Rabu, 23 Desember 2009

[daarut-tauhiid] Ibu di Persimpangan Jalan

 

Ibu di Persimpangan Jalan

Oleh: Salma Nurul Izza
IBU adalah dahan pijakan anak untuk meraih pucuk kehidupannya. Bila dahan
itu patah, anak akan jatuh bersamanya dan tidak akan pernah sampai di
puncak.
Tidak ada yang dapat mengingkari betapa pentingnya peran sosok yang kita
sebut IBU. Banyak orang besar yang tampil di kancah dunia karena peran
seorang ibu. Thomas Alva Edison, tentu kita semua mengenal nama ini.
Penemu besar yang memiliki ribuan hak paten. Namun tahukah Anda bahwa dia
hanya mengenyam dunia pendidikan formal 3 bulan?

Thomas Alva Edison dikeluarkan dari sekolahnya karena gurunya beranggapan
ia terlalu bodoh untuk bersekolah. Ibu Edison tidak mempercayai hal
tersebut. Dengan gigih ia didik sendiri Edison di rumah. Lebih dari apa
yang didapat Edison bila bersekolah, ibunya mengajarkan juga keuletan
berjuang dan kemandirian. Di usia begitu muda, Edison berjualan koran
untuk membiayai sendiri penelitian-penelitiannya. Bahkan di usia 10 tahun
ia telah memiliki laboratorium sendiri. Bayangkan apa yang terjadi bila
ibu Edison bersikap sama dengan gurunya. Mungkin listrik akan terlambat
ditemukan. Dan itu berarti penemuan-penemuan yang terkait listrik juga
akan terhambat.

Ibu Imam Syafi'i mewakili perjuangan ibu dari tokoh-tokoh agama. Suaminya
meninggal sebelum Imam Syafi'i lahir. Ia membesarkan Syafi'i sendirian.
Memotivasinya untuk belajar. Usia 7 tahun Syafi'i sudah hafal Alquran.
Guru-guru ia datangkan untuk mengajar Syafi'i, biarpun untuk itu ia harus
bekerja keras untuk biaya belajar anaknya.
Sosok ibu seperti yang kita harapkan, bukanlah hal yang mudah kita temui
saat ini. Zaman berubah, permasalahan dalam mendidik anak berubah,
tantangan semakin berat. Namun harapan untuk menemukan sosok ibu teladan
tentu tidak memudar.

Tantangan Ibu Masa Kini
Ibu masa kini memiliki tanggungjawab berat. Peran ganda yang tersandang di

pundaknya, antara bekerja dan mendidik anak di rumah, membuat para ibu
tertatih menjalani hidupnya. Konsep pemberdayaan ibu yang digulirkan
ternyata mengundang berbagai permasalahan baru. Upaya untuk meningkatkan
peluang kerja bagi ibu misalnya. Tujuan dari konsep ini adalah
memberdayakan perempuan secara ekonomi sehingga membuat perempuan lebih
mandiri. Namun pada faktanya peran ibu yang optimal di karier, seringkali
tidak diikuti peran yang optimal di rumah

Dengan banyaknya ibu yang berkiprah di luar rumah mencari nafkah, peluang
terjadinya disharmonisasi keluarga lebih terbuka. Ibu yang lelah pulang
bekerja, lebih mudah mengalami gangguan emosi. Anak seringkali menjadi
sasaran pelampiasan. Anak juga hanya mendapat waktu sisa, sehingga
komunikasi seringkali terkendala.

Anak-anak yang terabaikan, mendekatkan mereka pada kerusakan moral,
pemakaian narkoba, dan pergaulan bebas. Di Bogor, angka ketergantungan
terhadap narkoba sudah mencapai 2%, padahal ambang batas yang ditetapkan
untuk nasional adalah 1,2% (Pusat Penelitian UI). Bahkan beberapa waktu
lalu sebuah stasiun TV melansir penelitian di Jakarta, 800 siswa SD
terlibat narkoba!

Penelitian seks bebas di kota-kota besar : Medan, Jakarta, Bandung dan
Surabaya menunjukkan angka-angka yang membuat kita terhenyak. Betapa
tidak. Survei yang dilakukan pada 450 responden berusia 15-24 tahun
mengatakan bahwa 16% responden berhubungan seks pada usia 13-15 tahun dan
44% berhubungan seks pada usia 16 - 18 tahun (Lembaga Penelitian Synovate,

September-Oktober 2004).

Hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), menyatakan
pula bahwa sebanyak 85 persen remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah
berhubungan seks dengan pacar mereka. Penelitian pada 2005 itu dilakukan
terhadap2.488 responden di Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang,
dan Kupang.

Sedangkan berdasarkan survey BKKBN 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia
pernah berhubungan seks. Sebanyak 21% Di antaranya melakukan aborsi.
Menurut Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M Masri

Muadz, data itu merupakan hasil survei oleh sebuah lembaga survai yang
mengambil sampel di 33 provinsi di Indonesia pada 2008.

Kita jadi bertanya-tanya, ada apakah dengan anak-anak kita? Bila kita kaji

dengan cermat, pertanyaan ini sebenarnya salah alamat. Anak-anak kita
adalah anak-anak yang sama dengan kita sewaktu masih anak-anak. Yang
membedakan antara kita dan anak-anak kita sekarang adalah lingkungan yang
tidak sama. Dulu di zaman kita tidak ada media massa yang bebas mengumbar
pornografi. Tidak ada vcd porno yang dijual bebas di mana-mana. Tidak ada
tayangan film sadis yang penuh dengan kekerasan. Dan terutama lagi, dulu
kebanyakan kita masih didampingi oleh ibu.

Apa hubungannya dengan ibu? Ya, dulu ibu kita masih banyak punya waktu
untuk mendidik kita, mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan menunjukkan mana

yang salah. Ibaratnya kita masih memiliki perisai yang melindungi kita
dari berbagai hal buruk yang terjadi di sekitar kita.
Sekarang, anak-anak kita tidak memiliki perisai itu. Ibu-ibu saat ini
lebih banyak yang menghabiskan waktu di luar rumah mencari uang. Atau
kalaupun di rumah, ibu-ibu tersibukkan dengan berbagai tayangan televisi
seperti sinetron,telenovela dan infotainment. Alih-alih anak dilindungi
dari tayangan yang tidak mendidik, malahan anak-anak diajak ikut nonton,
menghabiskan sebagian besar waktunya di depan televisi.

Bukan hal yang mengejutkan lagi bila Direktur Eksekutif PKBI, Inne
Silviane menyatakan ternyata sebagian hubungan seks bebas remaja dilakukan

di rumah! Entah kemana ibu mereka.

Peran Ibu
Berkembangnya ide feminisme yang begitu pesat beberapa waktu terakhir ini,

terasa pengaruhnya terhadap cara pandang masyarakat terhadap peran ibu.
Peran ibu dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan materi.
Bahkan beberapa pihak cenderung menganggap peran ibu mendomestikasi
perempuan dan menempatkan perempuan dalam posisi inferior, tersubordinasi
peran suami.

Padahal, fakta membuktikan bahwa peran ibu dalam pendidikan anak tidaklah
tergantikan. Masa-masa 0-6 tahun bagi anak adalah masa keemasan
pertumbuhan dan perkembangannya. Pada usia ini, otak anak terbentuk sampai

80 %, kecerdasan dan dasar-dasar kepribadiannya mulai terbentuk. Karena
itu, masa ini membutuhkan pendampingan dari sosok yang intens mengikuti
pertumbuhan dan perkembangannya, yang mampu memberikan stimulasi optimal
dengan penuh kasih sayang.

Pembantu atau pengasuh bayi tentu jauh dari kriteria itu. Tempat Penitipan

Anak atau kelompok bermain yang diikuti anak juga tidak dapat memberikan
stimulasi optimal. Tempat ini dirancang untuk menangani banyak anak,
sehingga kebutuhan individu anak akan kasih sayang tidak terpenuhi seperti

bila ibu yang intens mengasuhnya. Kasih sayang adalah salah satu makanan
otak, yang membuat otak berkembang optimal selain gizi dan stimulasi.

Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus juga dibutuhkan anak dalam
perkembangan kecerdasan emosionalnya. Ketika anak merasa disayang, ia
belajar untuk menghargai dirinya, menumbuhkan rasa percaya diri, kemampuan

untuk berempati dan berbagi kasih sayang kepada orang lain.
Berbeda dengan anak yang kekurangan kasih sayang. Mereka cenderung
mengembangkan perasaan negatif, merasa tidak diterima sehingga penghargaan

terhadap dirinya sendiri rendah. Anak seperti ini akan cenderung menjadi
anak tertutup, rendah diri dan menyimpan potensi gagal dalam kehidupannya.

Kasih sayang yang tulus dan berlimpah tentulah datang dari seorang ibu.
Pemahaman yang utuh terhadap anak juga tentu datang dari ibu. Bila fungsi
ibu terabaikan karena ibu harus keluar rumah, maka adakah fungsi ini akan
tergantikan?

Dilema Ibu
Berperan sebagai ibu ideal tentu adalah cita-cita seorang ibu. Mendampingi

anak, mendidik mereka dengan baik dan mencetak mereka menjadi generasi
unggul yang akan mewarisi negeri ini. Namun, ibu dihadapkan pada banyak
tantangan.

Tantangan terbesar tentu faktor ekonomi. Banyak ibu yang terpaksa
meninggalkan rumah untuk ikut menopang ekonomi keluarga. Gaji suami yang
tidak memadai, sementara harga-harga kebutuhan yang makin melambung
tinggi, membuat para ibu turun tangan ikut bekerja.

Kondisi ini membuat anak-anak tumbuh tanpa kontrol dan pendidikan yang
tepat. Tidak ada yang peduli apa yang ditonton anak dan apa yang dilakukan

anak bersama teman-temannya. Orangtua hanya bisa terkejut saat anak
ketahuan terlibat masalah serius atau menjadi korban. Tawuran, narkoba,
pergaulan bebas, atau kasus kriminal.

Tantangan kedua adalah pengetahuan ibu terhadap pendidikan anak. Berapa
banyak ibu yang hanya tinggal di rumah namun tidak mampu mendidik anak
dengan baik. Ia tidak mengenal potensi yang dapat dikembangkan pada anak
dan bagaimana mengembangkannya.

Lebih parah adalah ibu yang bekerja dan sekaligus tidak mampu mendidik
anak. Ibu-ibu semacam ini tidak memiliki target dalam mendidik anak. Anak
dibiarkan seperti air mengalir, terserah mau jadi apa nantinya.
Kondisi ibu semacam ini tentu tidak bisa diharapkan dapat melahirkan
generasi unggul. Pemerintah seharusnya memiliki kepedulian yang besar
dalam masalah ini. Bukankah generasi unggul yang dapat melepaskan bangsa
ini dari krisis yang terus membelit? Apakah kita akan bertahan dengan
berbagai kerusakan yang melanda bangsa ini? Pepatah bahkan mengatakan
bahwa pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang berhasil mencetak pemimpin

yang lebih baik.

Selama ibu masih harus disibukkan dengan mencari nafkah, selama ibu masih
tidak memahami pendidikan anak, selama itu pula generasi unggul tidak akan

lahir . Bangsa kita akan terus terpuruk tidak mampu bangkit.
Tugas pemerintah adalah menjamin agar ibu bisa menjalankan peran
keibuannya dengan sempurna. Bukan malah mendorong ibu untuk bekerja keluar

rumah, bahkan keluar negeri dengan memberikan julukan pahlawan devisa. Itu

sama artinya negara ini tengah menjual masa depannya.

Tugas negara pula untuk menjamin pendidikan para ibu. Pendidikan dengan
kurikulum yang tepat. Agar para ibu tidak hanya menjadikan materi sebagai
orientasi hidupnya. Namun sesungguhnya, ibu punya tanggungjawab besar di
pundaknya untuk masa depan bangsa. Maka, tidak salah kalau dikatakan
perempuan adalah tiang negara. Bila tiang itu roboh, maka tunggulah waktu
keruntuhan negara.[]

*Penulis adalah aktivis Hizbut Tahrir Indonesia.



[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: