Selasa, 01 Desember 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2899[3 Attachments]

Messages In This Digest (12 Messages)

Messages

1a.

[KELANA LEBARAN] BERLEBARAN DI NEGERI SEBERANG

Posted by: "MIAU IMA" yory_2008@yahoo.com   yory_2008

Mon Nov 30, 2009 3:02 am (PST)

[Attachment(s) from MIAU IMA included below]

BERLEBARAN DI NEGERI SEBERANG

Oleh: Miyosi Ariefiansyah

Lebaran
tahun ini saya habiskan di kampung halaman mertua (mama) tepatnya di Desa
Betung- Kecamatan Lubuk Keliat- Kabupaten Ogan Ilir- Palembang- Sumatera Selatan. Satu kata yang
bisa saya ungkapkan dari perjalanan saya tersebut yaitu "Senang". Gimana prosesnya
hingga saya yang asli Jawa murni tanpa bahan pengawet ini bisa "terdampar" di tanah
seberang sana?
Ikuti kisah singkat saya.

Rabu,
16 September 2009

Pukul 20.30 WIB (kurang lebih)
kami berangkat dari Deltamas- Cluster Riviera- Cikarang Pusat dengan
menggunakan mobil pribadi. Jumlah "penduduk" yang akan ber-"transmigrasi"
sementara ke pulau Sumatra ada 8 orang, yang terdiri dari: papa dan mama
(mertua), suami, saya, dan 4 orang adik. Tentu saja barang-barang yang kami
bawa sangat banyak. Semua sisi mobil benar-benar terisi penuh dan tak ada satu
sisi pun yang terlewat, mulai dari depan, tengah, belakang, hingga atas
(seperti yang terlihat pada gambar). Bismillah….kamipun berangkat.

Tiba di Pelabuhan Merak pukul
00.00 WIB. Walau malam gelap dan angin dingin semakin menggila namun jutaan
manusia serasa membanjiri pelabuhan tersebut (sudah seperti nonton konser saja suasananya).
Nyeselnya saya tak sempat mengambil gambar "jutaan" manusia yang "mengerubuti"
pelabuhan pada malam hari tersebut karena lelah fisik dan hati . Gimana tidak, kami yang tiba di Pelabuhan pada
pukul 00.00 WIB dan sudah membayangkan akan sahur di Pulau Sumatra (dengan
asumsi perjalanan melintasi Selat Sunda ditempuh selama 1,5 jam), harus menelan
kenyataan pahit karena kenyataannya kami harus rela "hibernasi" sementara
selama 4 jam di pelabuhan ini. Wahhhh…. Sehingga kami semua (kecuali saya
karena sedang "cuti") hanya bisa menerima dengan ikhlas karena harus sahur di
mobil. Sekitar pukul 04.30 WIB di hari yang berbeda barulah kami diberangkatkan
menyusuri lautan lepas.

Kamis,
17 September 2009

Hari kedua perjalanan saya menuju
Pulau Sumatra, masih dengan suasana yang sama yaitu suasana lautan lepas dengan
anginnya yang kencang di pagi hari serta suara mesin kapal laut yang terdengar
tidak begitu jelas di telinga saya. Kadang saya membayangakan bagaimana
seandainya kapal laut yang saya tumpangi ini karam. Ups….saya tidak melanjutkan
imajinasi saya yang tidak penting tersebut. Saya lebih memilih melihat
keindahan alam Indonesia
bersama suami dan adik-adik tercinta.

Kira-kira pukul 07.00 WIB, ketika
matahari sudah mulai menampakkan sinarnya yang hangat, kami semua tiba di Pulau
Sumatra yang paling ujung Inikah Pulau Sumatra, walau hanya ujungnya saja . Begitulah pikir saya waktu itu. LAMPUNG. Propinsi
pertama yang saya lihat. Ya, Alhamdulillah bisa mengunjungi salah satu kekayaan
alam Indonesia.
Akhirnya sampai juga saya setelah diombang-ambingkan oleh tarian ombak yang
kadang membuat saya berimajinasi yang aneh-aneh. Walaupun demikian perjalanan
saya dan keluarga belum selesai hanya sampai di sini. Untuk sampai ke rumah
Gede (kakek kalau bahasa Jawa), kami masih harus menempuh perjalanan yang
lumayan panjang (sekitar 12 jam) dengan melewati hutan belantara yang indah dan
super panjang .

Di sepanjang perjalanan yang
terlihat adalah hutan hutan dan hutan. Mungkin karena kami lewat LINTAS TIMUR
juga kali, sehingga perjalanan saya waktu itu serasa jauh sekali (saya merasa seperti
di negeri khayalan saja). Tapi, tak terbersit sedikitpun rasa sedih dalam diri
saya. Malah sebaliknya. Alam imajinasi saja berterbangan ke mana-mana hingga
saya sulit menangkap mereka. Saya membayangkan bilamana hilang di hutan dan
bertemu dengan binatang buas, ehm tentu "asyik". Terkadang saya juga
membayangkan sedang berada di luar negeri he he karena jalan yang kami lalui
ini mirip banget dengan jalan yang ada di Film KNOWING yang
dibintangi oleh Nicolas Cage itu . Kalau nggak ber-imajinasi ya tentu saja saling
melempar celotehan dengan suami dan adik2 (ehm…sungguh keluarga yang bahagia
sekali….seneng banget) , dan kalau smua aktivitas itu sudah saya
"slesaikan" tidur pulas menjadi salah satu kenikmatan tersendiri juga. He he…

***

Setelah melewati jalan yang
sangat panjang dan lama juga melelahkan, kamipun sampai pada akhirnya di rumah
Gede pada pukul 21.00 WIB. Ehm…bisa dibayangkan bagaimana gak terurusnya wajah
kami semua. Syukur Alhamdulillah tak lupa saya ucapkan karena kami semua sampai
di rumah Gede dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun. Alhamdulillah.
Sambutan hangat dari keluarga di Palembang
juga membuat rasa capek saya hilang. Begitu sampai di rumah Gede, saya seperti
berada di rumah sendiri. Suasana kekeluargaan dan penuh keakraban walau jarang
bertemu sungguh sangat terasa. Ehm…. Nikmatnya hidup, pikir saya waktu itu.
Hari itupun saya akhiri dengan tidur larut malam di atas rumah panggung.
Sungguh indah rasanya. Suasana yang berbeda dari biasanya ini membuat saya
nyaman dan tak sabar menunggu hari esok tuk melanjutkan petualangan berikutnya.

Jumat, 18 September 2009

Agenda kali ini adalah jalan-jalan ke kota. Selain untuk
bersilaturahmi kepada saudara dan belanja buat lebaran, kegiatan berwisata
kuliner menikmati makanan khas daerah Sumatera Selatan menjadi salah satu
tujuan kami pada hari itu. Ya walaupun masih capek sebenarnya, tapi kalau untuk
soal jalan- jalan, saya sih ayo aja.

Tujuan pertama adalah ke tempat saudara di
daerah Jaka Baring, kalau di Jawa sih sebutannya "Budhe", tapi kalau di Palembang
saya dan suami memanggilnya dengan sebutan "Wak". Kami berangkat dari
Dusun Betung pada pukul 09.00 WIB dan sampai di tempat tujuan pada pukul 11.00
WIB (menjelang sholat Jumat).

Untuk yang pertama kalinya saya dan
adik-adik bisa on line. Yah maklum di tempat Gede tidak ada sinyal untuk
internet, yang ada hanya sinyal telpon saja. Sembari menunggu mereka-mereka
(papa, suami, dan adik laki-laki saya) sholat Jumat, saya memanfaatkan waktu
untuk ber-internet ria. Lumayan lah, bisa mengobati rasa rindu terhadap dunia
yang selama ini mengajarkan saya banyak hal.

Setelah bersilaturahmi dengan
saudara-saudara yang ada di sini, perjalananpun dilanjutkan menuju Pasar Cinde,
salah satu pasar yang terkenal di Palembang
katanya. Yah kalau di Malang
mungkin seperti pasar besar gitu mungkin. Di sini kami belanja banyak makanan
yang digunakan sebagai oleh-oleh dan juga pada saat lebaran nanti. Sayang, saya
tidak bisa mengabadikan suasana penuh dengan suka cita para pedagang dan
pembeli di pasar Cinde karena waktu itu saya benar-benar sibuk membawa barang
belanjaan yang begitu banyak. Tapi yang jelas, pasar Cinde adalah salah satu
pasar yang menarik yang suasananya hampir sama seperti pasar Besar yang ada di Malang- Jawa Timur.

Setelah bercengkrama dengan begitu banyak barang belanjaan yang kami
beli di pasar Cinde, Kami menyempatkan diri tuk mengabadikan jembatan AMPERA yang terkenal indah
tersebut. Konon katanya pada zaman dulu, jembatan AMPERA ini bisa di buka dan
diangkat (bila ada kapal asing yang melewati sungai di bawah jembatan AMPERA
ini), seperti yang ada dalam games PIZZA FRENZY (yang hobi nge-game pasti tahu ). Tapi sekarang karena usia (mungkin) jembatan ini
tidak bisa difungsikan seperti dulu lagi. Walau begitu keindahannya tetap tidak
bisa dihapus dari ingatan. Percaya deh. .

Inilah Jembatan AMPERA dilihat dari sisi
yang berbeda. Saya berharap bisa ke sana
lagi J.

Tak hanya Jembatan AMPERA saja ternyata yang
indah. Tepat di bawah Jembatan Ampera terdapat BENTENG KUTO BESAK (BENTENG KOTA
BESAR), sebuah benteng peninggalan penjajah. Katanya benteng ini sempat ditutup
karena tidak terawat, tapi beberapa tahun terakhir ini dibuka kembali setelah
direnovasi.

***

Perjalanan pada hari Jumat inipun, kami
tutup dengan berwisata kuliner se-puas-puasnya . Menikmati makanan khas Palembang, apalagi kalau bukan Empek-empek.
Kali ini yang saya nikmati adalah empek-empek panggang, salah satu jenis
empek-empek yang tidak dijual di Jawa. Harganyapun relatif murah . Tentunya yang bisa menikmati empek-empek panggang
di kala masih hangat-hangatnya ya cuma saya saja, karena saya sedang "cuti"
puasa he-he, sedangkan yang lainnya ya terpaksa harus bersabar tuk "menikam"
empek-empek yang nikmat dan lezat itu hingga beduk tiba. Ehmmmm
Yummmyyyyy…apalagi bila dimakan pada saat masih panas-panasnya.

Jauhnya perjalanan antara Palembang dan Dusun Betung, membuat kami
"terpaksa" harus berbuka puasa di jalan. Kami berbuka di sebuah rumah makan
(lesehan) yang bernuansa khas Sumatra dengan seluruh makanan khas rata-rata
adalah khas Sumatra juga sebagai menu utama.
Ehm….lagi-lagi perut saya ikut berbunyi melihat makanan-makanan enak tersebut
(pindang ikan, pindang daging, sayur, dan sambal mangga) ehm….semua itu membuat
saya lapar lagi.

Puas dengan makanan enak khas Palembang tersebut,
kamipun bergegegas pulang. Kami melewati jalan yang berbeda dari jalan pada
saat kami berangkat tadi. Pada saat pulang saya diajak tuk melewati perumahan
bernama POLIGON. Di sini terdapat banyak sekali kenangan. Mengapa? Yah…karena
selama kurang lebih 5 tahun suami saya pernah tinggal di sana (pada saat masih SD). Yah walaupun untuk
sampai ke POLIGON harus "berputar-putar" dulu, maklum sudah lama tak
berkunjung, jadi ya lupa-lupa ingat .

Selesai sudah perjalanan singkat kami pada
hari Jumat ini. Lagi-lagi saya tidak sabar tuk menantikan "petualangan" seru
esok hari. Apa yang akan terjadi ya? Ehm……

Sabtu, 19 September 2009

Tidak ada agenda untuk pergi ke
mana-mana. Memasak, itulah kegiatan utama yang saya lakukan bersama
saudara-saudara suami. Saatnya mempelajari kebudayaan Indonesia yang lain, begitu pikir
saya.

Dan kegiatan masak-memasakpun
dimulai. Gede perempuan (Nenek) walau sudah berusia sangat lanjut (sekitar
90-an) namun Beliau tetap semangat memasak. Salut banget. Pendapat yang
mengatakan bahwa bila seseorang sudah berusia lanjut akan kembali seperti anak
kecil tingkah lakunya tidak berlaku untuk kasus yang satu ini. Buktinya, Gede
kuat melakukan pekerjaan- pekerjaan rumah tangga dan Beliau tidak mau hanya
duduk manis saja. Wah, benar-benar nenek yang rajin. Maka sayapun tak mau
ketinggalan .

Saya lihat, hampir semua anggota
keluarga sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang memotong-motong ayam, mencuci ikan,
memasukkan beras ke dalam ketupat (ini saya), dan ada juga yang sekedar
mengamati serta mendoakan dalam hati (suami saya) he he…

Masak apa?? Inilah uniknya.
Kalau di Jawa, masak ketupat dilakukan beberapa hari setelah Lebaran, tapi
kalau di Palembang
ketupat dibuat pada saat menjelang lebaran. Sehingga pada saat lebaran nanti
ketupat hangat beserta sayurnya sudah siap dihidangkan sebagai menu spesial di
hari raya. Ehm…..

Selain ikut membantu masak, saya
juga mengamati kebiasaan orang-orang di negeri seberang ini, yah barangkali
bisa dijadikan inspirasi dalam membuat tulisan, begitu pikir saya..

Berikut ini, beberapa
diantaranya (dari sekian banyak keunikan yang saya temukan):

Di tempat Gede hampir semua logat berakhiran o, misalnya:
"ada apa" menjadi "ado apo" yah kalau di Jawa kan "ono opo" (walau sama2 "o" nya tapi
beda bentuknya) Logatnya cepet banget, kata mereka sih memang begitu (udah
dari sono-nya) dan tak ada maksud untuk marah-marah, maklum mereka
beranggapan bahwa saya (orang Jawa asli) adalah orang yang lembut,
bicaranya teratur, trus juga halus…wiiihhhh aku kan jadi malu… padahal saya
tak seperti itu (halah) Waktu saya manggil "mas" semuanya terheran-heran, karena di sana suami dipanggil
"Kak", Rumah panggung: Nah….. ini nih…. di sini saya benar-benar
diberikan kesempatan buat tidur di atas rumah panggung lho….ueanak tenan…Alhamdulillah aku dan saudara2 suamiku udah akrab , malah mereka bilang "Ternyato istrinyo Kak Ryan orangnyo
rame yo" (tau kan
artinya)… yah walaupun percakapan diantara kami memang aneh. Mereka
(sepupu-sepupu suami saya) berbicara dengan bahasa Palembang sedangkan saya menjawabnya
dengan bahasa Jawa, herannya kok ya nyambung gitu. Yah itulah kekayaan
alam Indonesia
yang memang harus dilestarikan

Hari Raya

Inilah hari raya pertama saya
bersama suami. Gimana rasanya?? ehm…. bersyukur banget pada Allah. Yah walaupun
saya menyesal karena tak bisa ikut sholat Ied, tapi tetap saja saya bahagia. . Sungkeman pada mertua, suami, dan
orang tua kandung saya tercinta tentunya (melalui telpon). Gaya sungkemanpun berbeda antara di Jawa
dengan di sini. Kalau di Jawa (paling tidak di tempat tinggal saya di antara
keluarga besar ayah saya yang berdarah Jawa Tengah), posisinya diatur, yakni:
para sesepuh (orang tua) duduk dengan penuh wibawa di kursi, sedangkan kami
(yang muda-muda ini) menghampiri para sesepuh itu sambil berbicara dalam bahasa
Jawa Halus (krama inggil), kurang lebih seperti ini, "Pinten-pinten kelepatan kulo, kulo nyuwun pangapunten ingkang kathah" (artinya?
cari di pepak boso he he). Trus, jawaban para sesepuh pun rata-rata seragam
yang saya tak bisa menirukannya karena tidak mengerti, tapi pada intinya
memaafkan.

Sedangkan kalau di tempat Gede,
sungkeman yah sungkeman…tak ada peraturan khusus, cukup bilang "Mohon Maaf lahir batin papa mama" begitu
saja.

Kalau bagiku keduanya sama- sama
enak, berbeda itu indah bukan, toh tujuannya sama, yaitu saling memaafkan.
Acara maaf-maafan bersama keluarga besar di Palembang berakhir indah. Semua keluarga
saling bermaafan dan tak ada satupun di antara mereka yang tidak tersenyum.
Semuanya nampak memasang wajah-wajah bahagia. Indahnya….

Saatnya Kembali ke Jawa

Belum puas menikmati keindahan
Desa Betung, kami semua "terpaksa" harus kembali ke tanah Jawa. Apalagi kalau
bukan karena alasan pekerjaan. Yah, masing-masing dari kami akan segera
"menunaikan" tanggung jawab dan rutinitas yang biasanya kami lakukan (Adik-adik
kembali bersekolah sedangkan saya, suami, dan mertua kembali bekerja).
Sedihnya, tapi mau bagaimana lagi. Saya hanya berharap bisa kembali lagi ke
sini (Desa Betung).

Oya, sebelum pergi saya
sempatkan untuk mengambil gambar berikut

Ini bukan oncom raksasa, tapi getah karet
yang sudah dikeringkan. Hari Rabu adalah hari bahagia buat para petani-petani
karet di Desa Betung- Ogan Ilir- Palembang.
Mereka (termasuk Gede) menjual karet yang mereka sadap sebelumnya. Panen panen.
Hasilnya lumayan lho. Ya, ternyata sebagian besar mata pencaharian orang-orang
di sini adalah petani (sama seperti di Jawa), bedanya kalau di Jawa petani padi
sedangkan kalau di sini petani karet. Beda yang lain juga, harga tanah di sini
masih tergolong murah bila dibandingkan di Jawa. Alhasil, kalau di Jawa
memiliki tanah seluas 1 Hektar saja sudah dianggap kaya raya sedangkan bila di
sini hal tersebut sudah dianggap wajar.

***

Akhirnya petualangan di tanah Sumatra pun usai. Rabu, 23 September 2009, kami pulang ke
tanah Jawa, dan bersiap tuk melanjutkan "perjalanan kehidupan" selanjutnya….

-------------------------------------------

 

BIODATA

 

 

 

Nama                                       : Miyosi
Margi Utami

Nama pena                               : Miyosi
Ariefiansyah

Alamat                                     : Perum Kota
Deltamas- Cluster Riviera A6- Cikarang Pusat-

                                                  17520- Kabupaten Bekasi- Jawa Barat

No Hp                                     : 021
46370942/ 085649627382

E-mail  / FB                             :
yory_2008@yahoo.com        

Blog                                         : http://mioariefiansyah.wordpress.com 

Judul                                        :
 Berlebaran Di Negeri Seberang

 

 

New Email names for you!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Attachment(s) from MIAU IMA

2 of 2 File(s)

1b.

Re: [KELANA LEBARAN] BERLEBARAN DI NEGERI SEBERANG

Posted by: "Rini" rinurbad@yahoo.com   rinurbad

Mon Nov 30, 2009 6:02 pm (PST)



Mbak Miyosi yang baik,
terima kasih sudah berbagi di milis. Namun saya lihat, waktu kirim langsung di-cc ya..jadi datanya 'transparan' semua nih..
Untuk ke depan, saran saya postingan ke milis untuk lomba seperti ini, dikirimkan dalam email terpisah demi keamanan data. Maklum, dunia maya penuh dengan risiko.

Peace,
Rinurbad

1c.

Re: [KELANA LEBARAN] BERLEBARAN DI NEGERI SEBERANG

Posted by: "MIAU IMA" yory_2008@yahoo.com   yory_2008

Mon Nov 30, 2009 8:07 pm (PST)



o gitu ya mbak

baiklah terimakasih mbak Rini yang baik dan Bijak

Miyosi

:D

--- On Tue, 1/12/09, Rini <rinurbad@yahoo.com> wrote:

From: Rini <rinurbad@yahoo.com>
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: [KELANA LEBARAN] BERLEBARAN DI NEGERI SEBERANG
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Date: Tuesday, 1 December, 2009, 8:53 AM

 

Mbak Miyosi yang baik,

terima kasih sudah berbagi di milis. Namun saya lihat, waktu kirim langsung di-cc ya..jadi datanya 'transparan' semua nih..

Untuk ke depan, saran saya postingan ke milis untuk lomba seperti ini, dikirimkan dalam email terpisah demi keamanan data. Maklum, dunia maya penuh dengan risiko.

Peace,

Rinurbad

Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com.
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/
2.

[KELANA LEBARAN] Lebaran, Lamaran dan Perjalanan

Posted by: "Syamsul Arifin" ipin.kerenz@gmail.com   ipin_kerenz

Mon Nov 30, 2009 8:34 am (PST)

[Attachment(s) from Syamsul Arifin included below]

Assalamualaikum,
Terlampir file tulisan Kelana Lebaran berjudul: Lebaran, Lamaran dan Perjalanan.
Semoga saya bisa menang yaw :D hehehe

--
---
Syamsul Arifin, SKM
�Young Professional Expert�
Visit my blogs at: http://genkeis.multiply.com

Attachment(s) from Syamsul Arifin

1 of 1 File(s)

3.

Kelana Lebaran : Kelana Lebaran Penuh Makna

Posted by: "Aan Diha" back2fitr@gmail.com   aansyafiqku

Mon Nov 30, 2009 8:37 am (PST)



Kebiasaan jelek. Last minutes. Semoga berkenan membaca :)

*
*

*
*

*KELANA LEBARAN PENUH MAKNA*

*Oleh : Aan Wulandari U*

* *

Kelana lebaran bagi saya adalah kunjungan ke tetangga dan �saudara tua�. Hal
ini benar-benar tak bisa ditinggalkan. Melalaikan hal itu bisa dianggap
pelanggaran norma. Memang bukan norma hukum atau adat dimana saya langsung
mendapatkan sanksi. Tapi, ada rasa malu bila tidak melakukan kunjungan itu.
Apalagi bila suatu saat bertemu dengan saudara yang seharusnya dikunjungi
dan beliau bertanya, �kenapa lebaran tak datang?� Bila tak punya alasan
tepat, sungguh itu adalah pertanyaan yang bisa membuat muka memerah. Ada
kesan, kita tak menaruh hormat padanya atau seolah kita adalah orang yang
tak mau menyambung silaturahim. Sebuah sanksi yang cukup berat kan? Jadi,
lebih baik memang sedapat mungkin acara kunjungan dilaksanakan.

Lantas, apakah kemudian lebaran adalah acara silaturahim terpaksa? Tentu
saja tidak sepenuhnya (tidah sepenuhnya berarti ada beberapa yang sedikit
terpaksa). Banyak juga yang bisa kita nikmati dalam siturahim yang bisa
makan waktu tiga sampai empat hari itu.

*
*

*Foto Penuh Cerita*

Tradisi di keluarga saya, seusai sholat Ied, semua berkumpul di rumah
Simbah. Termasuk bapak dan ibu saya pun seusai sholat ke rumah simbah. Di
sana, berkumpul putra-putri simbah yang berjumlah lebih dari sepuluh orang
dan tersebar dimana-mana. Setiap satu keluarga, minimal terdiri dari empat
orang, yaitu suami-istri berserta dua putra-putrinya. Minimal? Ya, itu untuk
keluarga dengan dua anak yang belum menikah. Banyak keluarga yang sudah
punya cucu. Seperti ibu saya, mempunyai empat orang cucu, tiga anak dengan
dua menantu. Dapat dibayangkan betapa ramainya rumah Simbah.

Antrian sungkem dengan simbah adalah ritual pertama. Setelah itu, acara yang
saya nanti dan kalau bisa jangan sampai ketinggalan. Jangan disangka acara
ini adalah makan-makan. Acara itu adalah foto bersama! Narsis? Hem... jujur,
kali ini yang mendorong untuk foto bukan alasan satu itu. Ada rasa yang
�lain� begitu melihat fotonya.

Tradisi ini dimulai sekitar tahun �95, saat saya masih SMA. Anggotanya masih
sampai ke level cucu. Belum ada cucu mantu ataupun cicit waktu itu. Setiap
tahun, jadailah sebuah foto bersama yang tak sama. Anggotanya selalu
berbeda. Selain anggota keluarga yang bertambah, tidak setiap tahun
putra-putri Simbah bisa pulang semua, dengan alasan tidak bisa mudik yang
berbeda-beda. Yang selalu ada adalah Bapak dan ibu saya. Rumah beliau dekat
dengan rumah Simbah. Tapi saya dan adik-adik juga belum tentu ada. Adik
pertama, kadang lebaran di rumah mertuanya. Adik kedua, walaupun masih *
single* dan tempat kerjanya dekat, tapi dia seorang TNI yang kadang dinas
luar atau ada tugas yang tak memungkinkan untuk pulang libur Lebaran. Saya
sendiri pernah tiga tahun absen dari kegiatan ini, saat berada di luar
negeri yang tak memungkinkan untuk pulang lebaran.

Foto lebaran pun menjadi foto bersama yang penuh cerita. Rentang waktu lebih
dari 10 tahun yang memuat banyak kisah di dalamnya. Simbah dulu masih sehat,
segar, bisa menyambut lebih dari 20 cucunya dengan ceria dan memberikan
angpao yang diterima dengan suka cita. Kini beliau hanya duduk diam di kursi
roda, tanpa ingat lagi siapa-siapa yang ada di sekitarnya. Beliau pun pasti
sudah tak tahu, siapa saja yang sungkem dengannya. Atau bahkan tak merasakan
kegiatan sungkeman, ketika anak, cucu, cicit mencium keriput tangannya.
Sedihnya...

Kegiatan foto bersama ini adalah kegiatan yang selalu saya nantikan.
Diantara semua kegiatan lainnya, inilah yang paling berkesan. Sebisa mungkin
tak akan saya lewatkan.

*
*

*Wisata Kuliner Penuh Berkah*

Tak ada acara makan di restoran saat lebaran. Atau juga sekedar jajan di
luar. Makanan dipastikan berlimpah. Bahkan, sampai tak cukup perut untuk
menampungnya. Kuliner pertama tentu saja adalah lanjutan dari acara foto
bersama. Walaupun Simbah sudah tak ingat apa-apa, namun ketupat, opor ayam,
pecel yang dulu selalu disajikan saat Simbah masih sehat tetap tersaji.
Biasanya ditambah dengan ikan, hasil tangkapan di kolam bapak saya. Tradisi
di keluarga saya adalah *ngesat blumbang* (mengeringkan kolam) menjelang
lebaran. Dilihat dari segi rasa, semua makanan itu mungkin tak istimewa.
Tapi makan bersama-sama seperti ini sungguh meningkatkan cita rasa yang
tiada bandingannya. Rasanya tak berlebihan bila saya katakan, inilah makanan
terlezat selama lebaran. Apalagi, kita makan benar-benar karena ingin makan
dan bukan karena paksaan.

Ya, saat lebaran ini, ada acara makan �terpaksa�. Bagaimana saya tak
mengatakan terpaksa bila memang kita makan karena dipaksa? Beberapa saudara
yang sudah *sepuh* masih menganut tradisi, �tamu harus makan�. Bahkan
silaturahim dikatakan belum sah bila belum makan. Wah... Padahal, tak hanya
satu dua orang yang seperti itu. Bagaimana mungkin dalam jarak dalam satu
jam harus 2-3 kali makan nasi? Jadilah, acara makan itu hanya sekedar *
ilo-ilo* atau basa basi. Saya biasanya hanya makan sayur sedikit atau nasi
sesendok dengan sepotong kecil ayam. Sayang sebenarnya, mengotori piring
saja. Kasihan yang bertugas mencuci. Tapi bagaimana lagi, daripada tak boleh
pamit. Lho? Begitulah, ada yang belum mengijinkan kita pulang sebelum makan.
Beruntung, saudara yang seperti itu hanyalah bulik, bu dhe atau tingkat yang
lebih tua. Tapi untuk saudara sepupu sudah tak begitu ekstrim memegang adat
itu.

Banyaknya saudara yang harus dikunjungi, melahirkan banyak cerita. Jadi,
walaupun ada acara makan terpaksa, tetapi ada juga makanan khas yang kita
kangeni. Tape ketan yang dibungkus daun pisang selalu kita temui di rumah
beberapa saudara. Tapi, yang kita cari adalah tape ketan termanis, yaitu
tape ketan buatan Mbah Putri. Nenek dari pihak suami. Sayang, semua tinggal
kenangan, karena dua tahun lalu, dalam tahun yang sama, hanya berbeda dua
bulan bulan, Mbah Putri meninggal kemudian disusul Mbah Kakung.

Rupanya, di rumah salah sepupu, kini tape itu kita jumpai lagi. Sedap
rasanya makan tape ketan dengan sendok emping melinjo. Lupakan saja bahaya
asam urat untuk sementara, khusus di hari lebaran ini.

Opor bebek adalah makanan andalan yang selalu disuguhkan dan kita nikmati
sepenuh hati di rumah salah seorang Pak Dhe. Jarang-jarang menemukan makanan
ini. Selain itu, di sana bisa makan salak pondoh sepuasnya. Kabun salak
beliau sangat luas. Bahkan setiap pulang, sekantong plastik salak pondoh tak
ketinggalan dibawakan.

Lebaran identik dengan kue-kue kering. Tentunya semua menyuguhkan kue ini.
Tapi, kue terlezat ada di salah seorang sepupu jauh. Kuenya buatan sendiri
dengan rasa yang aduhai. Bahkan, setiap tahun selalu ada saja kreasinya.
Beliau pun tak pelit membagi resep. Bukan saya tentunya yang senang, karena
saya tak biasa membuat kue. Kakak ipar selalu siap dengan catatan bila ke
sana untuk menyontek resepnya.

Tahukah cemilan bernama yangko? Berbentuk seperti rolade dari tepung ketan
yang tengahnya diisi kacang. Tak ada yang lebih legit dibanding buatan Bu
Dhe saya. �Kelapa kan nggak beli. Hasil panenan sendiri. Dibanyakin
kelapanya membuat rasanya enak dan tidak keras.� Itulah resep rahasia yang
dikatakan Bu Dhe bila kami memuji sedapnya yangko kacang itu.

Sebuah wisata kuliner yang bukan murah meriah judulnya, namun kuliner penuh
berkah, karena kita dapatkan saat silaturahim. Memakan makanan enak yang tak
hanya memuaskan lidah tapi juga membuat tuan rumah menjadi senang karena
suguhannya dinikmati sepenuh hati.

*
*

*Sebuah Kelana Hati*

Begitu banyak saudara yang saya punyai. Saudara kandung dari bapak, saudara
kandung dari ibu, juga dari ibu mertua dan bapak mertua. Semua itu bukanlah
saudara jauh. Mereka adalah mahram. Di saat silaturahin lebaran itu
terkadang baru tersadar, ternyata saya *sowan* (datang) kepada beliau tahun
lalu. Sungguh terlalu! Selama setahun, tak menyempatkan waktu untuk
silaturahim. Padahal sudah jelas anjuran dalam agama tentang silaturahim,
tapi semua ini sering terlupakan begitu saja. Dalam setahun itu, wajah para
Bu Dhe, Pak Dhe, Bu Lik dan Pak Lik begitu berbeda, yang sering membuat saya
tercekat. Betapa sepuhnya beliau-beliau sekarang. Sudah tak seperkasa lagi
seperti pandangan saya waktu kecil terhadap beliau.

Lebaran membuat saya terkenang masa kecil. Masa-masa dalam asuhan orangtua.
Atas ijinNya dan atas didikan mereka-lah, saya bisa seperti ini sekarang.
Kini, beban menjadi orangtua ada di pundak saya. Akankah saya bisa mengantar
anak-anak, seperti halnya orangtua mengantar saya sampai dewasa? Betapa
amanah ini terasa berat saya rasakan.

Terkadang, ada rasa nyeri yang terkuak kembali di saat lebaran ini. Ketika
lebaran sekarang berbeda dengan tahun lalu, karena tak adanya salah satu
saudara. Tak jarang, saat sungkeman mengingatkan saya pada mereka yang telah
tiada. Siapakah lagi yang akan dipanggilNya tahun ini? Atau justru saya yang
merasa masih muda? Sebuah renungan yang harus selalu diingat. Mengingat
kematian.

Begitu banyak hal yang bisa membuat kita berpikir. Juga dalam hal lebaran
ini. Begitu banyak makna yang bisa kita ambil.

*****************
4.

[Kelana Lebaran] Indonesia, Here We Come!

Posted by: "indah ip" indahip@gmail.com   iip01

Mon Nov 30, 2009 9:48 am (PST)



Duh, sudah dicoba menulis dari tadi, nggak memenuhi target juga euy..

Saya tahu sudah terlambat untuk mengikuti lomba Kelana Lebaran ini.
Tapi saya begitu ingin berbagi kebahagiaan. Jadi, nggak apa kan, tetap
dikirim ke milis ini?

Semoga bisa dinikmati oleh siapa pun yang membacanya ya!

Salam,
Indah IP

www.kiraziya.blogspot.com
www.asifortwins.multiply.com
www.indahip.blogspot.com

*INDONESIA, HERE WE COME!*

Menjalani Ramadhan dan Lebaran di negeri jiran tentu memiliki tantangan
tersendiri. Itulah yang kami rasakan selama dua tahun berada di Kuala
Lumpur, Malaysia. Meski momen-nya sama, tetap saja rasanya beda dan ada yang
hilang. Kami begitu rindu dengan tanah air tercinta, handai taulan, teman,
sahabat dan kemeriahan suasana yang selama ini begitu akrab dengan kami
sejak kecil.

Maka ketika tahun 2009 ini punya kesempatan untuk cuti panjang, kami tidak
menyia-nyiakannya. Ya, kami akan pulang! *Indonesia, here we come!* Tidak
sabar rasanya memijakkan tanah di negeri tercinta yang selama ini hanya kami
dengar kabarnya lewat internet, televisi dan kabel telpon!

Tepat dua hari sebelum hari H, kami pun terbang menuju Jakarta.
Sempat deg-dega juga sih dengan kondisi bandara internasional yang ramai
dengan isu *swine flu*. Kami sendiri sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari
dengan membawa sejumlah masker dan menjaga kondisi tubuh agar tetap fit
sebelum berangkat.

Jadwal kedatangan di tanah air sudah jauh-jauh hari kami sesuaikan agar
sempat bertemu dengan keluarga kakak Ipar di Pondok Cabe, Tangerang yang
sehari sebelum Lebaran berencana mudik ke Garut. Selain itu kami berharap
setidaknya bisa menikmati buka puasa dengan orang tua kami meski hanya
sebentar, yaitu satu hari bersama Ibu mertua yang ikut tinggal di Pondok
Cabe dan satu hari lagi bersama Mama dan Papa di Kalimalang, Jakarta Timur,
yang juga akan menjadi tempat kami menginap selama berada di tanah air.
Cukup adil, kaan?

Lebaran kali ini sangat istimewa. Sebab untuk pertama kalinya kami
sekeluarga Sholat Ied secara lengkap bersama-sama di halaman masjid. Si
kembar Kira dan Ziya sudah berusia lebih dari tiga setengah tahun. Jadi
sudah bisa konsentrasi mengikuti jalannya sholat dan mudah di ajak pergi ke
mana-mana. Meskipun belum berpuasa, Kira dan Ziya sudah sedikit-sedikit
paham tentang Ramadhan dan Lebaran lewat cerita-cerita saya dan papanya
setiap hari.

Keceriaan malam takbiran kami lalui dengan bermain kembang api
sambil mendengar takbir bersahut-sahutan dari masjid-masjid di sekitar
kompleks. Ini merupakan permainan baru bagi Kira dan Ziya. Meski
takut-takut, mereka kelihatan *excited *dan menikmatinya.

Saya dan Adiklah yang malam itu paling bersemangat membakar batang-batang
kembang api itu dan menggantungkannya di pohon jeruk purut di pekarangan
rumah Mama. Sambil bermain kami tertawa bersama sambil bernostalgia dengan
keceriaan malam Lebaran ketika kecil dulu di Padang, Ujung Pandang dan
Bandung yang juga sering dihiasi percikan kembang api di teras rumah.

Tibalah saatnya Lebaran. Dari dulu hingga sekarang, Mama selalu
menghidangkan menu yang lengkap sesuai dengan tradisi turun-temurun yang
biasa dihidangkan Oma saya di kampung kami, Sumatera Barat, yaitu: satu set
ketupat, rendang daging dan hati, ayam goreng, gulai buncis, bumbu pecel,
acar timun dan kerupuk. Hmm sedaaap! Jika dulu Mama sering membuat sendiri
dan membiarkan kami ikut membantu (atau merecoki!) keripik bayam, *
cheesetick,* kacang tujin dan tapai ketan hitam, kali ini mama memesan
kue-kue kering yang umum menghiasi hari lebaran dari tetangga yang pandai
membuat kue. Lebih praktis dan tetap enak dinikmati.

Selama dua mingguan berada di tanah air, kami sempatkan
berziarah ke makam Almarhum Bapak suami tercinta di Tanah Kusir. Meski belum
pernah bertemu, saya merasa dekat dengan beliau dari cerita-cerita Ibu
mertua maupun suami.

Sepanjang jalan masuk menuju pemakaman hingga pulang lagi, Kira dan Ziya
sibuk bertanya-tanya. Yah wajar saja sih, sebab ini merupakan kali pertama
buat mereka berziarah ke makam. Satu hal yang saya ingat dan catat dalam
hati hari itu adalah celetuk lirih Kira ketika menggandeng tangan saya
sambil memandang ke arah batu-batu nisan di tanah yang luas itu.

"Ma, Kira 'nggak mau bikin mama dan papa sedih lagi. Kira janji menjadi anak
sholihah yang rajin belajar dan membuat mama-papa *happy*..," Saya
memandangnya terheran-heran dan spontan membungkuk untuk memeluknya.

"*I love you,* 'Sayang. Mama-papa percaya Kira-Ziya adalah anak-anak yang
sholihah. Mama-papa akan bahagia, kalau Kira-Ziya bahagia," ucap saya nyaris
menitikkan air mata. Duh, bidadari kami ternyata dewasa sekali ya, sampai
kepikir begitu?

Entah apa yang terbersit di hati Kira saat itu. Tapi kami berharap mudik
kali ini memberi hikmah yang besar bagi semua.

Di rumah Mama, kami bisa bertemu dan menemani Oma tercinta (Ucinya Kira dan
Ziya) di kamarnya. Ibunda dari Mama saya ini telah berusia delapan puluhan
dan mulai sepuh. Kulitnya mulai keriput di sana-sini dan beberapa bagian
tangan serta kakinya mulai bergelayut. Untuk berdiri, Oma harus bersusah
payah karena merasa nyeri pada persendian-persendiannya. Meski pandangan
matanya mulai rabun, beliau mengenali suara-suara kami.

Saya sungguh salut menyaksikan bagaimana Mama setiap saat membantu keperluan
Oma dengan sabar dan telaten. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, mamalah
yang merawatnya. Oma setiap hari terbaring di dipan. Jika hendak buang air
besar atau air kecil, Oma harus dipandu untuk berdiri dan duduk di pispot
khusus. Jika hendak sembahyang, beliau harus dipandu untuk duduk dan
berwudhu dengan air hangat sebelum mengenakan mukena. Untuk makan, Oma masih
bisa melakukannya sendiri meski dengan tangan gemetar dan kaku. Rasanya
sedih melihat Oma tak berdaya begitu. Dulu beliaulah yang sering menjahitkan
aneka boneka buat saya dan Adik saya ketika kecil.

Sungguh membahagiakan ketika suatu kali sempat memasakkan *kerabu pucuk paku
* (sayuran khas Malaysia terdiri dari rebusan daun pakis yang dicampur
berbagai bumbu dan taburan bunga kecombrang) serta tumis bunga pepaya dengan
daun kemangi yang ternyata sangat disukai oleh Oma. Kata Mama baru kali itu
beliau kelihatan makan sangat lahap dan berkali-kali memujinya, �Enaak!�.
Waahh saya melambung saking senangnya!

Tidak terasa waktu cuti kami di tanah air segera berakhir. Kami pun pulang
ke negeri jiran untuk kembali beraktifitas di sana. Meskipun berat rasanya
pergi, kami percaya Allah selalu menjaga orang-orang yang kami cintai di
mana pun berada melalui doa yang selalu kami panjatkan.

Alhamdulillah, Lebaran tahun ini penuh kenangan dan indah.

Indah IP, November 2009
5.

Pantang Menyerah

Posted by: "radinal88" radinal88@yahoo.co.id   radinal88

Mon Nov 30, 2009 8:07 pm (PST)



Sumber: http://kumpulan-q.blogspot.com

Kompas, Senin, 30 November 2009, pada rubrik nama dan peristiwa menampilkan sosok Blake Lively, bintang muda berusia 22 tahun yang menjadi bintang serial televisi Gossip Girl. Dalam tulisan singkat tersebut diceritakan bahwa ia harus berjuang keras untuk mendapatkan peran untuk film baru yang disutradarai aktor Ben Afleck, The Town.

"Peran itu sebelumnya berusia 37 tahun. Aku merasa harus mendapatkan peran ini, tetapi mereka [bagian casting] bilang tidak bisa karena aku belum 37 tahun. Aku lalu naik kereta api menuju Boston, minta Ben [sang sutradara] mengaudisi langsung. Aku harus berjuang dan dia memberiku peran itu. Mereka menulis kembali skenarionya, kali ini aku menjadi perempuan 29 tahun."

Itulah kata-kata yang dilontarkan oleh Blake Lively seperti dikutip Us Weekly. Bintang yang juga bermain dalam film Elvis and Anabelle tersebut telah mengingatkan saya kepada salah satu tulisan yang saya baca sehari sebelumnya, yaitu ketika mengadakan perjalanan silaturrahim bersama-sama teman kuliah ke makam Sunan Drajat.

Dalam museum makam tersebut tertulis sebuah kata-kata yang menggambarkan perjuangan Blake Lively. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning ampah; Dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita luhur, kita harus mengenyampingkan segala bentuk rintangan.

Menakjubkan bukan? Lalu cobalah kembali membaca apa yang dituliskan oleh seorang budayawan Indonesia Prie GS dalam salah satu kolom majalah motivasi Luar Biasa. Dalam tulisan berjudul Menjadi Anak Muda, budayawan kocak tersebut menegaskan bahwa tidak ada yang harus ditakuti dari sebuah derita jika seseorang memang harus menghadapinya.

So! Keep spirit. Janganlah pantang menyerah. Ingatlah apa yang dikatakan oleh seorang filsuf yang bernama Konfisius; Orang yang sukses bukanlah orang yang tidak mempunyai masalah. Orang yang sukses adalah orang yang selalu bangkit dari masalah untuk menyelesaikan masalah itu sendiri

Sebagai penutup, saya akan menyuguhkan sebuah kisah pantang menyerah dari seorang Oprah Winfrey yang pernah saya tulis dalam pembukaan artikel motivasi saya di situs PenulisLepas.Com. Selamat menikmati!

Raut wajah perempuan kecil tersebut tampak suram. Tidak seperti anak perempuan lainnya yang bermain sambil tertawa ceria, perempuan kecil tersebut terlihat bersedih. Pasalnya, ayah dan ibunya akan berpisah beberapa hari lagi. Dan keputusan yang ia terima adalah ia harus tinggal bersama neneknya di sebuah kawasan yang kumuh dan miskin serta jauh dari kedua orang tuanya tersebut.

Dan tepat pada usia sembilan tahun, peristiwa naas kembali menerpanya. Ia diperkosa oleh saudara sepupu ibunya beserta teman-temannya berkali-kali. Hingga pada saat usianya menginjak tiga belas tahun, ia harus menerima kenyataan bahwa ia hamil dan melahirkan. Namun bayi yang telah dilahirkannya tersebut akhirnya meninggal dunia, dua minggu setelah dilahirkan.

Setelah kejadian menyedihkan tersebutlah, ia akhirnya memutuskan untuk lari ke rumah ayahnya. Ayahnya mendidiknya dengan sangat keras dan kejam. Dia diwajibkan membaca buku dan membuat ringkasannya setiap pekan. Walaupun pada saat itu ia mengalami tekanan yang berat, namun pada akhirnya ia menyadari bahwa tekanan tersebutlah yang telah menempa dirinya untuk meraih kesuksesan.

Ia akhirnya menjadi siswi teladan SMA tempat ia menempuh pendidikan. Prestasi tersebut membawanya diundang presiden. Ia pun mendapatkan beasiswa atas prestasinya tersebut. Disamping itu, di usianya yang masih remaja, ia telah menapak karirnya di bidang presenter di salah satu radio lokal.

Sungguh, kejadian-kejadian tersebut akhirnya, membawanya pada puncak karir sebagai salah satu presenter hebat yang dimiliki dunia. Ia menjadi presenter paling populer di Amerika dan menjadi wanita selebritis terkaya versi majalah Forbes dengan kekayaan lebih dari US $ 1 milyar. Copy acara talkshownya mendapatkan rating tertinggi yang pernah ada dalam sejarah pertelevisian di Amerika. Ya, dialah Oprah Winfrey, pembawa talkshow , termahal dan terkaya di dunia, yang berhasil keluar dari latar belakang yang sungguh menyedihkan.

; Catatan perjalanan ke makam sunan drajat
Radinal Mukhtar Harahap [ 29 November 2009]

http://kumpulan-q.blogspot.com
http://be-excellent-santri.blogspot.com

6.

(catcil) Air mata Umar

Posted by: "agus syafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Mon Nov 30, 2009 8:07 pm (PST)



Air Mata Umar

By: agussyafii

Cerita favorit anak-anak Amalia adalah air mata Umar Bin Khattab. Air mata Umar Bin Khattab mengisahkan tentang kebiasaan Umar Bin Khattab, sang khalifah yang pada malam hari suka berkeliling di kota Madinah untuk memantau keadaan
rakyatnya. Sampailah pada suatu malam, tiba-tiba mendengar suara tangisan anak-anak disebuah gubuk., karena penasaran Umar mendekati gubuk itu,

'Assalamu'alaikum,' salam Umar Bin Khattab. Dari dalam rumah terdengar menjawab salam, Wa'alaikum salam,' jawab seorang perempuan tua dengan lembutnya sambil mempersilahkan masuk. Alangkah kagetnya Umar menyaksikan tiga anak yang terus menangis sambil memegang perut diatas dipan yang sudah reot. Melihat keadaan seperti itu air mata Umar Bin Khattab mengalir begitu saja tanpa terasa. Kemudian dia bertanya kepada perempuan tua itu. 'Mengapa mereka menangis?'

'Mereka kelaparan, kedua orang tuanya sudah tiada sementara saya sudah tidak sanggup lagi untuk membeli makanan untuk mereka. Sejak kedua orang tua mereka meninggal sudah tidak ada lagi yang menjenguknya,' ucap perempuan tua dengan wajah bersedih. 'Bukankah ibu sedang menanak makanan?' tanya Umar terheran. Lalu perempuan itu menjawab, 'Saya telah membohongi mereka, bukan gandum yang saya tanak melainkan batu agar mereka berhenti menangis.' Umar nampak terkaget-kaget.

'Batu?' kata Umar tak lagi mampu menahan perih didadanya, hatinya terluka bagai disayat menyaksikan penderitaan yang dialami anak-anak yatim paitu dan seorang nenek tua itu. Air mata itu tak terbendung lagi, Umar Bin Khattab bergegas pamit meninggalkan mereka. Disaat di rumah Umar segera mengambil air wudhu untuk sholat dan berdoa, 'Ya Alloh, ampunilah hambaMu ini yang telah melalaikan mereka, Izinkan hamba menebus semua kesalahan.' Dengan secepatnya Umar Bin Khatttab mengambil sekarung gandum, sekantong roti dan susu segar untuk diserahkan kepada anak-anak yatim piatu dan nenek yang membutuhkannya. Tak lama kemudian ketiga anak itu disuapinya oleh neneknya. Anak-anak terlihat lahap makannya. Nenek itu bercerita, ketika kedua orang tua masih hidup cinta dan kasih sayangnya kepada mereka bertiga senantiasa disuapi. Setiap suapannya dihasi dengan senyuman yang indah dari ayah dan ibunya. Sejak peristiwa itu Umar Bin Khattab berjanji tidak akan pernah ada lagi penduduk dinegerinya yang kelaparan.

Dari kisah air mata Umar Bin Khattab ini memiliki pesan bahwa perasaan bersalah pada diri Umar karena merasa lalai karena ada penduduk negerinya yang kelaparan. Perasaan bersalah inilah yang kemudian ditebus oleh Umar dengan tekadnya untuk memperbaiki sistem yang ada. Konon di masa Umar Bin Khattab inilah Baitul Mal sebagai lembaga negara berfungsi dengan baik untuk membantu mengentaskan kemiskinan pada waktu itu. barangkali banyak hal teladan dari Umar Bin Khattab yang masih relevan untuk negeri kita yang tercinta bagaimana kita menghadapi krisis dewasa ini.

Wassalam,
agussyafii

--
Yuk, sambut tahun baru hijriyah bersama anak-anak Amalia. Dalam program kegiatan 'Amalia Cinta Muharram (ACM) pada hari Ahad, 20 Desember 2009 di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan komentar anda di http://agussyafii.blogspot.com atau http://www.facebook.com/agussyafii atau sms di 087 8777 12 431

7a.

Re: (Catcil) Yasmina dan Strip Dua

Posted by: "febty f" inga_fety@yahoo.com   inga_fety

Mon Nov 30, 2009 8:26 pm (PST)



mbak indar, senang deh akan ada adek baru untuk yasmin :)

salam,
fety

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, Indarwati Indarpati <patisayang@...> wrote:
>
>
>
> Yasmina
> dan Strip Dua
>
> Â
>
> Aku
> terbangun oleh riuh takbir di luar. Kutengok tubuh mungil di sisiku, jari
> tangan kanannya seperti biasa, refleks dihisapnya. Kucoba lepaskan dekapan
> mulutnya, dia tak rela. Maka kuputuskan untuk bangun dan membuatkannya susu.
> Dia melakukan itu biasanya karena lapar atau sedang merasa tak nyaman.
>
> Â
>
> Keluar
> dari kamar, lampu ruang tengah dan kamar samping masih benderang. Seperti
> biasa, lelaki yang telah kunikahi selama sepuluh tahun itu pulas terkapar di
> karpet, ketiduran tanpa mematikan lampu terlebih dulu. Kulirik jam dinding,
> masih berada di angka sebelas. Baru dua jam aku tidur sebelum terbangun.
> Kembali dari dapur dengan sebotol susu berisi 110ml saja, aku mencoba
> memberikannya pada Yasmin. Tapi dia tak mau membuka mulutnya dan jaripun telah
> dilepasnya. Memandang tubuh mungil itu, banyak hal berkelebat di kepala.
>
> Â
>
> Beberapa
> hari terakhir, aku merasakan sering pusing. Berbeda dengan migren atau pusing
> yang biasa kuderita. “Kamu itu kurang darah,” kata suami. “Minum Sangobion.
> Enervon C juga masih ada tuh.”
>
> Aku
> mengiyakan kata-katanya tapi dalam hatiku menuai kesimpulan lain. Ini tak
> sekedar kurang darah. Aku juga sering merasakan kedinginan yang khas
> akhir-akhir ini. Bahkan pada suhu normal aku bisa menggigil dan membutuhkan
> selimut tiga lapis. Satu lagi, selain nafsu makanku yang cenderung turun, aku
> juga sering tiba-tiba merasa mual, tak lihat jam. Pagi, malam atau siang dia
> bisa sewaktu-waktu datang. Jika kuanggap ini lantaran asam lambung, bisa juga.
> Tapi…hitungan kalender mau tak mau membuatkuÂ
> mencurigai satu hal. Maka kemarin sore, sebelum menjemput Ais ke sekolah
> kusempatkan ke apotek dan membeli test pack yang biasa kupakai.
>
> Â
>
> Pagi
> ini, dengan alat seharga dua puluh ribu itu terjawab sudah tanyaku. Ada strip dua. Artinya, aku positif hamil. Senang,
> tentu saja. Sampai menangis aku usai sholat subuh saking terharunya. Tapi
> jujur, menyelinap juga rasa lain, apalagi jika mempertimbangkan kondisi kami,
> kondisiku akhir-akhir ini.
>
> Â
>
> Setahun
> usia Yasmin, kami memutuskan untuk tidak KB alami seperti yang biasa kami
> lakukan. Saran dokter untuk KB mandiri pun tak kuturuti. Aku termasuk agak lama
> hamil. Ais dulu, nikah Agustus 1999, hamil dia Februari 2001. Yasmin lebih lama
> lagi. Membutuhkan rentang 7 tahun dari kakaknya meski sempat dua kali hamil
> yang gagal di selanya. Yang tak kusangka, strip dua di test pack itu begitu
> nyata dan termasuk cepat datangnya.
>
> Â
>
> Dulu,
> awal menikah aku ingin memiliki empat anak. Tapi seiring waktu, pemikiran itu
> mulai kupertanyakan. Sejak sadar bahwa memberi pendidikan terbaik bagi anak
> berarti spend more money, sejak mengalami operasi Caesar saat melahirkan anak
> kedua, sejak tahu banyak tetangga di sekitarku memilih memiliki anak 2 saja
> dengan alasan tak mau repot…
>
> Â
>
> Tapi
> membayangkan hanya memiliki 2 anak saat mereka beranjak remaja dan dewasa pun
> rasanya tak sedap amat. Pasti rumah akan sepi. Apalagi jika mereka harus kuliah
> di luar kota. Maka, sengaja tak KBlah kami. Biarlah Dia yang
> menentukan kapan si dede bakal ada. Kuperkirakan, waktunya akan pas, dan ternyata
> benar-benar pas. Jika perhitunganku benar, maka si dede bakal lahir saat usia
> kakaknya 2 tahun lebih 3 bulanan. Rentang waktu yang pernah kuanggap ideal
> mengingat pengalamanku dengan kakak dan adikku yang berjarak sama. Tapi,
> kekhawatiran yang membayangi ternyata tak seindah kondisi ideal yang pernah
> kuinginkan.
>
> Â
>
> Yasmin
> termasuk gadis kecil yang aktif dan ekspresif. Salah satu kesukaannya bergulat
> di kasur, naik-naik perut dan dadaku. Hal itu tentu akan membahayakan kondisi
> si dede. Sementara aku sendiri akan merasa kurang nyaman tak bisa main ‘kasar’
> dengan Yasmin. Begitu pula si batita 1,5 tahun itu, akan kehilangan lahan
> bermainnya yang empuk.
>
> Â
>
> Satu
> hal pula yang kuingat saat dia ada, aku merasa menduakan cinta. Selama
> bertahun-tahun Ais terlanjur kulimpahi segenap cinta dan perhatian. Maka aku
> sendiri tiba-tiba sempat merasa gagap ketika tiba-tiba ada tubuh mungil putih
> rentan yang merampas sebagian cinta itu dari kakaknya. Meski seiring
> berjalannya waktu--sekitar 1 minggu kalau tak salahâ€"aku mulai bisa berdamai
> dengan rasa bersalah itu dan memberi cinta porsi sama tanpa perlu membaginya,
> pengalaman itu takkan pernah kulupa. Dan jelas, aku akan mengalaminya lagi jika
> si dede lahir nanti.
>
> Â
>
> Kekhawatiran
> lain, seperti saat hamil Yasmin dulu, aku takut pengalaman dua kehamilan antara
> Ais dan Yasmin terulang. Rasanya sakit sekali menatap layar USG dengan sebentuk
> kecil itu tak beranjak dari ukuran terakhir dia diintip. Rasanya sakit
> mendengar vonis dokter bahwa dia harus di-terminated.
> Rasanya mengerikan harus dengan sadar menyerahkan diri dibuat tak sadar lalu
> terbangun dengan rasa kehilangan, dan diiringi ketakutan bakal bangun di dunia
> lain, alam lain yang meminta pertanggung jawaban. Sungguh, aku tak sanggup
> untuk menghadapi yang terakhir itu.
>
> Â
>
> Kegamangan
> lainku, kami belum menemukan pembantu. Padahal dia jelas sekali perlu. Selama
> ini aku merasa oke saja melakukan pekerjaan rumah tangga sembari tetap menjaga
> Yasmin. Selama ini aku menegakan diri juga membawa si kecil itu kemana-mana
> termasuk ke toko material atau menjemput kakaknya baik naik motor kubonceng di
> depan atau naik angkot tiap sorenya. Tapi dengan kondisi hamil, itu tentu bukan
> hal yang mudah. ditambah, kami sedang merenovasi rumah, hampir 70%. Suami
> berusaha menghandle yang dia bisa. Tapi kadang perlu tindak segera yang
> memerlukan tenagaku seperti pagi ini.
>
> Â
>
> Ah,
> dalam kebahagiaan ini, kenapa seperti mata uang yang memiliki dua sisi, ada
> kekhawatiran membayangi…
>
> Â
>
> Apapun
> itu, pada akhirnya aku harus kembalikan juga pada-Nya si pemilik jiwa, si penentu
> setiap kejadian. Semoga diberikan yang terbaik dan keberkahan di setiap
> kejadian. Amin.
>
> Â
>
> Tanah Baru, 27/11/09 00.21
>
> Indarwati
> penulis novel Lintang Gumebyar Â
> curhatan http://lembarkertas.multiply.com
> FB: indar7510@...
>

7b.

Re: (Catcil) Yasmina dan Strip Dua

Posted by: "Syafaatus Syarifah" syarifah@gratika.co.id   sya4215

Mon Nov 30, 2009 8:48 pm (PST)



Alhamdulilah...
Selamat ya Mbak Indar..
semoga janinnya terjaga selalu...
7c.

Re: (Catcil) Yasmina dan Strip Dua

Posted by: "Hadian Febrianto" hadianf@gmail.com   hadian.kasep

Mon Nov 30, 2009 9:54 pm (PST)



Mas Nursalam...

Sepengetahuan saya, bergantung orangnya. Ada yang belum sampai 1,5 tahun
sudah melahrkan lagi dengan normal (anak pertamanya operasi cesar)...

Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk mba Indar...

2009/11/29 Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com>

>
>
> Wah, mengikuti jejak Kang Dani dan Mbak Endah nih:).
>
> Selamat ya, Mbak. Apapun itu dan beragam rasa yang menyertai, itu titipan
> dan amanah. Pertanda Yang Maha Menitipkan sudah percaya penuh kepada yang
> dititipkan^_^. Tinggal yang ketitipan membuktikan performancenya:). *sok
> bijak mode: ON*
>
> Btw, tapi berarti kemungkinan besar kelak dioperasi caesar lagi ya? Karena,
> sependek pengetahuan saya, jarak idealnya -- dalam kasus Mbak Indar -- 2
> hingga 2,5 tahun. Agar rahim lebih siap dan "beres" -- jadi memungkinkan
> peluang lahir normal lebih besar. Ini makanya saya dan Yuni sedang dalam
> program "pengaturan" tsb:). Tapi, allahu a'lam, segala sesuatu Allah jua
> yang menentukan. Kun faya kun...
>
> Oh ya, dengan kehadiran Yasmina saja sudah hadir pula dua buku, berarti
> dengan kehadiran si kecil (si bungsukah?);p, akan berapa buku lagi ya?
> hehe...Mungkin itu yang namanya rejeki anak ya..
>
> Tabik,
>
> *Nursalam AR*
> -* yang masih terus belajar jadi ayah dari 1 anak -**
> *
> 2009/11/27 Indarwati Indarpati <patisayang@yahoo.com>
>
>
>>
>> Yasmina dan Strip Dua
>>
>>
>>
>> Aku terbangun oleh riuh takbir di luar. Kutengok tubuh mungil di sisiku,
>> jari tangan kanannya seperti biasa, refleks dihisapnya. Kucoba lepaskan
>> dekapan mulutnya, dia tak rela. Maka kuputuskan untuk bangun dan
>> membuatkannya susu. Dia melakukan itu biasanya karena lapar atau sedang
>> merasa tak nyaman.
>>
>>
>>
>> Keluar dari kamar, lampu ruang tengah dan kamar samping masih benderang.
>> Seperti biasa, lelaki yang telah kunikahi selama sepuluh tahun itu pulas
>> terkapar di karpet, ketiduran tanpa mematikan lampu terlebih dulu. Kulirik
>> jam dinding, masih berada di angka sebelas. Baru dua jam aku tidur sebelum
>> terbangun. Kembali dari dapur dengan sebotol susu berisi 110ml saja, aku
>> mencoba memberikannya pada Yasmin. Tapi dia tak mau membuka mulutnya dan
>> jaripun telah dilepasnya. Memandang tubuh mungil itu, banyak hal berkelebat
>> di kepala.
>>
>>
>>
>> Beberapa hari terakhir, aku merasakan sering pusing. Berbeda dengan migren
>> atau pusing yang biasa kuderita. �Kamu itu kurang darah,� kata suami. �Minum
>> Sangobion. Enervon C juga masih ada tuh.�
>>
>> Aku mengiyakan kata-katanya tapi dalam hatiku menuai kesimpulan lain. Ini
>> tak sekedar kurang darah. Aku juga sering merasakan kedinginan yang khas
>> akhir-akhir ini. Bahkan pada suhu normal aku bisa menggigil dan membutuhkan
>> selimut tiga lapis. Satu lagi, selain nafsu makanku yang cenderung turun,
>> aku juga sering tiba-tiba merasa mual, tak lihat jam. Pagi, malam atau siang
>> dia bisa sewaktu-waktu datang. Jika kuanggap ini lantaran asam lambung, bisa
>> juga. Tapi�hitungan kalender mau tak mau membuatku mencurigai satu hal.
>> Maka kemarin sore, sebelum menjemput Ais ke sekolah kusempatkan ke apotek
>> dan membeli test pack yang biasa kupakai.
>>
>>
>>
>> Pagi ini, dengan alat seharga dua puluh ribu itu terjawab sudah tanyaku.
>> Ada strip dua. Artinya, aku positif hamil. Senang, tentu saja. Sampai
>> menangis aku usai sholat subuh saking terharunya. Tapi jujur, menyelinap
>> juga rasa lain, apalagi jika mempertimbangkan kondisi kami, kondisiku
>> akhir-akhir ini.
>>
>>
>>
>> Setahun usia Yasmin, kami memutuskan untuk tidak KB alami seperti yang
>> biasa kami lakukan. Saran dokter untuk KB mandiri pun tak kuturuti. Aku
>> termasuk agak lama hamil. Ais dulu, nikah Agustus 1999, hamil dia Februari
>> 2001. Yasmin lebih lama lagi. Membutuhkan rentang 7 tahun dari kakaknya
>> meski sempat dua kali hamil yang gagal di selanya. Yang tak kusangka, strip
>> dua di test pack itu begitu nyata dan termasuk cepat datangnya.
>>
>>
>>
>> Dulu, awal menikah aku ingin memiliki empat anak. Tapi seiring waktu,
>> pemikiran itu mulai kupertanyakan. Sejak sadar bahwa memberi pendidikan
>> terbaik bagi anak berarti spend more money, sejak mengalami operasi Caesar
>> saat melahirkan anak kedua, sejak tahu banyak tetangga di sekitarku memilih
>> memiliki anak 2 saja dengan alasan tak mau repot�
>>
>>
>>
>> Tapi membayangkan hanya memiliki 2 anak saat mereka beranjak remaja dan
>> dewasa pun rasanya tak sedap amat. Pasti rumah akan sepi. Apalagi jika
>> mereka harus kuliah di luar kota. Maka, sengaja tak KBlah kami. Biarlah
>> Dia yang menentukan kapan si dede bakal ada. Kuperkirakan, waktunya akan
>> pas, dan ternyata benar-benar pas. Jika perhitunganku benar, maka si dede
>> bakal lahir saat usia kakaknya 2 tahun lebih 3 bulanan. Rentang waktu yang
>> pernah kuanggap ideal mengingat pengalamanku dengan kakak dan adikku yang
>> berjarak sama. Tapi, kekhawatiran yang membayangi ternyata tak seindah
>> kondisi ideal yang pernah kuinginkan.
>>
>>
>>
>> Yasmin termasuk gadis kecil yang aktif dan ekspresif. Salah satu
>> kesukaannya bergulat di kasur, naik-naik perut dan dadaku. Hal itu tentu
>> akan membahayakan kondisi si dede. Sementara aku sendiri akan merasa kurang
>> nyaman tak bisa main �kasar� dengan Yasmin. Begitu pula si batita 1,5 tahun
>> itu, akan kehilangan lahan bermainnya yang empuk.
>>
>>
>>
>> Satu hal pula yang kuingat saat dia ada, aku merasa menduakan cinta.
>> Selama bertahun-tahun Ais terlanjur kulimpahi segenap cinta dan perhatian.
>> Maka aku sendiri tiba-tiba sempat merasa gagap ketika tiba-tiba ada tubuh
>> mungil putih rentan yang merampas sebagian cinta itu dari kakaknya. Meski
>> seiring berjalannya waktu--sekitar 1 minggu kalau tak salah�aku mulai bisa
>> berdamai dengan rasa bersalah itu dan memberi cinta porsi sama tanpa perlu
>> membaginya, pengalaman itu takkan pernah kulupa. Dan jelas, aku akan
>> mengalaminya lagi jika si dede lahir nanti.
>>
>>
>>
>> Kekhawatiran lain, seperti saat hamil Yasmin dulu, aku takut pengalaman
>> dua kehamilan antara Ais dan Yasmin terulang. Rasanya sakit sekali menatap
>> layar USG dengan sebentuk kecil itu tak beranjak dari ukuran terakhir dia
>> diintip. Rasanya sakit mendengar vonis dokter bahwa dia harus di-*
>> terminated*. Rasanya mengerikan harus dengan sadar menyerahkan diri
>> dibuat tak sadar lalu terbangun dengan rasa kehilangan, dan diiringi
>> ketakutan bakal bangun di dunia lain, alam lain yang meminta pertanggung
>> jawaban. Sungguh, aku tak sanggup untuk menghadapi yang terakhir itu.
>>
>>
>>
>> Kegamangan lainku, kami belum menemukan pembantu. Padahal dia jelas sekali
>> perlu. Selama ini aku merasa oke saja melakukan pekerjaan rumah tangga
>> sembari tetap menjaga Yasmin. Selama ini aku menegakan diri juga membawa si
>> kecil itu kemana-mana termasuk ke toko material atau menjemput kakaknya baik
>> naik motor kubonceng di depan atau naik angkot tiap sorenya. Tapi dengan
>> kondisi hamil, itu tentu bukan hal yang mudah. ditambah, kami sedang
>> merenovasi rumah, hampir 70%. Suami berusaha menghandle yang dia bisa. Tapi
>> kadang perlu tindak segera yang memerlukan tenagaku seperti pagi ini.
>>
>>
>>
>> Ah, dalam kebahagiaan ini, kenapa seperti mata uang yang memiliki dua
>> sisi, ada kekhawatiran membayangi�
>>
>>
>>
>> Apapun itu, pada akhirnya aku harus kembalikan juga pada-Nya si pemilik
>> jiwa, si penentu setiap kejadian. Semoga diberikan yang terbaik dan
>> keberkahan di setiap kejadian. Amin.
>>
>>
>>
>> *Tanah Baru, **27/11/09** 00.21*
>>
>>
>> Indarwati
>> penulis novel Lintang Gumebyar
>> curhatan http://lembarkertas.multiply.com
>> FB: indar7510@yahoo.com
>>
>>
>
>
> --
> "There is no life without risks"
> Nursalam AR
> Translator - Writer - Trainer
> 0813-10040723
> 021-92727391
> Facebook: www.facebook.com/nursalam.ar
> Blog: www.nursalam.multiply.com
>
>

--
Regards,
Hadian Febrianto, S.Si
PT SAGA VISI PARIPURNA
Jl. PHH Musthofa no.39
Surapati Core Blok K-7 Bandung
Ph: (+6222) 8724 1434
Fax: (+6222) 8724 1435
8.

(Karya) Menulis Novel Keroyokan, Emangnya Bisa?

Posted by: "Yons Achmad" kolumnis@gmail.com   freelance_corp

Tue Dec 1, 2009 2:26 am (PST)



Menulis Novel Keroyokan, Emangnya Bisa?
:yons achmad*

Setelah saya membaca novel laris manis berjudul Negeri Van Oranje, saya
menghubungi salah satu penulisnya, Wahyuningrat, lewat surel (surat
elektronik). Saya ingin tahu bagaimana novel itu dibuat dengan kolaborasi
empat orang sekaligus. Ini fakta menarik, pikir saya, novel yang dibuat
secara keroyokan (collaborative writing) kan jarang. Jadi, rasa penasaran
saya tak tertahankan untuk segera menghubungi penulisnya.

Proses menghubungi penulisnyapun tidak serta merta mulus. Sebelumnya saya
membuat resensi dulu untuk dipublikasikan di blog multiply. Siapa tahu salah
satu penulisnya memberikan komentar. Syukur alhamdulillah, puji Tuhan, di
sana ada pemakai multiply yang kebetulan satu kampus dengan salah satu
penulisnya, Wahyuningrat tadi. Gayung bersambut, saya mendapatkan kisah suka
duka dibalik pembuatan novel itu.

Selembar tisu sebagai saksi bisu...

Proses kelahiran novel itu berawal dari ajakan ngumpul bareng yang digagas
Wahyuningrat. Dia mengajak kopi darat (kopdar) teman-temannya yang pernah
kuliah di Belanda (Nisa, Adept, Riski). Mereka pertamakali berkumpul di
bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Pertemuan hingga larut malam yang memaksa
mereka berpindah tempat nongkrong. Nah, karena persiapan yang spontan untuk
menulis notulensipun terpaksa menggunakan selembar tisu. Begitulah awal mula
kelahiran novel itu. Selembar tisu menjadi saksi bisu proses kreatif mereka.

Sebenarnya, yang mereka pikirkan bukan novel itu sendiri. Tapi semacam ide
adanya buku panduan belajar dan bertahan hidup di negeri Belanda. Sebuah
buku yang diperuntukkan khususnya bagi para mahasiswa yang beruntung bisa
mengenyam pendidikan di negeri kincir angin itu. Pengemasan karya nantinya
kalau bisa inspiratif dan diselingi oleh humor. Maka, mereka memilih menulis
buku tersebut dalam bentuk novel.

Mengenai ide kepenulisan, jujur mengakui bahwa mereka terinspirasi oleh
setidaknya dua novel. Kedua novel tersebut adalah Travelers� Tale: Belok
Kanan Barcelona (2007), sebuah novel kolaborasi empat orang dan Edensor
(2007), tetralogi ketiga Andrea Hirata. Kedua novel tersebut mereka baca
bergiliran ketika masih menempuh studi di Belanda. Sangat wajar ketika nanti
Anda membaca novel Negeri Van Oranje ini, pengaruh gaya kepenulisan dan cara
humor yang dikemas agak mirip. Namun, dilakukan dengan mengambil tema yang
berbeda.

Setelah memutuskan untuk menulis novel keroyokan,
maka proyek kepenulisanpun dimulai...

Metodenya, mereka saling berkirim surat elektronik (e-mail) dengan titel
�Aagaban�, nama geng mereka. Lantas saling mengkoreksi satu sama lain.
Prosesnya, cukup panjang, sampai memakan waktu setahun. Maklum, mereka juga
masih sibuk dengan urusan kantor masing-masing. Sampai-sampai, salah satu
penulisnya yang bernama Nisa yang dulunya baru punya satu anak, kini sudah
melahirkan anak lagi dan novel itu belum juga rampung. Ketika para
penulisnya berkunjung menjenguk anaknnya, di situlah momen draf novel
didiskusikan kembali sebelum diterbitkan.

Jangan salah, proses sampai terbitnya juga mengalami perdebatan panjang
diantara penulisanya. Mulai dari salah satu penulis yang ngamuk karena
tulisan dibabat (diedit) habis oleh penulis lainnya. Atau kurang sreg karena
tulisan salah satu penulis dirubah sehingga melenceng dari maksud penulis
lainnya. Mereka mengakui butuh berminggu-minggu untuk mencapai kesepakatan.
Walau pada akhirnya, perjuangan mereka pun menemukan titik riangnya ketika
salah satu penerbit setuju untuk menerbitkan novel itu.

Singkat kata, begitulah proses penulisan bersama novel Negeri Van Oranje.
Jika mereka yang supersibuk saja bisa melakukannya, bagaimana dengan kita
yang barangkali masih punya banyak waktu luang ini. Rasanya malu juga ya.
Sepertinya, kita perlu mengikuti jejak kesuksesan mereka. Omong-omong,
teman-teman ada pengalaman atau ide lain?

*Penulis, Publisis, Pecinta Sastra
--
==========
yons achmad
penulis, publisis, konsultan media
http://www.xeesm.com/penakayu/
Recent Activity
Visit Your Group
Share Photos

Put your favorite

photos and

more online.

Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Yahoo! Groups

Going Green

Resources and tips

for green living

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: