Jumat, 04 Desember 2009 pukul 06:55:00
Mengutuk Praktik Suap
Oleh A Ilyas Ismail
Pascareformasi, praktik suap bukan mereda, malah makin menggila.
Ironisnya, sebagian masyarakat kita menganggap praktik suap itu
sebagai sesuatu yang halal, karena sangat jamak dan lumrah. Pandangan
ini amat berbahaya, karena selain menimbulkan kerancuan, juga dapat
mengubah status kejahatan menjadi kebaikan.
Rasululah SAW mengingatkan kaum Muslim agar menjauhi praktik suap,
bahkan mengutuknya. Dalam hadis yang bersumber dari Abdulah Ibn `Umar
dikatakan, ''Rasulullah mengutuk penyuap dan penerima suap.'' (HR Abu
Daud). Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah, terdapat tambahan
kata-kata Fi al-Hukm, yakni dalam bidang hukum atau dunia peradilan.
(HR Ahmad).
Dalam hadis di atas, suap disebut risywah dari akar kata
rasya-yarsyu, yang secara bahasa berarti tambang yang dipakai sebagai
jembatan ke dalam sumur. Suap memang dipakai sebagai 'alat' untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti mempermudah urusan, meraih
pangkat, mendapatkan proyek, dan yang paling sering untuk memenangkan
perkara di pengadilan.
Dalam praktik, suap suka dikacaukan dengan pemberian ( hibah ) atau
hadiah. Dalam Ihya 'Ulum al-Din, al-Ghazali telah membedakan secara
terang benderang antara sedekah, hibah, suap, dan upah. Sedekah adalah
pemberian untuk tujuan akhirat. Hibah adalah pemberian untuk
kepentingan dunia, dengan tetap berharap pahala.
Berbeda dengan sedekah dan hadiah, suap adalah pemberian dengan maksud
agar penerima melakukan tindakan yang dilarang oleh agama, seperti
mengubah yang haqq menjadi batil atau sebaliknya mengubah yang batil
menjadi haqq . Apabila perbuatan yang diminta dari penerima adalah
perbuatan yang halal, maka pemberian semacam itu, menurut Ghazali,
dinamakan upah.
Jadi, suap bukanlah hadiah. Dalam Islam, hadiah dianjurkan, sedangkan
suap dikutuk. Tapi ingat, hadiah diberikan kepada manusia secara umum
untuk memperkuat cinta kasih, bukan kepada pejabat dan pemangku
kekuasaan. Menurut jumhur ulama, pemberian kepada aparatur negara
tidak dinamai hadiah, tetapi al-Suht alias uang haram. Begitu pula
segala bentuk pemberian kepada aparat penegak hukum, seperti polisi,
hakim, jaksa, dan yang serupa, bukan hadiah, tetapi tergolong suap
secara mutlak.
Praktik suap dikutuk karena dianggap meneruskan tradisi buruk di
lingkungan kaum Yahudi. Mereka dikutuk karena licik, korup, suka makan
uang riba, dan memperjualbelikan hukum-hukum Allah (QS al-Baqarah [2]:
41). Maka, kita perlu menyatakan perang dan mengutuk praktik suap itu.
sumber:
http://www.republik
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar