Jumat, 29 Maret 2013

[daarut-tauhiid] Mengembalikan Jati Diri Umat Islam

Mengembalikan Jati Diri Umat Islam*
*

*
*

*BETAPA *sedih rasanya jika menatap realitas kaum Muslimin dewasa ini.
Mereka diselimuti oleh kemiskinan ideologi, moral, dan material. Mereka
telah terjangkiti virus *hubbud dunya wa karahiyatul maut *(kecintaan
secara berlebih-lebihan terhadap dunia dan takut mati). Mereka berbuat *
zhalim *karena miskin iman. Dan mereka sering melakukan tindakan yang tidak
terkontrol kerena miskin ilmu. Pemimpin mereka mengajarkan bahwa ilmu
adalah cahaya, sedangkan kebodohan adalah kegelapan.. Mereka tidak peduli
dengan nasihat para Nabinya, sehingga mereka kurang wawasan, maka gelaplah
pikiran dan mata hati mereka dalam mengelola problem yang di hadapi.

Mereka bukanlah penguasa-penguasa di bumi seperti yang dijanjikan oleh
Allah Subhanahu Wata'ala. Umat Islam yang dijuluki *khairu ummah *(umat
yang paling baik), hanyalah sebagai mainan kecil/bola pimpong di tangan
kaum kafir dan musyrik. Keberadaan kaum Muslimin belum berhasil menjadikan
diri mereka gambaran Al-Quran yang berjalan secara kongkrit yang bisa
disaksikan orang lain. Bahkan, mereka adalah manusia-manusia yang memiliki
kelayakan untuk dijajah (*qabiliyyah littakhalluf*). Jadi, bukanlah musuh
yang terlalu kuat untuk dihadapi, tetapi kaum Musliminlah yang kehilangan
elan vital, spirit jihad.

Kaum Muslimin kontemporer bukanlah pahlawan ilmu pengetahuan, sekalipun
al-Quran memberikan perintah pertama kali, *iqra'* (bacalah). Mereka
bukanlah orang yang berkepala dingin dalam mengelola konflik, sekalipun
mereka telah membaca surat Asy Syura. Mereka bukanlah orang yang kuat dalam
aspek militer, sekalipun kitab mereka memerintahkan untuk mempersiapkan
kekuatan. Mereka bukanlah orang yang pandai berbisnis, sekalipun pasca
Jum'atan diintruksikan untuk bertebaran di muka bumi. Alangkah jauhnya
jarak kaum Muslimin dengan kitab sucinya?

Gerangan apakah yang menjadikan pendahulu mereka menguasai hampir separo
dunia? Gerangan apakah yang mengubah para penunggang onta di gurun sahara
yang sunyi dan gersang menjadi referensi/rujukan pahlawan ilmu dan
peradaban dunia? Gerangan apakah yang mengubah suku-suku yang hobi
minum-minuman, perang karena dipicu persoalan sepele, makan riba, main
perempuan, merampok, menjadi komunitas yang disegani oleh kawan dan lawan?
Gerangan apa pula yang membuat penggembala-penggembala yang bodoh menjadi
penakluk-penakluk Kekaisaran Persia dan Bizantium?

*Langkah Fundamental
*

Perhatikanlah, apakah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi
Wassalam untuk melahirkan revolusi menakjubkan ini dalam jangka waktu
kurang dari ¼ abad. Yang paling utama dan pertama-tama yang dilakukan oleh
manusia pilihan itu adalah menanamkan di dalam hati
pengikut-pengikutnya *kalimatut
taqwa, kalimat thayyibah, kalimatun sawa, kalimatut tauhid, qaulun
tsabitun *: "laa Ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah".

Beliau mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah
dan dipuja selain Allah Subhanahu Wata'ala. Selain Allah Subhanahu Wata'ala
adalah makhluk yang hina (dzalil), bodoh (jahil), faqir (membutuhkan orang
lain), *'ajiz *(lemah, tidak kuat menahan ngantuk jika sudah tiba).
Betapapun luasnya kekuasaan, keberlimpahan harta, ketinggian ilmu, dan
kuatnya pengaruh mereka.

Mereka adalah makhluk yang kecil, remeh, tidak berdaya, tidak ada
apa-apanya di hadapan Al-Khaliq, Al-'Alim, Al-Akram. Semua manusia memiliki
kedudukan yang sama. Ukuran seseorang tidak ditentukan oleh asesoris
lahiriyah. Misalnya, kekayaan yang dimiliki, kekuasaan yang digenggam,
luasnya wawasan dan ilmu serta pengaruh keturunan (darah biru). Yang paling
mulia disisi-Nya hanyalah orang yang bertakwa. [QS: Al Hujurat (49) : 13].

Kalimat tauhid tersebut di atas menanamkan sikap harga diri kaum Muslimin
awal. Dan pada saat yang bersamaan tercerabut rasa rendah diri. Hilang jiwa
kerdil, dan tertanamlah jiwa besar. Hilang sikap jumud, terbukalah wawasan
yang baru, luas tak bertepi. Para pengikut Rasulullah Shallallahu 'alaihi
Wassalam yakin secara bulat bahwa kemuliaan itu adalah milik Allah,
Nabi-Nya dan para mukmin.

Begitu rasa rendah diri lenyap, bersemayamlah di dalam hati mereka
identitas yang konstruktif. Mereka bangga bukan karena kelebihan yang
mereka miliki, potensi diri yang hebat, dan backing dari kekuatan tertentu,
tetapi karena keyakinan yang kuat kepada kebesaran dan keagungan Allah
Subhanahu Wata'ala

*"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman."* (QS. Ali Imran (3) : 139).

Kita semua tahu dari sejarah Islam, bagaimana sahabat yang berasal dari
orang Arab dusun Rabi' bin Amir berdiri dengan gagah berani di hadapan
Kaisar Romawi, dengan meyakinkan menampakkan kebanggan berislam, tanpa rasa
minder sedikitpun, menolak keharusan bersujud di hadapan raja, sekalipun
hanya mengendarai keledai kecil dan pakaian sederhana.

Ketika Kaisar Romawi bertanya dengan penuh keheranan, beliau menjawab: "Aku
diutus untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama manusia
menuju penyembahan kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan membebaskan mereka
dari kesempitan agama menuju keluasan agama."

Kita tahu bagaimana Umar bin Khathab menolak pakaian-pakaian raja yang
diberikan kepadanya ketika ia memasuki Yerusalem sebagai penakluk yang
gagah berani. Ia mengatakan, sesungguhnya islam sudah cukup memberikan
kemuliaan kepada diri saya. Bukan bersumber dari atribut lahiriyah.

Dari dua kisah tadi, kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa kaum
Muslimin pertama tidak terpesona dan silau oleh kegemerlapan duniawi,
syahwat politik, syahwat perut dan syahwat di bawah perut (*syahwatul farji*
).

*Kiat Mengembalikan Harga Diri
*

Jika kaum Muslimin sekarang ingin mewarisi kepemimpinan/penghulu dunia,
mareka harus meraih kembali harga diri/identitas yang hilang. Yaitu dengan
memperbaharui daya serap terhadap hakikat kalimat tauhid, laa ilaha
illallah. Banyak diantara kita yang terpesona dengan kebesaran lahiriyah.
Terkagum-kagum dengan akselerasi sain dan teknologi bangsa lain.

Sehingga kita lupa bahwa kita adalah Muslim/mukmin yang lebih unggul di
hadapan Allah Shallallahu 'alaihi Wassalam.

Yang lebih ironis, sebagian kaum Muslim menyembunyikan keimanannya.
Seakan-akan keyakinan itu urusan pribadi, dan mengganggu orang lain. Kadang
merendahkan kalimat salam, hanya karena takut dikenali sebagai Muslim.
Mereka ragu/skeptis bahwa ajaran Islam adalah sumber kemuliaan dan kejayaan
di dunia ini dan di akhirat.

Lihatlah *ghirah *keislaman Ibnu Masud, yang dikenal seorang *'alim
al-Muqri' *(penghafal al-Quran) dari kalangan sahabat. Dialah orang yang
pertama membacakan Al-Quran kepada kaum kafir setelah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi Wassalam. Setelah kaum kafir bersepakat melarang orang
mendengarkan Al-Quran, para sahabat berkumpul di suatu tempat. Mereka
membahas situasi dan berkesimpulan bahwa salah seorang diantara mereka
harus membacakan Al-Quran di hadapan kerumunan dan hiruk pikuk para kuffar
dengan kesiapan menanggung resiko yang tidak mudah dan sederhana.

Ternyata, Ibnu Masud yang berkaki kecil itu bersedia melakukannya.
Sahabat-sahabat yang lain menolaknya dengan mengatakan : Kami merasa
khawatir tentang dirimu. Yang kami perlukan adalah seseorang yang didukung
oleh keluarga-keluarganya yang memiliki akses ekonomi dan kekuasaan kabilah
Quraisy sehingga meminimalisir penyiksaan kaum kafir.

Sekalipun beliau saat itu kurang dikenal, tetapi bersikeras untuk
melaksanakan tugas. Beliau pergi ke pasar dan membaca Al-Quran dengan suara
keras. Maka, orang-orang kafir menyiksanya. Dan beliau kembali kepada
keluarganya dengan wajah berlumuran darah.

Para sahabat bertanya, Inilah yang kami khawatirkan? Abdullah
menjawab;"Kaum kafir itu belum pernah sedemikian hina di mataku kecuali
untuk hari ini. Jika kalian sudi, saya akan mengatakan hal yang sama di
hadapan mereka besok atau lusa. Tidak, anda salah membacakan kepada mereka
apa yang mereka benci."

Pernyataan Abdullah itu menggambarkan pengaruh/efek dari tauhid/aqidah yang
sangat mendalam (atsarun fa'aal) dalam kehidupannya. Sekarang ini, ketika
semua filsafat gagal menuntun manusia menuju pintu kebahagiaan, kita
merindukan Ibnu Mas'ud, Ibnu Mas'ud pada abad 20. Yaitu, disamping bangga
sebagai Muslim, hamba Allah Subhanhu Wata'a, pula siap menanggung resika
yang paling pahit demi keimanan yang diyakininya.

Kita perlu meraih kembali identitas Muslim yang telah hilang. Agar tidak
mudah silau dengan kemegahan dunia lain. Dan kita tanamkan kembali bahwa
sumber kemuliaan yang tidak akan pernah kering oleh perputaran peradaban
adalah berasal dari Allah, Rasul-Nya dan kaum beriman sendiri. Bukan
atribut yang diimpor dari asing. Di bawah naungan-Nya, rahim Islam pernah
melahirkan para pahlawan yang patriotik.

Dengan meraih kembali harga diri itu, kaum Muslimin akan bersikap tegas
terhadap orang kafir dan kasih sayang kepada orang-orang beriman.

íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇú ãóä íóÑúÊóÏøó ãöäßõãú Úóä Ïöíäöåö ÝóÓóæúÝó
íóÃúÊöí Çááøåõ ÈöÞóæúãò íõÍöÈøõåõãú æóíõÍöÈøõæäóåõ ÃóÐöáøóÉò Úóáóì
ÇáúãõÄúãöäöíäó ÃóÚöÒøóÉò Úóáóì ÇáúßóÇÝöÑöíäó íõÌóÇåöÏõæäó Ýöí ÓóÈöíáö
Çááøåö æóáÇó íóÎóÇÝõæäó áóæúãóÉó áÂÆöãò Ðóáößó ÝóÖúáõ Çááøåö íõÄúÊöíåö ãóä
íóÔóÇÁõ æóÇááøåõ æóÇÓöÚñ Úóáöíãñ

*"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui."
* (QS: Al Maidah (5) : 54).

*Sumber Kemuliaan Hakiki*

Umat Islam diajarkan untuk tidak bangga dengan atribut yang semu,
kebanggaan etnis, kekayaan, warna kulit, asesoris lahiriyah. Karena hal
itu akan membawa kehancuran dan penyesalan tiada akhir. Tetapi, Islam
mengajarkan pemeluknya untuk bangga menjadi hamba Allah yang taat, patuh
terhadap hukum-Nya. Tidak meletakkan dahi kepada siapapun. Karena dahi ini
hanya layak diletakkan untuk ta'zhim dan hurmat kepada Zat Yang Maha Kuat
dan Maha Perkasa. Kebanggan terakhir ini akan mendatangkan kemuliaan dan
kemenangan.

Sesungguhnya pemilik kekuasaan tanpa pensiun dini, kekayaan yang tidak
pernah habis, ilmu yang tidak pernah kering, hanyalah Allah Subhanahu
Wata'ala. Dia berkuasa menurunkan orang yang tadinya memiliki kedudukan
tinggi menjadi hina dalam sekejap. Dan Dia berkuasa mengangkat seseorang
yang tidak diperhitungkan, orang kecil, menjadi mulia dalam waktu yang
singkat pula. Kekuasaan, harta, ilmu, yang dimiliki oleh manusia hanyalah
hak guna dan hak pakai. Bukan hak milik. Kita perlu muhasabah, bukan
sekedar mempertanyakan apakah kepemilikan kita itu sudah sah secara formal,
tetapi apakah yang menjadi milik kita menambah kebaikan diri kita dan
bermanfaat untuk banyak orang (barakah)?

Apakah jabatan kita memuliakan kita? Apakah harta kita menambah kebaikan
keluarga kita? Apakah ilmu kita dirasakan manfaatnya oleh banyak orang?
Apakah pengaruh kita semakin mendekatkan diri kita kepada Allah Subhanahu
Wata'ala? Apakah anak dan isteri kita sebagai sumber kebahagian dan
ketenteraman kita?

Ahli sastra Arab mengatakan: "*Jika engkau membawa keranda ke kuburan
ingatlah suatu ketika engkau akan digotong. Dan jika engkau diserahi urusan
kaum ingatlah suatu saat engkau akan dimakzulkan (dilengserkan)".*
*

**

*Penulis adalah kolumnis
hidayatullah.com<http://www.hidayatullah.com/read/27229/12/02/2013/undefined>,
tinggal di Kudus, Jawa Tengah
*

Red: Cholis Akbar

sumber:
http://www.hidayatullah.com/read/27229/12/02/2013/mengembalikan-jati-diri-umat-islam-.html


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: