Kamis, 14 Maret 2013

[daarut-tauhiid] Didesak Bubarkan Densus 88 BNPT Mulai Cari Muka

Didesak Bubarkan Densus 88 BNPT Mulai Cari Muka

*BNPT** Hipokrit** **Di** **T**engah **D**esakan Bubarkan Densus 88*

*Oleh : Abu Zahro *

*(Aktivis **Islamic Revivalis** di Indonesia)*

*VOA-ISLAM.COM -* Pernyataan Ansyaad Mbai (BNPT) tentang UU Terorisme bisa
juga diberlakukan di Papua, terkesan sebagai "bargaining" dan "carmuk"
(baca = cari muka). Setelah sebelumnya muncul banyak desakan yang
mempertanyakan ketidakadilan penyebutan "kelompok separatis" atau kelompok
bersenjata di Papua bukan sebagai "teroris". Di tengah tampilan kesalahan
paradigma (definisi teroris), prosedur maupun tindakan yang biadab oleh
densus 88, karena sebagian yang disebut teroris sebenarnya masih diduga
teroris.

Meski sudah terbukti banyak korban yang berjatuhan baik dari TNI maupun
Polri dalam kurun waktu yang lama dan beruntun tetapi penanganan kasus
penembakan di Papua terkesan sangat hati-hati. Padahal secara faktual sudah
jelas-jelas penembakan di Papua terindikasi ada kaitan erat dengan
perjuangan untuk memisahkan diri dari wilayah RI. Ada Asing (AS) yang
bermain pada kasus Papua. AS melakukan intervensi politik dengan halus. AS
telah memberikan ruang gerak kepada para aktivis pendukung Papua merdeka
(pro-M) seperti Herman Wainggai yang saat ini telah menetap di AS. Meski AS
terkenal dengan negara superketat terkait kedatangan orang asing.

Dalam kasus Papua, AS tidak berdiri sendiri. AS berkolaborasi dengan
Inggris, Belanda dan Australia. Hillary Clinton (Menlu AS) yang pada
November 2 tahun lalu di Hawai (sebagaimana dilansir AFP 11/11/2011)
mengatakan bahwa Pemerintah AS telah khawatir atas kekerasan dan
pelanggaran HAM di Papua, sehingga pihaknya akan mendorong adanya dialog
dan reformasi politik berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan legal rakyat
Papua ? (*www.hankam.kompasiana.com*). AS sering bermuka dua. AS bekerja
sama dengan Australia untuk mengontrol separatis. Selain itu juga untuk
melindungi kepentingan AS seperti Freeport. Lamban dan hati-hatinya sikap
RI terhadap kasus Papua bisa dipahami karena bersinggungan dengan
kepentingan Teroris Internasional/Teroris Dunia –Amerika Serikat dan
sekutu-sekutunya – yang telah menumpahkan darah kaum muslimin di berbagai
negara.

Pernyataan Ansyaad Mbai bahwa kasus Papua itu bisa jadi dijerat dengan UU
Terorisme bertentangan dengan apa yang dia sampaikan sebelumnya. Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu memastikan tindakan
kekacauan di Papua secara objektif dinilai sebagai aksi teror. Meski
demikian, ia menegaskan *"teror tersebut tak terkait dengan terorisme
internasional"* seperti yang dihadapi dunia saat ini. *(Sinar Harapan.com)*.
Juga bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh Kepala Badan Intelijen
Nasional (BIN) Letjen Marciano Norman yang menyebut sebagai "*kelompok
separatis bersenjata"* pada kasus penembakan di Kabupaten Puncak, Papua
beberapa waktu yang lalu.* *(*Jumat, 22/02/2013 15:45 WIB, detik News*).
Sembilan orang yang ditangkap di Wamena akhirnya memang hanya dikenakan UU
Darurat 12/1951 tentang kepemilikan bahan peledak dan senjata api. (*Berita
Satu. Com, Selasa, 02 Oktober 2012 | 16:22*). Juga berseberangan dengan apa
yang disampaikan oleh Menkopolhukam Djoko Suyanto yang menyatakan, tak
perlu Instruksi Presiden (Inpres) Keamanan Nasional seperti yang
dikemukakan SBY beberapa waktu lalu untuk menuntaskan "*masalah penembakan
sekelompok orang bersenjata di Papua"* . (*Rabu, 27/2/2013,** Liputan6.com,
Jakarta).*

*Pengakuan rencana perubahan penerapan hukum atas kasus Papua dengan UU
Terorisme yang pada akhirnya akan memberikan label kelompok separatis Papua
sebagai Teroris oleh BNPT mengundang pertanyaan besar berbagai kalangan
tentang apa maksud di balik pernyataan Ansyaad Mbai di tengah menguatnya
desakan pembubaran Densus 88?.*

*Motivasi di balik **sikap hipokrit** BNPT*

*Ibarat sebuah permainan maka akan benar-benar diperhitungkan dengan
teliti dan seksama siapa menyerang, kapan dan dengan strategi apa. Tetapi
itu semua tidak merubah pemahaman dasar tentang bagaimana sebenarnya
konteks perang melawan terorisme yang dimaksud oleh AS dan sekutu-sekutunya
termasuk pemerintah Indonesia. Dalam konteks Indonesia **dengan** sistem
thogut – Demokrasi – maka penting mendalami beberapa faktor dasar sebagai
berikut :*

*Pertama,** dokumen Badan Intelijen Nasional AS mendefinisikan terorisme
adalah paham yang bercita-cita atau berkeinginan untuk merealisasikan Islam
secara formal. Siapapun baik di dalam parlemen maupun di luar parlemen yang
berkeinginan untuk menerapkan Islam kaffah secara formal maka termasuk
kategori "teroris". Ini sesuai dengan mindset yang disampaikan oleh Ansyaad
Mbai baru-baru ini di Makassar, Rabu 06/03/3013 **(Antara News)**, saat *Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menilai bahwa UU Nomor 15 Tahun
2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih lemah dan belum
mengikat sepenuhnya. Diantaranya menurut Ansyaad Mbai ajaran "Jihad" yang
disinyalir telah menginspirasi dan menjadi kegiatan-kegiatan awal yang
mengarah kepada terorisme belum bisa dijerat oleh UU. Padahal ajaran Islam
kaffah tidak bisa dipisahkan dengan Syareah, Jihad dan Khilafah. Mindset
Ansyaad Mbai memahami ajaran Islam sama persis dengan mindset negara Kafir
Muharibban Fi'lan AS bersama sekutu-sekutunya memandang Islam.

*Kedua, *Jika benar UU Terorisme juga berlaku untuk kasus Papua maka akan
berimplikasi tidak saja pada kaum muslimin. Tetapi juga non muslim.
Sementara intelectual of reference yang dipergunakan untuk menjalankan
Global War On Terrorism berasal dari frame of thingking intelijen AS yang
jelas-jelas menembak sasaran kaum muslimin yang berseberangan atau tidak
setuju dengan kebijakan-kebijakan AS di berbagai negara termasuk Indonesia
dengan segala bentuk intervensinya. Di sisi lain AS sangat punya
kepentingan terhadap Papua yang kaya dengan kekayaan alamnya. Ini senada
dengan kegamangan Ansyaad Mbai ditanya tentang kemungkinan UU Terorisme
berlaku untuk kasus Papua, di Makassar, Rabu, (06/03/2013). Dia
menyampaikan bahwa ini konsekwensi, daripada prinsip demokrasi yang harus
di jalankan sebegaimana mestinya. "Pemerintah tidak bisa secara otoriter
langsung memperlakukan hal itu karena agenda utama kita sebetulnya bukan
soal teroris, tapi bagaimana mempertahankan proses demokrasi di negeri
ini", tandasnya. Berikutnya Ansyad menyampaikan bahwa tergantung situasi
yang berkembang di Papua apakah akan diberlakukan di Papua yang bisa saja
mengarah kepada aksi terorisme. Ketika berbicara soal Papua maka dia
mengaitkannya dengan agenda demokrasi. Maka sah-sah saja atas nama
demokrasi jika pada akhirnya Papua terus bergolak diperkuat oleh tekanan
Asing (AS) kemudian mengajukan referendum (jejak pendapat) dan menyatakan
diri sebagai Negara Papua Merdeka. Dengan kata lain apapun bentuk
perlawanan di negeri yang menerapkan sistem thogut ini sampai dengan
perjuangan pemisahan diri dari kesatuan NKRI tidak menjadi masalah. Asalkan
tidak membawa kepentingan menerapkan Islam kaffah secara formal dalam
penyelenggaraan kehidupan negara. Karena yang dimaksud dengan terorisme
adalah terma sesuai dengan yang didiktekan oleh Kafir Muharibban Fi'lan (AS
bersama sekutu-sekutunya) secara frame of intelectual maupun frame of
politic.

*Ketiga, *Jadi statemen Ansyad Mbai bahwa dimungkinkan UU Terorisme bisa
diberlakukan pada kasus Papua hanyalah sebagai strategi *"Balancing of
Psychology"* saja di tengah desakan perlawanan terhadap
kesewenang-wenangan, kebiadaban, kekejaman Densus 88 dan program
deradikalisasi aqidah umat Islam ala BNPT yang benar-benar menikam dan
merugikan umat islam. Yang mungkin dilakukan dalam konteks kasus Papua
adalah dibuatnya "legal of frame" tersendiri biar tidak overlapping dengan
kepentingan UU Terorisme sebagai legal aspect GWOT (Global War On Terrorim)
alias GWOI (Global War on Islam). Legal of frame yang pernah disinggung
oleh SBY beberapa waktu yang lalu dalam bentuk Inpres Keamanan Nasional dan
disangggah oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto dengan pertimbangan melihat
perkembangan eskalasi politik yang terjadi terlebih dahulu. Pembuatan legal
of frame tersendiri untuk kasus Papua akan memudahkan untuk melokalisir
peta persoalan yang berada dalam domain perang melawan terorisme yang
sejatinya perang melawan umat islam yang berkeinginan menerapkan islam
secara kaffah. Dibedakan dengan domain perang melawan sempalan-sempalan non
muslim yang selalu ada intervensi Asing seperti Australia dan Portugis di
belakang Timor Leste. Dan AS dan Australia di belakang kasus Papua.

Jadi apapun yang disampaikan oleh Ansyaad Mbai representasi BNPT
sesungguhnya merupakan cerminan garis kebijakan baku rezim yang menerapkan
sistem thogut –demokrasi – di negeri ini terhadap GWOT sesuai dengan "frame
of policy" negara-negara Kafir Muharibban Fi'lan (Amerika dan Eropa). Yang
telah memicu konflik internasional berkepanjangan dengan sasaran
negeri-negeri muslim. Termasuk di Indonesia.

Biang dari segala bentuk kejahatan Internasional/Dunia di berbagai
negeri-negeri muslim sesungguhnya perlakuan sewenang-wenang Barat
mengintervensi dan menghancurkan kaum muslimin di berbagai negara dengan
segala bentuk baik secara militer, politik, sosial budaya, ekonomi dan
semua aspek kehidupan. AS bersama sekutu-sekutunya lah yang layak disebut
sebagai "Bapak Terorisme Negara" yang menumpahkan darah kaum muslimin di
berbagai negeri muslim. Negara yang patuh mengikuti* "frame of policy" *nya
akan masuk ke dalam skenario penjajahan oleh Kafir Muharibban Fi'lan atas
kaum muslimin yang berkeinginan untuk menjalankan keyakinannya –Al Islam –
secara kaffah yang memuat ajaran syareah, jihad dan khilafah. Sebuah *frame
of policy *yang melahirkan UU Terorisme, UU Pendanaan Terorisme, UU lain
yang terkait, Institusi yang dilahirkan atas amanat UU itu (BNPT dan Densus
88), dan *Policy Maker* yang sudah mengkristalisasi dan mau menjadi
underbow *"frame of policy"* Kafir Muharibban Fi'lan.

Semakin terang dibukanya oleh Allah SWT segala bentuk makar musuh-musuh
Allah. Dan sebaik-baik makar adalah Allah SWT. Semoga Allah SWT segera
menurunkan Nashrullah-Nya dengan tegaknya syariat dan khilafah ala minhajin
nubuwwah. Wallahu 'alam bis showab. (*Dari Bumi Pergolakan dan Musibah/Abu
Zahro*).

http://www.voa-islam.com/counter/intelligent/2013/03/13/23573/didesak-bubarkan-densus-88-bnpt-mulai-cari-muka/


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: