From: daromi aks <yahya.ayyash@yahoo.co.id>
Menyikapi fatwa Majelis Ulama
*Oleh : Daromi*
Assalamu�alaikum Wr Wb
Fatwa di Indonesia yang dilakukan oleh MUI dan ulama sering di cibir oleh
sebagian orang. Sedikit sedikit fatwa, sedikit sedikit fatwa, fatwa kok
sedikit sedikit ? mungkin demikian pendapat sebagian orang.Sebagian yang
lain berusaha sekuat mungkin agar fatwa tersebut dihapus atau tidak diikuti
oleh masyarakat. Dalam konteks masyarakat kita, dikeluarkanya fatwa hampir
selalu saja ada pihak yanhg keberatan. Pro dan Kontra hampir selalu muncul,
kendati yang kontra seringkali orang yang tidak faham terhadap hukum
syari�at.
Fatwa Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme membuat kaum sepilis meradang.
Menurut MUI Islam menyetujui pluralitas ( Keberadaan masing masing agama &
menghormati pemeluknya untuk berbibadah sesuai dengan agamanya masing masing
) namun MUI menyatakan Haram terhadap Pluralisme yang menganggap semua agama
benar dan menyatakan Tidak ada kebenaran absolute.
Rencana Fatwa MUI tentang rokok ditentang oleh banyak fihak karena merugikan
industri rokok yang menghasilkan milyaran rupiah pajak.Fatwa tentang
Infotaintment ditentang oleh praktisi infotaintment karena banyak juga yang
bekerja disana . Mungkin demikian salah satu alasannya. Terakhir yang ramai,
ulama dari Jawa Timur mengeluarkan fatwa haramnya photo pra wedding, ojek
wanita, rebonding dsb dan seperti yang kita ketahui ramai ketidaksetujuan
sebagian masyarakat terhadap fatwa ini. Pekerja photo akan bisa kehilangan
pekerjaan dsb.
Bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang islam terhadap fatwa fatwa
tersebut ? Apakah kita ikut ikutan latah bahwa MUI terlalu gampang
mengeluarkan fatwa, fatwa tidak mengindahkan nilai nilai social, fatwa MUI
mlepmem, gak ngaruh, nggak ngefek dsb?
Fatwa tersebut hakekatnya ditujukan kepada umat islam . MUI sebagai lembaga
ulama yang ada di Indonesia memang sudah seharusnya menjelaskan kepada umat
berbagai hal yang perlu untuk diketahui secara syari�at, khusunya dengan
munculnya berbagai masalah baru yang belum muncul pada zaman Rosulullah
dahulu. Tentu sebagian besar masyarakat kita tidak mempunyai kemampuan
sendiri untuk meneliti hadist hadist dan berbagai macam kitab karangan para
ulama. Tentu sangat sedikit diantara kita yang memahami bahasa arab dengan
baik dan benar, sehingga jika muncul suatu masalah hukum Majelis ulama lah
yang mengeluarkan fatwa kepada masyarakat. Justru mengkhawatirkan jika
sesuatu yang haram karena sudah lazim dilakukan dan sudah sangat banyak
terjadi seolah olah menjadi dianggap halal, padahal tetp saja haram.
Berpacaran dalam islam tidak boleh kendati banyak yang melakukannya. Tidak
bisa kemudian hukumnya berubah menjadi boleh.Berfoto foto berdua sebelum
menikah dengan bergandengan, berpelukan dsb untuk ditunjukkan kepada para
undangan, memang tidak diperbolehkan para ulama karena memang belum menikah.
Jadi jikapun mungkin sebagian kita belum mampu meninggalkannya karena suatu
sebab, misalnya karena paksaan orang tua dsb , tetap harus diyakini bahwa
hal tersebut sebenarnya dilarang oleh agama. Berarti termasuk katagori
melanggar bukan mengingkari, karena mengingkari hukum ALLAH dosanya sangat
besar.
Ada kekhawatiran pengaruh media menjadikan sesuatu yang sebenarnnya tidak
baik menurut agama ini menjadi biasa biasa saja.Bahkan dikalangan media
yahudi seperti yang ditulis oleh media besar islam di Indonesia, ada istilah
*� ulang ulangilah terus kesalahan, maka lama lama ia akan diterima sebagai
kebenaram*�.Jika ini terjadi, sangatlah berbahaya. Menganggap halal apa yang
sudah diharamkan oleh ALLAH adalah dosa besar. Melanggar sangat berbeda
dengan mengingkari.Orang yang melanggar hukum ALLAH karena suatu sebab namun
dirinya meyakini bahwa sebenarnya itu tidak boleh dilaksanakan tentu berbeda
dengan orang yang mengingkari hokum ALLAH tersebut, apalagi ikut mencela dan
menghalanginya.Apa jadinya jika karena ketidak tahuan seseorang menganggap
yang sebenarnya haram itu dianggap dia halal ? Disinilah fungsinya ulama
menjelaskan,sehingga yang tidak mengetahui menjadi tahu.
Sebagian orang mungkin menganggap fatwa dari para ulama tidak ngefek, nggak
ngaruh bahasa kerennya, namun sebenarnya ulama tersebut telah selesai
menjalankan tugasnya menjelaskan kepada masyarakat tentang masalah tersebut.
Adapun ngaruh atau tidak, itu urusan hati dari masing masing orang karena
Majelis ulama tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksa.Jangankan fatwa MUI, Al
Qur�an yang sudah jelas saja masih banyak orang yang melanggarnya. Puasa
ramadhan yang jelas wajibnya masih begitu banyak orang yang dengan bangga
melanggarnya Disinilah perlunya sebuah pemerintahahan yang islami yang mampu
mengawal syari�at islam agar dilaksanakan oleh orang islam. Disinilah banyak
orang islam yang ber ijtihad untuk mempercerpat dakwahnya melalui jalur
politik, krn sholat memang urusan & kewajiban pribadi, namun bagaimana
meramaikan sholat di perkantoran, zakat di berbagai lembaga pemerintah
bahkan menghukum orang yang tidak sholat sebenarnya adalah keputusan
politik. Kelengkapan islam memang sesungguhnya mencakup segala sesuatu.
Semoga kita tidak menjadi orang yang membenci fatwa para ulama, karena kita
adalah orang awam yang tidak mampu menelaah berbagai peramsalahan yang
begitu luas. Jika tidak ada fatwa ulama, tentu kita akan menjadi bingung
terhadap banyaknya permasalahan di negeri ini.Patut kita rasanya mengucapkan
terima kasih kepada mereka..Mohon maaf atas segala kesalahan, semoga ALLAH
mengampuni segala dosa dan kekurangan kita.
Wassalamu�alakum Wr Wb.
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar