf Of Nursalam ARcom
Sent: Monday, November 03, 2008 6:31 PM
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] Re: [catcil] Nostalgia Baju Lebaran
Terima kasih sudah membaca tulisan saya ya:).
Orang tua memang keramat. Jadi jangan pernah menyakiti hati mereka,
sewaktu hidup. Sewaktu tiada, jangan lupa menyisipkan doa di setiap
sholat kita untuk mereka. Yang terpenting, tetap mewarisi semangat
mereka sebagai ciri anak yg tidak durhaka:).
Tabik,
Nursalam AR
On Sun, Nov 2, 2008 at 1:56 PM, novi_ningsih <novi_ningsih@
<mailto:novi_ningsih@yahoo.com > yahoo.com> wrote:
Terharuuuuuuuuuu :(
Aku jadi inget, ibu pernah cerita, ketika belum lama tinggal di
kompleks ini, ibu pernah minjam uang di koperasi untuk beli baju
lebaran anak-anaknya.
Kondisi kami saat itu masih jauh dari cukup, siang malam bapak kerja
sebagai guru, ibu sendiri buka warung di rumah, kadang-kadang goreng
pisang untuk dititip di sekolahan yang jaraknya lumayan.
Tapi, untuk anak-anaknya, mereka selalu berkorban. PErnah juga abangku
yang cowok dibelikan bapak pesawat-pesawatan atau mainan lainnya...
yang harganya cukup lumayan
Iya, kasihnya orang tua luar biasa hebat ya... dibanding anak... :(
TFS, mas nursalam :)
--- In sekolah-kehidupan@ <mailto:sekolah-kehidupan% 40yahoogroups. com>
yahoogroups.com, "Nursalam AR"
<nursalam.ar@...> wrote:
>
> Nostalgia Baju Lebaran
>
> Oleh Nursalam AR
>
> * *
>
> Lebaran selalu identik dengan baju baru. Sudah lazim orang bertanya di
> penghujung Ramadhan,"Eh, sudah beli baju baru belum?" Entahlah,
sejak kapan
> tradisi membeli baju baru untuk Lebaran ini berawal. Padahal Nabi
Muhammad
> SAW dalam salah satu hadisnya dalam Shahih Bukhari hanya
memerintahkan kita
> mengenakan "pakaian yang terbaik" pada hari raya Idul Fitri. Tapi
"terbaik"
> di sini selalu dimaknai sebagai sesuatu yang "baru".
>
>
>
> Di zaman penjajahan dulu saat kehidupan sehari-hari susah termasuk
untuk
> makan apalagi untuk beli baju, hal tersebut dapat dipahami. Tidak ada
> pakaian sehari-hari yang "layak" atau "terbaik" dipakai pada hari
raya. *
> Wong*, ada yang sampai bikin celana dari karung goni atau karung
beras kok.
> Bila dari kain belacu, itu sudah lumayan, demikian cerita almarhum
ayahku.
> Maka wajarlah bila yang terbaik dimaknai sebagai sesuatu yang baru.
Tapi di
> zaman saat ini, anehnya, tradisi itu terus berlangsung. Meski saat ini
> banyak orang sanggup beli baju tiap bulan, bahkan setiap momen
khusus, entah
> pesta ulang tahun atau piknik.
>
>
>
> Namun sewaktu aku kanak-kanak, pikiran bijak tersebut sama sekali
jauh dari
> pikiran. Yang aku tahu adalah jika aku tak punya baju baru berarti aku
> berbeda dari teman-teman sepermainanku. Dan aku malu karenanya. Itu
saja.
> Sebetulnya kondisi ekonomi keluargaku tahun 80-an itu juga
memprihatinkan.
>
>
>
> Saat itu keluargaku masih lengkap. Sangat lengkap, ada ayah dan ibu
dan enam
> anak-anaknya. Aku sendiri anak kelima dari enam bersaudara. Empat
laki-laki
> dan dua perempuan. Semuanya bersekolah, dan belum ada yang bekerja
saat itu.
> Suatu kondisi yang lumayan berat bagi ayahku (kami biasa
memanggilnya *aba*)
> yang hanya montir mobil panggilan. Ibu hanya ibu rumah tangga biasa,
yang
> coba membantu *aba* dengan membuat kue yang dititipkannya di
warung-warung
> di dekat rumah.
>
>
>
> Ada juga tambahan penghasilan dari beberapa petak rumah kontrakan
yang baru
> dirintis *aba* yang sayangnya tak cukup menutupi kebutuhan keluarga.
Maklum,
> rumah kontrakan kami kecil dan tidak terlalu bagus sehingga *aba* tak
> terlalu tega untuk mengenakan harga sewa yang tinggi. Apalagi harga
sewa
> rumah kontrakan saat itu tidak setinggi sekarang.
>
>
>
> Aku ingat betul waktu itu seminggu lagi Lebaran. Aku kelas tiga SD,
sembilan
> tahun usiaku. Agak telat memang. Karena di kelas satu SD aku sempat
cuti
> sekolah karena sakit kencing batu. Baru kemudian atas jasa baik Bu
> Satimah-guruku di kelas satu-aku dapat melanjutkan sekolah di kelas
dua di
> sekolah yang sama tanpa harus membayar biaya tambahan.
>
>
>
> Ya, sakit yang mengharuskan aku istirahat selama setahun di rumah itu
> sangat membebani keluarga untuk ongkos pengobatan kesana-kemari.
Atas izin
> Allah, *alhamdulillah*, aku sembuh setelah batu sebesar kepalan
tangan bayi
> itu berhasil diangkat dari kandung kemihku melalui operasi bedah.
Waktu itu
> belum dikenal teknologi bedah laser sehingga aku harus mendapat
beberapa
> jahitan. Biaya operasinya tiga ratus ribu rupiah (ingat saat itu tahun
> 1984!), hasil berhutang dari salah seorang pemilik warung tempat
ibuku biasa
> menitipkan dagangan kuenya.
>
>
>
> Alhasil persoalan baju baru adalah persoalan istimewa bagiku. Tidak
setiap
> bulan aku bisa punya baju baru. Sering juga memang langganan kerja
> *aba*-kebanyakan
> etnis Cina di kawasan Jakarta Barat-memberikan pakaian bekas
mereka-yang
> menurutku bekas hanya karena jarang sekali dipakai atau tertumpuk di
lemari
> pakaian-yang masih bagus-bagus sebagai bonus atas kerjanya yang
dianggap
> memuaskan ketika memperbaiki mobil mereka. Tapi ya tetap saja
judulnya baju
> bekas, bukan baju baru ya *to*?
>
>
>
> "Lam, lo udah punya baju baru belom?" tanya salah seorang temanku.
Kami
> sedang bermain *gundu* alias kelereng menunggu beduk berbuka puasa.
>
>
>
> Aku pura-pura sibuk membersihkan kelereng-kelerengku yang berdebu.
Tanah
> tempat kami bermain memang berdebu. Waktu itu kemarau.
>
>
>
> "Gue sih udah punya dua. Satu baju koko, satu kaos!" tukas temanku
yang lain
> berbangga. Senyumnya cerah. Bagiku itu senyum mengejek.
>
>
>
> Obrolan pun beralih ke topik baju baru. Ah, panas sekali telingaku.
Aku juga
> saat itu bingung kenapa ibu belum juga mengajakku ke pasar. Biasanya
dua
> pekan sebelum Lebaran ibu mengajakku-karena adikku masih dianggap
terlalu
> kecil-berbelanja baju Lebaran di Pasar Jatinegara. Pasar yang padat
dan
> sumpek di tepi lapangan Jenderal Oerip Soemohardjo, Jakarta Timur.
Tapi aku
> ingat betul betapa harumnya bau baju-baju baru yang tergantung di
kios-kios
> pedagang maupun emperan kaki lima. Tak peduli peluh dan lelah karena
> seringkali ibu harus bolak-balik masuk toko mencari barang terbaik
dengan
> harga termurah. Tapi aku senang-senang saja. Itulah ritual menjelang
> Lebaran.
>
>
>
> Ketika aku pulang ke rumah pun, *aba* dan ibu sama sekali tak
membahas soal
> baju baru. Kakak-kakakku yang lain juga bersikap biasa-biasa saja.
Kakakku
> yang terdekat perempuan, selisih usia kami tiga tahun. Mungkin ia
sudah
> cukup paham. Tapi itu dia, bukan aku.
>
>
>
> Malam harinya selepas sholat Tarawih, aku bergegas sampai ke rumah
paling
> awal. Ketika ibu baru merapikan mukenah dan sajadahnya dari masjid,
aku
> langsung merajuk meminta. Ibu cuma bilang,"Nanti juga dibeliin.
Sabar!" Aku
> tak puas. Aku dekati *aba* yang sedang asyik merokok di ruang depan.
> Jawabnya pun sama,"Sabar ye..."
>
>
>
> Aku pun pupuk kesabaran hingga beberapa hari. Tinggal tiga hari
menjelang
> Lebaran. Ibu sudah sibuk membuat kue Lebaran. Sebagian pesanan
tetangga.
> Tapi ada yang kurang. Baju baru. Anehnya kakak-kakakku masih
tenang-tenang
> saja. Entahlah apakah ibu sudah berhasil memenangkan mereka. Adikku
sendiri
> yang selisih usia empat tahun di bawahku, anehnya, tak seribut aku.
Rasanya
> di hari-hari menjelang Lebaran jantungku kian berdebar. Tiap malam
saat
> keluarga berkumpul menonton TV-saat itu masih hitam putih 14 inci-aku
> berharap ibu akan berkata,"Lam, besok ke pasar yuk!"
>
>
>
> Namun ucapan itu tak kunjung keluar dari bibirnya. *Aba* pun ketika
> 'kudesak-desak kembali hanya membentak dengan mata mendelik,"Tanya
ibu lo
> sono!" Ah, rasanya kesabaranku habis. Tangisku meledak. Esoknya, dua
hari
> menjelang Lebaran, aku tidak bermain keluar rumah. Sekolah memang
sudah
> libur. Aku berdiam saja di rumah. Tidak kemana-mana. Hanya mendekam di
> kolong tempat tidur. Aku sedang protes!
>
> * *
>
> *Aba* dan ibu membujuk. Kakak-kakakku mengiming-imingi janji beli
permen
> atau penganan. Semuanya membujuk agar aku mau keluar dari kolong
tempat
> tidur. Cukup lama aku bertahan, sambil sesekali berteriak dan
menangis. Aku
> tak peduli meski salah satu kakakku bilang puasaku batal karena aku
> menangis.
>
>
>
> Ubin lantai di kolong tempat tidur dingin dan agak berdebu.
Kerongkonganku
> lelah berteriak. Dada juga sakit dan leher pegal karena tak bisa
tegak. Aku
> pun terbatuk-batuk hebat. Tapi biarlah. Aku lebih rela begini
daripada malu
> tak punya baju baru, pikirku.
>
>
>
> Menjelang azan Ashar, ibu menyerah. Beliau janji mengajakku ke pasar
> keesokan harinya. Wah, hilang sudah pegal, dingin dan batukku!
Terbayang aku
> bisa sholat Ied, berkunjung ke rumah kerabat, dan paling penting bisa
> beramai-ramai bersama teman-temanku berbaris meminta *angpao *dari
para
> tetangga. Itu momen-momen terindah saat Lebaran. Dan itu mustahil
tanpa baju
> baru.
>
>
>
> Alhasil, sehari menjelang Lebaran itu, jadilah aku punya baju baru.
Seharian
> ibu mengajakku berbelanja baju. Ternyata termasuk baju Lebaran untuk
> kakak-kakakku. Mungkin *aba* dan ibu sebenarnya sudah punya uang
untuk beli
> baju. Tapi tunggu waktu yang tepat, batinku. Ah, yang penting hatiku
gembira
> sekali saat itu.
>
>
>
> Malamnya malam Takbiran. Selepas takbiran bersama di masjid, aku lekas
> pulang ke rumah. Mengepaskan baju baruku di depan cermin. Ya, baju
yang
> didapat dengan perjuangan keras. Keras betul, menurutku. Anehnya,
meski film
> terakhir di TV-saat itu paling malam siaran TVRI berakhir pukul dua
belas
> dengan acara terakhir film Barat. Itupun hanya satu film sepanjang
hari-aku
> tak merasa mengantuk sama sekali.
>
>
>
> Lamat-lamat kudengar *aba* dan ibu berbincang-bincang di kamarnya.
>
>
>
> "Pinjem duit siape buat belanje tadi?" Suara *aba* terdengar bertanya.
>
>
>
> Terdengar tarikan nafas berat ibu. "Nunung kasih pinjem. Kapan aje
> gantiinnye katenye." Nunung adalah adik tiri *aba*. Suaminya, Om
Misdi,
> seorang pematung yang sering dapat orderan dari luar daerah. Kehidupan
> mereka memang lebih berada daripada kami.
>
>
>
> Tarikan nafas berat *aba* menyusul. "Gak enak juga ye minjem mulu
ame die."
>
>
>
> "Ye, gak pape deh. Tadi juga ditahan-tahanin malunye. Namenye juga
buat
> anak."
>
>
>
> Sunyi. Sesunyi perasaanku malam itu. Kegembiraan malam itu terasa
berkurang.
> Ya, demi anak. Duh, *aba*, ibu, maafkan aku. Peristiwa malam
Takbiran itu
> sangat membekas. Seingatku, itulah terakhir kalinya aku merengek
minta baju
> baru untuk Lebaran. Toh, tanpa aku merengek pun, tahun-tahun
berikutnya
> kedua orangtuaku tak pernah lupa membelikan kami baju baru untuk
Lebaran.
> Entah, barangkali dengan uang tabungan atau kembali berhutang, aku
tak tega
> menanyakannya. Cukuplah mereka hanya tahu kami gembira menerimanya.
>
>
>
> Sayang ibuku keburu wafat pada 1997 saat aku baru menginjak tahun
pertama
> kuliah di Universitas Indonesia (UI). Aku belum bisa membelikannya
baju baru
> untuk Lebaran. Namun, setidaknya untuk beberapa tahun
kemarin--ketika aku
> sudah punya penghasilan sendiri--aku sempat membelikan baju Lebaran
untuk *
> aba*: baju koko, peci dan sarung untuk sholat Ied. Tidak mahal-mahal
sekali,
> tapi itu pun sudah bagus sekali, kata *aba* sambil berucap terima
kasih.
> Binar riang matanya dan senyum bangganya ketika berterima kasih
padaku sudah
> cukup melegakanku. Moga itu bisa menebus rasa susah hatinya saat aku
protes
> sambil *ngumpet *di kolong tempat tidur dulu. Orang tua manapun
pasti pusing
> jika anak merengek minta baju baru sementara tak ada uang di saku.
Mungkin
> aku juga begitu jika kelak menjadi orang tua, Insya Allah.
>
>
>
> Tahun ini sebetulnya aku berencana memberikan baju koko dan sarung
terbaik
> buat *aba*. Namun Allah berkehendak lain. *Aba* berpulang ke
rahmatullah
> pada usianya ke-73 tepat *nisfu sya'ban*, lima belas hari menjelang
Ramadhan
> tahun ini. Tepat *ba'da* Maghrib 8 September 2006. Ah, betapa sunyinya
> Ramadhan ini dan Lebaran nanti tanpa kedua orang tua. Baju baru
memang bukan
> masalah lagi, tapi apalah artinya tanpa kedua orang tua di hari raya
nan
> fitri?
>
>
>
> Ketika mengetik tulisan ini, aku teringat salah satu ucapan
*tabi'in*-kalangan
> ulama yang hidup setelah zaman sahabat Nabi Muhammad SAW-dalam salah
satu
> buku yang pernah kubaca,"Kasih sayang anak ketika merawat orang tua
takkan
> pernah dapat menebus kasih sayang orang tua terhadap anak. Orang tua
merawat
> anak ketika kecil hingga dewasa tanpa tahu bagaimana akhirnya kelak
apakah
> si anak akan membalas budinya atau justru mendurhakainya. Sementara
anak
> merawat orang tua dengan sebuah akhir yang diketahuinya bahwa orang
tuanya
> akan wafat di hari tua." Jadi jelas nilainya sangat berbeda. Kasih
orang tua
> sepanjang hayat, kasih anak sepanjang galah.
>
>
>
> Dalam hati aku berdoa,"Ya Allah, pakaikan kedua orang tuaku baju baru
di
> surga-Mu." *Amien ya robbal 'alamien*.
> Jakarta, 15 Ramadhan 1427 H
>
>
>
>
>
>
> --
> -"Let's dream together!"
> Nursalam AR
> Translator, Writer & Writing Trainer
> 0813-10040723
> E-mail: salam.translator@...
> YM ID: nursalam_ar
> http://nursalam. <http://nursalam.multiply. > multiply.comcom
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@ <mailto:salam.translator@gmail.com > gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam. <http://nursalam.multiply. > multiply.comcom
- 14a.
-
Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:32 am (PST)
Hehe...bisa ditebak nih, Nopi pasti sellau dapat tempat duduk di bus kan?:p
Tabik,
Nursalam AR
2008/11/2 novi_ningsih <novi_ningsih@yahoo.com >
> Sama, kadang aku juga dilema kalo lagi naik bus, dan seringkali milih
> waktu-waktu tertentu daripada harus berdesakan.
>
> TApi kadang, ketika lagi asyik duduk, dan liat ibu2 aku keinget ibuku
> sendiri... kakinya udah ga kuat berdiri.
>
> tapi kadang juga, bawaan sendiri udah berat banget... hmmm, sebenernya
> mau protesnya sama supir n kernet yang ngangkut penumpang terus,
> padahal udah overload, tapi mereka juga butuh setoran
>
> sebagai pengguna angkutan umum, banyak hal yang aku dapat di
> jalanan... seru, bikin mikir, ngajak sabar dan empati... sampai
> akhirnya nyasar :D
>
> hehehe
> kalo aku jadi cewek itu, aku juga pasti mendelik ke mas nur :P
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>,
> "Nursalam AR"
>
> <nursalam.ar@...> wrote:
> >
> > Nostalgia Bangku Bus
> >
> > Oleh Nursalam AR
> >
> > * *
> >
> > Berdesakan dalam buskota di jalanan Jakarta adalah hal biasa.
> Terlebih pada
> > jam-jam pulang kantor. Maka mendapat "berkah" bangku kosong di saat itu
> > adalah hal luarbiasa.Meskipun bukan pekerja kantoran (karena memilih
> kerja
> > SOHO* <#_edn1> sebagai penerjemah yang punya biro penerjemahan
>
> sendiri) tak
> > ayal aku harus terjebak pula jika ada urusan pekerjaan yang memaksa
> keluar
> > rumah. Seperti sore itu di hari-hari pertama Ramadhan dalam buskota
> jurusan
> > Blok M-Kampung Melayu.
> >
> >
> >
> > Sejak dari terminal Blok-M bus sudah mulai padat. Apalagi di jalan
> Mampang
> > Prapatan yang sedang ada proyek jalur *busway* menuju Ragunan. Padat
> > merayap, demikian istilah penyiar radio yang terdengar dari *tape* mobil
> > mewah yang bersisian jalan di sebelah bus. Penumpangnya hanya dua orang
> > saja, seorang lelaki muda berdasi dan wanita cantik dengan busana kantor
> > yang apik. Tertawa ceria di tengah kemacetan. Di sebelahnya, bus yang
> > kutumpangi, padat berjejal penumpang bak pindang presto. Duh,
> senjangnya.
> >
> > * *
> >
> > *"Biskota tua miring ke kiri oleh sesaknya penumpang. Aku terjepit
> di tengah
> > tengah padatnya para penumpang yang bergelantungan...."* Jadi ingat
> syair
> > lagunya Om Franky Sahilatua. Lumayan agak hafal sedikit untuk
> menghilangkan
> > jenuh menunggu kemacetan. Mau ngobrol? Rasanya wajah-wajah di sekitarku
> > terlalu lelah dan mengantuk untuk diajak bicara. Mau baca? Terlalu
> repot
> > tanganku menjangkau ransel besar di dada (biar tidak kecopetan) untuk
> > mengaduk-aduk isinya, mencari buku yang baru kubeli di Gramedia
> Melawai. Mau
> > tidur?Panasnya minta ampun. AC (Angin CendelaJ ) juga bertiup malas.
> > Terlebih bulan puasa begini yang rasanya dosa-dosa pun turut
> terbakar suhu
> > Jakarta yang konon menurut berita sekitar 30-33 derajat Celcius.
> Alhasil,
> > jadilah aku seperti puluhan penumpang lain: bergelantungan sambil
> menatap
> > sekeliling. Termasuk menatapi mobil-mobil mewah yang berkali-kali umbar
> > klakson. Menatapi tukang ngamen dan pedagang asongan yang silih berganti
> > naik-turun bus. Termasuk para peminta dengan kotak amal untuk
> pembangunan
> > mesjid yang entah di mana letaknya.
> >
> >
> >
> > "Kantor Pos!Kantor Pos!" teriak kenek dengan suara parau. Beberapa orang
> > penumpang turun di halte Kantor Pos Mampang. Seorang bapak
> tergopoh-gopoh
> > bangkit dari bangkunya. Sejak tadi ia tertidur. Pada jam-jam *ba'da*
> Ashar
> > di bulan puasa ini sudah merupakan pemandangan umum orang tertidur di
> > buskota. Ia bergegas turun sambil ribut mengetok-ketok atap bus dari
> > alumunium. Bus yang hendak sedikit beranjak kemudian tertahan mendadak.
> >
> >
> >
> > "Siap-siap dong, Pak, dari tadi!" sembur kenek. Matanya mendelik.
> Entahlah
> > tak kulihat reaksi si bapak. Yang ada di sampingku adalah bangku
> kosong di
> > samping seorang anak muda. Ya, sejak tadi bapak itu duduk di bangku bus
> > samping tempatku berdiri. Dan sekarang bangku itu kosong.
> *Alhamdulillah*,
> > kududuki bangku itu dengan gempita. Lumayanlah untuk sekedar memejamkan
> > mata barang beberapa waktu. Aku berniat turun di jembatan Ciliwung.
> >
> >
> >
> > Dalam jarak dua halte di depan, naik serombongan lagi penumpang. Tambah
> > padat nian bus ini. Seorang gadis muda menyandang dua tas besar menyesak
> > masuk ke tengah-tengah dan berdiri persis di sampingku. Belum lagi ia
> > mengepit map tebal di dada. Kulirik sejenak. *Ah, masih muda*,
> batinku. *Jika
> > sudah tua, mungkin aku rela melepaskan bangku ini*. Aku memang biasa
> > mengalah kepada orang tua atau orang cacat, sesama penumpang
> buskota, untuk
> > jatah bangku di buskota.
> >
> >
> >
> > Bus bergerak lagi, kencang. Kendati kadang harus tertahan mendadak
> karena
> > salipan kendaraan di depan atau kemacetan. Gadis itu tampak
> kerepotan. Satu
> > tasnya kini ditaruh di lantai bus. *Hmm...kasih duduk tidak ya?
> Tapi, ah,
> > dia masih muda kok, pasti kuat*. *Kalo tuaan dikit, aku kasih deh.
> Lagian
> > capek kan menunggu hampir satu jam dari Blok M ke Mampang hanya
> untuk satu
> > bangku kosong*. Demikian batinku berperang.Satu sisi ingin mengalah,
> tapi
> > rasanya badan ini lelah betul. *Ah, Allah juga maklum kok, beramal tentu
> > harus sesuai kemampuan*, batinku menjelajah mencari justifikasi.
> >
> >
> >
> > Alhasil bus terus berjalan. Menjelang studio Trans TV, ketika penumpang
> > makin bertambah, tampak betul gadis itu makin kerepotan. Ia berkali-kali
> > melihat ke sekitar. Termasuk ke arahku yang pura-pura ngantuk. Aku
> tentunya
> > tidak *ge-er* dilirik gadis yang lumayan manis itu. Tentu aku yakin
> bukan
> > wajahku yang biasa-biasa saja yang diliriknya tapi ya bangku bus
> ini! Ya,
> > bangku bus yang saat ini terasa sangat mahal bagiku. Yang kudapatkan
> dengan
> > peluh dan pegal menunggu dengan beban berat ransel di dada.
> >
> >
> >
> > "Mbak, duduk sini aja!" Suara halus di sebelah mengejutkanku.
> Kulirik dengan
> > mata yang setengah mengantuk. Ini memang mengantuk betulan. Di
> seberangku,
> > seorang mahasiswi berkaus menggantung menyilakan si gadis kantoran
> duduk.
> >
> >
> >
> > "Eh, terima kasih ya!" Si Mbak itu duduk. Ia sempat pula melirikku.Entah
> > setajam apa, aku lekas melengos. Ada tombak ironi menelusup ke dadaku.
> > Kenapa aku yang laki-laki tak lebih rela berkorban dibandingkan si
> mahasiswi
> > mungil yang kini gantian berdiri di sampingku? Mungkin jika
> laki-laki lain
> > yang mengalah demi si Mbak tadi aku tak bakal merasa segundah ini. Meski
> > sempat terbersit,"Ah, biar saja, toh solidaritas sesama wanita!"
> Lagi-lagi
> > justifikasi.
> >
> >
> >
> > Selanjutnya tak perlulah kuceritakan lagi perasaanku dalam buskota
> hingga
> > aku turun di tempat tujuan. Sore itu baru aku sadari makna *fastabiqul
> > khoirot*, berlomba-lomba dalam kebaikan. Yang jelas aku kehilangan satu
> > peluang berbuat baik. Tidak ada pembenaran yang lain. Titik.
> >
> > *Jakarta**, 16 Oktober 2006.*
> >
> >
> >
> >
> >
> > --------------------- ---------
> >
> > * <#_ednref1> *Small Office Home Office*. Istilah untuk pekerja atau
> > profesional yang bekerja/berkantor di rumah dilengkapi dengan fasilitas
> > komunikasi dan teknologi internet.
> >
> >
> > --
> > -"Let's dream together!"
> > Nursalam AR
> > Translator, Writer & Writing Trainer
> > 0813-10040723
> > E-mail: salam.translator@...
> > YM ID: nursalam_ar
> > http://nursalam.multiply. com
> >
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 14b.
-
Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:34 am (PST)
Terima kasih sudah menemani saya, Bro;p.
Sebagai sesama pengguna bus, kita memang kudu kompak,hehe..
2008/11/1 fil_ardy <fil_ardy@yahoo.com >
> Hohoho
> sama, brow. saya juga sering
> merasakan dilema untuk satu bangku
> kosong di bus kota. Sama persis dengan
> apa yg ente rasakan. Justifikasi, ironi
> dan hal2 yg tidak mengenakkan ketika hal itu terjadi\
>
> Hehehe, you are not alone.
>
> DANI
>
>
> In sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>,
> "Nursalam AR" <nursalam.ar@...>
> wrote:
> >
> > Nostalgia Bangku Bus
> >
> > Oleh Nursalam AR
> >
> > * *
> >
> > Berdesakan dalam buskota di jalanan Jakarta adalah hal biasa.
> Terlebih pada
> > jam-jam pulang kantor. Maka mendapat "berkah" bangku kosong di saat itu
> > adalah hal luarbiasa.Meskipun bukan pekerja kantoran (karena memilih
> kerja
> > SOHO* <#_edn1> sebagai penerjemah yang punya biro penerjemahan
> sendiri) tak
> > ayal aku harus terjebak pula jika ada urusan pekerjaan yang memaksa
> keluar
> > rumah. Seperti sore itu di hari-hari pertama Ramadhan dalam buskota
> jurusan
> > Blok M-Kampung Melayu.
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 14c.
-
Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus
Posted by: "novi_ningsih" novi_ningsih@yahoo.com novi_ningsih
Mon Nov 3, 2008 3:34 am (PST)
Aaah, nggak juga :D
sering harus berdiri, kok
diomelin sama kernet,yang aku balas liatin balik :P
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , "Nursalam AR"com
<nursalam.ar@...> wrote:
>
> Hehe...bisa ditebak nih, Nopi pasti sellau dapat tempat duduk di bus
kan?:p
>
> Tabik,
>
> Nursalam AR
>
> 2008/11/2 novi_ningsih <novi_ningsih@...>
>
> > Sama, kadang aku juga dilema kalo lagi naik bus, dan seringkali
milih
> > waktu-waktu tertentu daripada harus berdesakan.
> >
> > TApi kadang, ketika lagi asyik duduk, dan liat ibu2 aku keinget ibuku
> > sendiri... kakinya udah ga kuat berdiri.
> >
> > tapi kadang juga, bawaan sendiri udah berat banget... hmmm, sebenernya
> > mau protesnya sama supir n kernet yang ngangkut penumpang terus,
> > padahal udah overload, tapi mereka juga butuh setoran
> >
> > sebagai pengguna angkutan umum, banyak hal yang aku dapat di
> > jalanan... seru, bikin mikir, ngajak sabar dan empati... sampai
> > akhirnya nyasar :D
> >
> > hehehe
> > kalo aku jadi cewek itu, aku juga pasti mendelik ke mas nur :P
> >
> > --- In
sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>,
> > "Nursalam AR"
> >
> > <nursalam.ar@> wrote:
> > >
> > > Nostalgia Bangku Bus
> > >
> > > Oleh Nursalam AR
> > >
> > > * *
> > >
> > > Berdesakan dalam buskota di jalanan Jakarta adalah hal biasa.
> > Terlebih pada
> > > jam-jam pulang kantor. Maka mendapat "berkah" bangku kosong di
saat itu
> > > adalah hal luarbiasa.Meskipun bukan pekerja kantoran (karena memilih
> > kerja
> > > SOHO* <#_edn1> sebagai penerjemah yang punya biro penerjemahan
> >
> > sendiri) tak
> > > ayal aku harus terjebak pula jika ada urusan pekerjaan yang memaksa
> > keluar
> > > rumah. Seperti sore itu di hari-hari pertama Ramadhan dalam buskota
> > jurusan
> > > Blok M-Kampung Melayu.
> > >
> > >
> > >
> > > Sejak dari terminal Blok-M bus sudah mulai padat. Apalagi di jalan
> > Mampang
> > > Prapatan yang sedang ada proyek jalur *busway* menuju Ragunan. Padat
> > > merayap, demikian istilah penyiar radio yang terdengar dari
*tape* mobil
> > > mewah yang bersisian jalan di sebelah bus. Penumpangnya hanya
dua orang
> > > saja, seorang lelaki muda berdasi dan wanita cantik dengan
busana kantor
> > > yang apik. Tertawa ceria di tengah kemacetan. Di sebelahnya, bus
yang
> > > kutumpangi, padat berjejal penumpang bak pindang presto. Duh,
> > senjangnya.
> > >
> > > * *
> > >
> > > *"Biskota tua miring ke kiri oleh sesaknya penumpang. Aku terjepit
> > di tengah
> > > tengah padatnya para penumpang yang bergelantungan...."* Jadi ingat
> > syair
> > > lagunya Om Franky Sahilatua. Lumayan agak hafal sedikit untuk
> > menghilangkan
> > > jenuh menunggu kemacetan. Mau ngobrol? Rasanya wajah-wajah di
sekitarku
> > > terlalu lelah dan mengantuk untuk diajak bicara. Mau baca? Terlalu
> > repot
> > > tanganku menjangkau ransel besar di dada (biar tidak kecopetan)
untuk
> > > mengaduk-aduk isinya, mencari buku yang baru kubeli di Gramedia
> > Melawai. Mau
> > > tidur?Panasnya minta ampun. AC (Angin CendelaJ ) juga bertiup malas.
> > > Terlebih bulan puasa begini yang rasanya dosa-dosa pun turut
> > terbakar suhu
> > > Jakarta yang konon menurut berita sekitar 30-33 derajat Celcius.
> > Alhasil,
> > > jadilah aku seperti puluhan penumpang lain: bergelantungan sambil
> > menatap
> > > sekeliling. Termasuk menatapi mobil-mobil mewah yang
berkali-kali umbar
> > > klakson. Menatapi tukang ngamen dan pedagang asongan yang silih
berganti
> > > naik-turun bus. Termasuk para peminta dengan kotak amal untuk
> > pembangunan
> > > mesjid yang entah di mana letaknya.
> > >
> > >
> > >
> > > "Kantor Pos!Kantor Pos!" teriak kenek dengan suara parau.
Beberapa orang
> > > penumpang turun di halte Kantor Pos Mampang. Seorang bapak
> > tergopoh-gopoh
> > > bangkit dari bangkunya. Sejak tadi ia tertidur. Pada jam-jam *ba'da*
> > Ashar
> > > di bulan puasa ini sudah merupakan pemandangan umum orang
tertidur di
> > > buskota. Ia bergegas turun sambil ribut mengetok-ketok atap bus dari
> > > alumunium. Bus yang hendak sedikit beranjak kemudian tertahan
mendadak.
> > >
> > >
> > >
> > > "Siap-siap dong, Pak, dari tadi!" sembur kenek. Matanya mendelik.
> > Entahlah
> > > tak kulihat reaksi si bapak. Yang ada di sampingku adalah bangku
> > kosong di
> > > samping seorang anak muda. Ya, sejak tadi bapak itu duduk di
bangku bus
> > > samping tempatku berdiri. Dan sekarang bangku itu kosong.
> > *Alhamdulillah*,
> > > kududuki bangku itu dengan gempita. Lumayanlah untuk sekedar
memejamkan
> > > mata barang beberapa waktu. Aku berniat turun di jembatan Ciliwung.
> > >
> > >
> > >
> > > Dalam jarak dua halte di depan, naik serombongan lagi penumpang.
Tambah
> > > padat nian bus ini. Seorang gadis muda menyandang dua tas besar
menyesak
> > > masuk ke tengah-tengah dan berdiri persis di sampingku. Belum
lagi ia
> > > mengepit map tebal di dada. Kulirik sejenak. *Ah, masih muda*,
> > batinku. *Jika
> > > sudah tua, mungkin aku rela melepaskan bangku ini*. Aku memang biasa
> > > mengalah kepada orang tua atau orang cacat, sesama penumpang
> > buskota, untuk
> > > jatah bangku di buskota.
> > >
> > >
> > >
> > > Bus bergerak lagi, kencang. Kendati kadang harus tertahan mendadak
> > karena
> > > salipan kendaraan di depan atau kemacetan. Gadis itu tampak
> > kerepotan. Satu
> > > tasnya kini ditaruh di lantai bus. *Hmm...kasih duduk tidak ya?
> > Tapi, ah,
> > > dia masih muda kok, pasti kuat*. *Kalo tuaan dikit, aku kasih deh.
> > Lagian
> > > capek kan menunggu hampir satu jam dari Blok M ke Mampang hanya
> > untuk satu
> > > bangku kosong*. Demikian batinku berperang.Satu sisi ingin mengalah,
> > tapi
> > > rasanya badan ini lelah betul. *Ah, Allah juga maklum kok,
beramal tentu
> > > harus sesuai kemampuan*, batinku menjelajah mencari justifikasi.
> > >
> > >
> > >
> > > Alhasil bus terus berjalan. Menjelang studio Trans TV, ketika
penumpang
> > > makin bertambah, tampak betul gadis itu makin kerepotan. Ia
berkali-kali
> > > melihat ke sekitar. Termasuk ke arahku yang pura-pura ngantuk. Aku
> > tentunya
> > > tidak *ge-er* dilirik gadis yang lumayan manis itu. Tentu aku yakin
> > bukan
> > > wajahku yang biasa-biasa saja yang diliriknya tapi ya bangku bus
> > ini! Ya,
> > > bangku bus yang saat ini terasa sangat mahal bagiku. Yang kudapatkan
> > dengan
> > > peluh dan pegal menunggu dengan beban berat ransel di dada.
> > >
> > >
> > >
> > > "Mbak, duduk sini aja!" Suara halus di sebelah mengejutkanku.
> > Kulirik dengan
> > > mata yang setengah mengantuk. Ini memang mengantuk betulan. Di
> > seberangku,
> > > seorang mahasiswi berkaus menggantung menyilakan si gadis kantoran
> > duduk.
> > >
> > >
> > >
> > > "Eh, terima kasih ya!" Si Mbak itu duduk. Ia sempat pula
melirikku.Entah
> > > setajam apa, aku lekas melengos. Ada tombak ironi menelusup ke
dadaku.
> > > Kenapa aku yang laki-laki tak lebih rela berkorban dibandingkan si
> > mahasiswi
> > > mungil yang kini gantian berdiri di sampingku? Mungkin jika
> > laki-laki lain
> > > yang mengalah demi si Mbak tadi aku tak bakal merasa segundah
ini. Meski
> > > sempat terbersit,"Ah, biar saja, toh solidaritas sesama wanita!"
> > Lagi-lagi
> > > justifikasi.
> > >
> > >
> > >
> > > Selanjutnya tak perlulah kuceritakan lagi perasaanku dalam buskota
> > hingga
> > > aku turun di tempat tujuan. Sore itu baru aku sadari makna
*fastabiqul
> > > khoirot*, berlomba-lomba dalam kebaikan. Yang jelas aku
kehilangan satu
> > > peluang berbuat baik. Tidak ada pembenaran yang lain. Titik.
> > >
> > > *Jakarta**, 16 Oktober 2006.*
> > >
> > >
> > >
> > >
> > >
> > > --------------------- ---------
> > >
> > > * <#_ednref1> *Small Office Home Office*. Istilah untuk pekerja atau
> > > profesional yang bekerja/berkantor di rumah dilengkapi dengan
fasilitas
> > > komunikasi dan teknologi internet.
> > >
> > >
> > > --
> > > -"Let's dream together!"
> > > Nursalam AR
> > > Translator, Writer & Writing Trainer
> > > 0813-10040723
> > > E-mail: salam.translator@
> > > YM ID: nursalam_ar
> > > http://nursalam.multiply. com
> > >
> >
> >
> >
>
>
>
> --
> -"Let's dream together!"
> Nursalam AR
> Translator, Writer & Writing Trainer
> 0813-10040723
> E-mail: salam.translator@...
> YM ID: nursalam_ar
> http://nursalam.multiply. com
>
- 14d.
-
Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:36 am (PST)
Mungkin karena di Jepang kakek-neneknya masih keliatan segar, Fey, jadi ga
dikasih tempat duduk (terlalu hiperbolis yah:).
Kapan-kapan sharing ya, Fey, soal pengalaman naik kereta di Jepang!
Thx for reading!
Tabik,
Nursalam AR
2008/11/1 inga_fety <inga_fety@yahoo.com >
> kalo disini yang penuh banget itu kereta mas nur. apalagi jam kantor,
> persis deh kayak bus-bus di Indonesia:) tapi kayaknya jarang yah
> melihat orang memberikan tempat duduknya untuk orang lain. ntahlah,
> apa karena untuk orang tua sudah tersedia atau karena memang tidak
> seperti di Indonesia yah?:)
>
> salam,
> fety
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>,
> "Nursalam AR"
> <nursalam.ar@...> wrote:
> >
> > Nostalgia Bangku Bus
> >
> > Oleh Nursalam AR
> >
> > * *
> >
> > Berdesakan dalam buskota di jalanan Jakarta adalah hal biasa.
> Terlebih pada
> > jam-jam pulang kantor. Maka mendapat "berkah" bangku kosong di saat
> itu
> > adalah hal luarbiasa.Meskipun bukan pekerja kantoran (karena
> memilih kerja
> > SOHO* <#_edn1> sebagai penerjemah yang punya biro penerjemahan
> sendiri) tak
> > ayal aku harus terjebak pula jika ada urusan pekerjaan yang memaksa
> keluar
> > rumah. Seperti sore itu di hari-hari pertama Ramadhan dalam buskota
> jurusan
> > Blok M-Kampung Melayu.
> >
> >
> >
> > Sejak dari terminal Blok-M bus sudah mulai padat. Apalagi di jalan
> Mampang
> > Prapatan yang sedang ada proyek jalur *busway* menuju Ragunan. Padat
> > merayap, demikian istilah penyiar radio yang terdengar dari *tape*
> mobil
> > mewah yang bersisian jalan di sebelah bus. Penumpangnya hanya dua
> orang
> > saja, seorang lelaki muda berdasi dan wanita cantik dengan busana
> kantor
> > yang apik. Tertawa ceria di tengah kemacetan. Di sebelahnya, bus
> yang
> > kutumpangi, padat berjejal penumpang bak pindang presto. Duh,
> senjangnya.
> >
> > * *
> >
> > *"Biskota tua miring ke kiri oleh sesaknya penumpang. Aku terjepit
> di tengah
> > tengah padatnya para penumpang yang bergelantungan...."* Jadi ingat
> syair
> > lagunya Om Franky Sahilatua. Lumayan agak hafal sedikit untuk
> menghilangkan
> > jenuh menunggu kemacetan. Mau ngobrol? Rasanya wajah-wajah di
> sekitarku
> > terlalu lelah dan mengantuk untuk diajak bicara. Mau baca? Terlalu
> repot
> > tanganku menjangkau ransel besar di dada (biar tidak kecopetan)
> untuk
> > mengaduk-aduk isinya, mencari buku yang baru kubeli di Gramedia
> Melawai. Mau
> > tidur?Panasnya minta ampun. AC (Angin CendelaJ ) juga bertiup malas.
> > Terlebih bulan puasa begini yang rasanya dosa-dosa pun turut
> terbakar suhu
> > Jakarta yang konon menurut berita sekitar 30-33 derajat Celcius.
> Alhasil,
> > jadilah aku seperti puluhan penumpang lain: bergelantungan sambil
> menatap
> > sekeliling. Termasuk menatapi mobil-mobil mewah yang berkali-kali
> umbar
> > klakson. Menatapi tukang ngamen dan pedagang asongan yang silih
> berganti
> > naik-turun bus. Termasuk para peminta dengan kotak amal untuk
> pembangunan
> > mesjid yang entah di mana letaknya.
> >
> >
> >
> > "Kantor Pos!Kantor Pos!" teriak kenek dengan suara parau. Beberapa
> orang
> > penumpang turun di halte Kantor Pos Mampang. Seorang bapak tergopoh-
> gopoh
> > bangkit dari bangkunya. Sejak tadi ia tertidur. Pada jam-jam
> *ba'da* Ashar
> > di bulan puasa ini sudah merupakan pemandangan umum orang tertidur
> di
> > buskota. Ia bergegas turun sambil ribut mengetok-ketok atap bus dari
> > alumunium. Bus yang hendak sedikit beranjak kemudian tertahan
> mendadak.
> >
> >
> >
> > "Siap-siap dong, Pak, dari tadi!" sembur kenek. Matanya mendelik.
> Entahlah
> > tak kulihat reaksi si bapak. Yang ada di sampingku adalah bangku
> kosong di
> > samping seorang anak muda. Ya, sejak tadi bapak itu duduk di bangku
> bus
> > samping tempatku berdiri. Dan sekarang bangku itu kosong.
> *Alhamdulillah*,
> > kududuki bangku itu dengan gempita. Lumayanlah untuk sekedar
> memejamkan
> > mata barang beberapa waktu. Aku berniat turun di jembatan Ciliwung.
> >
> >
> >
> > Dalam jarak dua halte di depan, naik serombongan lagi penumpang.
> Tambah
> > padat nian bus ini. Seorang gadis muda menyandang dua tas besar
> menyesak
> > masuk ke tengah-tengah dan berdiri persis di sampingku. Belum lagi
> ia
> > mengepit map tebal di dada. Kulirik sejenak. *Ah, masih muda*,
> batinku. *Jika
> > sudah tua, mungkin aku rela melepaskan bangku ini*. Aku memang biasa
> > mengalah kepada orang tua atau orang cacat, sesama penumpang
> buskota, untuk
> > jatah bangku di buskota.
> >
> >
> >
> > Bus bergerak lagi, kencang. Kendati kadang harus tertahan mendadak
> karena
> > salipan kendaraan di depan atau kemacetan. Gadis itu tampak
> kerepotan. Satu
> > tasnya kini ditaruh di lantai bus. *Hmm...kasih duduk tidak ya?
> Tapi, ah,
> > dia masih muda kok, pasti kuat*. *Kalo tuaan dikit, aku kasih deh.
> Lagian
> > capek kan menunggu hampir satu jam dari Blok M ke Mampang hanya
> untuk satu
> > bangku kosong*. Demikian batinku berperang.Satu sisi ingin
> mengalah, tapi
> > rasanya badan ini lelah betul. *Ah, Allah juga maklum kok, beramal
> tentu
> > harus sesuai kemampuan*, batinku menjelajah mencari justifikasi.
> >
> >
> >
> > Alhasil bus terus berjalan. Menjelang studio Trans TV, ketika
> penumpang
> > makin bertambah, tampak betul gadis itu makin kerepotan. Ia berkali-
> kali
> > melihat ke sekitar. Termasuk ke arahku yang pura-pura ngantuk. Aku
> tentunya
> > tidak *ge-er* dilirik gadis yang lumayan manis itu. Tentu aku yakin
> bukan
> > wajahku yang biasa-biasa saja yang diliriknya tapi ya bangku bus
> ini! Ya,
> > bangku bus yang saat ini terasa sangat mahal bagiku. Yang
> kudapatkan dengan
> > peluh dan pegal menunggu dengan beban berat ransel di dada.
> >
> >
> >
> > "Mbak, duduk sini aja!" Suara halus di sebelah mengejutkanku.
> Kulirik dengan
> > mata yang setengah mengantuk. Ini memang mengantuk betulan. Di
> seberangku,
> > seorang mahasiswi berkaus menggantung menyilakan si gadis kantoran
> duduk.
> >
> >
> >
> > "Eh, terima kasih ya!" Si Mbak itu duduk. Ia sempat pula
> melirikku.Entah
> > setajam apa, aku lekas melengos. Ada tombak ironi menelusup ke
> dadaku.
> > Kenapa aku yang laki-laki tak lebih rela berkorban dibandingkan si
> mahasiswi
> > mungil yang kini gantian berdiri di sampingku? Mungkin jika laki-
> laki lain
> > yang mengalah demi si Mbak tadi aku tak bakal merasa segundah ini.
> Meski
> > sempat terbersit,"Ah, biar saja, toh solidaritas sesama wanita!"
> Lagi-lagi
> > justifikasi.
> >
> >
> >
> > Selanjutnya tak perlulah kuceritakan lagi perasaanku dalam buskota
> hingga
> > aku turun di tempat tujuan. Sore itu baru aku sadari makna
> *fastabiqul
> > khoirot*, berlomba-lomba dalam kebaikan. Yang jelas aku kehilangan
> satu
> > peluang berbuat baik. Tidak ada pembenaran yang lain. Titik.
> >
> > *Jakarta**, 16 Oktober 2006.*
> >
> >
> >
> >
> >
> > --------------------- ---------
> >
> > * <#_ednref1> *Small Office Home Office*. Istilah untuk pekerja atau
> > profesional yang bekerja/berkantor di rumah dilengkapi dengan
> fasilitas
> > komunikasi dan teknologi internet.
> >
> >
> > --
> > -"Let's dream together!"
> > Nursalam AR
> > Translator, Writer & Writing Trainer
> > 0813-10040723
> > E-mail: salam.translator@...
> > YM ID: nursalam_ar
> > http://nursalam.multiply. com
> >
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 14e.
-
Re: [catcil] Nostalgia Bangku Bus
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:38 am (PST)
Jadi liat-liatan ya,NOp?hehe...
Awas VMJ (baca: Virus Merah Jambu)...
Tabik,
Nursalam AR
2008/11/3 novi_ningsih <novi_ningsih@yahoo.com >
> Aaah, nggak juga :D
> sering harus berdiri, kok
> diomelin sama kernet,yang aku balas liatin balik :P
>
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>,
> "Nursalam AR"
> <nursalam.ar@...> wrote:
> >
> > Hehe...bisa ditebak nih, Nopi pasti sellau dapat tempat duduk di bus
> kan?:p
> >
> > Tabik,
> >
> > Nursalam AR
> >
> > 2008/11/2 novi_ningsih <novi_ningsih@...>
> >
> > > Sama, kadang aku juga dilema kalo lagi naik bus, dan seringkali
> milih
> > > waktu-waktu tertentu daripada harus berdesakan.
> > >
> > > TApi kadang, ketika lagi asyik duduk, dan liat ibu2 aku keinget ibuku
> > > sendiri... kakinya udah ga kuat berdiri.
> > >
> > > tapi kadang juga, bawaan sendiri udah berat banget... hmmm, sebenernya
> > > mau protesnya sama supir n kernet yang ngangkut penumpang terus,
> > > padahal udah overload, tapi mereka juga butuh setoran
> > >
> > > sebagai pengguna angkutan umum, banyak hal yang aku dapat di
> > > jalanan... seru, bikin mikir, ngajak sabar dan empati... sampai
> > > akhirnya nyasar :D
> > >
> > > hehehe
> > > kalo aku jadi cewek itu, aku juga pasti mendelik ke mas nur :P
> > >
> > > --- In
> sekolah-kehidupan@yahoogroups. <sekolah-kehidupan%com 40yahoogroups. com>
> <sekolah-kehidupan%40yahoogroups. com>,
>
> > > "Nursalam AR"
> > >
> > > <nursalam.ar@> wrote:
> > > >
> > > > Nostalgia Bangku Bus
> > > >
> > > > Oleh Nursalam AR
> > > >
> > > > * *
> > > >
> > > > Berdesakan dalam buskota di jalanan Jakarta adalah hal biasa.
> > > Terlebih pada
> > > > jam-jam pulang kantor. Maka mendapat "berkah" bangku kosong di
> saat itu
> > > > adalah hal luarbiasa.Meskipun bukan pekerja kantoran (karena memilih
> > > kerja
> > > > SOHO* <#_edn1> sebagai penerjemah yang punya biro penerjemahan
> > >
> > > sendiri) tak
> > > > ayal aku harus terjebak pula jika ada urusan pekerjaan yang memaksa
> > > keluar
> > > > rumah. Seperti sore itu di hari-hari pertama Ramadhan dalam buskota
> > > jurusan
> > > > Blok M-Kampung Melayu.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Sejak dari terminal Blok-M bus sudah mulai padat. Apalagi di jalan
> > > Mampang
> > > > Prapatan yang sedang ada proyek jalur *busway* menuju Ragunan. Padat
> > > > merayap, demikian istilah penyiar radio yang terdengar dari
> *tape* mobil
> > > > mewah yang bersisian jalan di sebelah bus. Penumpangnya hanya
> dua orang
> > > > saja, seorang lelaki muda berdasi dan wanita cantik dengan
> busana kantor
> > > > yang apik. Tertawa ceria di tengah kemacetan. Di sebelahnya, bus
> yang
> > > > kutumpangi, padat berjejal penumpang bak pindang presto. Duh,
> > > senjangnya.
> > > >
> > > > * *
> > > >
> > > > *"Biskota tua miring ke kiri oleh sesaknya penumpang. Aku terjepit
> > > di tengah
> > > > tengah padatnya para penumpang yang bergelantungan...."* Jadi ingat
> > > syair
> > > > lagunya Om Franky Sahilatua. Lumayan agak hafal sedikit untuk
> > > menghilangkan
> > > > jenuh menunggu kemacetan. Mau ngobrol? Rasanya wajah-wajah di
> sekitarku
> > > > terlalu lelah dan mengantuk untuk diajak bicara. Mau baca? Terlalu
> > > repot
> > > > tanganku menjangkau ransel besar di dada (biar tidak kecopetan)
> untuk
> > > > mengaduk-aduk isinya, mencari buku yang baru kubeli di Gramedia
> > > Melawai. Mau
> > > > tidur?Panasnya minta ampun. AC (Angin CendelaJ ) juga bertiup malas.
> > > > Terlebih bulan puasa begini yang rasanya dosa-dosa pun turut
> > > terbakar suhu
> > > > Jakarta yang konon menurut berita sekitar 30-33 derajat Celcius.
> > > Alhasil,
> > > > jadilah aku seperti puluhan penumpang lain: bergelantungan sambil
> > > menatap
> > > > sekeliling. Termasuk menatapi mobil-mobil mewah yang
> berkali-kali umbar
> > > > klakson. Menatapi tukang ngamen dan pedagang asongan yang silih
> berganti
> > > > naik-turun bus. Termasuk para peminta dengan kotak amal untuk
> > > pembangunan
> > > > mesjid yang entah di mana letaknya.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > "Kantor Pos!Kantor Pos!" teriak kenek dengan suara parau.
> Beberapa orang
> > > > penumpang turun di halte Kantor Pos Mampang. Seorang bapak
> > > tergopoh-gopoh
> > > > bangkit dari bangkunya. Sejak tadi ia tertidur. Pada jam-jam *ba'da*
> > > Ashar
> > > > di bulan puasa ini sudah merupakan pemandangan umum orang
> tertidur di
> > > > buskota. Ia bergegas turun sambil ribut mengetok-ketok atap bus dari
> > > > alumunium. Bus yang hendak sedikit beranjak kemudian tertahan
> mendadak.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > "Siap-siap dong, Pak, dari tadi!" sembur kenek. Matanya mendelik.
> > > Entahlah
> > > > tak kulihat reaksi si bapak. Yang ada di sampingku adalah bangku
> > > kosong di
> > > > samping seorang anak muda. Ya, sejak tadi bapak itu duduk di
> bangku bus
> > > > samping tempatku berdiri. Dan sekarang bangku itu kosong.
> > > *Alhamdulillah*,
> > > > kududuki bangku itu dengan gempita. Lumayanlah untuk sekedar
> memejamkan
> > > > mata barang beberapa waktu. Aku berniat turun di jembatan Ciliwung.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Dalam jarak dua halte di depan, naik serombongan lagi penumpang.
> Tambah
> > > > padat nian bus ini. Seorang gadis muda menyandang dua tas besar
> menyesak
> > > > masuk ke tengah-tengah dan berdiri persis di sampingku. Belum
> lagi ia
> > > > mengepit map tebal di dada. Kulirik sejenak. *Ah, masih muda*,
> > > batinku. *Jika
> > > > sudah tua, mungkin aku rela melepaskan bangku ini*. Aku memang biasa
> > > > mengalah kepada orang tua atau orang cacat, sesama penumpang
> > > buskota, untuk
> > > > jatah bangku di buskota.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Bus bergerak lagi, kencang. Kendati kadang harus tertahan mendadak
> > > karena
> > > > salipan kendaraan di depan atau kemacetan. Gadis itu tampak
> > > kerepotan. Satu
> > > > tasnya kini ditaruh di lantai bus. *Hmm...kasih duduk tidak ya?
> > > Tapi, ah,
> > > > dia masih muda kok, pasti kuat*. *Kalo tuaan dikit, aku kasih deh.
> > > Lagian
> > > > capek kan menunggu hampir satu jam dari Blok M ke Mampang hanya
> > > untuk satu
> > > > bangku kosong*. Demikian batinku berperang.Satu sisi ingin mengalah,
> > > tapi
> > > > rasanya badan ini lelah betul. *Ah, Allah juga maklum kok,
> beramal tentu
> > > > harus sesuai kemampuan*, batinku menjelajah mencari justifikasi.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Alhasil bus terus berjalan. Menjelang studio Trans TV, ketika
> penumpang
> > > > makin bertambah, tampak betul gadis itu makin kerepotan. Ia
> berkali-kali
> > > > melihat ke sekitar. Termasuk ke arahku yang pura-pura ngantuk. Aku
> > > tentunya
> > > > tidak *ge-er* dilirik gadis yang lumayan manis itu. Tentu aku yakin
> > > bukan
> > > > wajahku yang biasa-biasa saja yang diliriknya tapi ya bangku bus
> > > ini! Ya,
> > > > bangku bus yang saat ini terasa sangat mahal bagiku. Yang kudapatkan
> > > dengan
> > > > peluh dan pegal menunggu dengan beban berat ransel di dada.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > "Mbak, duduk sini aja!" Suara halus di sebelah mengejutkanku.
> > > Kulirik dengan
> > > > mata yang setengah mengantuk. Ini memang mengantuk betulan. Di
> > > seberangku,
> > > > seorang mahasiswi berkaus menggantung menyilakan si gadis kantoran
> > > duduk.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > "Eh, terima kasih ya!" Si Mbak itu duduk. Ia sempat pula
> melirikku.Entah
> > > > setajam apa, aku lekas melengos. Ada tombak ironi menelusup ke
> dadaku.
> > > > Kenapa aku yang laki-laki tak lebih rela berkorban dibandingkan si
> > > mahasiswi
> > > > mungil yang kini gantian berdiri di sampingku? Mungkin jika
> > > laki-laki lain
> > > > yang mengalah demi si Mbak tadi aku tak bakal merasa segundah
> ini. Meski
> > > > sempat terbersit,"Ah, biar saja, toh solidaritas sesama wanita!"
> > > Lagi-lagi
> > > > justifikasi.
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Selanjutnya tak perlulah kuceritakan lagi perasaanku dalam buskota
> > > hingga
> > > > aku turun di tempat tujuan. Sore itu baru aku sadari makna
> *fastabiqul
> > > > khoirot*, berlomba-lomba dalam kebaikan. Yang jelas aku
> kehilangan satu
> > > > peluang berbuat baik. Tidak ada pembenaran yang lain. Titik.
> > > >
> > > > *Jakarta**, 16 Oktober 2006.*
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > --------------------- ---------
> > > >
> > > > * <#_ednref1> *Small Office Home Office*. Istilah untuk pekerja atau
> > > > profesional yang bekerja/berkantor di rumah dilengkapi dengan
> fasilitas
> > > > komunikasi dan teknologi internet.
> > > >
> > > >
> > > > --
> > > > -"Let's dream together!"
> > > > Nursalam AR
> > > > Translator, Writer & Writing Trainer
> > > > 0813-10040723
> > > > E-mail: salam.translator@
> > > > YM ID: nursalam_ar
> > > > http://nursalam.multiply. com
> > > >
> > >
> > >
> > >
> >
> >
> >
> > --
> > -"Let's dream together!"
> > Nursalam AR
> > Translator, Writer & Writing Trainer
> > 0813-10040723
> > E-mail: salam.translator@...
> > YM ID: nursalam_ar
> > http://nursalam.multiply. com
> >
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
- 15.
-
Re: Bls: [sekolah-kehidupan] (Catcil) What Do You Think About Me? (P
Posted by: "galih@asmo.co.id" galih@asmo.co.id
Mon Nov 3, 2008 3:33 am (PST)
Mungkin sangat terlambat pengumuman ini disampaikan. Namun jujur semua
masukan
ditampung dan dicerna. Dari semua email yang masuk saya terharu biru
(halah sok melow).
Tapi beneran saya merasa diterima di sekolah ini dan serasa ada yang
memperhatikan meskipun
perhatiannya sambil meleng, tapi tetap nengok sesekali.
Seperti janji saya bahwa akan ada door prize (bukan hadiah pintu karena
kegedean) bagi tiga
orang yang emailnya menurut saya cukup membantu untuk berkaca diri.
Sebenarnya email yang
mereply bagus-bagus dan sayangnya jarangnya jarang ada yang mencantumkan
alamat si pengirim.
Jadi bagi yang tidak mencantumkan alamat maka hanya mendapat ucapan terima
kasih plus bumbu
doa semoga kebaikannya terbalaskan.
Terima kasih Fiyan yang mengingatkan agar jangan terlalu memporsir dalam
bekerja (maklum Bang,
ngejar setoran), Mas Toto dengan nasihat motivasinya (salam kenal mas),
Mas Nur (terima kasih atas
koreksinya, sungguh sangat membantu), Novi dengan komentar yang rada
anehnya (biasa itumah),
Sinta yang sampai mengeluarkan unek-uneknya (untung bukan baso Akung yang
dikeluarkan), Retno
yang paling doyan ngajak maen game seperti ini (sorry tidak jadi maen
gamenya), Akang Taufiq sangat
menyenangkan bisa mengenal dirimu, dan Pak Sis yang selalu membuat saya
memesona jika membaca
tulisan Bapak. Terima kasih semuanya.......
Berikut pemenangnya:
1. Mamanya Jassy
2. Taufiq
3. Toto
Silahkan menunggu kedatangan Pak Pos di rumah masing-masing. Kalu belum
juga datang tetap sabar menunggu,
tunggu terus pokoknya.
Salam,
Galih Ari Permana
"sismanto" <siril_wafa@yahoo.co.id >
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/27/2008 12:10 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: (Catcil) What Do You Thing About Me?
Meski belum pernah bertemu langsung dan hanya lewat suara di seberang
sana, pribadi Om Galih "MEMESONA".
-sis-
Taufiq_dy <tendo_dy@yahoo.co.id >
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/25/2008 09:44 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] (Catcil) What Do You Thing About Me?
Assalam..
Galih... Hmm... pendiem waktu ketemu di bandung, tapi mulai cerewet
waktu pisah dari bandung nanya jaket yang ketinggalan.. :)
he...eh...he.... pokoknya pekerja keras.. dan amanah tentunya... ini aku
simpulin dari hasil kerja di situ gintung kemarin... keep sthrugle ok..
Muhamad Taufiq
Jl Sukaraja RT. 04/01 no. 49 Kel Pasirlaja, Kec Sukaraja, Kota Bogor..
atau,
Jl. Belimbing 2 no 223 rt 06/03 pancoranmas depok baru..
"Bu CaturCatriks" <punya_retno@yahoo.com >
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/25/2008 08:42 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: (Catcil) What Do You Thing About Me?
wah,
jadi keingetan,
aku dan citra juga punya games yg kurang lebih mirip.
kami suka nanya ke orang2 2 pertanyaan:
1. kalo seandainya diri saya bisa dapet 1 label kata sifat yg
menurutmu saya akan sukaaa sekali dibilang "itu", kira2 kata apakah itu?
2. dan bagaimana jika konteksnya adalah label kata sifat yg paling sy
benci. kira2 kata apakah itu?
kemudian, kami akan bertukar.
saya akan menebak kata sifat yg kira2 dia akan suka dan juga dia benci.
mau coba?
(eh, ini nggak jawab pertanyaannya galih, yak? maab...)
-retno-
ukhti hazimah <ukhtihazimah@yahoo.com >
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/25/2008 07:42 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] (Catcil) What Do You Thing About Me?
hehehe...paragraf terakhir bikin mata berbinar2...bingkisan euy!! :D
What Do You Think About Me??
bentar...aku review dulu ingatan.
Hmmm...oke
Ehem [batuk dulu biar keren :P]...Klo dulu saya pribadi menilai Anda
[cieh, Anda!] sosok yang emang kaku, jaga jarak, sok cool [ups!!],
pendiam, tertutup, senyumnya standart, sikapnya terkendali
[loh...loh...koq banyak banget], pembela yang benar, pejuang harkat hidup
manusia [udah...udah...mulai kacau!]
Tapi....penilaian agak [ingat AGAK :D] berubah sejak pengembaraan Bakso
Akung [halah...gak keren banget namanya]
hehehe...ternyata orangnya gokil,
hehehe...ternyata kacau juga walaupun gak sebanding ma Pak Hadian
[hai...Bos!! punten namanya nyangkut di sini]
hehehe...ternyata gak sok cool [aku tarik penilaian ini :P]
hehehe...ya begonolah
Sekian penilaian dari sinta, moga diterima dengan lapang dada ^_^
:sinta yang kacau kalo disuruh nilai orang:
_._,_.___
"novi_ningsih" <novi_ningsih@yahoo.com >
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/24/2008 10:59 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: (Catcil) What Do You Thing About Me?
Tuh udah ada yang ngasih tahu kalo dirimu kaku :D
hehehehe... :D
*kalo jawaban kayak gini dapat hadiah, ga ya :P
"Nursalam AR" <nursalam.ar@gmail.com >
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/24/2008 09:40 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: Re: [sekolah-kehidupan] (Catcil) What Do You Thing About Me?
Ralat ah (gerah liat judulnya nih:); WHAT DO YOU THINK ABOUT ME?
Glossary -> Think : berpikir
Thing: benda, satuan benda
Demikian kata Anton Hilman,hehe...
Galih, I think you are a PRECIOUS person...depends on how you think and
treat yourself.
Tabik,
Nursalam AR
"TOTO HARYANTO" <cari_buku1juta@yahoo.co. >id
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/24/2008 08:48 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: (Catcil) What Do You Thing About Me?
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , galih@... wrote:com
Kepada Saudaraku Galih untuk masalah yang di sampaikan cukup menarik,
Karena Saya dan juga saudara - saudara Kita yang lain itu memiliki
permasalahan yang sama ada apa dengan Saya hari ini,Kok orang
memandang Saya seperti ini. Jadi inti permasalahannya hanya ada satu
hal yaitu Buat suasana hati selalu senang untuk mendengar dan memahami
perasaan orang lain,walau hati Kita sedang di rundung banyak persoalan
tapi Jika Kita bertemu saudara Kita tersenyumlah. Itu akan membuat
suasana hangat sebelum memulai percakapan.Selanjutnya akan muncul
dengan sendirinya apa yang akan kita lakukan dari awal senyum itu. Ni
alamat Saya jika Saya akan mendapatkan award dari saudara Kita ini.
Terima kasih. Saya tunggu lho. He........he.......:)Semoga bermanfaat
apa yang sekolah kehidupan berikan
Sukalila cyber cafe. TOTO HARYANTO Jl. Dr. Wahidin No. 39 Rt. 01 Rw.
01 Kejaksan Cirebon 45122
bujang kumbang <bujangkumbang@yahoo.co. >id
Sent by: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
10/24/2008 08:27 PM
Please respond to sekolah-kehidupan
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
cc:
Subject: Bls: [sekolah-kehidupan] (Catcil) What Do You Thing About Me?
any coment are u okay?
satu kata|: jangan terlalu banyak kerja
jangan terlalu workholic, okay|?
ingat bro rambut di kepala
udah banyak yang putih.....hahahahaha
neh jujur aye ngomong.....
ingat badan tuh dan jaga kesehatan!
sukses ya!
- 16a.
-
Re: (Catcil) Akhirnya Saya Bisa Menyayangi Anak Saya Sendiri....
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Nov 3, 2008 3:43 am (PST)
Mungkin anak Achi putih karena Achi rajin minum air kelapa muda ya semasa
hamil?hehe...
Makasih sudah berbagi, Chi. Sangat berguna tulisannya untuk Cik Yuny yang
sedang menghitung hari kelahiran:). Mohon doa ya!
Tabik,
Nursalam AR
2008/10/31 Agung Argopo <gopo_alhusna@yahoo.co. >id
> ***
>
> Sebelum menikah, aku sudah terbiasa merawat adikku yang paling bungsu.
> Mamaku sudah berusia 42 tahun saat melahirkannya ditambah dengan beban
> merawat ketiga adikku yang lain membuat Mama jadi keteteran merawat si
> bungsu. Namanya Ucha. Adik kesayanganku.
>
> Sejak berumur 6 bulan, akulah yang selalu kebagian menjaga Ucha, mengganti
> popoknya, mengasuhnya, menggendongnya kala menangis, menyuapinya makan
> tetapi ASI tetap diberikan oleh Mama. Hari-hari kulalui bersama Ucha, saat
> itu usiaku baru 18 tahun, aku mendidik Ucha layaknya aku mendidik anak
> sendiri bahkan Aku mengajarkan Ucha untuk memanggilku Mantik (Mama Yang
> Cantik :-) karena dia cadel akhirnya dia memanggilku Mancik. Aku suka dengan
> panggilan itu. Sungguh, aku sangat merasa menjadi Mamanya yang kedua.
>
> Terlebih, menjelang usia Ucha yang ke-4, Mama mulai sibuk mengurus PAUD
> (Pendidikan Anak Usia Dini) Di RW tempat kami tinggal. Nama PAUD itu adalah
> BKB Bougenville. Awalnya Ucha memang sering ikutan BKB tapi karena nakalnya
> minta ampun, Mama sering tidak mengajak Ucha. Mama juga jadi sering rapat di
> RW dan Kelurahan. Lagi-lagi yang mendidik Ucha. Menemaninya main di
> lapangan, menggendongnya, memandikannya, memberinya makan, menjewernya saat
> nakal dan memasukkannya ke pojok nakal tempat dimana dia harus dihukum duduk
> untuk merenungi kesalahannya.
>
> Hingga kini, saat usia Ucha sudah 6 tahun, dia sangat takut dengan ancaman
> pojok nakal apalagi kalau disuruh merenungi kesalahannya. Makanya dia jadi
> nurut tapi hanya sama aku saja. Kalau sama Abang dan Mbaknya yang lain, dia
> cenderung masih nakal. Sama Mama dan Ayahnya pun sering nakal juga. Tapi aku
> mampu meredam semua itu.
>
>
> Recent Activity
>
> - 17
> New Members<http://groups.yahoo.com/ >group/sekolah- kehidupan/ members;_ ylc=X3oDMTJndmRr cmppBF9TAzk3MzU5 NzE0BGdycElkAzE4 MjUzNTg0BGdycHNw SWQDMTcwNzUzMTUw NQRzZWMDdnRsBHNs awN2bWJycwRzdGlt ZQMxMjI1NDY1MTEz
> - 2
> New Files<http://groups.yahoo.com/ >group/sekolah- kehidupan/ files;_ylc= X3oDMTJoaW9sMzZr BF9TAzk3MzU5NzE0 BGdycElkAzE4MjUz NTg0BGdycHNwSWQD MTcwNzUzMTUwNQRz ZWMDdnRsBHNsawN2 ZmlsZXMEc3RpbWUD MTIyNTQ2NTExMw- -
>
> Visit Your Group
> <http://groups.yahoo.com/ >group/sekolah- kehidupan; _ylc=X3oDMTJmNzl pOHY1BF9TAzk3MzU 5NzE0BGdycElkAzE 4MjUzNTg0BGdycHN wSWQDMTcwNzUzMTU wNQRzZWMDdnRsBHN sawN2Z2hwBHN0aW1 lAzEyMjU0NjUxMTM -
> Sell Online
>
> Start selling with<http://us.ard.yahoo.com/ >SIG=13or2kgdt/ M=493064. 12016255. 12445662. 8674578/D= groups/S= 1707531505: NC/Y=YAHOO/ EXP=1225472313/ L=/B=5oNgIkLaX. M-/J=12254651133 56760/A=4025291/ R=0/SIG=12bsapn2 4/*http:/ /us.rd.yahoo. com/evt=44092/ *http://smallbus iness.yahoo. com/merchant
>
> our award-winning
>
> e-commerce tools.
> Y! Messenger
>
> Want a quick chat?<http://us.ard.yahoo.com/ >SIG=13o7usg18/ M=493064. 12016274. 12445679. 8674578/D= groups/S= 1707531505: NC/Y=YAHOO/ EXP=1225472313/ L=/B=54NgIkLaX. M-/J=12254651133 56760/A=3848583/ R=0/SIG=11umg3fu n/*http:/ /us.rd.yahoo. com/evt=42403/ *http://messenge r.yahoo.com
>
> Chat over IM with
>
> group members.
> Real Food Group
>
> on Yahoo! Groups<http://us.ard.yahoo.com/ >SIG=13oogutcc/ M=493064. 12016243. 13036160. 8674578/D= groups/S= 1707531505: NC/Y=YAHOO/ EXP=1225472313/ L=/B=6INgIkLaX. M-/J=12254651133 56760/A=5379227/ R=0/SIG=11gatb1q b/*http:/ /advision. webevents. yahoo.com/ hellmanns/
>
> What does real food
>
> mean to you?
> .
>
>
>
--
-"Let's dream together!"
Nursalam AR
Translator, Writer & Writing Trainer
0813-10040723
E-mail: salam.translator@gmail.com
YM ID: nursalam_ar
http://nursalam.multiply. com
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar