Sabtu, 31 Oktober 2009

[daarut-tauhiid] Pemuda dan Perjuangan

 

Pemuda dan Perjuangan

Oleh: Alwi Alatas

Hidayatullah.com--Tanggal 28 Oktober baru saja berlalu. Tanggal ini di
tanah air biasa dirayakan sebagai Hari Sumpah Pemuda. Harinya pemuda.

Hari tersebut dikenang karena adanya kepeloporan pemuda di pentas
nasional dalam upaya menyatukan seluruh elemen pergerakan menuju
cita-cita kemerdekaan. Ini merupakan sebuah prestasi penting kaum muda
di tengah komunitasnya yang masih bersifat kesukuan serta bagi
masyarakatnya yang masih dijajah.

Para pemuda memang sering menjadi pelopor perubahan. Pemuda juga
merupakan salah satu pilar peradaban yang sangat penting. Islam
mengakui posisi kaum muda yang sangat strategis. Usia muda, menurut
al-Qur'an, merupakan usia yang penuh kekuatan, usia yang terletak di
antara dua fase kelemahan. Al-Qur'an melukiskannya dengan sangat
indah:

"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan sesudah kuat itu lemah dan beruban. Dia menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa."
(QS 30: 54)

Al-Qur'an juga bercerita tentang para pemuda Ashabul Kahfi yang
melarikan diri dari kaumnya demi mempertahankan keimanan mereka dan
kemudian ditidurkan Allah selama 300 tahun di dalam sebuah gua. Mereka
ini disebut oleh al-Qur'an sebagai pemuda-pemuda yang beriman kepada
Tuhannya (fityatun āmanu birabbihim). Mereka bukan hanya beriman
kepada Tuhan mereka, tapi juga menjadi tanda-tanda zaman yang luar
biasa dan kisah mereka diabadikan di dalam Kitab Suci.

Sejak Risalah Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, sejarah Islam
juga banyak diisi dengan sepak terjang kaum muda yang berprestasi.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam sendiri diangkat menjadi nabi
pada puncak usia kepemudaan, yaitu usia empat puluh tahun. Sebagian
besar Sahabat yang mengikuti beliau berusia kurang dari usia beliau
shalallahu 'alaihi wasallam, bahkan ada sebagian yang menyambut Islam
di usia yang sangat belia.

Di antara yang paling awal menyambut seruan Nabi shalallahu 'alaihi
wasallam, yaitu Ali ibn Abi Thalib. Ketika itu umurnya baru sekitar
sepuluh tahun. Semula ia ragu menerima Islam dan hendak bermusyawarah
dulu dengan ayahnya, Abu Thalib. Namun keesokan harinya ia mendatangi
Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan menyatakan masuk Islam. Ketika
ditanya apakah ia memberitahu ayahnya, Ali yang masih sangat belia
menjawab mantap, "Allah menciptakan saya tanpa bermusyawarah dengan
ayah saya, maka mengapa saya harus bermusyawarah dengan ayah saya
untuk menyembah-Nya?"

Pada akhir masa kenabian, yang ditunjuk memimpin pasukan besar untuk
menghadapi Romawi juga seorang remaja. Dia adalah Usamah ibn Zaid,
anak dari anak angkat kesayangan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam,
Zaid ibn Haritsah. Ketika ditunjuk sebagai pemimpin pasukan perang
umurnya masih belasan tahun.

Prestasi para pemuda lainnya juga bertebaran di sepanjang sejarah
Islam. Salahuddin al-Ayyubi bergabung dalam pasukan Nuruddin Zanki
ketika usianya masih empat belas tahun. Pada tahun 1164, ketika
umurnya masih dua puluh enam tahun, Salahuddin menemani pamannya
melakukan ekspedisi ke Mesir yang ketika itu masih dipimpin oleh
Dinasti Fatimiyah yang menganut Syiah Ismailiyah. Ekspedisi ini
berlangsung selama beberapa kali hingga akhirnya berhasil menaklukkan
negeri tersebut pada tahun 1169.

Hanya dua bulan setelah menguasai Mesir, Salahuddin menggantikan
posisi pamannya, Shirkuh, yang meninggal dunia tak lama setelah
menaklukkan negeri itu. Usianya ketika itu baru tiga puluh satu tahun.
Secara bertahap ia mengubah Mesir menjadi Sunni. Dan setelah beberapa
ratus tahun terpecah dalam dua kekhalifahan, dunia Islam kembali
bersatu di bawah naungan Khalifah di Baghdad.

Muhammad al-Fatih merupakan contoh pemuda lain yang bisa kita angkat
di sini. Ia diangkat menjadi Sultan Turki Utsmani, menggantikan
ayahnya yang meninggal dunia, pada tahun 1451. Dua tahun kemudian,
ketika usianya baru sekitar dua puluh satu atau dua puluh tiga tahun,
Sultan Muhammad berhasil menaklukkan Konstantinopel. Kota ini
merupakan salah satu kota paling strategis di dunia dan merupakan
ibukota Byzantium dan kepausan Kristen Ortodoks.

Nabi shalallahu 'alaihi wasallam telah meramalkan kejatuhan kota ini
ke tangan Islam dan selama delapan abad kaum Muslimin berusaha
memenuhi nubuwat Nabi ini tapi selalu gagal karena kokohnya benteng
kota tersebut. Barulah pada tahun 1453 kota itu berhasil ditaklukkan
oleh seorang pemuda yang usianya belum sampai dua puluh lima tahun.
Sejak saat itu hingga sekarang ini kota tersebut menjadi pusat
peradaban Islam yang penting dan namanya berganti menjadi Istanbul.

Prestasi para pemuda Islam tidak hanya diwakili oleh para sultan dan
penakluk saja, tapi juga oleh para ulama. Imam Shafi'i sudah hafal
al-Qur'an dan kitab al-Muwatha' ketika usianya masih belasan tahun.
Imam Ghazali sudah menjadi Rektor Universitas Nizamiyya ketika usianya
baru tiga puluh tiga tahun. Kita juga pernah mendengar kisah Abdul
Qadil al-Jailani yang membuat sekumpulan perampok bertaubat karena
sebab kejujurannya, padahal usianya ketika itu masih belasan tahun.
Ada banyak para ulama lainnya yang sudah memiliki prestasi gemilang di
usia mereka yang masih muda.

Di abad dua puluh ini kita juga menemukan banyak pemuda Islam yang
membawa semangat baru bagi umat yang sedang terpuruk. Hasan al-Banna
(1906-1949) telah hafal al-Qur'an pada awal masa remaja dan beliau
mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir pada tahun 1928
ketika umurnya baru dua puluh dua tahun. Organisasi ini berkembang
hingga ke hari ini, menyebar di puluhan negara, dan disebut-sebut
sebagai organisasi Islam internasional terbesar di dunia. Taqiyuddin
al-Nabhani (1909-1977), pendiri Hizb al-Tahrir, telah hafal al-Qur'an
pada awal usia belasan tahun. Beliau aktif mengajar dan terjun di
dunia pergerakan Islam sejak usia yang masih sangat muda.

Said Nursi (1878-1960), seorang ulama dan sufi asal Kurdi, adalah
contoh pemuda luar biasa lainnya. Beliau telah menguasai berbagai ilmu
dasar Islam sejak usia belia. Ia juga memiliki kemampuan menyerap
pelajaran secara otodidak dan sangat cepat. Pemahamannya yang sangat
dalam dan kemampuannya yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah, di
samping keberaniannya yang sangat luar biasa, telah menyebabkan ia
digelari badiuzzaman (the wonder of the age) sejak usia yang masih
sangat muda.

Abul A'la al-Maududi (1903-1979) di Pakistan telah menjadi jurnalis di
usia lima belas tahun dan telah memimpin sebuah harian di usia tujuh
belas tahun. Sebagaimana Said Nursi, pendiri dan pemimpin
Jama'at-i-Islami ini merupakan seorang yang sangat cerdas dan memiliki
kemampuan otodidak dalam belajar. Beliau merupakan salah satu pemikir
Muslim terpenting pada abad ke-20.

Indonesia juga mengenal banyak pemuda yang brilian. Muhammad Natsir
(1908-1993) telah aktif dalam pergerakan Islam di tanah air dan
terlibat dalam polemik dengan kalangan nasionalis sejak berusia
belasan dan dua puluhan tahun. Beliau menjadi menteri kabinet sebelum
genap berusia empat puluh tahun. HOS Tjokroaminoto (1882-1934) telah
menjadi pemimpin Sarekat Islam ketika usianya baru menginjak tiga
puluh tahun. Organisasi ini merupakan organisasi politik yang terbesar
jumlah anggotanya pada masa pergerakan, sekaligus yang pertama
bersifat nasional. Rapat-rapat umumnya sepanjang tahun 1910-an telah
membangkitkan semangat rakyat dan membuat Belanda merasa ketar-ketir.

Terlalu banyak peranan pemuda yang terdapat di sepanjang perjalanan
sejarah, baik dari kalangan Muslim maupun selainnya. Kepemudaan memang
selalu diperlukan bagi perubahan dan sebagai kekuatan pendorong yang
penting. Kendati demikian, muda tidak selalu identik dengan prestasi.
Bersama dengan potensi besar yang dimilikinya, pemuda juga cenderung
tergesa-gesa, terlalu bersemangat, dan lebih mudah terjatuh pada
godaan duniawi. Selain itu, apresiasi terhadap peranan pemuda jangan
sampai mengabaikan jasa-jasa generasi tua. Karena tanpa pertimbangan
cermat serta bimbingan orang tua, generasi muda akan lebih mudah
terjatuh dan salah dalam melangkah.

Walaupun sejarah sering memperlihatkan ketegangan di antara dua
generasi ini, yaitu kaum muda dan kaum tua, kita sebetulnya memerlukan
kedua-duanya. Perjuangan akan menjadi lebih berbobot dan berhasil
ketika kualitas yang dimiliki masing-masing generasi ini disatukan.
Akhirnya, seperti yang dikatakan oleh sebuah ungkapan, kita memerlukan
hamasatusy syabab wa hikmatusy syuyukh, kita memerlukan semangatnya
para pemuda dan kebijaksanaannya generasi tua.

Semoga seiring dengan berjalannya waktu, generasi muda yang tangguh
terus lahir di tengah-tengah umat ini.
[Jakarta, 29 Oktober 2009/www.hidayatullah.com]

Penulis adalah mahasiswa PhD pada bidang sejarah di Universiti Islam
Antarabangsa, Malaysia

http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9663:pemuda-dan-perjuangan&catid=87:kajian&Itemid=71

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Need traffic?

Drive customers

With search ads

on Yahoo!

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

Yahoo! Groups

Mom Power

Discover doing more

for your family

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: