Konsep Present Value Sebagai Justifikasi Kapitalis Atas System Bunga
Dan Kritik Terhadapnya
By : Alihozi
Perjalananku selama kurun waktu kurang lebih 8 (delapan) tahun untuk mengajak masyarakat khususnya ummat muslim agar meninggalkan system perbankan kapitalis dan kembali kepada system perbankan syariah merupakan suatu hal yang tidak mudah, banyak sekali hambatan untuk menyadarkan masyarakat muslim yang sudah ratusan tahun terbiasa dengan system bunga, sub systemnya perbankan kapitalis. Karena pendukung-pendukung kapitalis berusaha memberikan justifikasi yang kuat atas system bunga, sehingga masyarakat muslim banyak sekali yang merasa yakin kalau mereka sah-sah saja memungut bunga dari uang yang mereka pinjamkan.
Pada tulisan artikel saya sebelumnya, saya sudah mengungkapkan bahwa justifikasi kalangan kapitalis bagi bunga yang dibebankan oleh kreditor kepada debitor dengan menginterprestasika
Selain justifikasi tsb di atas , sejumlah pendukung kapitalis juga memberikan justifikasi yang kuat bagi bunga, mereka menggunakan konsep uang present value yaitu mereka menginterprestasika
Pengertian ini benar menurut Prof.Frederic S.Mishkin karena Anda dapat mendepositokan rupiah Anda sekarang dalam tabungan yang memberikan suku bunga dan Anda mempunyai uang lebih dari satu rupiah dalam waktu setahun ke depan.
Jika Anda meminjamkan uang satu rupiah kepada seseorang selama periode satu tahun, maka pada akhir periode itu Anda berhak menerima pengembalian pinjaman lebih dari satu rupiah, karena Anda tidak mendopositokan uang Anda di bank. Sehingga dengan begitu Anda dapat mempertahankan nilai tukar rupiah Anda sebagaimana saat Anda pinjamkan satu tahun sebelumnya. Semakin lama jangka waktu kredit, semakin besar pula bunga yang berhak diterima oleh kreditor, sesuai dengan makin besarnya selisih antara nilai aktual dan nilai masa datang uang yang dipinjamkan.
Gagasan dibalik justifikasi kapitalis ini berdiri di atas pijakan yang salah, dimana distribusi pascaproduksi ditempatkan dalam kerangka teori nilai. Dalam Islam Teori Distribusi pascaproduksi terpisah dari Teori NILAI, banyak factor-faktor produksi yang berperan dalam formulasi NILAI tukar suatu komoditas yang dihasilkan, namun tidak berhak mendapatkan bagian dari komoditas itu. (Iqtishaduna, Teori Distribusi Pascaproduksi , M.Baqir AsShadr)
Saya ambil contoh , bila seorang individu memperoleh kayu di hutan yang tidak bertuan lalu ia meminta orang lain seorang pekerja untuk mengolahnya menjadi meja atau kursi, dalam Islam walaupun pekerja itu menambah NILAI pada kayu tsb karena mengubahnya menjadi meja/kursi , si pekerja tidak berhak untuk memiliki meja/kursi tsb tapi kepemilikan tetap pada individu yang memeperoleh kayu di hutan tsb dan si pekerja hanya berhak menerima upah dari kerjanya tsb.
Jadi, dari sudut pandang Islam, kreditor tidak berhak menerima bunga bahkan jika benar bahwa NILAI tukar aktual komoditasnya lebih besar dari NILAI tukarnya di masa datang, karena alasan ini tidak cukup dijadikan dasar justifikasi bagi bunga yang melambangkan selisih di antara dua nilai tsb. (Iqtishaduna, Teori Pasca Produksi Islami , M.Baqir As-Shadar).
Dalam Islam tidak mengakui pendapatan yang tidak didasarkan pada kerja baik kerja langsung maupun kerja yang tersimpan (Sewa). Bunga adalah pendapatan yang tidak didasarkan pada kerja, karena ia menurut pendangan kapitalis hanya merupakan hasil dari factor waktu bukan hasil dari factor kerja. Maka, wajar jika Islam melarang pemilik modal menggunakan waktu sebagai dasar untuk memperoleh pendapatan riba.
Wallahua'lam
Salam
http://alihozi77.
Hp: 0813-882-364-
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar