Dari: wahyu nugroho
Judul: The Magic of Hand
Tanggal: Kamis, 10 Desember, 2009, 2:58 PM
jika ada yang bertanya dimanakah letak 'pikiran' kita?
saya akan menjawab : di tangan
The Magic of Hand, pelajaran ini saya dapatkan dari Dr. Zaenal 'Alim Mas'ud, salah satu dosen di departemen Kimia IPB. Waktu itu pas kuliah sintesis kimia organik di kelas S2 yang aku ikuti, beliau meminta kami untuk mencatat presentasi materi dan tidak mengijinkan untuk mem-fotokopi. Menurut Beliau, dengan mencatat otomatis pikiran kita bekerja…
Saya jadi teringat teman-teman yang "pintar" dan menonjol kemampuan akademiknya dibanding yang lain, salah satu rahasianya ternyata…bahwa mereka memiliki catatan mata kuliah yang lebih lengkap dari yang lain, selain lebih rajin belajar, membaca textbook, diskusi dll tentunya.
Di kelas kimia 35 ada Hendra yang punya cara kreatif dalam "menuliskan ilmu" sehingga bisa lebih mudah faham dan hapal, ada Ryan mahasiswa yang paling menguasai pelajaran di angkatan 35, ada almarhumah Febtiana yang sering saya pinjem catatannya, terutama menjelang ujian.
Hasilnya sangat beda antara memiliki catatan sendiri dan memiliki catatan fotokopian.
The Magic of Hand, tangan kita menuliskan…tidak hanya di kertas, tapi juga di lembaran-lembaran pikiran dan hati kita.
Sejatinya hal ini bukanlah barang baru, kita sudah diajari sejak kita kecil, bahwa cara kita belajar : membaca, menulis[mencatat]
Tapi…tahu saja tidaklah cukup, karena ternyata masih banyak "ilmu" yang belum tercatat dengan baik dalam pikiran dan hati kita. Apalagi di jaman serba digital dan usia yang terus bertambah, kebutuhan keluarga yang seolah tak ada habisnya… menuliskan "ilmu" yang kita dapatkan seringkali terabaikan. Entah berapa kajian, seminar, majelis ta'lim, buku dan sumber ilmu lainnya bisa saya ikuti, tapi dimanakah "sisa ilmu" yang melekat dalam hati? Seringkali saya sudah merasa cukup dengan "general sense" yang saya dapatkan, but no detail.
Bahkan seringkali "bacaan" kita didominasi oleh "informasi" bukan "ilmu", dari berita politik, olahraga, seni budaya, gosip selebritis dari majalah, surat kabar, internet ataupun TV. Tidak sepenuhnya salah…, tapi tidak cukup.
Bagaimana dengan Al Qur'an?
Bagaimana "catatan Al Qur'an" di lembaran hati kita?
Saya pernah bertanya kepada Pak Arifin [Ketua Prodi Pendidikan Kimia Universitas Palangkaraya]
" waktu itu pas saya kuliah S2 di ITB, sekitar tahun 98-an.Banyak buku yang saya baca, textbook kimia yang tebal-tebal, jurnal dsb. Tetapi ada 1 buku di kamar yang akhirnya saya sadari jarang saya baca, yaitu Al Qur'an. Sejak saat itu saya diingatkan untuk memuliakan Al Qur''an…", cerita Pak Arifin [kurang lebih seperti itu].
Saya bersyukur…dalam fragmen-fragmen kehidupan saya telah banyak berinteraksi dengan mereka para pecinta Al Qur'an, yang telah mencatatkan Al Qur'an dalam lembaran-lembaran pikiran dan hati. Saya menjadi saksi perjuangan teman se-kamar saya[Akh Adit stk 35] pas kuliah S1 dulu dalam menghapalkan beberapa juz Al Qur'an, juga akh Heri mtk 35 di Al Ghifari.
Tetapi apakah cukup…melihat mereka, sahabat kita, guru kita telah menyiapkan bekal untuk kehidupan akhiratnya. Tidak…tidak akan cukup.
Seperti jawaban Azzam di film Ketika Cinta Bertasbih waktu ditanya kesannya tentang seorang perempuan, apakah ia cantik? "tergantung, sudah menikah apa belum? Kalo sudah ya tidak ada artinya buat kita" jawab Azzam.[teks tepatnya harus dicek lagi, tapi kurang lebih seperti itu]
The Magic of Hand, tangan kita menuliskan…tidak hanya di kertas, tapi juga di lembaran-lembaran pikiran dan hati kita.
3 Nopember 2007…hari ketika Shabrina pertama kali menghirup udara di dunia ini. Sore itu di Rumah Sakit Islam di Pekajangan kabupaten Pekalongan, seorang Ibu datang ke kamar tempat istriku dan Shabrina menginap. Ia bertanya kepadaku, "minta dido'ain apa anaknya?".
Aku langsung menjawab, " semoga anakku hafal Al Qur'an". Ibu tua yang bertugas untuk mend'oakan di setiap kamar yang ia masuki pun melafadzkan do'a yang kuminta. Amin Ya Rabb
Aku pun senang ketika istriku izin ikut tahsin di Al Hijri tiap hari Sabtu, atau ikut seminar tentang mendidik anak untuk menghafal Al Qur'an yang menghadirkan istrinya Ustadz Mutammimul Ula yang telah berhasil mendidik anak-anaknya menjadi Hafidz Qur'an.
Tetapi …apakah cukup, bagaimana denganku?
Berapakah "catatan Al Qur'an" di lembaran pikiran dan hatiku di usia menjelang 30 th ini?
Alhamdulillah…, insya Allah aku yakin masih bisa menghafal 1 surat dalam waktu tertentu. Pertanyaanya adalah : sampai kapan hafalan itu melekat? Inilah pertanyaan [was-was] yang seringkali menjadikan kita malas menghafal Al Qur'an.
Sejak + sebulan yang lalu, saya belajar berubah…, belajar mengamalkan ilmu "The Magic of Hand" untuk mencatatkan Al Qur'an di lembaran pikiran dan hati. Tiap hari saya belajar untuk menuliskan ½ halaman Al Qur'an dan membacanya 5 kali ulangan [ berulang 3-5 hari, sampai benar-benar nempel].
Ada 2 godaan terbesar yang sering mengganggu proses belajarku ini:
v Malas, ada aja alasannya : nonton TV, makan, baca buku, tidur, rame banyak orang, atau aktivitas lainnya
v Tidak shabaran, pengen segera berpindah ke ½ halaman berikutnya karena "merasa" sudah hafal
Alhamdulillah, setelah sebulan akhirnya saya bisa menghafal kembali surat Al Mulk [tahsin harus terus diperbaiki], setelah sebelumnya "putus-sambung".
Inilah metode menghafal Al Qur'an [for Beginners] yang saya coba pelajari dan amalkan. Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan dan kenikmatan bagi kita untuk merasakan indahnya hidup di bawah naungan Al Qur'an.
"Ya Allah… berikan hamba istiqomah", amin.
The Magic of Hand, tangan kita menuliskan…tidak hanya di kertas, tapi juga di lembaran-lembaran pikiran dan hati kita.
Semoga bermanfaat.
[ Diteruskan dari Bung Wahyu Nugroho ]
PH PRO
Indonesia
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar