Selasa, 27 Oktober 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2858

Messages In This Digest (12 Messages)

Messages

1a.

Re: [Catcil] Out of the Box @mas Arif, mbak Indar, mbak Retno

Posted by: "APRILLIA" april_reto@yahoo.com   april_reto

Mon Oct 26, 2009 10:59 pm (PDT)



@mas Arif: apa maksudnya "Awas Bahaya laten; egoisme dan materialisme"?

@mbak Indar: iya mbak, maaf YM nyanol di hape. Keputusan yang sulit tapi kalau yakin "katanya" berbuah di akhir :)

@mbak Retno: ada seorang teman bilang padaku: "Lebih baik punya start ketimbang nggak sama sekali"

salam sukses buat semua,
April @ Surabaya

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "ariefbudisetyawan" <ariefbudisetyawan@...> wrote:
>
> Salam kreatif, sepanjang tidak mbentur tembok, siapa larang jungkir
> balik? suka-suka you.
>
> Semoga bahagia dunia akhirat. Lha khan do'anya juga robbana atiina
> fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah. Tapi juga khoirunnasi
> anfa'uhum linnaas tho? Ya jadi gimana ya caranya biar kita bahagia juga
> bisa membahagiakan orang lain?, tapi tetep musti seimbang khan ya, hak
> dan kewajiban ntuhhh...
>
> Awas Bahaya laten; egoisme dan materialisme.
>

2a.

Re: [Catcil] Pertanyaan

Posted by: "APRILLIA" april_reto@yahoo.com   april_reto

Mon Oct 26, 2009 11:04 pm (PDT)



Kalau ada pertanyaan macam gtu anggap saja mereka yang nany sayang dan perhatian ama kita :D

salam,
April
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, ukhti hazimah <ukhtihazimah@...> wrote:
>
> Setelah beberapa hari liat komen2nya doank...akhirnya nyampe juga ke sumbernya :P
>
>

3a.

(Inspirasi) Perceraian di Mata Saya

Posted by: "Jenny Jusuf" j3nnyjusuf@yahoo.com   j3nnyjusuf

Mon Oct 26, 2009 11:44 pm (PDT)



Orang tua saya berpisah ketika saya berusia empat tahun. Penyebab dari
perpisahan mereka, sejauh yang saya tahu, adalah Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT). Ada yang mengatakan, seharusnya ibu melahirkan enam
anak, namun akibat kekerasan yang terus dialaminya, janin yang sanggup
bertahan di rahimnya hanya dua. Saya dan adik saya.

Tidak lama
setelah melahirkan adik saya, ibu lari dari rumah karena tidak tahan
dengan kekerasan yang semakin menjadi-jadi. Beliau sempat terkapar di
rumah sakit dengan sekujur tubuh lebam. Saya sendiri baru mengetahui
peristiwa ini setelah beliau meninggal lima tahun silam. It remained a mystery for more than 20 years.
Setelah keluar dari rumah sakit, beliau membawa adik saya yang masih
bayi dan pulang ke rumah orang tuanya. Beberapa tahun kemudian, saya
menyusul dan tinggal bersama ibu.

Saya tidak tahu apakah
pernyataan ini akan terdengar kontroversial, namun sebagai seorang anak
yang mengalami dampak perceraian, saya justru berharap orang tua saya
bercerai lebih dini. Seandainya ibu memiliki keberanian untuk pergi
lebih awal, mungkin ia tidak perlu terkapar di rumah sakit dengan memar
di sekujur tubuh. Seandainya perpisahan itu dilakukan lebih awal,
mungkin ia tidak perlu dihantui trauma dan luka batin seumur hidup.
Meski beliau tidak pernah membicarakannya, saya tahu, luka itu ada.

Banyak
orang mengatakan, kebahagiaan anak seharusnya diprioritaskan di atas
kebahagiaan orang tua. Saya justru berharap sebaliknya. Seandainya
sejak awal ibu memprioritaskan kebahagiaannya di atas kebahagiaan saya,
barangkali kisah hidup beliau akan berakhir lain. Saya pernah membaca
sebuah tulisan, bahkan anak-anak yang orangtuanya tidak mengalami KDRT
dan mempertahankan pernikahan 'demi kebahagiaan anak', dapat merasakan
apa yang sesungguhnya terjadi pada orang tua mereka. Kenyataannya,
duduk bersama di meja makan, masuk ke kamar yang sama setiap malam,
datang bersama ke acara-acara sekolah, dan banyak sandiwara lain yang
dilakukan demi sang buah hati, tidak cukup untuk menyembunyikan keadaan
yang sebenarnya dari batin anak yang bersangkutan. They just know. They can feel it. At least, that's what I read.
Di sisi lain, bahkan sebagai anak kecil yang belum mengerti apa-apa,
saya turut terkena efek psikologis dari setiap kejadian buruk yang
dialami ibu, karena saya membagi aliran darah yang sama dengannya.

Saya
tidak tahu dengan orang-orang lain yang orangtuanya juga bercerai. Apa
yang mereka rasakan bisa saja berbeda. Namun, saya bersyukur orang tua
saya bercerai.

Dalam sebuah obrolan santai beberapa tahun silam,
ibu bercerita kepada saya dan adik tentang beberapa orang yang sempat
dekat dengannya sebelum beliau bertemu ayah saya.

"Yang naksir Mama itu dulu mulai dari dokter sampai pengusaha. Nggak tahu gimana, bisa jadinya sama Papi kamu," ujarnya.

Mendengar itu, adik saya nyeletuk, "Kenapa Mama nggak jadian sama yang pengusaha aja? Kan lebih enak!"

"Kalau
Mama nggak kawin sama Papi kamu, nggak bakalan ada kamu," beliau
menjawab enteng. Ibu saya bukan orang yang ekspresif. Beliau cenderung
keras dan dingin dalam mendidik anak-anaknya, namun saat itu saya
yakin, saya mendengar senyuman dalam jawabannya.

Ibu mungkin
akan lebih bahagia menikah dengan dokter atau pengusaha. Mereka yang
mencintainya dan tidak memukulinya seperti ayah saya yang pemabuk.
Namun dengan begitu, tidak akan ada saya. Tidak akan ada adik saya. Dan
sama seperti saya tidak menyesali keputusan yang diambilnya berpuluh
tahun silam, saya tidak menyesali keputusannya untuk bercerai. Karena
perceraian beliau memberikan saya ayah terbaik di seluruh dunia.

Bagi
Anda yang mengikuti blog ini dan mulai bertanya-tanya, ya, pria yang
saya panggil 'Ayah', yang saya cintai segenap jiwa dan berkali-kali
muncul dalam tulisan-tulisan saya, bukanlah ayah kandung saya. Beliau
menikah dengan ibu setelah ibu dan ayah kandung saya bercerai. Dan
beliau adalah satu-satunya orang yang berada di sisi ibu ketika wanita
tersayang itu menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.

Kami,
anak-anaknya, tidak ada di sisinya. Ibu saya meninggal didampingi
laki-laki yang mencintainya sampai akhir hayatnya, yang menerimanya apa
adanya dengan tanggungan dua orang anak dan tidak pernah –satu kali
pun—mendaratkan pukulan di tubuhnya. Laki-laki yang pernah dikucilkan
keluarganya selama bertahun-tahun karena orang tua dan
saudara-saudaranya tidak bisa menerima keputusannya untuk menikahi ibu
saya. Laki-laki yang pernah kehilangan mata pencaharian karena sang
ayah yang jengkel terhadapnya menarik toko obat yang sedang ia kelola
dan memberikannya kepada saudaranya yang lain. Laki-laki yang rela
tidak memiliki anak dari pernikahannya dengan ibu, dan tetap mencintai
saya dan adik seperti anak kandungnya sendiri. Laki-laki yang sampai
hari ini masih menyimpan foto ibu saya di ponselnya. Laki-laki itu
tidak hanya saya panggil 'Ayah'. Darinyalah saya belajar memaafkan dan
mencintai.

Saya menulis artikel ini setelah membaca sebuah
diskusi di internet yang membahas perceraian dua figur publik di
Amerika Serikat. Selain keputusan yang cukup mendadak dan memancing
reaksi para anggota forum, yang paling banyak dibicarakan adalah dampak
perceraian mereka terhadap anak-anak yang berusia 9 dan 6 tahun.
Pendapat yang dilontarkan pun beraneka ragam. Ada yang bisa memahami,
ada yang mendukung, ada yang kecewa, ada pula yang terang-terangan
mencela mereka sebagai orang tua yang tidak bertanggung jawab, egois,
menelantarkan kebahagiaan anak, dan sebagainya.

Saya tidak tahu
apa yang akan terjadi dengan anak-anak itu kelak. Mungkin orang-orang
di forum itu benar. Mungkin juga mereka salah. Yang saya tahu hanya,
dalam daftar hal yang paling saya syukuri di dunia, perceraian orang
tua saya menduduki peringkat awal. Saya bahkan mengagumi ibu yang
dengan tegar berjuang melepaskan diri dari siksaan dan dengan berani
menjadi orang pertama dalam keluarga besar kami yang menandatangani
surat cerai.

Perceraian bagi sebagian orang mungkin merupakan
simbol dari kesedihan, penderitaan, bahkan tragedi. Tidak bagi saya.
Perceraian telah mengajarkan saya tentang kejujuran dan cinta, dan pada
akhirnya, mengajarkan saya untuk berdamai dengan hidup.

:-)

-----

ROCK Your Life! - Jenny Jusuf - http://jennyjusuf.blogspot.com

3b.

Re: (Inspirasi) Perceraian di Mata Saya

Posted by: "Lia Octavia" liaoctavia@gmail.com   octavialia

Tue Oct 27, 2009 12:15 am (PDT)



Mbak Jenny, saya sepakat sekali dengan Mbak bahwa perceraian (atau baca:
perpisahan) orang tua sesungguhnya mengajarkan banyak hal setidaknya bagi
diri saya juga. Mengajarkan untuk memaafkan (yang kupikir paling sulit),
mencintai, dan akhirnya berdamai dengan hidup.
Terima kasih sudah berbagi kisahnya, Mbak, and big hug for you! ^^*

Salam
Lia

2009/10/27 Jenny Jusuf <j3nnyjusuf@yahoo.com>

>
>
> Orang tua saya berpisah ketika saya berusia empat tahun. Penyebab dari
> perpisahan mereka, sejauh yang saya tahu, adalah Kekerasan Dalam Rumah
> Tangga (KDRT). Ada yang mengatakan, seharusnya ibu melahirkan enam anak,
> namun akibat kekerasan yang terus dialaminya, janin yang sanggup bertahan di
> rahimnya hanya dua. Saya dan adik saya.
>
> Tidak lama setelah melahirkan adik saya, ibu lari dari rumah karena tidak
> tahan dengan kekerasan yang semakin menjadi-jadi. Beliau sempat terkapar di
> rumah sakit dengan sekujur tubuh lebam. Saya sendiri baru mengetahui
> peristiwa ini setelah beliau meninggal lima tahun silam. It remained a
> mystery for more than 20 years. Setelah keluar dari rumah sakit, beliau
> membawa adik saya yang masih bayi dan pulang ke rumah orang tuanya. Beberapa
> tahun kemudian, saya menyusul dan tinggal bersama ibu.
>
> Saya tidak tahu apakah pernyataan ini akan terdengar kontroversial, namun
> sebagai seorang anak yang mengalami dampak perceraian, saya justru berharap
> orang tua saya bercerai lebih dini. Seandainya ibu memiliki keberanian untuk
> pergi lebih awal, mungkin ia tidak perlu terkapar di rumah sakit dengan
> memar di sekujur tubuh. Seandainya perpisahan itu dilakukan lebih awal,
> mungkin ia tidak perlu dihantui trauma dan luka batin seumur hidup. Meski
> beliau tidak pernah membicarakannya, saya tahu, luka itu ada.
>
> Banyak orang mengatakan, kebahagiaan anak seharusnya diprioritaskan di atas
> kebahagiaan orang tua. Saya justru berharap sebaliknya. Seandainya sejak
> awal ibu memprioritaskan kebahagiaannya di atas kebahagiaan saya, barangkali
> kisah hidup beliau akan berakhir lain. Saya pernah membaca sebuah tulisan,
> bahkan anak-anak yang orangtuanya tidak mengalami KDRT dan mempertahankan
> pernikahan �demi kebahagiaan anak�, dapat merasakan apa yang sesungguhnya
> terjadi pada orang tua mereka. Kenyataannya, duduk bersama di meja makan,
> masuk ke kamar yang sama setiap malam, datang bersama ke acara-acara
> sekolah, dan banyak sandiwara lain yang dilakukan demi sang buah hati, tidak
> cukup untuk menyembunyikan keadaan yang sebenarnya dari batin anak yang
> bersangkutan. They just know. They can feel it. At least, that�s what I
> read. Di sisi lain, bahkan sebagai anak kecil yang belum mengerti apa-apa,
> saya turut terkena efek psikologis dari setiap kejadian buruk yang dialami
> ibu, karena saya membagi aliran darah yang sama dengannya.
>
> Saya tidak tahu dengan orang-orang lain yang orangtuanya juga bercerai. Apa
> yang mereka rasakan bisa saja berbeda. Namun, saya bersyukur orang tua saya
> bercerai.
>
> Dalam sebuah obrolan santai beberapa tahun silam, ibu bercerita kepada saya
> dan adik tentang beberapa orang yang sempat dekat dengannya sebelum beliau
> bertemu ayah saya.
>
> �Yang naksir Mama itu dulu mulai dari dokter sampai pengusaha. Nggak tahu
> gimana, bisa jadinya sama Papi kamu,� ujarnya.
>
> Mendengar itu, adik saya nyeletuk, �Kenapa Mama nggak jadian sama yang
> pengusaha aja? Kan lebih enak!�
>
> �Kalau Mama nggak kawin sama Papi kamu, nggak bakalan ada kamu,� beliau
> menjawab enteng. Ibu saya bukan orang yang ekspresif. Beliau cenderung keras
> dan dingin dalam mendidik anak-anaknya, namun saat itu saya yakin, saya
> mendengar senyuman dalam jawabannya.
>
> Ibu mungkin akan lebih bahagia menikah dengan dokter atau pengusaha. Mereka
> yang mencintainya dan tidak memukulinya seperti ayah saya yang pemabuk.
> Namun dengan begitu, tidak akan ada saya. Tidak akan ada adik saya. Dan sama
> seperti saya tidak menyesali keputusan yang diambilnya berpuluh tahun silam,
> saya tidak menyesali keputusannya untuk bercerai. Karena perceraian beliau
> memberikan saya ayah terbaik di seluruh dunia.
>
> Bagi Anda yang mengikuti blog ini dan mulai bertanya-tanya, ya, pria yang
> saya panggil �Ayah�, yang saya cintai segenap jiwa dan berkali-kali muncul
> dalam tulisan-tulisan saya, bukanlah ayah kandung saya. Beliau menikah
> dengan ibu setelah ibu dan ayah kandung saya bercerai. Dan beliau adalah
> satu-satunya orang yang berada di sisi ibu ketika wanita tersayang itu
> menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.
>
> Kami, anak-anaknya, tidak ada di sisinya. Ibu saya meninggal didampingi
> laki-laki yang mencintainya sampai akhir hayatnya, yang menerimanya apa
> adanya dengan tanggungan dua orang anak dan tidak pernah �satu kali
> pun�mendaratkan pukulan di tubuhnya. Laki-laki yang pernah dikucilkan
> keluarganya selama bertahun-tahun karena orang tua dan saudara-saudaranya
> tidak bisa menerima keputusannya untuk menikahi ibu saya. Laki-laki yang
> pernah kehilangan mata pencaharian karena sang ayah yang jengkel terhadapnya
> menarik toko obat yang sedang ia kelola dan memberikannya kepada saudaranya
> yang lain. Laki-laki yang rela tidak memiliki anak dari pernikahannya dengan
> ibu, dan tetap mencintai saya dan adik seperti anak kandungnya sendiri.
> Laki-laki yang sampai hari ini masih menyimpan foto ibu saya di ponselnya.
> Laki-laki itu tidak hanya saya panggil �Ayah�. Darinyalah saya belajar
> memaafkan dan mencintai.
>
> Saya menulis artikel ini setelah membaca sebuah diskusi di internet yang
> membahas perceraian dua figur publik di Amerika Serikat. Selain keputusan
> yang cukup mendadak dan memancing reaksi para anggota forum, yang paling
> banyak dibicarakan adalah dampak perceraian mereka terhadap anak-anak yang
> berusia 9 dan 6 tahun. Pendapat yang dilontarkan pun beraneka ragam. Ada
> yang bisa memahami, ada yang mendukung, ada yang kecewa, ada pula yang
> terang-terangan mencela mereka sebagai orang tua yang tidak bertanggung
> jawab, egois, menelantarkan kebahagiaan anak, dan sebagainya.
>
> Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan anak-anak itu kelak. Mungkin
> orang-orang di forum itu benar. Mungkin juga mereka salah. Yang saya tahu
> hanya, dalam daftar hal yang paling saya syukuri di dunia, perceraian orang
> tua saya menduduki peringkat awal. Saya bahkan mengagumi ibu yang dengan
> tegar berjuang melepaskan diri dari siksaan dan dengan berani menjadi orang
> pertama dalam keluarga besar kami yang menandatangani surat cerai.
>
> Perceraian bagi sebagian orang mungkin merupakan simbol dari kesedihan,
> penderitaan, bahkan tragedi. Tidak bagi saya. Perceraian telah mengajarkan
> saya tentang kejujuran dan cinta, dan pada akhirnya, mengajarkan saya untuk
> berdamai dengan hidup.
>
> :-)
>
> -----
>
> *ROCK Your Life!*
> *- Jenny Jusuf -*
> *http://jennyjusuf.blogspot.com* <http://jennyjusuf.blogspot.com>
>
>
>
4.

.     Re: (Catcil) Ternyata Memasak Itu Mudah Yah?

Posted by: "candra aini" syahrenan@yahoo.co.id   syahrenan

Tue Oct 27, 2009 1:32 am (PDT)



alasan aja mbak sin itu.. bilang aja males masak.. hhehehheh... pizzz

&quot;Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang!
http://id.mail.yahoo.com&quot;
5.

Indonesiaku...

Posted by: "AHMAD" ujixs_182@yahoo.co.id   ujixs_182

Tue Oct 27, 2009 1:32 am (PDT)



Saya berhenti berkarya, ketika orang lain tidak menghargai, bukannya ingin di puji...tapi seyogyanya di hargai (manusiawi), seandainya dihargai, tentunya orang tersebut akan lebih semangat...

6a.

Re: Artikel: Apakah Pekerjaan Ini Layak Untuk Disyukuri? & Bagaimana

Posted by: "ariefbudisetyawan" ariefbudisetyawan@yahoo.com   ariefbudisetyawan

Tue Oct 27, 2009 1:33 am (PDT)




Tambah satu pertanyaaan lagi Pak Dadang:

Bagaimana bentuk dan bagaimana cara 'mewujudkan syukur itu? sehingga
ilmu itu 'berubah' menjadi bentuk yang terasa, teraba, terlihat dan
ter..... Terserah Anda selanjutnya karena memang kesan pertama begitu
menggoda [:x] [:p] [:*] [;)] [:D] [:*] [:x]

note : sesama orang nakal dilarang saling menakali, hihihihi

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, Dadang Kadarusman
<dkadarusman@...> wrote:
>
>
> Artikel: Apakah Pekerjaan Ini Layak Untuk Disyukuri?
> Â
> Hore,
> Hari Baru!
> Teman-teman.
> Â
> Jika kita mengeluh tentang pekerjaan, siapa sih sesungguhnya yang
rugi? Perusahaan jelas rugi karena kalau terlampau sering mengeluh kita
tidak dapat berkonsentrasi kepada pekerjaan, sehingga hasil yang bisa
kita berikan tidak sebagaimana mestinya. Ini logis, sebab tidaklah
mungkin seseorang yang tengah mengeluh bisa berkontribusi secara optimal
kepada perusahaan. Kita bisa mengerahkan seluruh kapasitas diri yang
kita miliki jika dan hanya jika bersedia melayani dengan sepenuh hati.
Sedangkan, hati yang sudah dipenuhi oleh keluhan tidak lagi memiliki
ruang untuk berkontribusi. Itulah sebabnya, mengapa setiap orang yang
sering mengeluh dikantor bukanlah orang yang berprestasi tinggi.
> Â
> Alkisah, ada seorang petani yang memiliki dua ekor kuda. Kedua kuda
itu biasa digunakan untuk menarik pedati. Pada suatu malam, keduanya
mengobrol sambil memandang bintang-bintang yang bertaburan. Mereka
sepakat untuk saling membuka perasaan masing-masing. Kata kuda
pertama;”Rasanya aku sebal sekali berada ditanah pertanian
ini....”
> Â
> Kuda yang satu lagi menimpali;”memangnya kenapa?”
katanya.
> ”Aku sudah bosan dengan perlakuan petani itu kepadaku,”
balasnya.
> ”Memangnya apa yang dilakukan petani kepadamu?” tanya
kuda kedua.
> ”Yaaah...., dia memperlakukan aku seperti halnya memperlakukan
dirimu....” jawabnya. ”Terus, bagaimana dengan
kamu?” Dia segera melanjutkan kata-katanya.
> Â
> Si kuda kedua menjawab; ”Aku bersyukur sekali berada ditanah
pertanian ini.....”
> Kuda yang satu lagi menimpali;”memangnya kenapa?”
katanya.
> ”Aku menikmati perlakuan petani itu kepadaku,” balasnya.
> ”Memangnya apa yang dilakukan petani kepadamu?” tanya
kuda pertama.
> ”Yaaah...., dia memperlakukan aku seperti halnya memperlakukan
dirimu....” jawabnya.
> Â
> Apa yang saya ceritakan itu tidak lebih dari sekedar dongeng yang saya
karang-karang sendiri. Itulah sebabanya anda tidak pernah mendengar
dongeng itu sebelumnya, sehingga mungkin agak janggal dibenak anda.
Namun, mari perhatikan sekali lagi dialog yang dilakukan oleh kedua kuda
tadi. Rasanya kok relevan sekali dengan kehidupan kita. Di kantor,
mungkin kita menghadapi perlakuan yang sama dengan orang lain. Namun,
mengapa orang lain bisa menjalani kehidupan kerjanya dengan senang hati,
sedangkan kita penuh dengan keluhan seperti ini?
> Â
> Anda mungkin bilang; ”Atasan saya pilih kasih. Dia baik kepada
orang-orang tertentu tapi tidak kepada saya.” Perhatikan;
ketika bekerja, kuda pertama melakukannya dengan terpaksa. Dia cemberut.
Bahkan, saking kesalnya dia dengan sengaja meliak-liukkan pedati supaya
sang petani merasa tidak nyaman. Kalau ada lubang dijalan, sang kuda
sengaja berlari lebih kencang sehingga ketika roda pedati melindas
lubang itu petani merasakan guncangan yang keras. Kalau sudah begitu,
sang kuda meringkik untuk mentertawakan ketidaknyamanan penumpang
pedatinya. Lalu, petani itu memecutnya supaya kuda itu berjalan dengan
benar.
> Â
> Perhatikan lagi; Â ketika bekerja, kuda kedua melakukannya dengan
senang hati. Dia tersenyum. Bahkan, saking senangnya dia dengan
hati-hati dan telaten menarik pedati  supaya sang petani merasa
nyaman. Kalau ada lubang dijalan, sang kuda memperlambat jalannya,
sehingga ketika roda pedati melindas lubang itu petani sama sekali tidak
merasakan guncangan yang berarti. Kalau sudah begitu, sang kuda
meringkik turut terseyum atas kenyamanan penumpang pedatinya. Dan karena
semuanya berjalan lancar, petani itu tidak perlu menggunakan pecutnya
karena sang kuda sudah berjalan dengan benar.
> Â
> Sekarang kita tahu bahwa tidak terlalu sulit untuk memahami; mengapa
atasan kita baik kepada para karyawan teladan, dan keras kepada para
karyawan yang asal-asalan, bukan?
> Â
> Pada suatu malam, kuda kedua bertanya kepada temannya;”Kalau
kamu tidak lagi suka bekerja disini, mengapa kamu tidak pergi?”
> Â
> ”Gila saja kamu,” kuda pertama segera menghardiknya.
”Memangnya gampang cari tempat lain?” katanya.
> Â
> ”Aku rasa ada saja, kalau kamu bersedia mencarinya...”
jawab kuda kedua dengan santai.
> ”Mungkin sih, tapi kan kalau pun aku bisa menemukan majikan
baru...” sergah kuda pertama, ”Belum tentu lebih baik dari
tempat ini......” lanjutnya.
> Â
> ”Nah, kalau kamu merasa tidak mudah untuk mendapatkan
tempat lain yang lebih baik, bukankah lebih baik jika kamu mensyukuri
saja apa yang saat ini kamu miliki?” timpal kuda kedua.
> Â
> ”Bersyukur?” sang kuda terperanjat. ”Bagaimana
caramu bersyukur?” tanyanya.
> ”Aku memilih untuk menikmati setiap langkahku ketika bertugas
menarik pedati.” jawabnya. Dan benar, setiap kali petani itu
menggunakannya untuk menarik pedati; sang kuda selalu menikmatinya.
Sehingga dia dengan sukarela memberikan yang terbaik kepada majikannya.
Oleh karenanya, dia bisa memberikan pelayanan yang terbaik, sehingga
majikannya merasa puas atas pekerjaannya. Sebagai tanda terimakasih,
sang petani memperlakukan kuda itu dengan istimewa, sehingga bertambah
senang jugalah dia. Kuda itu senang bekerja, dan sang majikan senang
dengan kinerjanya. Sekarang, kedua-duanya jadi merasa senang. Dan
keduanya, saling menghargai. Dan saling menyayangi.
> Â
> Mari Berbagi Semangat!
> Dadang Kadarusman
> Natural Intelligence & Mental Fitness Learning Facilitator Â
> http://www.dadangkadarusman.com/ Â
> Talk Show setiap Jumat jam 06.30-07.30 di 103.4 DFM Radio Jakarta
> Â
> Catatan Kaki:
> Kepuasan hidup tidak mungkin ditemukan ditempat manapun, kecuali kita
mencarinya dengan hati yang dipenuhi oleh rasa syukur.
> Â
> Melalui project Mari Berbagi Semangat! (MBS!) sekarang buku saya yang
berjudul ”Belajar Sukses Kepada Alam” versi Bahasa
Indonesia dapat diperoleh secara GRATIS. Jika Anda ingin mendapatkan
ebook tersebut secara gratis silakan perkenalkan diri disertai dengan
alamat email kantor dan email pribadi (yahoo atau gmail) lalu kirim ke
bukudadang@...
>

7.

KATA-KATA BIJAK DARI CEO KELAS DUNIA

Posted by: "ariefbudisetyawan" ariefbudisetyawan@yahoo.com   ariefbudisetyawan

Tue Oct 27, 2009 1:35 am (PDT)




KATA-KATA BIJAK DARI CEO KELAS DUNIA
************************************

Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan
untuk tidak mencoba sesuatu.

Kepemimpinan adalah Anda sendiri dan apa yang Anda
lakukan.

Frederick Smith,
Pendiri Federal Express
**************************

Kejujuran adalah batu penjuru dari segala kesuksesan,
Pengakuan adalah motivasi terkuat.

Bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat
"disisipkan" diantara pujian.

May Kay Ash,
Pendiri Kosmetik Mary Kay
**************************

Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat
melakukannnya.

Ingatlah, semua ini diawali dengan seekor tikus,
Tanpa inspirasi.... kita akan binasa.

Walt Disney,
Pendiri Walt Disney Corporation
**************************

Uang merupakan hamba yang sangat baik, tetapi tuan
yang sangat buruk.
P.T. Barnum,
Anggota Pendiri Sirkus Barnum & Bailey
**************************

Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam
genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di
tangan orang banyak.

John Naisbitt,
Pemimpin Umum Naisbitt Group
**************************

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat.
Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.
Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika
kesempatan bertemu dengan kesiapan.

Thomas A. Edison,
Penemu dan Pediri Edison Electric Light Company
**************************

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka;
namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu
tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak
melihat pintu lain yang telah terbuka.

Alexander Graham Bell,
Penemu dan Mantan Presiden National Geographic Society
**************************

Jangan biarkan jati diri menyatu dengan pekerjaan
Anda.

Jika pekerjaan Anda lenyap, jati diri Anda tidak akan
pernah hilang.

Gordon Van Sauter,
Mantan Presiden CBS News
**************************

Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di
lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di
sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca.

Charles "Tremendeous" Jones,
Presiden Life Management Services, Inc.
**************************

Yang terpenting dalam Olimpiade bukanlah kemenangan,
tetapi keikutsertaan ...

Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan
namun bagaimana bertanding dengan baik.

Baron Pierre de Coubertin,
Pendiri & Presiden pertama Komite Olimpiade
International
**************************

http://ariefbudi.wordpress.com <http://ariefbudi.wordpress.com>
http://jalanku.multiply.com <http://jalanku.multiply.com>
http://teknofood.blogspot.com <http://teknofood.blogspot.com>
FaceBook :
http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032
<http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032>

8.

KATA-KATA MUTIARA DARI TOKOH DUNIA

Posted by: "ariefbudisetyawan" ariefbudisetyawan@yahoo.com   ariefbudisetyawan

Tue Oct 27, 2009 1:35 am (PDT)



KATA-KATA MUTIARA DARI TOKOH DUNIA
===================================

. Semua yang dimulai dengan rasa marah, akan berakhir dengan rasa malu.
( Benjamin Franklin )

. Orang yang bahagia bukanlah orang pada lingkungan tertentu, melainkan
orang
dengan sikap-sikap tertentu.
( Hugh Downs )

. Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak, dan jarang
menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi.
( Jawaharlal Nehru )

. Orang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapan, tetapi hebat dalam
tindakan.
( Confusius )

. Kita tidak tahu bagaimana hari esok, yang bisa kita lakukan ialah
berbuat sebaik-
baiknya dan berbahagia pada hari ini.
(Samuel Taylor Coleridge )

. Kesalahan terbesar yang bisa dibuat oleh manusia di dalam kehidupannya
adalah terus-menerus mempunyai rasa takut bahwa mereka akan membuat
kesalahan.
( Elbert Hubbard )

. Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi
bangkit
kembali setiap kali kita jatuh.
( Confusius )

. Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan,
selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.
( Alexander Pope )

. Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita
juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah.
( Kahlil Gibran )

. Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan
bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang
teguh.
( Andrew Jackson )

. Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki,
tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai.
( Schopenhauer )

. Tidak ada pelaut ulung yang dilahirkan dari samudera yang tenang, tapi
ia akan
dilahirkan dari samudera yang penuh terpaan badai, gelombang dan topan
( D Farhan Aulawi ).

http://ariefbudi.wordpress.com <http://ariefbudi.wordpress.com/>
http://jalanku.multiply.com <http://jalanku.multiply.com/>
http://teknofood.blogspot.com <http://teknofood.blogspot.com/>
FaceBook
<http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032> :
http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032

"...Bila engkau penat menempuh jalan panjang, menanjak dan berliku..
dengan perlahan ataupun berlari, berhenti dan duduklah diam.. pandanglah
ke atas.. 'Dia' sedang melukis pelangi untukmu.."
9.

Mengatasi Penyakit Dalih

Posted by: "ariefbudisetyawan" ariefbudisetyawan@yahoo.com   ariefbudisetyawan

Tue Oct 27, 2009 1:35 am (PDT)



Mengatasi Penyakit Dalih

Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang dari orang yang punya
kebiasaan
suka membuat alasan, begitu kata George Washington Carver.
Daripada mencari jalan keluar, mereka memilih untuk membuat 1001 dalih
mengenai
kegagalan mereka. Alhasil, kesempatan belajar pun terlewatkan begitu
saja.

Dalam buku The Magic of Thinking Big, David J. Schwartz menjelaskan
mengenai
penyakit pikiran yang mematikan alias penyakit dalih (excuisitis).
Orang-orang gagal senantiasa berdalih mengenai kegagalan mereka.
Penyakit dalih tersebut biasanya muncul 4 bentuk, yaitu: dalih
kesehatan, dalih
inteligensi, dalih usia dan dalih nasib.

Dalih kesehatan biasanya ditandai dengan ucapan, "Kondisi fisik saya
tidak sempurna", "Saya tidak enak badan", "Jantung saya lemah", dan
sejenisnya.
Orang sukses tidak pernah menganggap cacatnya itu sebagai hambatan.
Saya punya sahabat dekat yang menderita polio namun dikenal sebagai
dokter
spesialis ginjal sukses dan murah hati. Sejumlah besar tokoh-tokoh dunia
bahkan
punya cacat fisik. Presiden Amerika ke-32 Franklin Delano Roosevelt
menderita polio,
Shakespeare lumpuh, Beethoven tuli, Napoleon Bonaparte memiliki postur
tubuh
yang sangat pendek.

Dalih inteligensi ditandai dengan ucapan, "Saya kan tidak pintar", "Saya
kan
bukan rangking teratas", "Dia lebih pandai", dan sejenisnya. Inilah
dalih yang paling
umum ditemukan. Tanpa bermaksud mengecilkan arti sekolah, saya ingin
mengatakan
kepada Anda bahwa tidak perlu jadi profesor agar Anda bisa sukses.

Selanjutnya, dalih usia yang ditandai dengan ucapan, "Saya terlalu tua",
"Saya masih
terlalu muda", "Biarkan yang lebih tua yang duluan", dan sejenisnya.
Padahal tidak ada
batasan usia dalam meraih sukses. Kolonel Sanders memulai usahanya di
usia 65 tahun.

Berikutnya adalah dalih nasib, misalnya dengan mengatakan , "Aduh, nasib
saya
memang selalu jelek", "Itu sudah nasibku", "Itu memang takdir" Memang
amat
mudah untuk selalu menyalahkan nasib. Padahal nasib kita ditentukan oleh
kita sendiri.
Tuhan telah memberikan hidup dengan sejumlah pilihan.
Lihatlah betapa banyaknya orang yang memilih berdiam diri daripada
melakukan apa
yang bisa mereka perbuat. Padahal apapun yang layak diraih layak
diupayakan dengan
seluruh kemampuan yang kita miliki. Sayangnya, potensi diri ini kerap
hanya terkubur
karena kebiasan kita membuat dalih jika apa yang kita kerjakan tidak
berjalan sesuai
harapan kita atau hasilnya tidak segera kelihatan.

Gaya hidup modern yang serba instant secara tidak langsung membuat kita
sering
mengharapkan hasil yang instant pula. Kita kepengen sekali makan durian
tanpa
mau menanam, menyiram, memupuki dan merawat pohonnya.
Saya sendiri sempat terkejut membaca cerita tentang ilmuwan besar
seperti
Albert Einstein yang pernah diusir dari sekolah karena dianggap lamban.

Ia bahkan mendapat nilai buruk dalam pelajaran bahasa Yunani karena
ingatannya
yang lemah. "Tak peduli apa pun yang kamu lakukan, kamu takkan dapat
melakukan
apa-apa," kata gurunya. Saya juga teringat kepada Thomas Alva Edison
yang hanya
bersekolah beberapa bulan namun tercatat sebagai pencipta terbesar
sepanjang jaman
dengan lebih dari 1.000 hak paten. "Saya mempunyai banyak ide tapi hanya
sedikit
waktu," ujarnya. Edison gagal di sekolah. Gurunya merasa Edison tidak
punya minat
belajar, pemimpi dan mudah sekali terpecah konsentrasinya. Yang sungguh
membuat
saya terharu adalah sikap Ibu Edison terhadap putranya. Ia terus
mengajari Edison
di rumah dan setiap kali Edison gagal, ibunya memberi harapan dan
mendorongnya
untuk terus berusaha. Kalau orang gagal senantiasa berkata "itu tidak
mungkin berhasil"
maka orang sukses lebih suka berkata "mengapa tidak mencobanya dulu ?"

Daripada membuat alasan, orang sukses memilih untuk mencari cara
mewujudkan
impian mereka. Daripada berdiam diri dan menunggu datangnya kesempatan,
mereka memilih pergi keluar dan menemukan kesempatan itu.
Bahkan mereka mampu menciptakan kesempatan dalam kesempitan.
E.M. Gray menegaskan, orang-orang sukses mempunyai kebiasaan melakukan
hal-hal yang tidak suka dilakukan orang gagal. Jika saat ini Anda masih
suka membuat
dalih, buatlah komitmen untuk mengubah kebiasaan itu. Jangan biarkan
potensi diri
Anda dibelenggu oleh dalih-dalih Anda. Ingat selalu nasihat Theodore
Roosevelt,
"Lakukan apa yang Anda bisa, dengan apa yang Anda miliki, di mana pun
Anda berada."
Sebagai akhir, ijinkanlah saya membagikan kepada Anda sebuah syair dari
Afrika
berjudul Perlombaan Saat Matahari Terbit.

Setiap pagi di Afrika, seekor rusa bangun. Ia tahu bahwa ia harus
berlari lebih cepat
daripada singa tercepat. Jika tidak, ia akan terbunuh. Setiap pagi
seekor singa bangun,
ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada rusa terlamban. Jika
tidak, ia akan
mati kelaparan. Tidak penting apakah Anda adalah sang rusa atau sang
singa.
Saat matahari terbit, Anda sebaiknya mulai berlari.

Sumber: Mengatasi Penyakit Dalih oleh Paulus Winarto. Paulus Winarto
adalah pemegang dua Rekor Indonesia dari MURI (Museum Rekor
Indonesia), yakni sebagai pembicara seminar pertama yang berbicara
dalam seminar di angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya
diluncurkan di angkasa.

Salam SUKSES SELALU dan TETAP SEMANGAT __________________

[http://photos-153.friendster.com/e1/photos/35/15/15515153/1_818950853m.\
jpg
]
10.

Pemuda dan Pendidikan yang Membebaskan*

Posted by: "ariefbudisetyawan" ariefbudisetyawan@yahoo.com   ariefbudisetyawan

Tue Oct 27, 2009 1:35 am (PDT)



Pemuda dan Pendidikan yang Membebaskan* : wedangjae.com "Hingga
kelapa ini tumbuh dan berbuah, kita akan berbuat banyak" Terdengar
sedikit heroik, tapi itulah yang dikatakan oleh Bahruddin saat menanam
tunas kelapa yang menandai lahirnya sebuah sekolah alternatif bernama
SMP Qaryah Thayyibah (Q-Tha). Pemuda itu baru saja usai rembugan dengan
sekitar 30 warga desa Kalibening-Salatiga. Tidak sampai separuh dari
mereka yang kemudian mempercayai ide Bahruddin dan mau menyerahkan
anaknya menjadi murid SMP Q-Tha. Tercatat, hanya ada 12 orang murid
angkatan pertama mereka. Termasuk anak Bahruddin sendiri yang ditariknya
dari sebuah sekolah negeri. Itu adalah penggalan kisah 6 tahun lalu,
saat warga desa Kalibening mengalami kesulitan massal periodik. Yaitu
saat masa pendaftaran sekolah atau siswa baru (PSB) dimulai. Mahalnya
biaya di sekolah lanjutan plus biaya transportasi harian karena jauhnya
jarak rumah dan sekolah di kota, membuat Bahruddin mencetuskan ide untuk
mendirikan sekolah sendiri, di desa mereka. Sebuah sekolah alternatif,
berbasis komunitas.
Sekarang, di tahun 2008, Q-Tha telah berperan penting dalam pendirian 11
titik sekolah alternatif serupa SMP Q-Tha di dalam dan luar Salatiga.
Dalam kurun waktu 6 tahun ini, torehan karya dan prestasi siswa-siswi
Q-Tha telah cukup banyak, dan Q-Tha telah menjadi semacam sekolah
`wajib' dikunjungi bagi para pemerhati dan peneliti pendidikan.
Berwujud SMP ketika didirikan, sekarang ia telah berkembang menjadi
SMP/SMU Qaryah Thayyibah. Bahkan telah pula me-launching Universitas
Qaryah Thayyibah di tahun 2007. Dari siswa yang hanya 12 orang telah
menjelma menjadi sebuah komunitas belajar dengan ratusan warga belajar.
Problem Substantif Pendidikan
Bahruddin tidak sendirian. Di belahan lain negeri ini, banyak
pemuda-pemuda serupa Bahruddin menjadi pendobrak dari kebuntuan solusi
problema pendidikan Indonesia. Tidak hanya menyiasati soal dana
pendidikan, tetapi sudah sampai pada inovasi substansi dalam memaknai
arti belajar. Mereka hendak menawarkan proses belajar alternatif yang
lebih membebaskan dan manusiawi, sebagai jawaban atas kondisi cara
belajar `terkungkung', yang umumnya berlaku di bangku-bangku
sekolah di Indonesia.
Secara garis besar problem substantif pendidikan di Indonesia, khususnya
di jenjang Dasar hingga Menengah, adalah : Pertama, kesulitan untuk
mengintegrasikan beragam subyek mata pelajaran menjadi suatu kegiatan
belajar yang terpadu.
Eksis di kehidupan nyata membutuhkan integrasi beragam ilmu pengetahuan,
kemampuan kognisi, dan spirit berkinerja. Namun, kehidupan (belajar) di
sekolah justru memisah-misahkannya, sehingga efeknya adalah terjadi
kegagapan kolektif ketika lulusan sekolah masuk ke dunia nyata. Lagi,
membutuhkan proses cukup panjang untuk bisa merubah paradigma dan cara
mengajar yang integratif, karena lembaga ilmu pendidikan (plus
psikologi) yang memproduksi guru-guru berpanduan pada referensi atau
kurikulum yang memisah-misahkan ilmu pengetahuan.
Kedua, sekolah terlalu berorientasi pada kecerdasan siswa. Dimana
representasi kecerdasan itu bahkan telah tereduksi sedemikian rupa
menjadi angka-angka (nilai). Padahal, tugas hakiki sekolah, sebagaimana
mengutip Mohammad Fauzil Adhim (Suara Hidayatullah, 2008), adalah
membentuk pribadi yang memiliki integritas moral tinggi, berakhlak mulia
dan produktif yang berpijak pada fondasi akidah (keimanan).
Banyak hal dalam definisi kecerdasan yang tak bisa diwakili dalam angka,
namun nampak nyata-nyata ada dalam kehidupan. Dalam konteks keimanan
yang `berbicara', seorang murid akan menemukan jati dirinya,
mengetahui tujuan hidupnya, dan secara otomatis akan gigih mengejar
kecerdasan (ilmu) yang dirasa memberi kemanfaatan bagi dirinya.
Inilah jawaban, mengapa banyak guru yang mengeluhkan betapa minimnya
antusiasme anak didik terhadap ilmu, hatta ilmu itu telah dipromosikan
sedemikian rupa oleh guru sebagai sesuatu yang bermanfaat di masa
depan. Tak disadari, anak didik telah terlanjur `cedera',
terluka oleh penganiayaan akademik dalam bentuk pembebanan target-target
penguasaan secara kognitif materi-materi pelajaran (terutama materi UN).
Mereka gagap, tak mampu menghidupkan nalarnya, apalagi hatinya, untuk
menghidupkan kepekaan diri, yang dengan kepekaan itu melahirkan semangat
yang berkobar-kobar untuk mencerdaskan diri dan menebar kemanfaatan.
Ketiga, kesulitan menerapkan prinsip belajar menyenangkan dan
kesetaraan guru-murid sebagai subyek pembelajar. Meskipun dua hal ini
telah diketahui lama dalam dunia paedagogis, namun prakteknya tidak
banyak ditemukan. Pendidikan gaya `bank' yang dikritik oleh
Paolo Freire (LKis, 2003) sebagai dehumanisasi ala sekolah, serasa telah
menjadi pola baku sekolah dan tak mudah untuk diubah begitu saja.
Akar dari problem ini adalah karena guru terbebani oleh beban kurikulum
yang padat. Meskipun, telah dikembangan KTSP (kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) yang berarti sekolah bisa menyusun model kurikulum sendiri,
faktanya banyak sekolah memilih copy-paste dari sekolah lain. Tentu
saja, karena tak ingin ketinggalan dengan sekolah lain. Terutama dalam
hal prestise dari persentase kelulusan UAN. Yang ada malah guru-guru
mengeluh, karena `nambahin kerjaan', sebab harus banyak menulis
rencana belajar beserta laporan hasilnya, hingga permingguan.
Sebuah niat baik yang kemudian bergeser menjadi perangkap administratif.
Walaupun ruh kurikulum telah dibuat seakomodatif mungkin terhadap
perubahan dinamika dan realitas sosial, akan tetapi kultur kerja
homogenitas dan kenyamanan dalam rutinitas selama bertahun-tahun,
membuat tak banyak guru yang mampu merubah paradigma dalam waktu cepat,
dan mempersembahkan cara belajar terbaik bagi muridnya.
Alhasil, lagi-lagi murid selalu diposisikan sebagai obyek belajar, sosok
yang tak banyak tahu dan harus diberi tahu, atau pendengar yang setia.
Sementara guru adalah sosok sempurna yang serba tahu, termasuk mengklaim
paling tahu kebutuhan muridnya. Bahkan lebih fatal, menjadi algojo atau
minimal pemberi label (namun legal), terhadap baik-buruk kondisi dan
masa depan murid. Hal yang sebenarnya terbukti di sepanjang sejarah
peradaban manusia lebih banyak kelirunya daripada benarnya. Apa yang
menimpa Thomas Alfa Edison, adalah satu contoh saja. Ketika ia diberi
label nakal lagi bodoh, dan dikeluarkan oleh sekolahnya, namun lalu
dunia mengenangnya sebagai orang jenius lagi kreatif, penemu ratusan
barang-barang berguna terutama lampu sebagai karya masterpiece-nya.
Para siswa, yang remaja itu, bukannya tak berbuat sesuatu. Dalam setiap
kesempatan `berbicara', diwakili oleh rekan-rekannya yang
kritis, mereka cukup berani mengkritik institusi sekolah yang menurut
mereka nyaris tiada beda dengan penjara.
Ini terbukti dalam pengalaman pribadi penulis, saat menjadi juri dalam
Lomba Menulis Artikel untuk Siswa SMA/MA se-Jawa Tengah bertema dunia
pendidikan. Kegiatan yang digelar oleh aktivis-aktivis KAMMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Daerah Semarang bekerja sama dengan
salah satu biro lokal koran nasional beberapa bulan lalu ini, diikuti
oleh 44 peserta. Hampir tiga perempat naskah yang masuk berisi curah
hati para siswa terhadap cara belajar yang menjemukan, membebani dan tak
membebaskan. Ada yang sebatas mengeluh, namun ada juga yang menawarkan
ide-ide segar kreatif agar sekolah bisa menjadi tempat favorit yang
senantiasa dirindukan.
Kiprah Pemuda
Apa yang dilakukan oleh Bahruddin dengan komunitas belajar Qaryah
Thayyibahnya, adalah cara intelek pemuda masa kini menyelesaikan
masalah. Sangat khas pemuda. Karena ia mendobrak dan merubah. Ia
pendobrak kebekuan berpikir linear bahwa bersekolah itu harus di sekolah
formal dan agen perubah dari kondisi status quo; yaitu sulit dan
mahalnya mengakses pendidikan bermutu lagi membebaskan, terutama bagi
warga desanya. Ia kini, meski tak mengikuti Pilkades, tapi telah menjadi
semacam pemimpin kultural di wilayahnya. Di tambah sifat rendah hatinya,
maka makin segan orang karenanya.
Profil pemuda seperti Bahrudin di negeri ini banyak jumlahnya. Hanya
saja mereka miskin publisitas, dan mungkin pula tak begitu mementingkan
popularitas alias lebih mengedepankan aktivitas. Mereka lahir dan
berkiprah secara natural, menjadi lentera atas gelap kondisi rakyat, dan
hebatnya, ada yang tanpa pamrih alias menjalankannya dalam semangat
kerelawanan. Selain Bahrudin dkk di Q-Tha Salatiga, di ranah pendidikan
alternatif (non formal), sekedar menyodorkan nama, ada Rohmat Sarman di
Karawang yang berangkat dari Majelis Taklim Nurul Hidayah yang belajar
dengan TV dan radio siaran indie. Sekolah Orang Rimba di Sumatera
bersama Butet Manurung, Dik Doank dengan Sekolah Alam Kandang Jurang
Doank, Komunitas Rumah Belajar Samoja Bandung, Sekolah Teknonatura
Depok, Komunitas Belajar Kaki Langit Jakarta. Termasuk pula model
Homeschooling-nya Kak Seto dan ASAH PENA. Juga sekolah Mangunan di
pinggir kali Code Jogjakarta. Dan masih banyak lagi, baik ia berupa
komunitas belajar, saung, maupun sanggar.
Di lini sekolah formal, ruh pendidikan membebaskan juga digagas oleh
Lendo Novo dengan Sekolah Alamnya (sekolah formal rasa alternatif).
Sekolah yang menitikberatkan interaksi murid dengan alam terkembang
sebagai guru dan laboratorium hidup ini, kini mulai menginspirasi banyak
anak-anak muda untuk mendirikan sekolah serupa di berbagai daerah.
Tercatat, setidaknya Sekolah Alam ada di Ciganjur-Jakarta, Parung-Bogor
(dengan nama School of Universe), Banten (Sekolah Peradaban), hingga
Semarang (penulis mengabdi di sini), Jogjakarta, Surabaya, dan yang
terbaru di Balikpapan.
Masing-masing memiliki keunikan dan problemanya sendiri. Saat ini,
pola-pola pendidikan membebaskan memang lebih mungkin leluasa diterapkan
di sekolah alternatif nonformal. Namun, dengan adanya sekolah formal
yang berusaha menerapkannya, bagaimanapun kontroversialnya, akan
menguntungkan anak-anak Indonesia. Sebab muara pendidikan yang
membebaskan adalah menciptakan profil manusia seutuhnya, bukan manusia
siap kerja atau kelas pekerja.
Kerja keras para pegiat pendidikan membebaskan ini tidak sia-sia.
Terutama, ketika pendidikan alternatif nonformal diakomodasi dan
dilindungi UU. Kompas (04/04/2006) menulis hasil wawancaranya dengan
Ella Yulaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas, bahwa sesuai
UU Sisdiknas, pendidikan nonformal dapat menjadi pengganti, penambah,
atau pelengkap pendidikan formal. Dimana satuan pendidikan nonformal,
bisa berbentuk lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, dan satuan pendidikan
sejenis. Pesertanya bisa didaftarkan sebagai komunitas belajar
pendidikan nonformal dan bisa mengikuti ujian kesetaraan Paket A (setara
SD), B (setara SMP), atau C (setara SMA) tanpa harus bergabung dalam
pusat kegiatan belajar masyarakat alias PKBM.
Bebas Dari Penindasan
Pendidikan yang membebaskan, sejatinya membebaskan guru dan murid dari
hubungan dangkal : belajar sekedar untuk menjawab soal-soal, dengan
cara dangkal pula : mengingat dan menghafal. Pendidikan membebaskan
adalah jawaban dari sebuah fakta mengejutkan bahwa `mata
pelajaran' penting ternyata tidak diajarkan di sekolah-sekolah,
yaitu : cara meraih masa depan dan cara menemukan ide-ide baru.
Pendidikan membebaskan menghargai kecerdasan majemuk setiap siswa, kaya
metodologi, belajar tanpa batasan waktu, dan memperlakukan semua hal
sebagai guru. Sederhananya, belajar matematika, IPS, ekonomi, sains, dan
akhlak, bisa dilakukan dengan misalnya mewawancarai atau magang dengan
tukang bakso.
Cara belajar yang ekstrim seperti tadi sulit dilakukan di sekolah
regular/formal. Percaya atau tidak, tapi menurut pakar pendidikan
alternatif, Utomo Dananjaya (2005), salah satu sebabnya karena
pendidikan formal di Indonesia masih menjadi bagian dari tradisi
pendidikan zaman Hindia Belanda. Dimana spirit utamanya adalah sekedar
berketerampilan "calistung" (baca, tulis, hitung), karena
nantinya `cuma' dikaryakan menjadi pegawai rendahan di
perkebunan dan pabrik orang-orang Belanda. Sekolah ini pun oleh Belanda
dibuat diskriminatif karena ada Sekolah Rakyat untuk rakyat jelata dan
HIS, ELS, dan HCS untuk bangsawan dan orang-orang kaya pribumi.
Wilde Ordonantee School atau Ordonansi Sekolah Liar kemudian
dikeluarkan, ketika pemuda-pemuda Indonesia mengkritisi kebijakan
diskrimintaif itu dengan mendirikan sekolah-sekolah swasta, yang digagas
oleh para aktivis Muhammadiyah, Ma'arif, Jamiatul Khair, Taman
Siswa, dan pesantren-pesantren. Meski kemudian, Belanda hengkang dari
Indonesia, namun warisan paradigmatik yang mengakar sekian lama tetap
saja tak menguntungkan sekolah-sekolah swasta, apalagi yang bersifat
sekolah alternatif nonformal.
JIka ditarik garis merahnya, ternyata perjuangan pemuda dan aktivis
pendidikan masa kini tak jauh bedanya dengan perjuangan pemuda Indonesia
masa lampau. Yaitu sama-sama membebaskan diri dari penindasan. Bedanya,
jika pemuda dulu memperjuangkan pendidikan untuk memupuk semangat
kebangsaan dan meraih kemerdekaan fisik, maka pemuda masa kini
memperjuangkan kemerdekaan atau kebebasan dari cara berpikir sempit
terhadap ilmu dan pendidikan, yang mucul dari sisa-sisa karakter
inferioritas bangsa yang pernah terjajah.
Pemuda pejuang pendidikan masa kini juga berhadapan dengan agressor
zaman baru : kapitalisme pendidikan. Dimana hak warga negara untuk
mengakses pendidikan bermutu terhalang oleh ketidakmampuan ekonomi atau
kesejahteraan, yang faktanya tidak pernah merata dirasakan rakyat..
Bahwa hanya orang kaya yang bisa sekolah, meskipun konstitusi negara
mewajibkan negara bertanggungjawab terhadap kekuatan pendidikan
rakyatnya.
Dalam perspektif lain, jikalau para aktivis dan pemuda-pemuda kritis
Indonesia kemudian, melahirkan sekolah alternatif bermutu plus dengan
konten pendidikan yang membebaskan, lengkap dengan segala
keterbatasannya, maka secara tidak langsung, ini adalah
`tamparan' buat pengelola negara. Karena sejatinya, bagaimanapun
kondisinya, negaralah yang paling berkewajiban menyediakan pendidikan
bermutu bagi warga negaranya.
Sejujurnya, saya sedikit iri pada AS, yang memiliki presiden seperti
JFK, karena ia adalah tipe pemimpin yang memiliki apresiasi tinggi
terhadap sekolah dan pendidikan. Ia adalah sedikit dari pemimpin dunia
yang bertanya, " What's wrong with our education? What's
wrong with our classromms?. Berbekal dengan pertanyaan krtis itu, para
guru, murid, orang tua, dan pemerhati pendidikan kemudian terus
bereksplorasi menghasilkan luaran pendidikan yang bermutu, yang ujungnya
bisa memperkuat bangsanya. Dalam tujuan akhir, yang bisa membuat bangga
umat manusia dan kemanusiaan, sebagai wakil Allah di muka bumi.
Wa Allahu a'lam bisshowab. [] * Naskah ini menjadi Pemenang
Harapan II Lomba Menulis Esai Kepemudaan Menpora dan FLP 2008 Doni
Riadi Pegiat Wedangjae http://doniriadi.blogspot.com
11.

(catcil) Senandung Hati

Posted by: "agus syafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Tue Oct 27, 2009 1:35 am (PDT)



(catcil) Senandung Hati

By: agussyafii

Air matanya mengalir begitu saja, tangis dan isak tak kuasa dibendungnya. Keputusannya adalah pilihan hidup. Hatinya terasa perih tapi semua membuat dirinya menjadi tegar. Kehidupan bagai drama yang penuh konflik dan intrik. Ada perang batin dihatinya. Keteguhannya untuk menjadi orang yang baik diterpa gelombang samudra kehidupan tiada habisnya, kemudian harus ada pula cerita perkawinannya yang kandas ditengah batu karang. Semua itu tetap dijalaninya dengan tegar. 'Keteguhan saya dalam menerima semua cobaan ini semata-mata karena dalam hati saya telah ngendap iman.' begitu tuturnya pada saya malam itu.

Anak-anak Amalia malam itu bersenandung shalawat pada Nabi, shalawat itu menyejukkan hati siapa saja yang mendengarkan. Sebuah oase dalam gurun yang tandus dan gersang ditengah kehidupan metropolitan yang tiada habis mengejar nafsu duniawi. Berlimpah dalam materi namun kering kerontang dalam spiritualitas. Ditengah ramai dan maraknya namun merasa sepi dan sunyi dalam kesendirian. Shalawat itu bagai hujan rintik-rintik setelah musim kemarau yang berkepanjangan. Suaranya lembut, merdu, menyentuh hati yang paling dalam.

Shalawat membuat hati sang ibu yang malam itu datang ke Rumah Amalia menangis. Dari kecil, dirinya sudah berlagak seperti artis, menyanyi, bermain sinetron bahkan ketika beranjak dewasa sampai harus pergi ke Jakarta untuk menjadi audisi poto model. Awalnya orang tuanya melarang namun tekad keras mampu melunakkan hati orang tuanya. Bukan kesuksesan yang didapat, dirinya malah terjerumus didunia malam. Kesadarannya menyentak. Tatkala pada suatu malam dirinya mendengarkan suara adzan. Suara itu mengingatkan kembali untuk kembali ke jalan yang benar. Banyak diantara teman-temannya melecehkan dan mengatakan 'sok alim,' 'sok suci,' bahkan sampai diancam dan teror dari orang-orang yang tida suka atas keputusannya.

Ditengah kegalauan hidupnya menentramkan hatinya, Sang Khaliq mempertemukan dirinya dengan seorang laki-laki yang membimbingnya. kehidupan rumah tangganya terasa begitu indah dan damai. orang tuanya sampai menangis tersedu melihat perubahan dalam diri putrinya. Ayahnya yang bijak selalu mengingatkan bahwa hidup adalah 'senandung hati yang tidak pernah menentu.' karena mengikuti irama hati yang senantiasa berubah. Hanya berserah diri kepada Allohlah yang akan menyelamatkan dirinya.

'Ketika saya benar-benar berserah diri kepada Alloh SWT untuk berjalan yang lurus, saya mendapatkan kekuatan batin yang luar biasa mas agus syafii. Badai gelombang kehidupan datang silih berganti. jika bukan karena iman, hidup saya sudah terpuruk.' tuturnya.

'Cobaan yang paling dahsyat adalah disaat saya harus menerima kenyataan perkawinan saya harus berakhir,' lanjutnya. Sementara dua anak yang kami sayangi telah terlahir didunia. kehidupan keluarga kami yang begitu indah kemudian mesti berpisah, 'bagi saya itu cobaan teramat berat.Sesuatu yang membuat saya menganggap diri saya telah gagal untuk yang kedua kalinya.' katanya dalam isak dan tangis. Malam itu setelah sang ibu mengambil air wudlu, kami bersama-sama anak-anak Amalia berdoa untuk ketabahan hati beliau agar dikuatkan imannya agar ikhlas menerima 'garis kehidupan' yang sudah ditetapkan oleh Alloh SWT.

Sampai pada suatu hari saya diundang oleh sang ibu pada acara syukuran khitanan putra beliau. wajahnya terlihat segar dan penuh tawa. Rasa syukur dipanjatkan kepada Alloh diucapkan berkali-kali. 'Terima kasih ya mas agus sudah menguatkan hati saya..'katanya. Senandung hati telah berubah dalam kegembiraan, menebarkan cinta dan kasih sayang untuk anak-anak yang disayanginya. Keberkahan terasa pada dirinya memancar pada setiap langkah membawa kebaikan dan ketetraman bagi orang-orang disekelilingnya. Subhannallah..

Wassalam,
agussyafii

---
Yuk,Berbagi Nikmat Qurban bersama anak-anak Amalia. Dalam program kegiatan 'Qurban Untuk Amalia (QUA) pada hari Ahad, 29 November 2009 di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan komentar anda di http://agussyafii.blogspot.com atau http://www.facebook.com/agussyafii atau sms di 087 8777 12 431

Recent Activity
Visit Your Group
Sitebuilder

Build a web site

quickly & easily

with Sitebuilder.

Yahoo! Groups

Mental Health Zone

Mental Health

Learn More

Dog Groups

on Yahoo! Groups

discuss everything

related to dogs.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: