From: Siok Lan Liem <liemsioklan@yahoo.com>
*"GONG" SANG KHALIFAH*
*Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip Kadi*
Tugas manusia di dunia sebagai khalifah (wakil Tuhan). Ini menunjukkan
kedekatan manusia dengan Tuhan. Tidak ada yang lebih tinggi dari manusia,
karena diatasnya "wakil" ya Tuhan itu sendiri. Dalam agama Kristen Katholik,
kedekatan ini diistilahkan dengan sebutan "Anak Tuhan". Dalam paham Jawa
disebut "Manunggaling Kawulo Gusti" (yang merupakan sintesis dari paham
Hindu, Budha dan Islam walau sering disebut aliran Kejawen). Dewasa ini,
pemahaman agama yang berkembang, lebih menitikberatkan arti agama sebagai
kelompok dan simbol, bukanlah agama dalam artian ajaran (DIN) atau "way of
life". Apalagi kalau dalam membaca ayat-ayat lebih sebagai tekstual dan
jauh dari kontekstual. Lebih parah lagi ketika pendalaman ayat-ayat yang
bersifat perumpamaan (Jawa: sanepo) atau isyarah, kemudian dibaca secara
literal. Padahal dalam akidah, ayat-ayat yang diwahyukan justru dalam bentuk
isyarah-isyarah atau "sanepan" (petunjuk yang disamarkan) untuk tujuan
keabadian ajaran tersebut. Ketika ayat-ayat dibaca secara harfiah, agama
jadi kehilangan "api"-nya, kehilangan semangatnya. Maka dalam realitanya
agama tidak bisa menjawab tuntutan dan tantangan jaman. Agama seperti
ayat-ayat mati, hafalan semata, yang tidak mampu menyelesaiakan persoalan
manusia, persoalan masyarakat. Bahkan sering, yang muncul malah pertikaian
oleh sebab beda pemahaman agama.
Manusia yang fitrahnya *khalifah* harus bisa secara global memimpin dunia.
Siapapun orangnya, kalau dia sadar bahwa dirinya adalah khalifah Allah,
mereka akan mampu memimpin dunia. Manusia seharusnya tidak memperkerdil diri
dengan pengakuan sebuah bangsa. Detik detik kita mengaku bahwa kita bangsa
Indonesia maka tidak ada kepedulian untuk memimpin dunia. Pengakuan ini akan
memperkerdil cara pikir, memperkerdil budaya maupun kebudayaan. Sehingga
amat sulit untuk mengetahui dan memahami kebudayaan bangsa bangsa lain,
jangankan bangsa lain, suku-suku lain pun tidak mampu dipahami. Jadi
kekerdilan jiwa atas pengakuannya sendiri. Siapapun yang mengaku khalifah
harus mempunyai sifat-sifat globalisasi itu. Jadi kalau orang mengaku tidak
mampu menerapkan sifat-sifat Allah yang Maha Global, Maha Majemuk, maka
sesungguhnya dia terjerumus dalam kekerdilan itu sendiri.
Khalifah harus belajar firman bukan belajar agama. Ahli firman, dia pasti
akan menindak-lanjuti pengertian-pengertian itu sebagaimana Allah bekerja
walau tidak nampak. Pada perilaku. Bukan pada kata-kata bersyair. Seorang
khalifah mau tidak mau, sadar atau tidak, mereka itu sudah menjadi
penampakan Allah itu sendiri. Kalau sebagai penampakan Allah, bekerja itu
tidak perlu diperlihatkan kepada siapapun dan juga tidak berhitung upah.
Kekayaan Allah akan dibagikan kepada pelaku-pelaku firman. Lha kita mau
bergerak sedikit saja, nomor satu yang sangat diharapkan adalah upah,
setidaknya sanjung puji, pengakuan diri, yang ujungnya kesombongan. ini satu
upah yang amat amat gawat. Orang akan terjerumus kedalam sifat iblis.
Sifat Iblis itu enggan lagi takabur. Akhirnya seorang pemimpin enggan untuk
berbuat, hanya bisa perintah, takabur merasa dirinya sudah dipilih oleh
rakyat. Mereka menjadi pemimpin merasa telah dipilih rakyat malah menjadi
berkuasa terhadap rakyat, sewenang-wenang kepada rakyat. Itu bukan pemimpin.
Kalau pemimpin itu tercetus dari jiwa nuraninya sendiri, otomatis sudah bisa
mempimpin dirinya. Upahnya hanya apa? Upahnya melihat kebahagiaan siapapun
dan apapun yang dipimpinnya maka dia akan mendapatkan kebahagiaan dirinya.
Ini kodrat yang sesungguhnya sebagai khalifah Allah. **
Sebagaimana tertulis dalam Injil 1-Yohanes-2 ayat 15-17 yang mengatakan
bahwa "Janganlah engkau mengasihi dunia dan apa yang ada didalamnya. Jikalau
orang mengasihi dunia, maka kasih Bapa tidak ada didalam orang itu. Sebab
semua yang ada didalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata
serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.
Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan
kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya. Atau di Al-Quran Surat 16 An-Nahl
ayat 96 yang berbunyi: Apa-apa yang yang ada pada kamu akan lenyap dan
apa-apa yang di sisi Allah adalah kekal. Dan sungguh Kami memberi balasan
terhadap orang-orang yang sabar akan pahala yang lebih daripada apa yang
telah mereka kerjakan.
Globalisasi kalau diterjemah melalui diri kita masing-masing, globalisasi
itu hati. Di dalam hati itu ada nur (cahaya). Di dalam nur (cahaya) itu ada
ilmu. Di dalam ilmu ada rasa. Rasa ini sangat-sangat murni. Rasa tidak
tergantung oleh kulit. Kalau kita melihat buah maja yang begitu ranum
rasanya tetap pahit. Kalau rasa ini dipergunakan memimpin jagat secara
global pasti berhasil, dan pasti akan menjadi panutan alam semesta. Energi
alam semesta berpadu mesra dengan energi kehidupan manusia sebagai khalifah
Allah. Bukan bertubrukan dengan energi negatif dan mendorong kemunculan
kemarahan alam. Sebagaimana sudah disampaikan dalam Al Quran Surat 8 Al
Anfaal 7-21 yang intinya manusia sebagai khalifah Allah bisa minta apa saja,
bahkan bisa mendapat kekuatan seribu malaikat bila dikehendaki, tetapi semua
dengan tanggung-jawab sesuai dengan derajat yang dimintanya. Semakin tinggi
derajat yang diminta maka tanggung-jawab dan kewajiban untuk melaksanakan
sesuai dengan derajatnya tadi merupakan suatu keharusan. Apabila
tanggung-jawab tersebut tidak dilakukan maka akan bertentangan dengan
rumus-rumus alam semesta, maka akan terjadi benturan-benturan antara energi
positif dan negatif, dan terjadilah berbagai macam kejadian alam yang
mengejutkan. Kalau dalam paham agama Hindu itu ada Dewa Syiwa yang bertugas
menghancurkan karena cinta semata, dengan landasan cinta kasih untuk
menyelamatkan dari keterjerumusan yang lebih dalam lagi, maka perlu
peringatan berupa kehancuran. Termasuk tanda-tanda alam.
Keterpurukan kita bangsa Indonesia terutama karena dari kaum agamis, karena
hanya mempelajari ajaran-ajaran agama tidak menggunakan hati yang global
(cinta) tadi. Jalan keluar satu-satunya adalah ajaran-ajaran agama harus
ditingkatkan sehingga menemukan mutiara-mutiara ajaran secara global. Apakah
itu agama yang dianut oleh orang-orang terdahulu, aliran sobiin, siapaun
aliran kepercayaan, aliran Yahudi Nasrani atau Muslim harus digali
benar-benar agar menemukan roh dari ajaran, initisari ajaran. Bukan terjebak
kepada simbol-simbol agama yang bertentangan satu sama lain sehingga
mengarah kepada pertikaian. Allah memang menciptakan manusia yang
berbeda-beda, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dengan tujuan agar manusia
bisa saling belajar, saling mengasihi, dan mendapatkan esensi kehidupan.
Bukan malah mempertajam perbedaan untuk egoisme masing-masing kelompok.
Dalam surat 5 Al-Maaidah ayat 8 berbunyi: Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang-orang yang menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap
sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Maka, seorang miskin ataupun seorang Jenderal harus berbangga bahwa dirinya
sebagai pengejawantahannya Gusti. Otomatis Allah pun merasa tersanjung.
Otomatis Allah akan memberikan kekuatan, daya pikir, daya rasa, daya tahan,
dll kekuatan yang dibutuhkan, Itulah pengertian globalisasi. Globalisasi
bukan cuma soal perdagangan, karena kalau demikian mengecilkan arti Allah.
Masak sama Allah berbisnis, berdagang. Karena kita terilhami oleh
globalisasi yang artinya bisnis, maka pemimpin pemimpin yang muncul selalu
berhitung untung rugi semacam itu. Kalau Berbisnis sama Allah apa kita kuat
bayar, udara yang kita hirup saja sudah berapa ongkosnya? Tanah yang
memberikan dengan segala hasil bumi, hasil tambang, air, dll. Berapa
ongkosnya? Apakah Allah pakai hitung-hitungan? Kalau manusia tidak sadar
akan peran Gusti dalam wadag dirinya, maka itu namanya menghina Allah.
Misalnya, bagaimana tidak menghina Allah kalau perwujudan Gusti kok korupsi,
perwujudan Gusti kok penakut dan was-was, tidak berani mengambil keputusan
buat rakyat, perwujudan Gusti kok mengemis-ngemis, perwujudan Gusti kok
serakah, perwujudan Gusti kok tidak peka terhadap penderitaan rakyat?
Seorang pemimpin harus punya jiwa petani. Karena khalifah itu harus
berkorban dulu, menanam dulu, baru panen. Memberi dulu baru nanti Allah akan
memberikan rejeki nya masing-masing. Jangan belum menanam sudah
berteriak-teriak terus dalam doa kepada Allah minta rejeki. Kan tidak
demikian aturan mainnya. Bunda Theresa waktu diwawancara tahu 1974 dia
bilang: "I see God in every Human being. When I wash the leper's wounds, I
fee like I am nursing God Thyself. Isn't a very sweet experiences?" (Saya
melihat Tuhan dalam diri setiap manusia. Ketika saya memandikan penderita
lepra, saya merasa saya sedang merawat Tuhan itu sendiri. Bukankah itu
pengalaman yang indah?)
Al-quran surat 2 ayat 41 sama dengan Yesaya 58 yang berbunyi: Mereka
berterak-tereak mencari Tuhan tapi tidak mengenal Tuhan, jadi tidak pernah
ketemu. Walau sampai pakai loudspeaker, sampai pakai lagu dan tangisan, dll.
Ayat Al Mukminun 22 ayat 74 yang bunyinya "Kenalilah Allah dengan sebenar
benar kenal". Surat 22 ayat 77 bunyinya "Kalau sudah kenal, rukuk lah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan agar kamu mendapat
kemenangan". Rukuk itu tingkatkan kepedulianmu. Cari orang-orang yang butuh
digembirakan, disantuni, disayangi. Sujud itu artinya hayati betul-betul
rasa cintamu jangan membeda-bedakan warna kulit, latar belakang sosial,
apapun perbedaannya. Sujud mengandung arti diluar cinta kita harus
berperilaku sebagaimana bumi berperilaku. Sujud kan menyentuh bumi. Bumi itu
diinjak-injak, dikencingi, dipacul, dll. tetap menghasilkan yang bermakna
untuk manusia. Menyembah itu hormat menghormati. Tidak akan bisa menyembah
Allah kalau kita tidak bisa menyembah atau menghormati diri sendiri.
Menghormati diri sendiri adalah melakukan hal-hal yang baik pada diri, bukan
yang merusak diri, seperti korupsi, serakah, malas dan mengemis, was-was dan
takut, sibuk memikirkan citra diri tapi lupa esensi, dst. Kebajikan itu
mencegah semua jenis perbuatan keji atau mungkar. Sementara sholat sudah
terinspirasi oleh isu dagang, mengerjakan ritual dengan paradigma dagang,
maka sholat menjadi gerakan badan yang ekspresinya hanya jengkang jengking,
tapi makna sholat, hakekat sholat, mendirikan sholat itu seharusnya
aktualisasi kebajikan itu. Jadi bukan sendratari gerakan sholatnya tapi
perbuatannya, perilakunya, implementasinya.
Sebagaimana tertulis dalam Surat 16 An-Nahl ayat 93 yang berbunyi: "Dan jika
Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu umat yang satu, akan tetapi
Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan Dia tunjuki siapa yang Dia
kehendaki. Dan sungguh kamu akan ditanya apa-apa yang kamu telah kerjakan".
Selanjutnya dalam Surat 29 Al-Ankabuut ayat 2 dikatakan: "Apakah manusia
mengira bahwa mereka akan dibiarkan berkata, 'Kami telah beriman', sedang
mereka tidak diuji?" Maka, perbedaan suku, bangsa, etnis, perbedaan kaya
miskin, perbedaan derajat dan pangkat, perbedaan cara pikir dan cara
pandang, dll. Itu adalah sama saja. Itu merupakan kesatuan proses kehidupan
yang merupakan ujian yang harus dijalani dengan arif bijaksana, dengan
sabar, untuk menuju kesucian, sehingga layak berada di sisi Allah.
Dewasa ini sulit sekali membedakan antara agama yang dikehendaki oleh Allah
dengan agama yang dicetuskan oleh pengikut Rasul. Walau mereka fasik atau
hafal Alkitab atau Al-Quran, tetapi apakah itu yang dikehendaki Allah?
Mestinya masing-masing pelaku akan mencari sudah benarkah agama yang aku
peluk. Bukan kata orang. Apakah ini betul-betul agama Rasul ataukah ini
agama yang sudah dipecah-pecah oleh pengikut Rasuil, karena Allah sendiri
mengisyaratkan bahwa agama yang ada itu hanya agama yang sudah dipecah belah
oleh pengikut rasul sebagaimana tersurat dalam surat 23 Al-Mukminun ayat 53.
"Kemudian mereka pengikut Rasul memecah belah agama itu menjadi beberapa
pecahan yang mereka banggakan oleh pemeluk masing-masing". Seharusnya agama
itu adalah agama tauhid yaitu agama yang satu, dengan berkiblat kepada Allah
semata dengan mengikuti rasul sebagaimana tercantum dalam Surat 23
Al-Mukminun ayat 52. "Sesungguhnya agama Tauhid ini adalah agama kamu semua
agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu maka bertakwalah kepadaku".
Jadi Islam tunduk patuh harus konsisten dengan ikrarnya sendiri, yaitu
Takbiratul ikhram. Disitu setiap anak manusia berjjanji mengikrarkan diri
untuk menyerahkan sesungguhnya sholat amal ibadah hidup dan mati hanya
kepada Allah. Sholat disini berarti perilaku bukan hanya ritual sholat.
Perilaku terpuji itu harus didasari oleh tuntunan rohulkudus atau al-quran
yang telah ditiupkan kedalam dada manusia itu sendiri. Misalnya, ajaran
Yesus tentang contoh-contoh mukjijat yang membuat orang buta dapat melihat,
bisa menghidupkan orangmati, itu artinya bagaimana orang yang buta mata
hatinya, bisa melihat kembali keindahan karena kasih sayang. Orang yang mati
jiwanya karena kebekuan dan berbagai keduniawian akan bangkit kembali dalam
hidup yang penuh kebahagiaan.
Kalau semuanya berani merevolusi diri, mulai memperbaiki atas kelancangan
sumpahnya sendiri, didandani, konsisten betul-betul, tidak mungkin agama
saling menuding ini kafir, ini aliran sesat, dll. Karena iman itu letaknya
di perbuatan, di perilaku. Sebagaimana disampaikan sbb: "Iman tanpa
perbuatan pada hakikatnya mati", itu Yakobus 2 ayat 14-26. Bahkan diperjelas
dalam Injil 1 Yohanes 3 ayat 16-18 yang berbunyi: "Demikianlah kita ketahui
kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa Nya untuk kita; jadi
kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa
mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi
menutup pintu hatinya terhadap saudara-saudaranya itu, bagaimanakah kasih
Allah dapat tetap didalam dirinya. Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan
dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam
kebenaran".
Sebagaimana tersurat dalam Surat 4 Annisa ayat 3 yang berbunyi: "Dan jika
kamu takut tidak bisa berbuat adil terhadap hak-hak perempuan yatim,
bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu
senangi dua, tiga atau empat, Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku
adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". Dalam ayat
tersebut tidak ada perintah dengan kata-kata "Hai laki-laki…." Dan tidak ada
urusannya dengan jenis kelamin dan kawin mengawini. Ini urusan akhlak dan
tauhid tentang hawa nafsu. Kawinilah dua, yaitu amarah (marah) dan lawamah
(sabar), tiga yaitu muthmainah (ada orang susah maka disantuni), empat
sofiah (ada keterpurukan bangsa maka ajaklah rakyat pada kebenaran), minimal
satu yaitu rohulkudus (nur muhammad), yang selalu mengingatkan kepada
perbuatan baik. Atau "budak-budakmu" yaitu semua hal yang menghambakan diri
pada manusia, bisa kekayaan, pangkat, jabatan, keris, berhala, dll.
Al-Quran itu ada sebelum dunia ini ada. Sebagaimana tercantum dalam surat 75
ayat 16-19 yang intinya adalah "Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
membaca al-quran karena hendak cepat-cepat menguasainya (hafalan).
Sesungguhnya, atas tanggungan Kami lah, mengumpulkannya di dadamu dan
membuatmu pandai membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaannya itu, kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya". Jelas, tugas khalifah di muka bumi ini adalah membumikan
ajaran Allah. Ajaran Allah harus nyata. Harus bisa dirasakan di dunia ini,
bukan hanya nanti di akhirat. Jangan terbalik. Kalau di dunia ini baik, maka
akhirat tentu baik. Bukan sebaliknya, di dunia kacau kok melarikan diri
dengan iming-iming seolah nanti di akhirat baik. Dalam surat 11 Huud ayat 93
dikatakan: "Hai kaumku, berbuatlah kamu sesuai dengan cara kamu, Aku pun
berbuat (dengan cara Ku), kelak kamu akan mengetahui siapa yang ditimpa azab
yang menghinakan, siapa yang berdusta, dan tunggulah (apa yang bakal
terjadi) sesungguhnya Aku pun menunggu bersama kamu". Disini artinya,
manusia harus bekerja, berkarya sesuai dengan kemampuannya, sejauh itu
berdasar kepada tuntunan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan yakin bahwa
Allah juga bekerja bersama manusia.
Cinta itu global, universal, Ibarat "Gong", yakni perangkat dari gamelan.
Kalau "gong" sudah berbunyi maka dia bisa menyerap semua nada. Baik nada
sumbang sekalipun akan terserap oleh bunyi "gong". Sifat ini yang harus
dimiliki oleh pemimpin. Yaitu adalah cinta kasih. Kalau ada cinta kasih
inilah maka semua nada-nada dunia baik yang sumbang maupun yang merdu akan
bersatu terserap oleh energi gong tadi. Maka, yang ada adalah pancaran
kesejukan cinta kasih yang mengayomi kehidupan. Dengan inilah kemelut bangsa
ini bisa diselesaikan. Karena cinta kasih itu nyata, riil, bukan lagi di
bibir saja. Bukan lagi ilusi. Cinta itu perwujudan. Dapat dirasakan rakyat.
Fungsi "gong" juga adalah mengarahkan keseluruhan orkestra gamelan sehingga
menjadi suatu karya yang harmonis, enak didengar, dan memberikan nuansa
keterpaduan, keserempakan, arahnya jelas. Bangsa ini juga demikian perlu
"gong" yang jelas mau dibawa kemana bangsa ini agar tercipta suatu tatanan
yang harmonis. Akankah "Gong" tersebut muncul di 2010 ini? Wallahuallam
wisawab.
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar