Senin, 11 Januari 2010

[daarut-tauhiid] Yang menuntun ke syurga

 


Yang menuntun ke syurga
 
 
Usai bincang-bincang di salah satu radio di Surabaya, ibu Eep dan Zainab siap menjemputku untuk memboyongku kedesa Medokan. Dengan motor, tentunya, kendaraan yang terpraktis dan mudah..
 
 
Entah dipinggiran Surabaya sebelah mana..yang pasti disebelah kiriku nampak perairan berupa empang luass. Masih berk abut. Sedang disebelah kananku tampak gedung besar semisal gedung sekolah atau kompleks dengan plang bertuliskan, 'Gedung Yayasan Kasih'.
Konon gedung ini selalu dipenuhi oleh barang bantuan berupa sembako dan lainnya.
 
 
Sepanjang jalan kiri dan kananku nampak sederetan rumah-rumah gubuk, petak kecil dengan berdinding triplek atau gedek/kayu atau seng, diselimuti debu, nampak kusam. Plang business seperti ahli pijat, ahli bangunan, terpampang,berbagai business seperti yang berjualan ubin, bahan bangunan, keramik atau bensin serta warung-warung kecil berjejer..
 
 
Ditikungan nampak sebuah bangunan semi permanen dengan halaman luas berisikan tumpukan sampah yang sudah diikat. Gunungan sampah serta susunan karung goni memenuhi halaman ini.  'Ini tempatnya para pumulung ya bu? tanyaku. 'Iya Teh, para pemulung tuuh nyetor kesini lalu mereka pilih dan pilah lalu diikat, nanti sih dijual sama penampungnya'. Aku minta berhenti untuk menjepret beberapa gambar.
 
 
Dibelokan menuju desa Medo'an nampak seorang ibu muda tersenyum sumringah menarik sepednya, dibelakang ada botol-botol berisikan beragam jamu. Sementara didepan salah sebuah rumah ada motor parkir, belakangnya penuh dengan rak berisikan kerupuk yang sangat tinggi. Pemandangan  yang kusaksikan pagi ini semuanya cukup menarik buatku.
 
 
Akhirnya kami tiba didesa Medo'an atau Medokan. Begitu sampai disalah sebuah rumah, yang paling agak keren (untuk kawasan kumuh), ternyata beberap ibu telah menanti kedatangan kami. Air aqua gelasplastik  telah tersedia serta beberapa penganan juga menanti disantap. Karena pagi itu aku belum minum kopi, aku minta dibuatkan kopi tubruk. Kami berkenalan sejenak. Kopi tubruk yang habis kureguk membuatku segar akhirnya kami sepakat untuk jalan-jalan disekitar desa Medo'an, untuk melihat kehidupan penduduk yang sebenarnya.
 
 
Rumahtinggal  mereka, atau kalau boleh dibilang petak atau gubuk mereka terbuat dari kayu, papan atau bamboo, ditambal dengan seng hasil dari memungut entah dari mana. Kursi jok yang sudah lusuh dan busanya habis itu tanpak didepan rumah.
 
 
Seorang ibu muda tengah menggendong anaknya yang balita senyum menyambut kami, dihalaman samping ia tengah menanak nasi dengan tungku api menggunakan kayu bakar.
Jalanana kecil yang tidak rata itu mengirim kami terus kedalam kampung yang cukup kumuh. Untung saja didepan rumah mereka ada halaman luas entah kebun sayuran atau empang bertanamkan kangkung atau mungkin berisikan ikan, jadi tidak terlalu pengap.
 
 

Kami singgah kesalah satu rumah keluarga yang mereka kenal untuk menjenguk salah seorang keluarganya yang tengah sakit. Ia tengah tergoler dilantai, dikasur tua, mengereng-erang kesakitan, mungkin sedang sakit demam. Mau ke dokter, tidak ada uang, katanya, belum lagi harus menebus obat. Rumahnya sangat pengap, gelap, sangat tidak manusiawi.
 
 
Lantai yang dibuat dari sisa atau pecahan tegel atau keramik mereka gunakan untuk menutupi lantai tanah, layaknya seperti mozaik, cukup menarik juga. Didapur ada bak dan ember besar hitam berisi air yang tengah diendapkan yang nantinya mereka gunakan untuk masak atau mandi. Tungku api dengan kayubakar  tengah menyala masak air kiranya, kayu api itulah yang mereka gunakan, sebagai gantinya kompor minyak tanah. Tungku dengan menggunakan kayu bakar ini hampir ada disetiap rumah, karena mereka tak mampu beli minyak tanah.
 
 
Akhirnya kami singgah dirumah salah seorang  bapak, kami saling memperkenalkan diri. Tak beda, rumahnya sangat memprihatinkan dan konon beliau inilah yang tukang membagikan barang-barang bantuan baik berupa makanan atau barang-barang apa saja. Akhirnya kami pamit dan balik lagi kerumah ibu Sri. Kamipun sholat, usai sholat kami berbincang lagi.
 
 
Sambil menikmati pisang rebus, ibu Sri bercerita tentang kegiatan mereka untuk anak-anak yang jumlahnya sekitar limapuluh anak didesa itu. Mereka merasa bahagia karena didesa itu sudah ada mushola walapun tidak sempurna dan belum rampung. Mereka betul-betul mamanfaatkan mushola tsb Setiap harinya diisi dengan berbagai kegiatan social dan pengajian, utamanya kegiatan TPA bagi anak-anak yang dilakukan  ba'da sholat ashar. Menurut mereka, anak-anak harus mereka selamatkan aqidahnya.
 
 
Dengan bangga mereka mengatakan bahwa anak-anak sudah bisa menghafal Amal Husna, sifat-sifat dan nama-nama Allah. Mereka yakin dengan pengajian TPA dan hafalan Asma Husna adalah merupakan benteng aqidah anak-anak, tambahnya
 
 
'Jadi ibu sudah lihat sendiri ya desa kami.. yaa seperti itu'.Mulailah dua ibu menjelaskan lagi asalnya desa itu serta kondisi penduduknya. Dulunya, konon kawasan ini kosong saja lalu kami di angkut kesini….eh dibuang kesini'. Saya agak terkejut dibuatnya.
 
 
'Ya kami adalah orang-orang  yang terpinggirkan buu, kami memang dulunya tinggal dipinggiran kota besar lalu di angkut dengan truk terus dilepas kmai disini, katanya kami ini memang merusak kecantikan kota, jadi kami memang miskin sekali ibu, sangat miskin'.
 
 
'Disini ada 75 KK , kerjanya ya macem-macem dari tukang bangunan, tukang batu, pembantu rumah tangga, tukang ngumpuli sampah, jualan jamu atau apa sajalah', mereka menambahkan.
 
 
Pembagian Filter Air
Mereka bercerita mengenai berbagai hal dari air minum, rumah yang pengap dan sempit, minyak tanah dan banyaknya pengunjung dari berbagai organisasi, pribadi dan kadang dengan berbagai agenda.
 
 
'Bu…didesa kami khan memang air susah ya bu, jadi kami pernah dapat tawaran dari salah satu bapak dan ada beberapa keluarga yang begitu giat membagikan macam-macam, diantaranya alat untuk membersihkan air, tapi kami tolak saja tuhh habis soalnya ada saratnya', ujar mbak Sri. Aku sudah paham sepenuhnya, apa keluhan mereka.
 
 
'Poko-e aku tak ngedol aqidahku…wiss gitu aja' ujar mbak Timah dengan ketusnya. Biarin aku miskin dan aku selalu bilang sama suamiku supaya ndak terbujuk', gitu lho, Timah meyakinku.
 
 
'Apalagi keluarga kami ini paling miskin, rendah dan kecil pendapatannya bu. Kalau yang lain bisa menghasilkan 30 atau 40 ribu sehari tapi suami saya cuma menghasilkan 125 ribu seminggu bu' demikian mbak Timah memulai cerita mengenai keluarganya yang berjumlah tiga orang anak.
 
 
'Memang apa pekerjaan suaminya mbak? tanyaku.
 
 
'Itu loh jaga malam, menjaga 'perahu pencari ikan atau kerang..itu diseberang sungai sana..' tangannya menunjuk kearah sungai. 'Dan kerjanya sampai jam 6 atau kadang 7 pagi, kadang nyawa jaminannya, karena banyak sekali maling yang mau nyuri perahu' imbuhnya.
 
 
'Ndak ada orang lain mau kerja malam dengan duit kecil kaya gitu bu. Terus kalau siang sudah ndak bisa kerja apa-apa karena semalaman dia melek jagain perahu, jadi sudah kecapean..' sambungnya lagi.
 
 
Kepalaku berhitung dari total 125 ribu seminggu itu berapa seharinya, lalu bagaimana mereka bisa menafkahi keluarga yang berjumlah 5 kepala?
 
 
'Saya sering kawatir dengan keselamatan suami saya juga bingung dengan uang yang sedikit itu ya bu, tapi kami ndah pernah kelaparan bu siih, kecuali itu…anak saya sakit, rupanya ada gangguan di paru-paru karena kamarnya gelap, tidak ada jendela' kata teman-teman.
 
 
'Tapi alhamdulillah ibu kami tetap bersyukur akan semua rejeki yang kami terima, walau keluarga kami mesakat (miskin) kami tidak pernah mau nerima bantuan apapun apalagi ada persyaratan dan harus tanda-tangan perjanjian untuk ganti agama', tambahnya lagi.
 
 
Ibu-ibu yang menyimak itu meng-iyakan pernyataan mbak Timah dan nampak berkaca kaca matanya, mungkin rasa bangga bisa bertahan atau mungkin menangisi nasibnya yang begitu berat dililit kemiskinan.
 
 
'Tapi..saya ndak pernah minder dan kecil hati jadi orang miskin apalagi manyesali nasib lho bu' tambahnya bangga, sambil membenahi jilbabnya yang berwarna merah jambu.
 
 
'Ya Allah..aku jadi tersentak mendengar penyataan mbakTimah'. Aku mencoba merelai dan membesarkan hati  mereka.
 
 
Mbak Timah dan ibu-ibu pernah dengar kalau Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
 
"Sesungguhnya makhluk yang sangat dikasihi oleh Allah s.w.t. ialah orang yang fakir miskin sebab manusia yang amat dikasihi oleh Allah s.w.t. ialah para Nabi, yang selalu berkumpul dan senang berkumpul dengan orang-orang fakir miskin dan budak-budak yang dibebaskan'
 
'Bahkan para sahabat nabipun kebanyakan miskin...', imbuhku
 
 
'Maksudnya gimana bu'…dia nampak tartarik, lalu aku menambahkan,
 
'Ya khan orang miskin itu paling sabar dan tahan menderita, dan terbiasa dengan susah dan selalu menerima dan pasrah dengan kemiskinananya. Iya khan?' sambungku meyakinkan.
 
 
'Tapi miskinnya yang sholeh lho, artinya yang sholat penuh dan selalu ingat Allah…' ia mengangguk, juga yang lainnya. Mereka mulai tambah mendekat dan lebih menyimak.
 
 
Ibu-ibu pasti tahu deh surat Alkahfi no 28. 'Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas'.
 
 
'Artinya..ibu-ibu selalu ingat dan merasa dekat khan dengan Allah..karna miskin?'
mereka meng-iyakan setuju.
 
 
'Ibu-ibu jangan merasa rendah dan kerdil hati karena miskin ya…bisa jadi didepan pandangan manusia kita rendah namun dipandangan Allah, insya Allah kita terhormat selama kita  menjadi hamaNya  yang taqwa, selalu menyeru Tuhan kita  lewat sholat kita' subhanllah mata mereka berbinar-binar
 
 
'Nanti…' tambahku dipadang masyhar mbak Timah dan ibu-ibu semua yang miskin papa akan dicari oleh orang-orang yang pernah memberi sadaqah baik itu berupa makanan atau pakain atau orang-orang kaya akan sibuk mencari orang-orang miskin…orang-orang yang pernah mereka sadaqahi, itupun kalau mereka bersadaqah dengan ikhlas…' aku stop hingga disini. Ibu-ibu nampak tambah interesan mendengarkan celotehanku.
 
 
'Terusin dong bu…baru ini saya mendengar yang beginian…'ujar mereka
 
 
'Maksud saya,  bahwa nanti kalian akan mendapat kekuasaan di hari kiamat nanti. Rasulullah bersabda: "Bila tiba hari kiamat maka dikatakan kepada mereka: "Perhatikan siapa yang dahulu pernah memberimu makanan atau minuman seteguk atau pakaian sehelai baju, maka peganglah tangannya dan tuntunlah kesyurga."
 
 
'Jadi ibu-ibu dan keluarga sekalian akam menuntun orang-orang yang pernah memberi sadaqah berupa makan & minum serta baju dan akan menuntun mereka ke syurga…luar biasa....', aku merinding jadinya.
 
 
'Amien…amiieeen ya Allah ' mereka serempak. Tak terasa air mata mereka menitik, mungkin terharu dan berbaur rasa bahagia, hati mereka jadi menggelembung termotivasi. Mba Timah memelukku erat penuh haru. Akupun ikutan terharu menangis. Ya Allah semoga mereka, orang-orang fakir nan miskin yang kita tolong dengan sadaqah kita dan atas rakhmatMu akan menolong dan menuntun kita ke syurgaMu....
 
 
Akhirnya aku pamit dan kami berpisah dan ibu Mira telah siap mengantarku ke tempat pemondokan di guest housenya salah satu yayasan, tiba disana aku sholat Maghrib dan selanjutnya ditunggu oleh para guru-guru SMP yang juga menanti untuk saling mengisi dan tukar pengalaman dan cerita….Allah alam bisawab
 
Al Shahida
 
London, 11 Januari 2010

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: