Jumat, 10 Juli 2009

[daarut-tauhiid] Tujuh Indikator Kebahagiaan Dunia



Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten
dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus
didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas

telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya
oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa
yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh)
indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga
tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati
yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas
memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia
malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.

Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita".
Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal
ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih
besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan
mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang
sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan
diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada
kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang
sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya
menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan
memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya,
walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi
seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak
muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW
bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu
: "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah
udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya
melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika
istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda
itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang
sudah berbakti kepada orang tua ?"

Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho
kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah,
cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita
mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas
cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan
menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya
dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal
siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah
orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah
haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan
orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada
kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.

Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan
nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya
tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.

Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang
sholeh.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi
halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.

Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah
bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa
sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan
tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan".
Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah
dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya,
maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan
dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti
menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama
Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih
jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.

Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia
belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada
Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.

Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup"
adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka
berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang
setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya
untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak
bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa
dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus
pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk
berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan,
hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya.
Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk
akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk
bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan
Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini,
bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan
berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup"
orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang
umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan
dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator
kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri,
maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin
membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh
Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid
dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia
"), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh
indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang
selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau
lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran
agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman
kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita
syukuri.

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil
aakhirati hasanaw" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk
memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan
surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian
kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita,
tetapi karena rahmat Allah.

Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa
dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal
soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah
sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian
ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya
Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak
cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita
masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya
karena rahmat dan kebaikan Allah semata".

Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan
untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah
itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

---------
Sumber tulisan: ceramah Ustad Aam Aminudin, Lc. di Sapporo, Jepang,
disarikan secara bebas oleh Sdr. Asep Tata Permana

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: