Kamis, 09 Oktober 2008

[daarut-tauhiid] "Kemelut" Intelektual dalam Berwacana

"Kemelut" Intelektual dalam Berwacana

* *

*Thursday, 09 October 2008 04:51 *

*Banyak kalangan intelektual Muslim kurang mengembangkan tradisi ilmiah.
Diantaranya jarang membahas masalah serius dengan dengan persiapan matang*

Oleh: *Henri Shalahuddin, MA**

Rabu, 24 September 2008, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Lektur
Keagamaan menggelar bedah buku "Dua Wajah Islam: *Moderatisme vs
Fundamentalisme dalam Wacana Global*". Buku ini adalah terjemahan dari "*The
Two Faces of Islam: Saudi Fundamentalism and Its Role in Terrorism" *karya
Stephen Schwartz. Edisi Indonesia-nya diterbitkan atas kerjasama
antara *Libforall,
Blantika, The Wahid Institute dan Center For Islamic Pluralism *(CIP), USA.

Dalam acara bedah buku ini dihadirkan empat orang pembicara; dua orang
sebagai narasumber, Prof. Dr. HM. Atho Mudzhar (kepala Badan Litbang dan
Diklat) dan Prof. Dr. H. Maidir Harun (Kepala Puslitbang Lektur Keagamaan);
Dr. M. Syafi'i Anwar (Direktur Indonesian Center for Islam and Pluralism,
ICIP) sebagai pembedah dan Henri Shalahuddin, MA (penulis) mewakili,
*Institute
for the Study of Islamic Thought and Civilization* (INSISTS) sebagai
pembanding. Peserta bedah buku ini terbatas untuk para peneliti di
lingkungan Departemen Agama.

*Sekilas tentang Buku *

Stephen Schwartz, sang penulis buku ini dalam biografinya, mengaku mengenal
dan masuk Islam setelah melakukan kajian tasawuf, dan memperkenalkan dirinya
sebagai murid dan pengagum Ibn Arabi.

Dalam website *Center for Islamic Pluralism *(CIS) dia menuturkan bahwa dia
adalah penganut mazhab Hanafi sejak 1997. Saat ini dia menjabat sebagai
direktur eksekutif di CIS dan menjadi analis kebijakan senior dan direktur
program Islam dan Demokrasi di Yayasan Pertahanan Demokrasi (*Foundation for
the Defense of Democracies*), sebuah lembaga pemikiran konservatif. Pria ini
juga dikenal sebagai pengkritik pemerintahan Bush, namun di saat yang sama
dia juga mendukung kebijakannya di Timur Tengah.

Schwartz yang berlatarbelakang jurnalis ini, lahir 1948 di Columbus Ohio dan
berasal dari keturunan Yahudi dan Protestan. Setelah memeluk Islam, ia
sangat vokal mengkritik apa yang dianggapnya sebagai terorisme.

Lalu dia menyimpulkan bahwa sumber terorisme di dunia Islam adalah Wahabi,
oleh karena itu dia menyebut Wahabi sebagai neo-Khawarij. Dalam artikelnya
bertajuk "Sebuah panduan untuk para aktifis Kampus Muslim dan Arab dan
Organisasi komunitas di kawasan Amerika Utara" (*An Activist's Guide to Arab
and Muslim Campus and Community Organizations in North America*), Schwartz
menyebut beberapa organisasi yang ia klaim sebagai bagian dari "Lobi Wahabi"
di Amerika Serikat. Organisasi-organisasi tersebut di antaranya Komite Anti
Diskriminasi Amerika-Arab, Institut Amerika-Arab, Asosiasi Pelajar Muslim,
Yayasan Relasi Islam Amerika, Yayasan Publik Muslim, Yayasan Muslim Amerika,
dan Masyarakat Islam Amerika Utara (*the American-Arab Anti-Discrimination
Committee, the Arab American Institute, the Muslim Student Association, the
Council on American-Islamic Relations, the Muslim Public Affairs Council,
the American Muslim Council, and the Islamic Society of North America*).

Oleh karena itu, dia mencetuskan paham "Islam Moderat" dengan mendirikan
lembaga *the Center for Islamic Pluralism *pada 2004 di Washington DC.

Louay Safi, tokoh Islam dan Direktur Eksekutif di *Islamic Society of North
America*, memandang usaha Schwartz yang mengembangkan "Islam Moderat" ini
dilakukan dengan cara memojokkan arus utama organisasi-organisasi Muslim
Amerika. (lihat Wikipedia).

Sebagai seorang *muallaf*, anehnya Schwartz justru mempunyai pandangan yang
kontroversial. Dia memandang kedudukan Al-Quran setara dengan Zabur dan
lebih rendah dari Taurat dan Injil. Diantaranya dia menulis sebagai berikut;

"Sekalipun berisikan cerita-cerita, al-Qur'an tidaklah didasarkan pada
sebuah narasi historis, sebagaimana Taurat dan Injil. Pada akhirnya, dengan
tanpa maksud melukai perasaan umat Islam atau siapa pun lainnya, mungkin
lebih bermanfaat membandingkan al-Qur'an dan 114 suratnya, sebagian panjang
dan sebagian pendek dengan Zabur daripada dengan Taurat dan Injil. Al-Qur'an
merupakan suatu jenis puisi liris yang diperluas, yang berisi seruan Tuhan
kepada umat manusia". (hal. 41)

Dia juga lebih cenderung memihak Israel dan mengutuk perlawanan bangsa
Palestina serta para pemberi bantuan terhadap bangsa ini, termasuk negara
Saudi yang telah memberi sumbangan kepada keluarga syuhada' Pelestina. (hal.
368-369)

Kebenciannya terhadap golongan Wahabi membuatnya untuk tidak sungkan
melemparkan fitnahan kepadanya. Di antara fitnah itu adalah: a) bahwa Wahabi
telah menambahkan "rukun keenam" pada rukun Islam, yaitu *kema'suman *Ibn
Abdul Wahhab; b) Doktrin-doktrin Ibn Abdul Wahhab secara eksplisit
merendahkan Muhammad (hal. 115); c) Menyimpulkan di antara tiga esensi
dakwah Ibn Abdul Wahhab adalah bahwa ibadah lebih penting daripada niat; d)
Menuduh Ibn Abdil Wahhab memerintahkan agar kuburan-kuburan para wali digali
dan dihancurkan, atau diubah menjadi kakus. (hal. 117); e) dia juga
menyatakan bahwa Nabi tidak pernah sekalipun meramalkan umatnya terjerumus
dalam kemusyrikan, sebagaimana yang dituduhkan Wahabi (hal. 117).

Di samping itu, sebagai *muallaf *yang minim wawasan keislaman dia justru
melemparkan tuduhan-tuduhan kontroversial, seperti: a) Memandang Mazhab
Hanbali sebagai pelopor teologi fundamentalis dalam Islam, hanya gara-gara
mazhab ini memusuhi Mu'tazilah dan lebih menekankan penggunaan Hadis Sahih
daripada analogi. (hal. 75); b) Fitnah terhadap Usman ibn 'Affan RA dan
menyatakan:

"...ia (Usman, pen) dibunuh oleh tentara yang tidak puas dengan kebijakannya
dalam berbagai rekrutmen jabatan politik yang lebih berpihak kepada
keluarganya sendiri... Kematiannya merupakan pertanda buruk bagi
perkembangan selanjutnya: para pembunuhnya melemparkan batu pada prosesi
pemakamannya. Utsman banyak memberi kontribusi pada kejayaan ummah, tetapi
kekuasaannya juga telah dirusak secara serius oleh nepotismenya kepada Bani
Umayyah" (hal. 63-64); c) menyatakan bahwa Imam Abu Hanifah adalah tokoh
yang muncul dari kalangan Murji'ah (hal. 73-74).

Klaim dan tuduhan Schwartz ini lebih tepat dikatakan fitnah, tatkala dia
tidak pernah menguatkannya dengan bukti dan rujukan data yang diperolehnya.
Maka dalam acara bedah buku ini, saya menyimpulkan bahwa buku yang ditulis
Schwartz tidak ilmiah dan tidak akademis. Apalagi dia tidak menjelaskan
definisi istilah moderatisme dan fundamentalisme dalam Islam yang merupakan
fokus utama kajian dalam bukunya ini.

*MUI dan Pluralisme*

Meskipun buku ini mendapat kritik dari pembanding dan beberapa peserta,
namun narasumber mempunyai anggapan lain. Narasumber yang di awal
presentasinya mengatakan bahwa pembagian wajah Islam hanya pada moderatisme
dan fundamentalisme tersebut bermasalah, namun dia juga menampik kritik
ilmiah terhadap buku ini dan tidak mempermasalahkan dari mana informasi yang
ada diperoleh. Lalu dia berkomentar sebagai berikut:

"Schwartz ini, tulisan-tulisannya ya.. harus dimaklumi sebagai tulisan
wartawan tadi itu. Jadi dia baik sebagai informasi yang tidak ada
*footnote*-nya…
tapi kalau mau dikaji secara ilmiah, itu sebenarnya kesalahan terletak pada
orang yang mau mengkajinya itu; karena meletakkan dia sebagai karya ilmiah,
ha.. ha... Tapi kalau mengkajinya diletakkan sebagai karya jurnalis, ya..
bagus, artinya prespektif itu. Maka saya kira memang *emm..* jangan
dipindahkan posisinya itu. Maka.. kita ini ... peneliti Lalu semua apa yang
kita lihat, dilihat dengan kaca mata penelitian, dengan prosedur-prosedur
yang ada begitu. Meskipun orang itu sendiri sudah bilang, saya jurnalis
saja. Nah, saya kira di situ, tapi itu tidak mengurangi minat kita untuk
membaca lebih lanjut," ujar salah seorang nara sumber.

Salah satu nara sumber, juga kembali mengomentari masalah haramnya fatwa
pluralisme yang pernah disampaikan Mejelis Ulama Indonesia (MUI). Dia
mengomentari fatwa MUI tentang haramnya Pluralisme Agama. Menurutnya, MUI
hanya bermain kata-kata.

"Jadi MUI itu bermain dengan kata-kata, mestinya dia bermain-main dengan
kata-kata Arab, jangan dengan kata-kata Inggris, karena nggak biasa dia..
Bermain dangan kata-kata Arab lebih bagus dia, misalnya: *Ta'addudul haqiqah
*, aa.. Itu lebih pas, karena dia biasa bicara tentang *ta'adduduz
zaujah *(poligami,
pen).. hua..ha... Ya kan, tinggal pararel aja itu.. Ha..ha..," ujar Prof.
Dr. HM. Atho Mudzhar.

*Penutup*

Akhirnya, acara bedah buku "*Dua Wajah Islam: Moderatisme vs Fundamentalisme
dalam Wacana Global*" merupakan salah satu bentuk kegiatan ilmiah yang
semestinya mendapat perhatian serius dalam dunia keilmuan. Akan lebih
bermakna, jika masing-masing pembicara yang membedah buku ini mempersiapkan
makalah tertulis. Sehingga para peserta bisa melakukan kajian --yang
sesungguhnya sangat serius-- lebih lanjut, tidak asal-asalan dan mendapat
manfaat lebih luas. Sayangnya forum ini menjadi kurang serius karena tiga
dari empat pembicara, tidak menyiapkan makalahnya secara tertulis.

Kurangnya persiapan ini menunjukkan minimnya perhatian terhadap masalah
keilmuan. Sehingga dikhawatirkan tradisi ilmu di kalangan umat semakin
merosot dan kurang mendapatkan prioritas lebih. Hal ini mengingatkan saya
pada kata-kata Abu Thalib al-Makki yang dikutip Imam al-Ghazali dalam kitab
Ihya sebagai berikut; *"Tidak ada pekerjaan maksiat yang lebih jahat
daripada kebodohan (jahl), dan kebodohan terbesar adalah tidak mengenali
kebodohan (al-jahlu bil jahli)." *

**Penulis adalah peneliti INSISTS*

--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest
>> al-Ra'd [13]: 28


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: