Senin, 26 Oktober 2009

[daarut-tauhiid] Usah Kau Lara Sendiri, Ukhty

 

Usah Kau Lara Sendiri, Ukhty


oleh Fiyan Arjun


===================

Di sebuah foodcourt Blok-M Square.

Kalau saya boleh memilih sebenarnya saya tak ingin pertemuan itu
berlangsung pada saat itu. Menemui dirinya saat orang-orang sedang
menunaikan ibadah shalat sunah di malam bulan Ramadhan. Menunaikan
ibadah shalat tarawih plus witir. Jujur sebenarnya saya risih dengan
pertemuan itu. Pertemuan antara seorang dua makhluk berlainan jenis di
malam bulan suci. Pertemuan dalam satu meja pesanan di sebuah
foodcourt. Hingga akhirnya pertemuan itu tak terelakan…Aku bertemu juga
dengan dirinya.

Menolak? Hal itu sempat terlintas dalam benak saya. Karena dari awal
saya sudah enggan untuk melangkahkan kaki saya. Apalagi dari segi etika
tata cara pergaulan yang islami bila ada ada sepasang anak manusia
berlainan jenis bersatu dalam sebuah pertemuan di dalam satu tempat
orang ketiganya adalah setan. Ayo, acungi jempol yang ingin jadi orang
ketiganya?

Memang hal ini sudah terlihat jelas gejalanya ketika sejak maraknya
pembicaraan dua arah di dunia maya makin digandrungi para user-nya. Tak
kecuali etika dalam pembicaraan atau ajang curhat di dalam dunia maya.
Baik itu memakai jasa chatting: facebook, yahoo messenger. friendster
maupun meebo. Dan lebih ironinya ada juga yang memakai fasilitas
webcame untuk lebih mengetahui siapa lawan bicaranya saat itu.Tanpa
sadar sudah melakukan kesalahan dari tujuan semula yang sudah diketahui
para user itu sendiri. Dan itu sudah banyak dialami saat-saat ini
terlebih forum majlis bernama facebook semakin santer. Berapa banyak
para user dari kalangan yang sudah berkeluarga dan memiliki pasangan
halal ketika bermajlis ria itu dilakukan tanpa sadar sudah melampaui
batas dari norma biasa-biasa saja. Yang tadi hanya ajang bersilaturahim
dan ber-say hallo hingga akhirnya terlibat dengan urusan perasaan.
Urusan hati. Oh, my God ternyata sudah sejauh itukah dampak dari
majunya tekhnologi dunia maya? Entahlah.

Apa bedanya dengan saya? Tentu beda! Apalagi niat saya itu ingin
membantu mencari jalan keluar penyelesaian itu. Dan itu saya lakukan
memang benar-benar accidentil. Niat murni ingin membantu. Kalau dalam
hal ini saya salah, saya terima. Tetapi akan lebih salahnya lagi jika
saya tak membantu untuk mencari jalan keluar penyelesaian masalah yang
dihadapinya ketimbang nanti akan ada hal yang lebih buruk lagi.
Lagi-lagi saya murni hanya ingin membantu dan menolongnya. Itu saja!

Berawal dari sebuah pesan singkat.

Gw lg bnyk maslah neh, Yan. Gw bth tmn ngobrol neh.

Sebuah pesan singkat masuk ke tubuh ponsel tanpa saya sadari. Pesan
singkat yang benar-benar diluar dugaan. Ya, kalau dibilang terkejut
saya terkejut. Dibilang kaget ya jelas kaget. Dibilang shoked ya
jelaslah! Wong baru kali itu saya mendapatkan pesan singkat bernada
seperti itu. Ada seorang perempuan—sebut saja ukhty begitu saya
menyebutnya. Karena aku ingin menghormati seorang perempuan—dan
terlebih dia adalah kawanku pula. Kawan tanpa ada komanya apalagi tanda
seru! Melainkan titik! Sebatas kawan saja!

Sebenarnya pesan singkat yang dikirimnya bukan itu saja. Ada pesan
singkat lagi yang enar-benar tak pantas saya terangkan disini. Karena
saya menganggap pesan singkat itu benar-benar tak pantas! Hanya saya
yang tahu dengan si pengirim pesan singkat itu. Dan…, akhirnya saya pun
menemui juga dirinya. Walau saya sebenarnya enggan untuk melangkah
lebih jauh untuk menemui dirinya. Tetapi karena ini untuk menyelamat
seorang ukhty yang sedang berkelut dengan masalah yang—bila saya tak
menemui dirinya akan fatal akibatnya. Semua itu sudah terlihat jelas
dari kiriman pesan singkatnya yang tak pantas saya terangkan disini.
Hanya membuat saya merasa amat prihatin dan iba saja.

Namun sebelum saya menemui ukhty itu saya terlebih dahulu
berkonsultan ria dengan kawan saya yang notabene kawan saya satu
halaqah. Apalagi kawan saya itu sudah beristri. Mungkin ia bisa
memberikan jalan untuk saya. Hingga akhirnya perbincangan saya dan
dirinya terjadi.

"Gimana nih yang harus gue lakuin. Menemui dia atau nggak?" tanya
saya meminta pendapatnya dari seberang jalan sana. Mengunakan via
telepon.

"Ya, haruslah! Biar dia bisa dapat teman ngobrol sama dapat
pencurahan dari lo. Siapa tahu dia sadar apa yang selama ini dia
lakukan salah. Apalagi dia tahu bahwa masalahnya tidak seberat dari lo
selama ini." Panjang lebar kawan saya itu memberikan contoh masukan
untuk saya. Apa saja yang saya lakukan dan saya utarakan jika nanti
saya bertemu dengan ukhty itu. Dan akhirnya saya pun melakukan apa yang
kawan saya berikan.

"Thanks ya, bro!"

Akhirnya keluar juga airmata penyesalan itu

Benar. Apa yang dikatakan kawan saya itu. Akhirnya saya mendengar
juga curhatannya di foodcourt malam itu. Saya merasakan ada sesuatu
yang perlu ditolong dan dibantu untuk dirinya. Hingga rasa keprihatinan
saya kepadanya makin tinggi. Ingin membantu dan menyelesaikan apa yang
sudah ia alami dan rasakan. Memang sayangnya saya bukan dia. Apalagi
saya bukan orang terdekatnya yang barang tentu batasan itu akan
terlihat jelas bahwa saya seorang kawan saja. Tak banyak memberikan
yang jauh dari hal itu.

Saya bukanlah lelaki yang begitu peka terhadap hati seorang
perempuan. Itulah yang ingin saya katakan. Saya tidak begitu peka
mengetahui perasaan perempuan. Toh, saya saja sendiri juga terkadang
tidak bisa menebak hati seorang perempuan. Apakah ia suka dengan saya
atau hanya main-main saja. Atau, hanya sebatas kawan saja. Itulah saya
yang tak mengetahui perasaan perempuan. Maka dari itu saya sering
dimainkan oleh perasaan. Dan sering lagi dimainkan pula oleh perempuan.
Hingga akhirnya saya sekarang ini tak ingin bermain-main lagi dengan
perasaan saya. Karena perasaan hanya untuk perempuan yang tepat untuk
saya jadikan bidadari di istana mungil yang akan saya bangun nanti.
Tapi saya turut merasakan apa yang dirasakan oleh ukhty itu. Maklum
saya tahu apa yang dialaminya saat itu—dengan lebih dahulu mengetahui
dari pesan singkat ia kirimkan kepada saya sebelumnya.

Dengan uraian airmata yang mengembun di kaca minusnya saya tahu ia
sangat menyesali segala tindakan dan ucapan yang dilakukannya. Ia
merasa seperti tidak punya Tuhan dan iman yang sudah tak terjaga dalam
dirinya. Padahal yang saya tahu dia adalah ukhty yang sangat smart dan
intelek seperti yang saya ketahui saat ia mengenal saya seperti saat
malam itu. Ia memberitahukan bahwa ia berasal dari lulusan dari
universitas di Bandung yang cukup wah dan punya nama itu. Saat ia
mengenal saya yang belum berapa lama ini berjalan. Mungkin karena saya
kawan yang asyik dijadikan teman mengobrol akhirnya sampai sekarang ini
ia sangat membutuhkan saya untuk mendengar ceritanya dibanding kawan
sekaumnya—yang jelas ia memang tahu dan pernah mengalami hal yang amat
mengecewakan ketika kaumnya telah membuka aibnya di sekitar orang-orang
terdekatnya hingga ia tak percaya dengan kaumnya itu. Apalagi telah
membuat ia sudah jatuh tertimpa tangga lagi. Ironi memang!

Lagi-lagi saya tak ingin mencampuri masalah intern-nya itu. Bagi
saya sudah dipercayai olehnya untuk menjadi teman curhatnya saja saya
sudah lebih baik dan ia bisa mempercayai saya tanpa pikir panjang.
Apakah saya sama seperti kaumnya atau tidak? Tapi saya tetap memegang
amanah apa yang ia katakan sebelum mengakhiri pembicaraannya.

"Lo janji ya jangan kasih tahu apa yang gue alami sama orang lain."

"InsyaAllah dan lo jangan lagi-lagi melakukan tindakan kayak begitu
lagi, okay! Ingat lo punya Tuhan dan masih banyak orang-orang di bawah
lo. Kalau lo mau tahu ikut gue ke yayasan yang sudah sebulan ini gue
mengajar disana." Bak seorang konsultan yang mendapatkan klien saya pun
serta merta memberikan hal yang terbaik. Halnya orang yang sudah mau
mempercayai saya untuk menjadi orang yang dapat dipercayainya
itu.berbaginya. Hmm…ternyata seru juga menjadi pendengar yang baik itu.

Hingga akhirnya foodcourt tempat ukhty itu mengeluarkan apa yang
selama ini membatu
dan mengkristal di benak serta di hatinya akhirnya
tumpah ruah juga di tempat itu. Tempat yang sudah menjadi saksi bahwa
ia berjanji tidak melakukan hal itu. Sayang saya bukan orang yang halal
baginya. Jadi saya sadari dan mengetahui batasan itu. Cukup mendengar
ceritanya dan menjadi pendengar yang baik itu sudah lebih dari cukup.
Dan berarti ia benar-benar memberikan kepercayaan itu sepenuh kepada
saya. Hmm…sebegitu larakah kau ukhty…?

Penulis adalah anggota dan pengurus FLP Jakarta dan penulis buku
Bela Diri for
Muslimah. Jika ingin bersilaturahim tinggal
klik:http://sebuahrisalah.multiply.com
/Fb:bujangkumbang@yahoo.co.id.

Ulujami—Pesanggrahan, 19 Ramadhan 1430 H

Hanya untuk sendiri.
===============sumber:eramuslim.com
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Search Ads

Get new customers.

List your web site

in Yahoo! Search.

Yahoo! Groups

Auto Enthusiast Zone

Auto Enthusiast Zone

Discover auto groups

Y! Messenger

All together now

Host a free online

conference on IM.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: