Sabtu, 10 Oktober 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2841

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (8 Messages)

Messages

1.

(info) Kumpulan Tips Kepenulisan Neh

Posted by: "Yons Achmad" kolumnis@gmail.com   freelance_corp

Fri Oct 9, 2009 5:38 am (PDT)



sekedar berbagai sedikit tips kepenulisan.
untuk yang udah pakar abaikan aja he he.
langsung saja silakeun meluncur
ke http://komunikata.net :-)

keep on writing :-)
--

--
==========
yons achmad
columnist & mediapreneur
blog:http://penakayu.blogspot.com
web:http://komunikata.net
2a.

Re: [Puisi] Arti Hidup

Posted by: "Tasya" tasya_music@yahoo.com   tasya_music

Fri Oct 9, 2009 5:43 am (PDT)



Syairnya bagus banget...
^_^

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, deesiey <deesiey@...> wrote:
>
> katanya tak perlulah dipedulikan
> saat ada sebuah pengabaian
>
> katanya tak perlulah diurus
> saat ada sebuah rasa sakit
>
> tapi kataku
> semua berarti
> semua penuh arti
>
> sebuah kecupan
> sebuah makian
> sebuah semangat
> sebuah kebencian
> bahkan sebaris kalimat sekalipun
>
> hidup tak menyetarakan dirinya pada arti dalam sebuah kertas
> ia melayang dalam arti yang lebih tinggi
> namun senantiasa tertidur pada yang hal yang paling kecil
>
> jamahlah mereka yang menangkap pandanganmu
> sentuhlah mereka yang terdengar olehmu
> karna merekalah yang mencarimu
>
> karna hidup tanpa kebaikan
> adalah neraka
> karna hidup tanpa kasih
> adalah kehampaan
>
> mengertilah
> dan pahamilah itu
> di saat kau menemukan tangisan
> dan di saat menggoreskan luka
>
> pada akhirnya
> hidup kan membuat artinya sendiri
> tanpa batasan
> tanpa standarisasi
> hidup kan membuat semuanya berarti
> dan melengkapimu sebagai manusia
>
> 06 Oktober 2009
> Rob Thomas - Little Wonders
>
> --
> The TRIP
> http://sampiran.blogspot.com/2009/10/trip.html
>

3.

CERPEN: BELUM ADA JUDUL

Posted by: "Irvant Noordint" vant4249@gmail.com

Fri Oct 9, 2009 5:43 am (PDT)



sebuah cerpen yang ending-nya tidak membuatku puas.
juga tidak tahu harus dikasih judul apa. :)

=====

* *

Sehelai daun tua melayang terbawa angin kemarau yang kering dan lemah.
Daun yang terjatuh karena ditarik gravitasi bumi itu mendarat di sebuah
genangan air. Genangan itu berayun lembut terkena imbasan gelombang
kecil yang ditimbulkan oleh jatuhnya daun yang telah menguning itu. Aku
yang terbenam dalam selimut air tenang itu pun ikut bergerak. Ayunan itu
membangunkanku dari setitik tidur lelap. Aku mengerjapkan mata kecilku.
Aku melihat sekeliling. Dan aku melihat saudara-saudaraku dalam kondisi
yang sama denganku. Terbenam dalam air jernih tergenang dengan sayap
muda, mata kecil, kaki belang-belang.

Sebuah dengingan membuat kami terjaga. Satu persatu kami terbangun. Kami
mengepak-ngepakkan sayap muda kami. Mulanya perlahan. Lama-kelamaan
makin cepat. Kami pun keluar dari genangan itu dan terbang ke udara.
Satu per satu sambil mengeluarkan suara berdengung. Kami bergerombol.
Terbang ke sana ke mari di udara siang yang cerah. Suasana yang temaram
karena terhalang pepohonan yang membuat kami betah di sana. Angin pun
berhembus lemah. Mengerti terhadap kondisi sayap muda kami. Dan kami
terus berdenging sambil tetap melayang bergerombol. Meliuk ke bawah, dan
sesekali hinggap, mengistirahatkan sayap-sayap kami.

Tiba-tiba sebuah gumaman keras menghisap raungan lemah sayap kami.
Sebuah suara yang aku tak tahu suara apa. Aku pun melayang terbang dari
batang pohon yang aku hinggapi. Aku ingin melihat hewan apa yang memakan
rakus dengungan kami dengan suara sehebat itu. Beberapa rekanku yang
mempunyai rasa penasaran yang sama, mengikutiku. Terbang menghampiri
arah suara yang menakutkan itu.

Belum sampai ke sana, aku mencium bau yang asing. Bau yang tidak biasa
aku baui. Selama ini aku hanya mencium bau daun-daunan dan batang pohon.
Baik yang sudah menjadi kompos maupun yang masih produktif. Kadang aku
mencium bau amis binatang di sekelilingku; ular, kancil, ataupun kodok,
musuh utama kami. Karena ia selalu menyerang kami dengan lidah panjangnya.

Bau yang sekarang aku cium, bau yang asing bagiku. Aku tak tahu karena
belum pernah menciumnya. Dan bau itu makin menguat ketika aku mendekati
hewan yang luar biasa besarnya. Berwarna kuning. Bersuara keras,
mengeluarkan bau dari sebuah pipa di sisi badannya. Apakah itu di
depannya? Apakah sebuah tangga? Apakah sebentuk mulut? Benda itu
menyuruk-nyuruk, bergerak kesana kemari, meratakan tanah, merobohkan
semak belukar, menghancurkan air tergenang tempat kami hidup.

Ternyata tidak satu. Ada beberapa hewan besar serupa itu. Baik yang
berwarna kuning ataupun yang kehitaman. Semua mengeluarkan bau yang
sama. Bau yang baru kali ini kami resap. Tapi mereka tampaknya memunyai
tugas yang berbeda. Ada yang mondar mandir saja. Ada yang menurunkan tanah.

Sebuah hewan besar berhenti. Dari sisi kanannya keluar sesuatu. Ia
tinggi besar, berkulit hitam. Berkaki dan bertangan dua. Memakai pakaian
dan sebuah helm kuning di kepalanya. Begitu aku melihat mukanya, air
liurku keluar. Aku lapar. Aku mendekatinya. Aku hinggap di dahinya. Aku
menusukkan lidahku. Uh, keras, gerutuku. Aku berganti tempat. Sedikit ke
bawah, ke pipinya. Aku asyik melahap darah dari pipi tembem manusia itu.
Tiba-tiba ia berhenti.

"Dasar nyamuk sialan!" umpatnya. Tangannya yang besar menepuk pipinya
sendiri. Aku deg-degan melihat tangannya yang kekar menyambar. Bisa
hancur tubuhku bila terkena tangan kuat itu. Ia kembali berjalan. Kini
mendekati seseorang yang berpakaian rapi. Seorang manusia yang tampaknya
lebih muda dan berpakaian sangat perlente yang baru saja keluar dari
sebuah kotak yang tampaknya mahal dan mewah.

Aku mengikutinya. Aku masih lapar. Aku belum kenyang, karena keburu
dikagetkan oleh kelabatan tangan itu. Aku mendekati dua orang yang
sekarang sedang berbincang-bincang itu. Aku ingin mengisi perutku
kembali. Tapi darah orang yang mana ya? Apakah darah dua orang itu sama
saja? Aku ingin variasi. Apalagi jika melihat kulit putihnya manusia
berdasi itu. Ia tampak berbeda sekali dibandingkan dengan sosok yang
tadi darahnya aku hisap.

Aku dekati lelaki ganteng yang berpakaian rapi itu. Aku hinggap di
hidungnya. Aku julurkan lidah pada kulitnya yang bersih. Aku asyik
menyedot darah itu beberapa lama. Lelaki langsing berkulit bersih yang
darahnya sedang kuhisap itu tidak menghiraukanku karena sedang asyik
berbincang. Tiba-tiba sebuah tangan melayang. Aku cepat-cepat menarik
lidahku. Aku hendak terbang meninggalkan mereka. Aku menggerakkan sayap.
Tapi aku kekenyangan. Aku terlalu banyak menyedot darah. Aku hanya bisa
terbang beberapa mili dari hidung bangir pria itu.

Dan /plak!/

***

Wijaya terjerembab di tanah. Karmain yang barusan melayangkan tangan,
menepuk nyamuk di hidung bosnya, cepat-cepat membantunya berdiri.

"Maaf Pak. Barusan ada nyamuk."

"Kamu saya pecat!" teriak Wijaya.

"Tapi, Pak …"

"KAMU SAYA PECAT! SEKARANG JUGA! PERGI! PERGIII!" teriak Wijaya.
Tangannya mengusap darah di sekitar hidungnya. Napasnya masih tersengal
karena menahan amarah.

***

Langit terang benderang. Matahari memancarkan cahayanya dengan garang.
Sinarnya menyinari daratan yang luas dan kosong. Tidak ada makhluk yang
terlihat. Tidak ada manusia maupun binatang yang berkeliaran. Suasana
sepi. Sunyi. Angin pun mati.

Kesunyian hari itu, diruntuhkan oleh sebuah lengkingan dahsyat. Tidak
ada yang pernah mendengar gumaman yang kuat itu. Hanya satu kali suara
itu. Tapi efeknya luar biasa. Dari tanah yang lapang itu bermunculan
beratus, beribu bahkan mungkin berjuta tanaman mirip toge yang besar
sekali. Yang menarik pohon itu menyimpan sepotong tubuh manusia yang
telanjang dan tanpa daya. Seumpama setandan buah pisang.

Sangkakala Israfil terdengar kembali. Kali ini teriakan itu membangunkan
manusia yang jumlahnya tidak terhitung itu. Mereka menggeliat. Tangannya
mengusap kelopak mata. Mereka membuka matanya.

Manusia-manusia itu pun menginjakkan kakinya. Mereka bingung. Tidak tahu
harus kemana. Mereka bergerombol. Saling bertanya dan berbicara.

"Ini dimana?"

"Kenapa kita mengalami keadaan seperti ini?"

Pertanyaan-pertanyaan serupa itu tidak terjawab. Mereka hanya bisa diam
dan tidak mengerti. Hingga akhirnya mereka digiring untuk
mempertanggungjawabkan amal perbuatan mereka. Satu per satu. Tidak
terkecuali dan tidak ada yang terlewatkan seorang pun. Begitu juga
dengan Wijaya dan Karmain yang ketika di dunia meninggal di hari yang
sama karena terkena demam berdarah. Mereka menjalani proses yang sama.
Ternyata hasil pemeriksaan mereka mempunyai amal yang tidak berbeda.
Antara kebaikan dan keburukan yang mereka lakukan seimbang. Tapi oleh
Sang Maha, Karmain diperintahkan untuk masuk ke dalam surga sedangkan
Wijaya diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Tentu saja perintah
ini diprotes oleh Wijaya. Ia mengatakan Tuhan tidak adil.

Seutas jawaban dari Sang Maha membuatnya tercenung, "Kamu diperintahkan
untuk masuk ke dalam neraka karena melakukan tindakan yang tidak adil
kepada Karmain yang telah menolong kamu. Kamu malah memecatnya ketika ia
sangat membutuhkan pekerjaan itu. Dan itulah yang membuat-Ku
memerintahkan Karmain masuk ke dalam surga. Ia telah menolongmu dengan
membunuh nyamuk yang hinggap di hidungmu. Sebaliknya kamu berlaku dzalim
kepadanya. Kamu malah memecatnya."

4a.

Re: FW: <<SST>> antologi MUSIBAH GEMPA PADANG:UNDANGAN

Posted by: "Mimin" minehaway@gmail.com   mine_haway

Fri Oct 9, 2009 5:44 am (PDT)



Thanks infonya Jun, ane coba deh...
Sama...moga nggak lupa
Kadang keasyikan dengan kerjaan jadi kelupaan
Tahu2 dah deadline...akhirnya maksa ikut atau malah terlewatkan hehe...

2009/10/9 Nia Robie' <musimbunga@gmail.com>

>
>
> hua!!! ingin ikut :D mudah2an gak lupa :D
>

--
http://minehaway.com
http://minesweet.co.cc
http://www.facebook.com/minehaway
5.

[Puisi] Terabaikan

Posted by: "deesiey" deesiey@gmail.com   deesiey

Fri Oct 9, 2009 5:44 am (PDT)



hati adakah kau hati
ataukah kau salah
terabaikan aku kau abaikan
dalam ketidak mengertian

tanpa kejelasan
kau menghilang
tanpa basa basi
kau pergi

terabaikan aku kau abaikan
dalam ketidak mengertian

layak tanda tanya dalam kekosongan

09 Oktober 2009
one cold afternoon

--
The TRIP
http://sampiran.blogspot.com/2009/10/trip.html
6.

[Puisi] Suatu Siang

Posted by: "deesiey" deesiey@gmail.com   deesiey

Fri Oct 9, 2009 5:45 am (PDT)



panasnya membunuhmu
bisingnya memabukkanmu
hilang dan tiba
bagai sebuah mimpi

tapi bukanlah mimpi
saat kau terbentur wanginya

--
Taruh Sampah Jadikan Berkah!
http://gropesh.multiply.com/
7a.

Re: (catcil) Pelangi Silaturahmi 3;Reuni

Posted by: "febty f" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Fri Oct 9, 2009 6:01 pm (PDT)



mbak indar, enaknya jalan2:)

salam,
fety

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, Indarwati Indarpati <patisayang@...> wrote:
>
>
>
>
>
>
>  
>
> Kamis,
> 24
> September 2009 08.00
>
> Reuni
>
>  
>
> Salah
> satu hari yang paling kunanti dalam acara mudik kami tahun ini akhirnya tiba.
> Lewat dunia maya dan telpon kami berjanji reuni. Jurusan Gambar Rancang Bangun
> Kapal STMN Perkapalan angkatan 1. Wacana reuni akbar kedua kali yang hendak
> diselenggarakan yang sempat mengemuka di group fesbuk STMN Perkapalan akhirnya
> tak lagi terdengar gaungnya. Susahnya menyatukan banyak kepala dan keinginan.
> Bahkan sahabat sekelas yang semula konfirmasi mengenalkan keluarga di acara
> reunian hari itu pun tinggal abab
> (bau mulut, Jw) saja.
>
>  
>
> Sebelumnya,
> kami, terutama suami yang seperti orang ngidam lontong balap sempat diajak Ita
> dan suaminya ke warung khusus menjual makanan khas Surabaya. Bukannya lontong balap seperti yang kubayangkan
> tapi justru kupang lontong yang lebih yummy.
> Meski tempatnya tak sedekat yang kukira, semua gerutuku lenyap begitu mencicipi
> kuahnya saja. Harus kuakui ini adalah kupang lontong terlezat, pas pedas dan asinnya
> yang pernah kumakan selama hayat. Temannya si kupang lontong, sate kerang yang
> meskipun lezat menurutku sayangnya terlalu banyak kecap. Thanks Ta’. Jika
> pulang ke Surabaya lagi, ini wajib masuk daftar kunjung! J
>
>  
>
> Tunggu
> punya tunggu di rumah Ita, hanya Hesti dan Farid plus istri yang membawa-bawa
> dede bayi 6 bulan di perutnya dan anak perempuannya yang cantik yang datang.
> Lainnya, ada yang tiba-tiba harus mengantar ibunya ke Pandaan, ada yang belum
> pulang dari silaturahmi ke Jakarta,
> ada yang di Borobudur Magelang, dan sejuta alasan. Ya sudah, yang penting
> niatnya ada. Setidaknya itu lebih baik daripada yang sejak awal sudah berniat
> tak mau datang. Apa mereka tak kangen sama bekas teman sekelas ya? Apa mereka
> tak ingin saling mengenalkan keluarganya ya? Entahlah.
>
>  
>
> Bang
> Coco alias Frederiko yang dulu sengaja atau tidak
> ‘mengintimidasiku’ dengan Agatha Christie berbahasa asli konfirmasi sudah
> sampai di lokasi. Jauh-jauh dari Porong dia membawa serta keluarganya. Istri
> dengan 3 anaknya plus satu saudara. Maka meluncurlah kami ke TKP yang berupa
> pemancingan dan rumah makan. Asli, aku salut pada pasangan yang bareng mobilku
> waktu itu, Ita dan suaminya. Bagaimana mereka mengatasi 4 anaknya yang masih
> kecil yang berusia nyaris sebaya itu ya? Capek pastinya.
>
>  
>
> Makan-makan,
> foto-foto, cerita-cerita, hingga jam 13.00. Bang Coco pamit pulang duluan. Ada janji jam 2 nanti. Kubekali dia Lintang Gumebyar,
> novelku yang asli bukan jenis thriller. “Nggak kubaca kalau nggak ada
> pembunuhannya!” begitu katanya sebelum masuk mobil seraya tersenyum. Dasar
> Hercule Poirot minded! J
>
>  
>
> Setelahnya,
> kami menyusul pulang. Meski kecewa banyak yang tak datangâ€"salut buat Bisri yang
> mengirim Cici istrinya sebagai perwakilan representasi rasa bersalahnya kaliâ€"aku
> pribadi cukup puas dengan pertemuan beberapa keluarga siang itu. Semoga tahun
> depan kembali dilapangkan. Amin…
>
>  
>
> Jumat, 25 September 2009 09.00
>
> Menyisir masa lalu
>
>  
>
> Satu
> lagi hari yang kunanti, silturahmi ke keluarga yang pernah mengasuhku di masa
> lalu. Tujuan utama, Pak Toha di Semolowaru. Keluarga beliau ini yang membuka
> tangannya pada bukan siapa-siapa yang tak berkerabat di Surabaya yang nekad mengadu nasib di sana; Indar. Segalanya tak banyak berubah selain
> perumahan baru di seberang perumahan angkatan laut yang kutuju. Rumah pun tak
> banyak berubah, selain tampak lebih sempit kurasakan. Ini adalah persepsi saja,
> ketika kita beranjak dewasa, segala yang berbau masa kecil, masa lalu seolah
> mengkerut lantaran keluasan pengalaman dan wilayah yang kita jajah.
>
>  
>
> Awalnya
> aku kecewa karena ketika sampai Ibu dan Bapak sedang ke rumah sakit, kontrol.
> Bertemu dan ngobrol dengan de’ Iing yang baru saja melahirkan putra keduanya.
> Putri bungsu Pak dan Bu Toha ini yang dulu mengijinkanku membaca bundle komik Donald Bebek miliknya
> sampai blokekan (lebih dari sekedar
> puas, Jw), seharian. Tak lama, Bapak
> dan Ibu datang, diantar Mas Yeni--panggilan gampang berdasarkan lidah
> Jawaku--dari nama aslinya Zaini. Cerita-cerita, jam tangan menunjuk angka
> sebelas. Waktunya meneruskan perjalanan.
>
>  
>
> Titik
> tuju selanjutnya, Siwalan Panji. Dari sekian banyak tempat kos, ada satu
> penghuni rumah ini yang tak bakal kulupa, Mbak Khulatin. Siwalan Panji, banyak
> berubah dari terakhir kali aku berada di sana. Rumah semakin berdempetan dan bagus. Tak lagi
> sesederhana dulu termasuk bekas rumah kosku. Kami sempat bertangisan. Dasar
> perempuan, sukanya main perasaan. Campur aduk pula perasaanku demi menemui
> keluarga bekas Mbak kosku itu. Satu hal yang pasti, aku merasa telah kehilangan
> ruh Siwalan Panji yang pernah kuakrabi. Sebelum meninggalkan desa yang tepat
> berada di belakang STMku itu, kusempatkan mampir ke bekas ibu kos Siwi. Satu
> hal yang kuingat jelas, beliau suka memanjakan anak kosnya teman sekelasku itu
> dengan makanan dan fasilitas lainnya. Aku, kadang kecipratan juga dengan
> sarapan yang dibekalkan ke anak kosnya. J
>
>  
>
> Sekitar pukul 13.00
>
> Rencana
> hendak ke keluarga pak Munandar di perumahan dekat alun-alun Sidoarjo. Tapi
> beliaunya ternyata masih mudik di Bojonegoro. Maka, menggelandanglah kami ke
> gedung almamater di jalan Jenggolo 1C, STMN Perkapalan yang berganti nama SMKN
> 03. Kusebut menggelandang karena asli kami ragu dan malu memasuki gerbangnya.
> Entah mengapa. Mungkin dalam hati kecil kami khawatir bakal ditanya macam-macam
> sama penjaganya dan tak diijinkan menengok kawah Candradimuka kecil kami itu.
> Kawah yang besar adalah di Pusdiklat PT Pal. Mungkin semacam anak kecil yang
> teramat menginginkan permen tapi tak berani meminta karena khawatir akan
> penolakan orang tuanya.
>
>  
>
> Di
> depan gerbang, aku turun sekedar ingin melongok ke dalam. Sengaja, suami justru
> menekan klakson yang memaksa pak penjaga keluar posnya. Sok akrab, kukira
> beliau penjaga yang dulu saat kami masih sekolah di situ. Ternyata bukan. Jujur
> kukatakan, kami kangen sekolah ini. Kami adalah generasi pertama yang
> dihasilkannya.
>
>  
>
> Dibukakan
> kunci gerbang, melangkahlah kami ke masa lalu bersaput masa sekarang. Kusebut
> masa lalu karena gedung itu masih tegak berdiri di tempatnya seperti sedia
> kala. Kusebut bersaput masa sekarang karena dia tak lagi gersang. Pepohonan
> rimbun menaungi di sana-sini. Beberapa gedung dan fasilitas baru dibangun.
>
>  
>
> Berdebar
> seolah jumpa dengan cinta monyetnya, kami menapaki satu-satu jejak masa lalu.
> Ruang guru, ruang TU, Perpustakaan, ruang kelas… Satu rasa kehilangan, white board yang dulu ditempel di
> dinding ruang guru sudah berpindah tempat entah kemana. Dulu, di sana biasa dituliskan nama-nama anak penerima wesel atau surat. Maklum, sebagian besar dari kami berasal dari luar
> kota. Dulu, saat membaca namaku terpampang di sana, betapa bahagianya. 
>
>
>  
>
> Menyusuri
> koridor, kami berhenti di depan kelas. Kuceritakan semua detailnya, sudut
> sekolah, ini termasuk bangku-bangku dan ruang kelas itu pada anakku. Di sana kali pertama aku mengenal papanya, di sana kali pertama mamanya mengenal sebentuk hubungan
> bernama persahabatan dan kekeluargaan meski tanpa hubungan darah dengan
> penghuninya.
>
>  
>
> Setelah
> 18 tahun (betapa lihainya sang waktu menipu!), semua sudut sekolah yang dulu
> gersang berubah asri dan rindang. Bahkan lapangan voli di samping bengkel kini
> tak ada lagi. Beberapa pohon mangga mengisinya. Kukatakan pada Ais, bahwa di sana dulu papa dan teman lainnya mati-matian berjuang
> agar kelasnya menang di pertandingan saat class
> meeting. Dan mamanya, dengan semangat membara teriak-teriak mendukungnya, termasuk
> memberi balsam saat kaki papanya terkilir. Asli, waktu itu tak ada tendensi asmara. Semua demi persahabatan, rasa kekeluargaan, dan
> kelas GRBK (Gambar Rancang Bangun Kapal) tercinta.
>
>  
>
> Mengitari
> sekolah, pohon kresen yang dulu berbuah besar-besar sudah raib digantikan
> (lagi-lagi) mangga yang juga tengah berbuah. Kalau ada istri pak guru yang lagi
> ngidam, pasti asyik sekali. Tak perlu jauh-jauh mencari. J
>
>  
>
> Berniat
> pulang karena hampir jam 2 siang di masjid kami melihat seorang pengendara
> sepeda motor berseragam angkatan datang. Demi Ais yang butuh ke toilet kami
> balik ke gedung utama. Ternyata orang yang kulihat itu adalah Pak Ridwan.
> Beliau dulunya termasuk pembimbing siswa. Pensiun dari Angkatan Laut, Pak
> Ridwan berkarier sebagai sekuriti di PT Pal lalu ditugaskan menjaga kami si
> anak-anak bengal dari STMN Perkapalan. Tak lagi berkarir di Pal, beliau diminta
> menjaga STMN Perkapalan. Berbeda dengan kondisi sekitar yang rindang dan segar,
> 18 tahun jelas menambah kerut dan ‘gersang’ di wajah Pak Ridwan yang baik hati
> dan tak suka menghukum siswa ini. Sesuailah sama nama penjaga surga. Hehe…
>
>  
>
> Keping
> STM waktunya disudahi kami berencana mampir ke rumah seorang teman lagi. Tapi
> tak jadi karena ponselnya tak diangkat, call
> divert terus. Sebelumnya, mampirlah kami ke rumah di Buduran tepatnya di
> perumahan Puri Sejahtera yang sejarahnya lumayan menguras dana dan air mata.
> Banyak lingkungan sekitar berubah. Yang jelas bertambah ramai meski harga
> propertinya jatuh kena imbas lumpur Lapindo. Niat mampir dan menyapa si penyewa
> sekaligus menengok kondisinya sekarang kami urungkan. Beberapa pagar rumah
> tetangga juga tampak dalam kondisi rapat terkunci. Mungkin masih pada mudik.
> Maka kami sudahi roadshow silaturahmi hari ini. Capek. Besok masih ada satu
> agenda lagi, berburu oleh-oleh ke Kenjeran.
>
>  
>
> Sabtu,
> 26
> September 2009 12.30
>
> Berburu teripang ke Kenjeran
>
>  
>
> Mengajak
> Zaki dan Fawazâ€"dua keponakan kamiâ€"bersama ibu dan ayahnya kami meluncur ke
> Kenjeran. Sayang, meski dibela-belain mampir ke Purwodadi, rumah makan ikan bakar
> Bamara masakan Kalimantan itu tak buka. Kebiasaanku kalau hamil, penginnya
> makan ikan baronang bakar ala Bamara. Tiap haripun rasanya oke saja.
>
>  
>
> Menyusur
> Kapasan, kami terus ke jalan Kenjeran. Dengan adanya Suramadu, daerah ini
> tampak tak sekumuh dulu. Di area pantai lama kami berhenti di salah satu toko
> penjual krupuk dan ikan asin serta apapun yang berbau hasil laut. Keasyikanku
> mencicipi kerupuk teripang harus kutebus dengan gatal dan lebam tangan kanan
> seperti disengat lebah esok harinya. Model baru alergi seafood rupanya. Tapi
> tak apa, setidaknya dia tak gatal kemerahan sekujur badan seperti yang pernah
> kualami di masa hamil dan menyusui. Sayang, hingga di rumah kembali dan malam
> menjelang keinginanku makan rujak cingur tak terpenuhi. Padahal besok pagi-pagi
> harus sudah balik ke Pati.
> still, to be continued...
>
> Indarwati
> penulis novel Lintang Gumebyar dan editor lepas plus irt
> curhatan http://lembarkertas.multiply.com
> kreasi tangan http://www.kedaicraft.com
> FB: indar7510@...
>

8.

Fwd: [*Apresiasi-Sastra*] Pengumuman: Antologi Puisi Empati Gempa Pa

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Fri Oct 9, 2009 9:49 pm (PDT)



Ini satu lagi proyek amal untuk korban gempa Sumbar. Monggo, untuk penuhi
dulu syarat-syaratnya.

Fastabiqul khoirot, lebih cepat lebih baik!

Tabik,

Nursalam AR

---------- Forwarded message ----------
From: budhi setyawan <budhisetya69@yahoo.com>
Date: 2009/10/10
Subject: [*Apresiasi-Sastra*] Pengumuman: Antologi Puisi Empati Gempa Padang
7,6 SR
To: Apresiasi Sastra <apresiasi-sastra@yahoogroups.com>
Cc: mods <Apresiasi-Sastra-owner@yahoogroups.com>

*"Pembuatan Antologi Puisi sebagai bentuk empati bencana gempa
Padang/Sumatra 30 September 2009"*

* *

Yth teman semua,

Menindaklanjuti wacana penyusunan Antologi Puisi Padang 7,6 SR yang telah
terposting di milis Apsas beberapa waktu lalu, dan dengan beberapa komentar
yang masuk, maka dengan ini diberitahukan pengumuman untuk Antologi
tersebut.

Sebagai salah satu bentuk empati terkait bencana gempa bumi 7,6 SR di Padang
(Sumatra), akan segera disusun sebuah Antologi Puisi. Diharapkan dengan
adanya Antologi ini bisa menjadi pengingat bahwasanya bencana alam yang
sering terjadi memberikan penyadaran kepada manusia dalam relasinya dengan
alam semesta, termasuk agar manusia selalu berupaya menjaga kelestarian alam
dan sumber dayanya; dan sekaligus mengingatkan betapa banyak hal yang mesti
disyukuri dari nikmat yang diberikan oleh-Nya.

Ketentuan :

1. Disarankan karya puisi dengan tema peristiwa/yang relevan
2. Masing-masing penyair mengirimkan maksimal 3 (tiga) puisi, disertai
biodata singkat
3. Puisi ditulis di *body email* dan dalam *file attachment* dikirimkan
ke email: solidaritas_gp09@yahoo.com * <solidaritas_gp09@yahoo.com>* ;
dengan ditembuskan atau CC ke milis Apsas yaitu:
Apresiasi-Sastra@yahoogroups.com * <Apresiasi-Sastra@yahoogroups.com>*
4. untuk *file attachment* disarankan dalam: MS Word, Times New Roman 12.
5. Naskah puisi diterima paling lambat tanggal *31 Oktober 2009*
6. Pengumuman ini untuk warga/anggota milis Apresiasi-Sastra(Apsas)

Keterangan:

- Penulisan di *body email*, dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
bagi penilaian karya oleh pembaca atau penggiat milis, karena tulisan yang
masuk akan dinilai oleh teman di milis, sebagai pembelajaran kepada penulis
untuk menerima kritik atas hasil tulisannya

- Lampiran *file attachment*, dimaksudkan untuk mempermudah bagi
panitia dalam mengumpulkan karya tulisan yang masuk.

Demikian, kami tunggu karya teman semua.

Terima kasih, Salam Sastra,

Koordinator,

* *

* *

*Budhi Setyawan (Buset)*

*Hp. 0815-8030-529*

* *

Panitia: Budhi setyawan, Sarah Serena, Jack Efendi

* *

--
KENNIS IS MACHT, KARAKTER IS MORE
Knowledge is power (but) character is more
(kutipan buku "Dan Toch Mar" )

Nursalam AR
Translator & Writer
0813-10040723
021-92727391
www.nursalam.multiply.com
www.facebook.com/nursalam.ar
Recent Activity
Visit Your Group
Share Photos

Put your favorite

photos and

more online.

Y! Groups blog

The place to go

to stay informed

on Groups news!

Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: