Jumat, 09 Maret 2012

[daarut-tauhiid] Agama Taslim dan Ittiba'

*Agama Taslim dan Ittiba'*
<http://www.ar-risalah.or.id/index2.php?option=com_content&task=view&id=153&pop=1&page=0&Itemid=50>

<http://www.ar-risalah.or.id/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=153&itemid=50>


(39) Sesungguhnya yang selamat agamanya hanyalah orang yang pasrah kepada
Allah dan Rasul-Nya; dan menegembalikan ilmu dari sesuatu yang belum jelas
baginya kepada orang yang mengetahuinya.

(40) Sesungguhnya Islam hanyalah berpijak di atas pondasi penyerahan diri
dan kepasrahan.

Dengan dua matan ini Imam Abu Ja'far ath-Thahawiy menegaskan bahwa
keislaman seseorang tidak akan benar –meskipun dia mengucapkan dua kalimat
syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan,
dan menunaikan Haji ke Baitullah– kecuali jika di hatinya ada *taslim* dan
kesanggupan untuk berittiba' kepada Rasulullah. Sejatinya taslim adalah
manifestasi syahadat tauhidnya. Syahadat untuk hanya tunduk, taat, dan
patuh beribadah kepada Allah saja. Sedangkan ittiba` sejatinya adalah
manifestasi syahadat risalahnya. Syahadat untuk hanya mengikuti ajaran
Rasulullah tanpa menimbang-nimbangnya lagi dengan akal atau perasaan.

Hari ini kita dapat menyaksikan –mudah-mudahan kita sendiri tidak termasuk
di dalamnya– orang-orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat dengan
sangat fashih dan mengerjakan shalat tepat waktu, namun di hatinya tertanam
kebencian kepada Islam yang utuh. Sebab, banyak orang berpersepsi, Islam
adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, membayar
zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berhaji jika punya biaya. Urusan
selain kelima perkara itu ada hak pribadi setiap orang, kata mereka. Jika
ada yang mengingatkan bahwa seorang muslim mesti mentaati semua aturan
Allah sesuai dengan aturan main yang diajarkan oleh Rasulullah, ada saja
jawaban mereka. Jangan mengintervensi urusan orang lain; itu hak
asasi, *berislam
koq repot*, dan seribu satu jawab semisal lainnya.

*Hakikat Taslim*

*Taslim* atau *istislam* adalah tunduk, taat dan menerima apa saja yang
datang dari Allah dan Rasulullah. Apa saja yang datang, baik itu berupa
perintah atau pun larangan, tidak ada yang ditentang. Perintah dilaksanakan
sebatas maksimal kemampuan dan larangan dijauhi. Semua dimanifestasikan
secara lahir-batin. Allah berfirman,

*"Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak mendapati di dalam hati mereka suatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."* (QS.
An-Nisa`: 65)

Keputusan Allah dan Rasulullah adalah yang terbaik, meskipun terkadang
terasa berat dan tidak enak. Pun Allah telah mengingatkan kita bahwa,

"Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Dalam setiap
ketetapan-Nya, ada hikmah yang dalam. Hikmah yang boleh jadi tidak kita
ketahui. Baik kiranya jika kita merenungkan pernyataan Muhammad bin Syihab
az-Zuhriy berikut ini:

ãöäó Çááøåö ÇáÑøöÓóÇáóÉõ æóÚóáóì ÇáÑøóÓõæáö ÇáúÈóáÇóÛõ æóÚóáóíúäóÇ
ÇáÊøóÓúáöíúãõ

"Risalah datang dari Allah, Rasul bertugas menyampaikan, dan kita
berkewajiban untuk menerima."

* *

*Hakikat Ittiba'*

*Ittiba'* yakni mengikuti Nabi. Beliau adalah utusan Allah; manusia yang
paling tahu tentang maksud Allah yang tersurat maupun tersirat dalam
firman-firman-Nya. Karenanya para Salaf sepakat, jika ada ayat al-Qur`an
yang makna dan maksudnya telah dijelaskan oleh Rasulullah, maka tidak ada
seorang pun yang boleh membantahnya. Semua mesti mengikuti petunjuk beliau.
Inilah hakikat *ittiba'*. Sesuatu yang akan mengantarkan kita kepada *
Mahabbatullah*.

Allah berfirman,

*"Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, berittiba'lah
kepadaku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu!' Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."* (Ali 'Imran: 31)

Imam Syafi'i berkata, "Aku beriman kepada Allah dan apa saja yang ada di
dalam Kitabullah sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Dan aku beriman kepada
Rasulullah dan apa saja yang datang dari Rasulullah sesuai dengan yang
dimaksud oleh Rasulullah."

Imam Ahmad berkata, "Kuamati Mushhaf dan kudapati perintah untuk mentaati
Rasulullah ada di 33 tempat." Kemudian beliau membaca,

*"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa
fitnah atau ditimpa adzab yang pedih."* (QS. An-Nur: 63)

Imam Ahmad mengulang-ulang ayat itu. Kemudian beliau ditanya, apakah yang
dimaksud dengan fitnah? Beliau menjawab bahwa fitnah itu adalah syirk.
Kemusyrikan. Maknanya, jika seseorang menolak sebagian perintah Nabi saw,
bisa jadi di hatinya ada sedikit penyimpangan sehingga hatinya menyimpang
dan celakalah dia.

Imam Ahmad juga pernah diberitahu adanya orang-orang yang menomorduakan
sabda Nabi saw dan memilih pendapat Sufyan bin 'Uyainah. Beliau berkata,
"Saya heran dengan adanya orang-orang yang mendengar hadits, mengetahui *
isnad*, dan keshahihannya, namun dia meninggalkan sabda Nabi n dan memilih
pendapat Sufyan dan yang lain. Padahal Allah telah berfirman, *"Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah
atau ditimpa adzab yang pedih."* (An-Nur: 63)

*Wahyu versus Akal*

Demikianlah, Islam adalah agama taslim dan ittiba'. Bertaslim dan
berittiba' maknanya menomorsatukan wahyu dan menomorduakan selainnya. Akal,
pikiran, perasaan, insting, dan logika siapa pun mesti ditimbang dengan
wahyu dan bukan sebaliknya: wahyu yang ditimbang dengan perkara-perkara
itu. Sungguh, ada banyak perkara yang tidak masuk akal, pikiran, dan
perasaan yang mesti kita terima dan kita ikuti, jika kita masih ingin
dikategorikan sebagai seorang muslim.

Apatah lagi, sekiranya kita hanya menerima perkara-perkara yang masuk akal
saja, pastilah kita tidak akan memeluk agama ini, Kita pasti akan
melepaskannya. Sebab akal manusia ada yang tidak akan menerima adanya adzab
kubur, ada yang mempermasalahkan bagaimana turunnya wahyu dari langit, ada
yang mempermasalahkan adanya Rasul dari kalangan manusia, ada yang
menginginkan supaya sunnah itu semua mutawatir. Ada juga yang menyatakan
hanya mau mengambil al-Qur`an, tidak mau as-Sunnah.

Sebenarnya orang yang mendahulukan akalnya daripada wahyu seperti orang
yang meminta tolong penarik becak untuk mengantarnya mencari obat sakit
gigi. Penarik becak mengantarnya kepada dokter gigi terbaik. Orang itu
menemui dokter dan diberi resep. Namun karena menurut penarik becak, resep
itu tidak cocok untuk penyakit yang diderita orang itu, maka penarik becak
menyarankannya untuk membuang resep itu dan mengikuti petunjuknya. Penarik
becak adalah perumpamaan akal dan dokter gigi adalah perumpamaan wahyu.
Saat seseorang menghadapi suatu masalah dia bertanya kepada akalnya,
bagaimana solusi masalah itu. Akalnya memberitahu bahwa dia harus merujuk
kepada wahyu. Namun saat wahyu memberitahu solusinya, ternyata akal
menganggapnya tidak benar. Semua tahu, jika orang itu mengikuti akalnya dan
membuang wahyu, dia sama saja dengan orang yang menderita sakit gigi yang
mengikuti nasihat penarik becak dan membuang resep dokter gigi.

Akhirnya, siapa yang tak mau bertaslim dan berittiba', hendaklah
mempertanyakan keislamannya sendiri. Sebelum kelak dihadapkan kepada Allah
sebagai orang-orang yang selagi di dunia bersusah paya, ternyata di akhirat
tidak mendapatkan bagian surga. *Na'udzu billahi min dzalik.*

http://www.ar-risalah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=153&Itemid=50


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: