*Motivasi: Tiga Langkah Menuju Hidup Bahagia*
Apakah menurut Anda saya berbahagia? Ya, saya berbahagia. Apakah kehidupan
saya sempurna? Tidak. Dan *ketidaksempurnaan kehidupan, adalah kesempurnaan
manusia*. Terimalah.
Catatan ini (mestinya) adalah catatan pertama dari seluruh catatan yang
pernah saya buat. Entah mengapa, baru terpikirkan sekarang. Tidak mengapa,
apa yang lebih penting bagi kita adalah terus belajar tanpa henti. Termasuk,
jika harus mundur dulu beberapa langkah, agar langkah kita berikutnya
menjadi lebih berarti, lebih bermakna, dan lebih membahagiakan.
Ada tiga langkah yang bisa kita lakukan untuk mencapai kehidupan yang
berbahagia. Kemanapun kita mencari segala rumusan tentang "berbahagia"
sesungguhnya segala rumusan itu bercerita tentang tiga hal ini.
*1. MEMAHAMI REALITAS TENTANG "REALITAS"*
Apa yang kita sebut dengan "realitas" sesungguhnya terdiri dari dua macam
realitas, yaitu:
*Realitas Eksternal
Realitas Internal*
Realitas Eksternal adalah segala bentuk realitas yang terjadi *pada diri*
dan *di luar diri* kita. Realitas ini adalah segala *fakta* yang terjadi dan
berlangsung di dalam kehidupan kita.
Realitas Internal adalah bentuk-bentuk *pemaknaan* yang kita lakukan terkait
dengan Realitas Eksternal yang terjadi.
Apa yang paling penting adalah yang berikut ini.
Setiap kita bereaksi terhadap *makna-makna* yang kita *bangun*menjadi
Realitas Internal. Kita bersikap, mengambil keputusan, dan bertindak,
dengan *mendasarkan diri* pada Realitas Internal.
Jika Anda melihat satu bintang di langit suatu malam, Anda melihat sebuah
realitas keberadaan bintang. Bintang itu bagi Anda, benar-benar*
nyata*.
Jika bintang itu berjarak 10.000 tahun cahaya, maka apa yang Anda lihat
adalah gelombang cahaya yang sampai ke mata Anda, setelah berjalan menempuk
jarak selama 10.000 tahun lamanya. Kemudian, Anda memberi makna, bintang
itu *"ada"* di sana.
Jika bintang itu "nyatanya" sudah meledak 5.000 tahun yang lalu di angkasa
raya dan tinggal menjadi debu yang beterbangan saja, maka sesungguhnya apa
yang Anda lihat, adalah benda yang sesungguhnya sudah *tidak ada*.
Maka ketika Anda mengatakan melihat bintang, sangat mungkin realitas itu
adalah *Realitas Internal*, alias *pemaknaan* yang Anda berikan berdasarkan
hasil pengamatan mata fisik Anda.
Ketika Anda mengatakan bahwa bintang itu sebenarnya sudah tidak ada lagi
karena sudah meledak sejak 5.000 tahun yang lalu, maka realitas yang Anda
maksud adalah Realitas Eksternal, yang telah Anda maknai menjadi Realitas
Internal dengan pikiran dan hati.
Pada realitas yang manakah Anda semestinya bereaksi? Apakah Anda mau tertipu
oleh mata fisik Anda, atau Anda lebih memilih untuk mempercayai mata hati?
Realitas Eksternal berlangsung dan terjadi *pada diri* dan *di luar diri
kita*. Realitas Internal berlangsung *di dalam pikiran* dan *di dalam hati*.
Dan jika kita memang merasa manusia, manakah yang lebih kita utamakan?
Tuan A, sangat menyukai saya. Dan Tuan B, sangat membenci saya. Dua fenomena
itu, suka dan benci, bisa terjadi pada saat yang*bersamaan* terkait dengan
suatu obyek, yaitu saya.
Maka perhatikanlah, bahwa sikap dari masing-masing Tuan A dan Tuan B,
sebenarnya tidak terlalu obyektif mengikuti kenyataan yang ada pada saya,
melainkan lebih didominasi oleh *makna-makna* yang dibangun oleh Tuan A dan
Tuan B sendiri.
Dengan kata lain, Tuan A dan Tuan B memiliki Realitas Internal-nya
masing-masing tentang saya. Dan keduanya, memberi makna, mengambil sikap,
memilih keputusan, dan bertindak dengan mendasarkan diri pada Realitas
Internal itu.
Apapun yang mereka sikapi, putuskan, dan tindaklanjuti terkait dengan saya,
tidak pernah didasarkan pada *saya* atau karena saya, melainkan pada atau
karena Realitas Internal mereka *tentang saya*.
Jika Tuan B berkepentingan untuk merubah rasa tidak sukanya pada saya, apa
yang perlu dilakukannya adalah *bukan* merubah *saya*,*melainkan* merubah
Realitas Internal-nya *tentang saya*.
Jika saya berkepentingan untuk membuat Tuan B menjadi suka pada saya, apa
yang perlu saya lakukan adalah membantu Tuan B,*mengkreasi* Realitas
Internal yang lebih baik tentang saya. Caranya, dengan menciptakan Realitas
Eksternal saya, yang saya anggap paling membantu Tuan B untuk
*menciptakan* Realitas
Internal-nya yang lebih baik *tentang saya*.
Jika Tuan B dan saya berkepentingan untuk saling menyukai, apa yang perlu
kami lakukan berdua adalah, *mengkreasi* Realitas Internal kami
masing-masing, yang kami anggap mendukung kami berdua,
dan*menciptakan* Realitas
Eksternal kami masing-masing, yang kami anggap mendukung kami berdua, untuk
saling kami *pertukarkan* di antara kami, sehingga berpengaruh baik
terhadap *pembentukan*
Singkatnya, adalah lebih baik jika Anda terus mengupayakan diri makin*
terampil* dalam menciptakan dan mengelola *Realitas Internal*. Sebab,
Realitas Internal Andalah yang lebih banyak akan menjadi *realitas kehidupan
*.
*2. MEMILIH REALITAS*
Jika Anda sudah *menyadari* bahwa realitas kehidupan Anda dibangun oleh dua
macam realitas, dan salah satunya ternyata jauh lebih berpengaruh bagi
kehidupan Anda, maka kini Anda punya *pilihan*:
A. *Menerima hidup apa adanya*, dengan sekedar menjalani Realitas Eksternal
dan menciptakan Realitas Internal tanpa pola, tanpa arah, dan terseok-seok
ke sana kemari. Dengan ini, Anda adalah obyek dari kehidupan. Anda dipimpin
oleh dunia luar. Dan itu, tidak selalu sesuai dengan cita-cita dan harapan
Anda.
B. *Menerima hidup dengan penuh makna*. Realitas Eksternal yang terjadi pada
diri Anda, Anda maknai dengan cara-cara yang membuat Anda bisa mencapai rasa
nyaman dan bahagia. Anda membangun Realitas Internal dengan pola, arah, dan
perjalanannya, yang akan makin menyamankan dan membahagiakan Anda. Bonusnya
adalah kedewasaan, kematangan, kepantasan, dan pertumbuhan.
Ketika Anda dilahirkan ke dunia, modal awal Anda adalah *kemampuan memilih*.
Kemudian Anda tumbuh besar dengan kemampuan itu.
Orang bijak, pemimpin dan tokoh besar, buku-buku yang baik, orang-orang
terbaik, para nabi, kitab suci, dan bahkan Tuhan yang Maha Menciptakan Anda,
selalu mengajari Anda untuk terampil memilih realitas.
Jika Anda terampil, maka Realitas Eksternal adalah *bahan baku* untuk
membangun Realitas Internal. Segala sesuatu tidak diciptakan dengan sia-sia.
Semuanyanya punya arti, maksud, dan makna. Semuanya adalah bahan baku untuk
kebahagiaan Anda. Dan *bahagia*, adalah*Realitas Internal*.
*3. MEMELIHARA DAN MENJAGA PILIHAN*
Setiap pilihan, selalu punya *konsekuensi*
paling berat adalah gangguan atau distorsi yang akan membuat Anda
terpengaruh dan melenceng dari perjalanan menuju kenyamanan dan kebahagiaan.
Maka, dua hal berikut inilah yang perlu Anda asah selalu, sebagai bekal
untuk menjadi manusia yang terampil mengelola Realitas Internal.
A. *Selalu menaikkan dan meninggikan* nilai dan tingkat kepentingan*
mulia* Anda.
B. *Selalu menurunkan dan merendahkan* nilai dan tingkat kepentingan
berbagai fenomena yang menjadi *masalah, kendala, hambatan, persoalan,
gangguan, dan rintangan* yang menghalangi jalan Anda menuju rasa nyaman dan
bahagia.
Jika orang menganggap bahwa hidup itu adalah seni, maka seni itu adanya pada
tiga hal ini, *memahami realitas*, *memilih realitas* dan*memelihara dan
menjaga pilihan realitas*. Maka Anda, akan menjadi manusia yang menguasai
kehidupan. Anda bukan korban, Anda adalah pemimpin. Pemimpin kehidupan.
Semoga bermanfaat.
Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
Artikel lain:
http://www.motivasi
http://www.facebook
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar